Minggu, 16 Maret 2014

Pengertian Jihad dalam Islam


Oleh: Prof. Dr. Ahmad Tayyeb (Grand Shaikh Al-Azhar)
Pendahuluan
Jihad mempunyai keutamaan yang besar dalam Islam. Mencakup semua lini kehidupan. Mengenai definisi jihad dalam Islam, ada banyak perbedaan pendapat.
Tulisan ini akan mengupas pengertian jihad. Menjelaskan perbedaan antara pembunuhan dan peperangan serta hukum keduanya. Lalu, apakah jihad itu fardhu ‘ain atau kifayah? Kapan menjadi wajib bagi kaum muslimin? Apakah jihad disyariatkan untuk mempertahankan diri, atau boleh menyerang terlebih dahulu? Sebab-sebab apa saja yang menjadikan perang terhadap kelompok non-muslim menjadi sesuatu yang diperintahkan? Apakah sebab itu karena permusuhan, atau soal kekafiran, yakni penolakan terhadap agama Islam? Tulisan ini juga akan menjelaskan perbedaan antara jihad, perang, dan beberapa hal terkait jihad.
Definisi Jihad
Jihad secara bahasa berarti mengerahkan segala upaya dan kemampuan, baik berupa perkataan atau perbuatan.
Definisi jihad secara syariat yang paling komperehensif diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Jihad adalah mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan.” Di tempat lain, beliau mengatakan, “Hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.”
Definisi tersebut mencakup semua jenis jihad yang dapat dilakukan seorang muslim. Mencakup usaha kerasnya dalam menaati Allah, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Termasuk juga usahanya dalam mengajak orang lain – muslim atau kafir – untuk menaati Allah, usahanya dalam memerangi orang kafir untuk meninggikan kalimat Allah, dan sebagainya.
Pembatasan jihad dengan kalimat ‘di jalan Allah’ adalah untuk membedakan segala jenis usaha yang tidak mengharap ridha Allah swt.
Keutamaan Jihad di Jalan Allah
Ada banyak dalil yang menerangkan keutamaan jihad di jalan Allah, seperti;
1)     Jihad di jalan Allah adalah bisnis yang menguntungkan.
“Sesungguhnya Allah telah (berjanji untuk) membeli dari orang-orang mukmin, jiwa dan harta mereka dengan (menganugerahkan) surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah. Mereka membunuh dan dibunuh. (Itu telah menjadi) janji atas diri-Nya (sehingga) menjadi janji yang benar, (yang tertulis) di Taurat, Injil, dan Al-Quran. Siapakah  yang lebih menepati janji selain Allah?? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu! Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 111)
2)     Besarnya pahala mereka yang bertahan dan berjaga-jaga di wilayah perbatasan, untuk menghadang serangan musuh. Diriwayatkan dari Salman, Rasulullah saw. bersabda, “Berjaga-jaga di wilayah perbatasan sehari semalam, lebih baik daripada qiyamul lail dan puasa selama sebulan. Jika dia mati (dalam kondisi demikian), pahala amalnya itu dan rezekinya akan dialirkan kepadanya. Dan dia terjaga dari fitnah (huru hara).”
3)     Keutamaan berjaga-jaga (dari serangan musuh- pen) di jalan Allah. Diriwayatkan dari Abu Raihanah: Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Api neraka tidak akan menyentuh mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang terjaga (begadang) di jalan Allah.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah Saw. bersabda, “Dua mata yang tak akan disentuh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan yang terjaga di jalan Allah.”
4)     Tak ada yang menyamai keutamaan jihad. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya, “Tunjukkan kepadaku amal yang setara dengan jihad!” Rasulullah menjawab, “tidak ada. Ketika seorang mujahid keluar (untuk berjuang), sanggupkah kamu terus menerus shalat, terus menerus berpuasa? Siapa yang sanggup melakukan itu semua?”
Tingkatan-tingkatan Jihad
Ada empat tingkatan jihad: jihad melawan nafsu (diri sendiri), jihad menghadapi setan, jihad melawan orang-orang kafir dan munafik, serta jihad memberantas kezaliman, bid’ah, dan kemungkaran.
1)     Jihad melawan nafsu. Mempunyai empat tingkatan: pertama, belajar persoalan agama dan hidayah. Kedua, mengamalkan apa yang dipelajari. Ketiga, mengajarkan kepada orang lain dan mengajak mereka untuk mengamalkannya. Keempat, perjuangan untuk tetap sabar dalam sulitnya berdakwah, serta sabar dari orang-orang yang  menyakiti dirinya. Dan dalam menghadapi itu semua, adalah semata-mata karena Allah swt.
2)     Jihad menghadapi setan. Ada dua tingkatan: pertama, perjuangan dalam menolak syubhat dan keraguan iman yang dihembuskan oleh setan. Kedua, perjuangan untuk menahan keinginan dan syahwat yang dibisikkan oleh setan.
Jihad yang pertama dilakukan setelah mantapnya keyakinan, sedangkan jihad yang kedua dilaksanakan setelah adanya kesabaran. Allah swt. berfirman, “Dan kami telah menjadikan di antara mereka (Bani Israil) teladan-teladan yang memberi petunjuk (kepada masyarakat berdasar) perintah kami, (dan Kami menjadikan mereka demikian) ketika (yakni karena) mereka bersabar. Sejak dulu mereka yakin dengan ayat-ayat kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
Dan setan adalah musuh yang paling jahat. Allah swt. berfirman, “Setan adalah musuh kalian. Maka jadikanlah dia musuh! Dia mengajak golongannya hanyalah agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fatir: 6)
3)     Jihad melawan orang kafir dan munafik. Ada empat tingkatan: hati, lisan, harta, dan tangan. Jihad melawan orang kafir lebih banyak menggunakan tangan, dan jihad melawan orang munafik lebih banyak dengan lisan.
4)     Jihad memberantas kezaliman, ketidakadilan, bid’ah, dan kemungkaran. Mempunyai tiga tingkatan: pertama, dengan tangan (kekuatan), jika seorang mujahid mempunyai kemampuan untuk itu. Jika tidak mampu, maka kedua, dengan lidah. Jika masih merasa tak mampu, maka cukup berjihad dengan hati (dengan mengingkari-pen). Diriwayatkan dari Abu Sa’id, Rasulullah bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya (kekuatan). Jika tak sanggup, cegahlah dengan lisan. Jika masih tak sanggup, maka cukup dengan hati. Yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman.”
Itulah tiga belas tingkatan jihad. Orang yang paling sempurna di Mata Allah adalah yang sanggup melakukan semuanya. Manusia berbeda-beda derajatnya di sisi Allah sesuai dengan jihad mereka.
Jihad dalam Al-Quran dan Hadis
Kata jihad dalam berbagai derivasinya terulang sebanyak tiga puluh satu kali di dalam Al-Quran. Sementara kata harb (perang), hanya terulang empat kali. Dan jika kita perhatikan, makna jihad dalam Al-Quran dan Hadis lebih luas dan lebih umum dari sekedar perang. Jika perang bermakna “berhadap-hadapan dengan bersenjata”, maka jihad bermakna “mengerahkan segala upaya untuk menghadapi musuh.” Baik musuh tersebut adalah manusia yang lalim atau sesosok setan, seorang mukmin wajib menghadapinya. Sekalipun jika musuh itu adalah dirinya sendiri, yang menganggap perbuatan buruk menjadi tampak baik.
Sebagaimana beragamnya definisi jihad, beragam pula caranya. Ada jihad dengan jiwa, harta, ucapan – dalam arti dengan argumen – atau dengan Al-Quran. Semua itu dalam konteks menjelaskan Islam dan mendakwahkannya kepada masyarakat. Semua jenis dan makna jihad di atas, disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah.
Dari sekian makna itu, salah satu yang tercantum dalam Al-Quran adalah perintah Allah swt. kepada Nabi saw., “janganlah engkau, wahai Muhammad, mengikuti (hawa nafsu) orang-orang kafir. Berjihadlah menghadapi mereka dengan Al-Quran, dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqan: 52)
Bahkan Nabi saw. mengistilahkan jihad menghadapi hawa nafsu dan setan dengan jihad yang terbesar, sebagai perbandingan dengan jihad kecil, yaitu berjihad di medan perang. Di antara hadis yang menjelaskan hal tersebut adalah:
Sabda Nabi saw., “Jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu.”
“Seorang mujahid adalah mereka yang berjihad melawan dirinya sendiri.”
“Berjihadlah melawan hawa nafsu kalian seperti kalian menghadapi musuh.”
Kita harus mengetahui bahwa jihad dengan jiwa atau harta (seperti perang atau ikut militer misalnya) disyaratkan – dalam Al-Quran – harus di jalan Allah, untuk meninggikan kalimat Allah.
Di antara hal yang harus diikuti agar kita tetap berada di dalam aturan Islam, adalah selalu mengaitkan jihad dengan cita-cita kemanusiaan yang tinggi. Salah satu hal yang harus diperhatikan, bahwa jihad dalam falsafah Islam bukan untuk ekspansi, penjajahan, menguasai kekayaan alam pihak lain, menindas dan merendahkan rakyat, atau tujuan materialistis lainnya yang memicu timbulnya peperangan di peradaban besar dari zaman dulu hingga sekarang.
Dan kata ‘jihad’, meskipun mengandung banyak kemungkinan makna selain perang – seperti tersebut di atas, namun makna perang adalah yang paling masyhur dan banyak digunakan.
Jihad dan Perang
Jihad bukanlah perang yang menjadikan segala hal menjadi faktor dan tujuan. Tapi, jihad hanya terbatas pada perang di jalan Allah. Jika tujuan perang sudah keluar dari koridor ini, maka bukan lagi dinamai jihad, tapi perbuatan yang keji, yang ditolak oleh syariat dan aturan Islam.
Dari sini, kita bisa mendefinisikan bahwa jihad adalah, “Perang di jalan Allah. Baik itu ikut secara langsung di barisan militer, bantuan materi, pendapat dan strategi, perawatan medis, atau pengorbanan apapun yang bertujuan untuk membela keyakinan dan tanah air.”
Namun, kita harus membedakan antara dua istilah yang bisa tercampur dan menimbulkan pemahaman yang negatif dalam mengartikan jihad dalam konteks perang di jalan Allah. Dua istilah tersebut adalah al-qatl (pembunuhan) dan al-qital (peperangan). Perbedaan keduanya sangat jauh. Pembunuhan bermakna upaya membunuh pihak lain dengan senjata. Ini meniscayakan pembunuh di satu pihak, dan terbunuh (korban) di pihak lain. Berbeda dengan peperangan yang meniscayakan dua pihak yang saling menyerang. Masing-masing mengupayakan pembunuhan untuk melawan upaya dari pihak lawan. Makna yang ada dalam istilah “jihad”, adalah makna kedua (peperangan), bukan makna pertama, yakni pembunuhan.
Kesimpulan akhir dari analisa ini, adalah bahwa perintah jihad dalam Islam, bukanlah perintah membunuh, tapi perintah berperang. Yakni, upaya mempertahankan diri dari serangan musuh, untuk menahan dan menghentikan serangannya.
Jihad dengan makna demikian hanya ada dalam istilah Islam klasik. Saat ini dikenal dengan Departemen Pertahanan, yang sebelumnya dinamakan Departemen Angkatan Bersenjata atau Majlis Tinggi Angkatan Bersenjata. Lembaga sejenis adalah departemen-departemen kolonial di negara-negara barat. Semua nama-nama itu mengesankan aroma ketakutan, kebencian, dan permusuhan. Meskipun demikian, tak seorang pun yang mendesak haknya walaupun di sebuah negara itu ada Departemen Pertahanan– sebagaimana yang kita tahu soal kritikan tak berdasar atau tuntutan yang diutarakan media Angelo, Amerika – seperti yang ditawarkan oleh jihad.
Kita bisa katakan, bahwa makna jihad lebih luhur dan luas cakupannya dibanding Departemen Angkatan Bersenjata misalnya. Karena, perang – dalam Syariat Islam – bisa bermakna peperangan dan mempertahankan diri vis a vis. Berbeda dengan jihad – bagi yang mengerti bahasa arab – yang hanya mempunyai makna perang sebagai upaya mempertahankan diri.
Jadi, jihad – yang maknanya dirancukan oleh Barat, tak lebih adalah jihad untuk mempertahankan jiwa, keyakinan, dan tanah air. Dan saya tak yakin ada orang berakal yang menentang kebenaran yang diterima nalar sehat ini, atau terhasut oleh kerancuan-kerancuan dan kebatilan. Kecuali di antara mereka adalah orang-orang neo-sophisme, yang selalu meragukan kebenaran-kebenaran tak terbantahkan dan diterima akal sehat. (Nasrullah/mosleminfo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar