Gambar di atas adalah scand dari Kitab Wahabi, Majmu’ Fatawa Syaikh
Ibni Taimiyah, juz 20 hal. 163, yang mengakui pembagian bid’ah menjadi
dua, bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Teks tersebut, artinya begini:
“Pandangan yang menyalahi nash adalah bid’ah berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin. Sedangkan pandangan yang tidak diketahui menyalahinya, terkadang tidak dinamakan bid’ah. Al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bid’ah itu ada dua. Pertama, bid’ah yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan atsar sebagian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Ini disebut bid’ah dhalalah. Kedua, bid’ah yang tidak menyalahi hal tersebut. Ini terkadang disebut bid’ah hasanah, berdasarkan perkataan Umar, “Inilah sebaik-baik bid’ah”. Pernyataan al-Syafi’i ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab al-Madkhal dengan sanad yang shahih.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, juz 20, hal. 163).
Pandangan Ibnu Taimiyah tersebut bertentangan dengan pandangan Wahabi yang menolak adanya bid’ah hasanah. Ini juga pukulan keras dan tamparan luar biasa Ibnu Taimiyah terhadap kaum Wahabi yang anti bid'ah hasanah. Adakalanya mereka masih menganggap Ibnu Taimiyah sebagai Syaikhul Islam, dan konsekuensinya harus mengikuti pendapatnya. adakalanya tidak menganggapnya Syaikhul Islam, konsekuensinya, berarti ajaran Wahabi memang tidak punya guru dan tidak punya sanad.
— bersama Ni'am Ibnu Ahmadi dan 5 lainnya.“Pandangan yang menyalahi nash adalah bid’ah berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin. Sedangkan pandangan yang tidak diketahui menyalahinya, terkadang tidak dinamakan bid’ah. Al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bid’ah itu ada dua. Pertama, bid’ah yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan atsar sebagian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Ini disebut bid’ah dhalalah. Kedua, bid’ah yang tidak menyalahi hal tersebut. Ini terkadang disebut bid’ah hasanah, berdasarkan perkataan Umar, “Inilah sebaik-baik bid’ah”. Pernyataan al-Syafi’i ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab al-Madkhal dengan sanad yang shahih.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, juz 20, hal. 163).
Pandangan Ibnu Taimiyah tersebut bertentangan dengan pandangan Wahabi yang menolak adanya bid’ah hasanah. Ini juga pukulan keras dan tamparan luar biasa Ibnu Taimiyah terhadap kaum Wahabi yang anti bid'ah hasanah. Adakalanya mereka masih menganggap Ibnu Taimiyah sebagai Syaikhul Islam, dan konsekuensinya harus mengikuti pendapatnya. adakalanya tidak menganggapnya Syaikhul Islam, konsekuensinya, berarti ajaran Wahabi memang tidak punya guru dan tidak punya sanad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar