Permasalahan besar
dalam dunia Islam adalah penyalahgunaan istilah syiah dan salaf. Syiah
artinya pengikut, permasalahannya adalah pengikut yang sholeh atau
pengikut yang tidak sholeh. Salaf artinya orang terdahulu,
permasalahannya adalah orang terdahulu ada yang sholeh dan ada yang
tidak sholeh. Penyalahgunaan istilah syiah atupun salaf adalah bagian
dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh
kaum Zionis Yahudi untuk menimbulkan perselisihan di antara kaum
muslim.
Inti hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman)
yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi adalah bahwa pintu ijtihad
masih terbuka luas tanpa mempertimbangkan kompetensi untuk melakukan
ijtihad. Begitupula bahan untuk melakukan ijtihad tidaklah cukup,
contohnya hadits yang telah dibukukan hanyalah sebagian dari
hadits-hadits yang ada.
Syiah
Contohnya madzhab
Zaidiyyah, pada awalnya dicetuskan oleh Imam Zaid bin Ali bin Husein bin
Ali bin Abi Thalib. Namun mereka yang mengaku-aku sebagai Syiah
Zaidiyah pada masa kini pada hakikatnya tidak lagi murni mengikuti
mazhab Zaidiyyah.
Salah satu ulama Zaidiyyah, Imam
Ahmad as-Syarafiy (w. 1055 H) menegaskan bahwa: "Syi’ah Zaidiyah
terpecah kepada tiga golongan, yaitu: Batriyah, Jaririyah, dan
Garudiyah. Dan konon ada yang membagi sekte Zaidiyah kepada: Shalihiyah,
Sulaimaniyah dan Jarudiyah. Dan pandangan Shalihiyah pada dasarnya sama
dengan pandangan Batriyyah. Dan sekte Sulaymaniyah sebenarnya adalah
Jarririyah. Jadi ketiga sekte tersebut merupakan golongan-golongan
Syi’ah Zaidiyyah pada era awal. Ketiga sekte inipun tidak berafiliasi
kepada keturunan Ahlu Bait sama sekali. Mereka hanyalah sekedar
penyokong berat imam Zaid ketika terjadi revolusi melawan Bani Umayah,
dan mereka ikut berperang bersama imam Zaid".
Menurut pendapat Dr. Samira Mukhtar al-Laitsi dalam bukunya
(Jihad as-Syi’ah), ketiga sekte tersebut merupakan golongan Syi'ah
Zaidiyyah di masa pemerintahan Abbasiah. Dan mayoritas dari mereka ikut
serta dalam revolusi imam Zaid. Dan ketiga sekte tersebut dianggap
paling progresif dan popular serta berkembang pesat pada masa itu. Dan
setelah abad kedua, gerakan Syi'ah Zaidiyah yang nampak di permukaan
hanyalah sekte Garudiyah. Hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya
pandangan-pandangan yang dinisbahkan kepada sekte Syi'ah Zaidiyah
lainnya.
Pada hakikatnya mereka tidak lagi mengikuti pendiri mazhab Zaidiyyah, mereka mengikuti hasil ijtihad imam-imam mereka sendiri.
Salaf
Kalau kita telusuri istilah manhaj salaf atau mazhab salaf maka kita
menemukan istilah itu dikatakan oleh ulama Al Albani, ulama Muhammad bin
Abdul Wahhab ataupun ulama Ibnu Taimiyyah.
Imam Mazhab yang
empat yang bertalaqqi (mengaji) kepada Salafush Sholeh tidak pernah
menguraikan tentang manhaj salaf atau mazhab salaf dalam kitab-kitab
mereka.
Andaikan manhaj salaf yang dimaksud adalah manhaj atau
jalan / cara beribadah Salafush Sholeh maka Imam Mazhab yang empat yang
melihat langsung jalan / cara beribadah Salafush Sholeh dan
menuliskannya pada kitab fiqih agar kaum muslim di kemudian hari dapat
“melihat” cara beribadah Salafush Sholeh melalui kitab mereka.
Kita, kaum muslim harus bersatu kepada pemahaman dan pengamalan agama
yang haq yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dengan menelusuri kembali melalui dua jalur utama yakni
1. Jalur ulama yang sholeh, bersanad ilmu atau bersanad guru tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
2. Jalur ulama yang sholeh, bernasab atau bersilsilah keturunan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran agama
dari orang tua-orang tua terdahulu tersambung kepada Imam Sayyidina Ali
ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam
Kebenaran adalah apa yang diwahyukanNya dan disampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Telusurilah terus hingga yakin bahwa yang diterima adalah benar dari
lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukan akal pikiran
manusia yang didalamnya ada unsur hawa nafsu dan kepentingan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar,
maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari
Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal
pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan
larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Ibnul
Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan
karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan
apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Dari Ibnu Abbas ra
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata
mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di
dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa
sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir
QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam
bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir
Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf
Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu
adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi
juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan
orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di
mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga
berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik
secara lafazh, makna dan pengamalan“
Tujuan beragama adalah untuk menjadi manusia yang berakhlakul karimah.
Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Agama adalah jalan untuk meneladani akhlak manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
Jadi kalau ada seseorang dikenal telah mendalami ilmu agama namun tidak
berakhlak baik maka bisa dipastikan ilmu agama yang dipahaminya telah
keliru, tidak disesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam.
Ketidak sesuaian dengan
apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena
mereka mendapatkan ilmu dari ulama yang tidak bersanad ilmu atau
bersanad guru tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Mereka mendapatkan ilmu bersandarkan akal pikiran atau prasangka manusia
semata.
Marilah kita menegakkan ukhuwah Islamiyah
dengan mengakhiri perselisihan karena perbedaan pemahaman. Bersatulah
dengan menyambungkan sanad ilmu hingga tersambung kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam.
Cara menyambung sanad ilmu melalui dua jalur
1. Melalui sanad guru, mengikuti ulama yang bermazhab yang tersambung
kepada Imam Mazhab yang empat. Contohnya tersambung kepada sanad gurunya
Imam Syafi'i ra. Sanad guru Imam Syafi’i ra :
a. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
b. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
c. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
d. Al-Imam Malik bin Anas ra
e. Al-Imam Syafi’i Muhammad bin Idris ra
2. Melalui ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Ikuti apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat
dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang
setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al
Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar,
kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang
diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almugoddam Muhammad bin Ali
Ba’alawi Syaikhutthorigoh dan orang orang yang setingkat dengannya,
sampai ke Imam Al Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa dan orang orang yang
setingkat dengannya
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan
keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian Imam Ahmad Al Muhajir
bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin
Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau
berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i
dalam fiqih dan Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah. Tidak sedikit
dari kaum Khawarij yang dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan
taubat di hadapan beliau. Dan sebelum abad 7 H berakhir, madzhab
Khawarij telah terhapus secara menyeluruh dari Hadramaut, dan Madzhab
Ahlus Sunnah wal Jama’ah diterima oleh seluruh penduduknya.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni
Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat
kaum sunni yang “ideal” terutama bagi kaum Alawiyin, karena
kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Ini dapat
dilihat bagaimana amalan mereka dalam bidang ibadah, yang tetap
berpegang pada madzhab Syafi’i, seperti pengaruh yang telah mereka
tinggalkan di Nusantara ini. Dalam bidang Tasawuf, meskipun ada nuansa
Ghazali, namun di Hadramaut menemukan bentuknya yang khas, yaitu Tasawuf
sunni salaf Alawiyin yang sejati
Dari Hadramaut (Yaman), anak
cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk
Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia.
Saat ini negeri muslimin terbesar di dunia adalah Indonesia , dan yang
membawa Islam ke Indonesia adalah penduduk Yaman (yang datang pada abad
ke – 16 dari Hadramaut dan juga ada yang melalui Gujarat), dari keluarga
Al Hamid, As Saggaf , Al Habsy dan As Syathiry, Assegaf dan lain lain
(masih banyak lagi para keluarga dzurriyat baginda Nabi saw, yang sampai
kini masih terus berdakwah membimbing ummat di bumi Indonesia seperti:
Al Aydrus, Al Attas, Al Muhdhor, Al Haddad, Al Jufri, Al Basyaiban, Al
Baharun, Al Jamalullail, Al Bin Syihab, Al Hadi, Al Banahsan, Al Bin
Syaikh Abu Bakar, Al Haddar, Al Bin Jindan, Al Musawa, Al Maulachila, Al
Mauladdawilah, Al Bin Yahya, Al Hinduan, Al Aidid (–bukan Aidit–), Al
Ba’bud, Al Qadri, Al Bin Syahab, dan lain lain) termasuk juga para Wali
Songo, yang menyebar ke pedalaman – pedalaman Papua , Sulawesi, Pulau
Jawa , mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat
syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa
senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan
kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia,
sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah
bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma
dan Qiyas.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Tidak ada komentar:
Posting Komentar