Pertanyaan: Apa hukum azan kedua pada shalat Jum’at?
Jawaban:
Allah mensyariatkan azan sebagai sarana untuk memberitahu orang-orang
tentang masuknya waktu shalat dan untuk mengingatkan mereka agar
melakukannya. Adapun iqamat disyariatkan agar mereka langsung bangkit
untuk melaksanakan shalat. Untuk setiap kali shalat wajib, disyariatkan
satu kali azan.
Azan pertama kali disyariatkan pada tahun pertama hijrah. Hal itu seperti dipaparkan dalam hadits tentang mimpi Abdullah bin Zaid r.a. dan Umar bin Khattab r.a. yang diriwayatkan oleh Tirmidzi serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.
Sejak
masa Nabi saw. sampai masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., pada setiap
satu shalat wajib hanya terdapat satu azan dan satu iqamat, begitu pula
pada shalat Jum’at. Lalu pada masa Utsman r.a., dia
menambahkan azan kedua karena adanya keperluan disebabkan jumlah
masyarakat semakin banyak. Dari sini dipahami bahwa azan adalah perkara
yang disyariatkan, dan tidak ada halangan untuk menambah azan lain jika
diperlukan. Itu pulalah yang dipahami oleh Bilal r.a. ketika dia
melakukan shalat sunnah wudhu padahal hal itu tidak pernah diperintahkan
dengan dalil khusus.
Kisah penambahan azan kedua oleh Utsman r.a tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Diriwayatkan oleh as-Saib bin Yazid r.a., dia berkata, “Pada masa Nabi
saw., Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., panggilan pertama (azan) untuk
shalat Jum’at dilakukan ketika khatib telah duduk di mimbar. Ketika masa
Utsman r.a., dan masyarakat telah menjadi ramai, dia menambah panggilan
ketiga (azan pertama) yang dikumandang di Zawra`.” Azan pertama dalam
riwayat ini dinamakan panggilan ketiga, karena perawi menamakan iqamat dengan istilah azan.
Apa
yang dilakukan oleh Utsman bukanlah suatu perbuatan yang menyimpang,
karena hal itu disetujui oleh para sahabat lainnya. Bahkan, hal itu
tetap dilakukan pada masa setelahnya, yaitu sejak zaman Ali bin Abi
Thalib r.a. sampai hari ini.
Imam Bukhari kembali meriwayatkan
atsar di atas dari jalur lain. Dalam redaksi itu disebutkan, “Dari
Zuhri, dia berkata, “Saya mendengar as-Saib bin Yazid r.a. berkata,
“Pada masa Nabi saw., Abu Bakar dan Umar, azan pertama untuk shalat
Jum’at dilakukan ketika imam (khatib) telah duduk di atas mimbar. Ketika
masa Khalifah Utsman, dan umat Islam semakin banyak, dia menambah
panggilan azan ketiga yang dikumandang di Zawra`. Lalu hal itu terus
dilakukan.”
Ibnu Hajar al-Asqalani, dalam Fath al-Bârî berkata, “Secara eksplisit, ketika itu semua orang di seluruh wilayah negara
Islam mengambil pendapat Utsman, karena dia adalah seorang khalifah
yang ditaati.” Ibnu Hajar juga mengatakan, “Segala sesuatu yang tidak
ada pada zaman Rasulullah saw. adalah perbuatan bid’ah, tapi ada yang
bid’ah hasanah dan ada yang tidak demikian. Dari kisah yang diriwayatkan
dalam atsar di atas, nampak jelas bahwa Utsman melakukan perbuatan yang
baru itu (bid’ah) guna memberitahu masyarakat tentang masuknya waktu
shalat. Hal ini diqiyaskan dengan azan untuk shalat-shalat lainnya,
sehingga shalat Jum’at dimasukkan ke dalamnya. Lalu dia tetap
mempertahankan kekhasan shalat Jum’at itu dengan azan yang dilakukan
ketika khatib telah menaiki mimbar. Dalam kasus ini terdapat penyimpulan
sebuah makna dari sebuah dalil tanpa membatalkan dalil tersebut.”
Dari
penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa azan kedua adalah sunah yang
dilakukan oleh Utsman r.a., dimana Nabi saw. pernah bersabda,
مَنْ
يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ
“Barang
siapa dari kalian yang masih hidup setelahku akan melihat banyak
perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang pada Sunnahku dan Sunnah
para khalifah yang mendapat petunjuk.” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim).
Utsman r.a. adalah salah satu dari para khalifah yang mendapat petunjuk itu (al-khulafâ` al-mahdiyyîn ar-râsyidîn).
Dan dari zaman para sahabat sampai hari ini, telah tercapai ijmak amali
(bersifat perbuatan) atas penerimaan azan yang kedua. Sehingga, barang
siapa yang menyalahkan azan kedua itu, berarti dia telah menyalahkan
ijmak dan syiar-syiar Islam yang diridhai oleh para ulama sepanjang
sejarah. Orang yang menganggap azan kedua sebagai bid’ah maka dia telah
menyimpang dari hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dari
Rasulullah saw. bahwa umat ini tidak akan bersepakat dalam kesesatan.
Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar