Rabu, 29 Januari 2014

Uji Keilmuan: Imam Bukhari RA vs Syeikh Ngalbani

Para Ulama telah menetapkan kriteria yang ketat agar hanya benar-benar ‘orang yang memang memenuhi kriteria sajalah’ yang layak menyadang gelar muhaddits seperti yang diungkapkan oleh Imam Sakhowi tentang siapa Ahli Hadits (muhaddits) itu sebenarnya:

“Menurut sebagian Imam hadits, orang yang disebut dengan Ahli Hadits (Muhaddits) adalah orang yang pernah menulis hadits, membaca, mendengar, dan menghafalkan, serta mengadakan rihlah (perjalanan) keberbagai tempat untuk, mampu merumuskan beberapa aturan pokok (hadits), dan meng- komentari cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian (syarat-syarat ini terpenuhi -pent) maka tidak diingkari bahwa dirinya adalah ahli hadits. Tetapi jika ia sudah mengena- kan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada masa- nya, atau menghalalkan (dirinya memakai-pent ) perhiasan lu’lu (permata-pent) dan marjan atau memakai pakaian yang berlebihan (pakaian yang berwarna-warni -pent). Dan hanya mempelajari hadits Al-Ifki wa Al-Butan. Maka ia telah merusak harga dirinya, bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar seorang Muhaddits bahkan ia bukan manusia. Karena dengan kebodohannya ia telah memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya maka ia telah keluar dari Agama Islam” ( Lihat Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1hal. 40-41).

Sehingga yang layak menyandang gelar ini adalah ‘Para Muhaddits’ generasi awal seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Ibn Majah, Imam Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi, Imam Ibn Hibban dan lain-lain.

Kapasitas Keilmuan Imam Bukhari r.a

Ketika Imam Bukhari r.a. mengunjungi Bagdad, para ahli hadis di kota tersebut mendengar kedatangannya. Mereka hendak mengujinya dengan berbagai cara termasuk mencampuradukkan isi hadis untuk membingungkannya.

Mereka juga mengacak-acak hadis dengan menukar-nukar perawinya. Tugas ini diserahkan kepada sepuluh orang yang masing-masing mengeluarkan sepuluh hadits palsu.

Ketika Imam Bukhari menggelar majelis ilmu, mereka ikut bergabung di dalam majelis tersebut guna menanyakan kebenaran hadis-hadis yang telah direkayasa tersebut. Tidak lupa mereka juga mengundang ahli hadis dari luar Bagdad untuk meramaikan perdebatan yang akan terjadi.

Satu per satu dari mereka mengemukakan hadis palsunya kepada Al-Bukhari dan beliau selalu menjawabnya dengan dua kata, “Tidak tahu,” …. “tidak tahu,”….. dan “tidak tahu.”

Para undangan yang merupakan ahli hadis saling berpandangan satu sama lain. Sebagian dari mereka mengakui kalau Al-Bukhari memang benar-benar orang yang paham akan hadis, tetapi sebagian lain malah menyangsikan bahwa ia menguasai semua itu.

Setelah kesepuluh dari mereka mengemukakan hadis rekayasanya, Al-Bukhari memandang orang pertama yang mengemukakan hadis. Dengan brilian ia mengoreksi isi hadis rekayasa itu satu per satu sekaligus menyusun kembali para perawinya dengan benar. Begitu juga dengan orang kedua hingga kesepuluh, ia koreksi satu per satu hadis yang mereka ajukan tanpa ada yang terlewat sedikit pun.

Setelah itu, semua orang mengakui ketajaman, daya ingat, dan keistimewaan Imam Bukhari

Kapasitas Keilmuan Syech Ngalbani

Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadis terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadis-hadis edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, “disahihkan oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan lainnya.

Sebetulnya, kapasitas ilmu tukang reparasi jam ini sangat meragukan (kalau tak mau dibilang “ngawur”). Bahkan ketika ia diminta oleh seseorang untuk menyebutkan 10 hadis beserta sanadnya, ia dengan entengnya menjawab, “Aku bukan ahli hadis sanad, tapi ahli hadis kitab.” Si peminta pun tersenyum kecut, “Kalau begitu siapa saja juga bisa,” tukasnya.

Namun demikian dengan over pede-nya Albani merasa layak untuk mengkritisi dan mendhoifkan hadis-hadis dalam Bukhari Muslim yang kesahihannya telah disepakati dan diakui para ulama’ dari generasi ke generasi sejak ratusan tahun lalu. Aneh bukan? (http://www.forsansalaf.com)

Hasil Skor:

    Imam Bukhari RA : 10
    Syeikh Ngalbani     : 0

—-> simak juga “all aobut ngalbani” di www.albani.sarkub.com

Simak di: http://www.sarkub.com/2011/uji-keilmuan-imam-bukhari-ra-vs-syeikh-ngalbani/#ixzz2ro1buq1S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar