Di kalangan warga nahdliyyin berkembang beberapa budaya yang sering dilakukan, seperti halnya selamatan, tasyakuran dalam rangka memperingati maulid nabi Muhammad Saw. (mauludan) atau acara-acara yang lain. Dalam hal ini masjid sering dipilih sebagai tempat untuk melaksanakan acara tersebut, sehingga setelah acara selesai, para jama’ah menyajikan makanan dan minuman lalu mereka menyantapnya di dalam masjid. Bagaimanakah hukum makan dan minum di dalam masjid?
a. Tidak boleh, apabila berkeyakinan atau mempunyai perkiraan akan mengotori masjid.
b. Boleh, dengan syarat tidak sampai mengotori masjid.
واَلتَّضَيُّفُ فِى الْمَسْجِدِ الْباَدِيَةِ يَكُوْنُ بِاِطْعاَمِ الطَّعَامِ النَّاشِفِ كَالتَّمْرِ لاَ اِنْ كَانَ مُقَذِّرًا كَالطَّبْحِ وَالبِطِّيْحِ وَاِلاَّ حَرُمَ اِلاَّ بِنَحْوِ سُفْرَةٍ تُجْعَلُ تَحْتَ اْلاِنَاءِ بِحَيْثُ يَغْلِبُ عَلَى الظَّنِّ عَدَمُ التَّقْذِيْرِ فَالظَّاهِرُ اَنَّهُ يَقُوْمُ مَقَامَ النَّاشِفِ (فتاوى العلامة الشيخ حسين ابراهيم المقري فى فصل أحكام المساجد )
Penjamuan dalam masjid di pedesaan dengan menyuguhkan makanan kering seperti kurma hukumnya boleh, dan diharamkan jika bisa mengotori masjid seperti makanan basah semisal semangka, kecuali jika menggunakan alas (bejana) yang sekiranya kuat dugaan tidak akan mengotori masjid. Dalam hal ini sama dengan makanan yang kering (hukumnya boleh). (Fatawi al-Allamah al-Syaikh Husain Ibrahim al-Muqarri dalam Fasal Ahkami al-Masajidid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar