Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Allah ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah [Allah] Yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benaruntuk menampakkannya/memenangkannya di atas semua agama, walaupun orang-orang musyrik tidak suka.” (QS. At-Taubah: 33)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan :
Yang dimaksud dengan al-huda/petunjuk adalah segala yang dibawa oleh Rasul yaitu berupa berita-berita yang jujur, keimanan yang sahih, dan ilmu yang bermanfaat. Adapun agama yang benar maksudnya adalah amal-amal salih lagi benar, amal-amal yang bermanfaat di dunia dan di akhirat.
[lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, 4/136]
Di dalam surat al-Fatihah yang setiap hari kita baca, kita memohon kepada Allah agar mendapatkan hidayah jalan lurus; yaitu jalannya orang-orang yang mendapatkan kenikmatan dari Allah. Orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah itu maksudnya adalah ‘orang-orang yang memadukan antara ilmu yang bermanfaat dengan amal salih’.
Adapun orang-orang yang dimurkai [al-maghdhubi 'alaihim] adalah orang yang mengambil ilmu namun meninggalkan amal. Kemudian, apabila orang itu mengambil amal namun meninggalkan ilmu,
Kebutuhan hati terhadap ilmu dan iman jauh lebih besar daripada kebutuhan badan kepada makanan dan nafas. Ilmu bagi hati laksana air bagi ikan. Apabila ikan kehilangan air maka dia pasti mati. Oleh sebab itu pula Allah menamai ilmu sebagai obat. Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian nasihat dari Rabb kalian dan obat bagi apa yang ada di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS. Yunus: 57)
Oleh sebab itu Imam Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab di dalam Sahihnya dengan judul Bab Ilmu sebelum ucapan dan amalan. Oleh sebab itu pula Allah menjadikan tugas para rasul adalah memberikan pelajaran dan ilmu kepada umat manusia. Allah ta’ala berfirman,
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman, ketika Allah mengutus di tengah-tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, dia membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah [as-Sunnah]. Sementara sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang amat nyata.” (QS. Ali ‘Imran: 164)
Luqman al-Hakim berkata kepada putranya, “Wahai putraku, duduklah bersama para ulama dan dekatilah mereka dengan kedua lututmu. Karena sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati dengan hikmah sebagaimana menghidupkan tanah yang mati dengan curahan hujan deras dari langit.” [lihat al-Fitnah, hal. 220]
Hakikat Amal Salih
Allah ta’ala berfirman,
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabb-nya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi: 110).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa amal salih ialah amalan yang sesuai dengan syari’at Allah, sedangkan tidak mempersekutukan Allah maksudnya adalah amalan yang diniatkan untuk mencari wajah Allah (ikhlas), inilah dua rukun amal yang akan diterima di sisi-Nya [lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [5/154] cet. al-Maktabah at-Taufiqiyah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar