Assalamualaikum,
minal aidin wal faizin stad ana mau tanya dalil yasinan apa benar cuman dari hadist do’if?
FORSAN SALAF menjawab :
Diantara dalil membaca Surat Yasin untuk orang yang meninggal, hadits Nabi Saw :
Pendapat Abu Hatim dan sebagian ulama’ lainnya “ sunnah dibacakan Yasin, ketika menjelang kematian (sakarotul maut) karena Surat Yasin menceritakan kiamat, tauhid dan kisah-kisah umat terdahulu”. Namun menurut Ibn Rif’ah, dianjurkan membacanya setelah meninggal. Oleh karena itu lebih utama menggabung keduanya (membacanya di waktu sakarotul maut dan setelah meninggal). {Faidul Qodir juz 2 hal. 86}
Sebagian pendapat hadist ini do’if, namun tetap bisa diamalkan karena didukung oleh hadist lain yang kuat tentang sampainya pahala bacaan kepada mayyit
Pahala bacaan sampai kepada mayyit
Wasiat Ibn Umar dalam kitab Syarh Aqidah Thahawiyah hal : 458
Hadist ini menjadi dasar pendapat Muhammad bin Hasan dan Ahmad bin Hambal padahal Imam Ahmad sebelumnya pernah mengingkari sampainya pahala dari orang yang hidup kepada orang yang sudah mati. Namun setelah beliau mendengar dari orang-orang yang terpercaya tentang wasiat ibnu Umar, Beliaupun mencabut pengingkarannya. [Mukhtasar Tazkirah Qurtubi hal.25].
Disebutkan imam Ahmad bin Hambal berkata : ” sampai kepada mayyit [ pahala ] setiap kebaikan karena adanya nash–nash yang menerangkannya dan juga kaum muslimin berkumpul di setiap negeri untuk membaca alquran dan menghadiahkan (pahalanya) kepada mereka yang sudah meninggal. Hal ini terjadi tanpa ada yang mengingkari ,maka jadilah ijma’ (Yas’aluunaka fid din wal hayat oleh Dr.Ahmad Syarbasi jilid III/423)
Hadis dalam sunan Baihaqi dengan isnad hasan :
Hadist ini mirip dengan wasiat Ibn Umar, bahkan di sini dinyatakan dianjurkan.
Hadist riwayat Daruquthni :
Hadist marfu’ riwayat Hafiz as-Salafi :
Syaikh Muhammad Makhluf, (mantan mufti mesir) berkata : “Tokoh-tokoh madzhab Hanafi berpendapat setiap orang melakukan ibadah baik sedekah atau bacaan al Qur’an atau lainnya dari macam-macam kebaikan, dapat dihadiahkan pahalanya kepada orang lain dan pahala itu akan sampai kepadanya”.
Syaik Ali Ma’sum berkata : “dalam madzhab Maliki tidak ada khilaf akan sampainya pahala sedekah kepada mayyit. Namun ada khilaf pada bacaan al Qur’an untuk mayyit . Menurut dasar Madzhab hukumnya makruh. Para ulama’-ulama’ muta’akhirin berpendapat boleh melakukannya dan menjadi dasar untuk diamalkan. Dengan demikian maka pahala bacaan tersebut sampai kepada mayyit. Ibn Farhun menukil bahwa pendapat akhir inilah yang rojih dan kuat”. [Hujjatu ahlis sunnah Wal jama’ah hal.15]
Dalam kitab Al-Majmu’ jilid 15/522 : “berkata Ibn Nahwi dalam syarah minhaj : dalam madzhb Syafi’I menurut qaul yang mashur, pahala bacaan tidak sampai, tapi menurut qaul yang muhtar, sampai apabila di mohonkan kepada Allah agar disampaikan bacaan tersebut”
Imam Ibn Qoyyim al- Jauziyyah berkata “yang paling utama dihadiahkan kepada mayit adalah sedekah, istighfar, do’a untuknya dan haji atas namanya. Adapun bacaan al-Qur’an serta menghadiahkan pahalanya kepada mayit dengan cara sukarela tanpa imbalan, akan sampai kepadanya sebagaimana pahala puasa dan haji sampai kepadanya.” [Yas’alunaka fid din wal-hayat jilid I/442]
Ibn Taymiyyah pernah ditanya tentang bacaan Al-Qur’an untuk mayyit juga tasbih, tahlil, dan takbir jika dihadiahkan kepada mayyit, apakah sampai pahalanya atau tidak? Beliau menjawab sebagaimana tersebut dalam kitab beliau Majmu’ Fatawa jilid 24 hal. 324 : “sampai kepada mayyit bacaan Al-Qur’an dari keluarganya demikian tasbih, takbir serta seluruh dzikir mereka apabila mereka menghadiahkan pahalanya kepada mayyit akan sampai pula kepadanya”.
FORSAN SALAF menjawab :
Diantara dalil membaca Surat Yasin untuk orang yang meninggal, hadits Nabi Saw :
” اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ ” رواه ابو داود وصححه ابن حبان
“Bacalah yasin kepada orang-orang mati diantara kalian” {HR. Abu Dawud jilid 8/385}, hadist ini disahkan oleh Ibn Hibban.Pendapat Abu Hatim dan sebagian ulama’ lainnya “ sunnah dibacakan Yasin, ketika menjelang kematian (sakarotul maut) karena Surat Yasin menceritakan kiamat, tauhid dan kisah-kisah umat terdahulu”. Namun menurut Ibn Rif’ah, dianjurkan membacanya setelah meninggal. Oleh karena itu lebih utama menggabung keduanya (membacanya di waktu sakarotul maut dan setelah meninggal). {Faidul Qodir juz 2 hal. 86}
Sebagian pendapat hadist ini do’if, namun tetap bisa diamalkan karena didukung oleh hadist lain yang kuat tentang sampainya pahala bacaan kepada mayyit
Pahala bacaan sampai kepada mayyit
Wasiat Ibn Umar dalam kitab Syarh Aqidah Thahawiyah hal : 458
نقل عن ابن عمر رضي الله عنه انه اوصى ان يقرأ على قبره وقت الدفن بفواتح سورة البقرة وخواتمها ونقل ايضا عن بعض المهاجرين قرائته سورة البقرة
“diriwayatkan Ibn Umar ra. berwasiat agar dibacakan awal surat Al-Baqarah dan akhirnya di atas kuburnya seusai pemakaman. Demikian juga dinukil dari sebagian shahabat Muhajirin adanya pembacaan surat Al-Baqarah”.Hadist ini menjadi dasar pendapat Muhammad bin Hasan dan Ahmad bin Hambal padahal Imam Ahmad sebelumnya pernah mengingkari sampainya pahala dari orang yang hidup kepada orang yang sudah mati. Namun setelah beliau mendengar dari orang-orang yang terpercaya tentang wasiat ibnu Umar, Beliaupun mencabut pengingkarannya. [Mukhtasar Tazkirah Qurtubi hal.25].
Disebutkan imam Ahmad bin Hambal berkata : ” sampai kepada mayyit [ pahala ] setiap kebaikan karena adanya nash–nash yang menerangkannya dan juga kaum muslimin berkumpul di setiap negeri untuk membaca alquran dan menghadiahkan (pahalanya) kepada mereka yang sudah meninggal. Hal ini terjadi tanpa ada yang mengingkari ,maka jadilah ijma’ (Yas’aluunaka fid din wal hayat oleh Dr.Ahmad Syarbasi jilid III/423)
Hadis dalam sunan Baihaqi dengan isnad hasan :
أن ابن عمر إستحب أن يقرأ على القبر بعد الدفن أول سورة البقرة وخاتمها
“ sesungguhnya Ibnu Umar menganjurkan untuk dibacakan awal surat al-Baqoroh dan akhirnya diatas kuburan seusai pemakaman”Hadist ini mirip dengan wasiat Ibn Umar, bahkan di sini dinyatakan dianjurkan.
Hadist riwayat Daruquthni :
من دخل القبور فقرأ قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة ثم وهب ثوابها للأموات أعطي من الأجر بعدد الأموات
“barang siapa masuk ke pekuburan lalu membaca surat Al-Ikhlas 11 kali kemudian menghadiahkan pahalanya kepada para mayit (dikuburan itu) maka ia diberi pahala sebanyak orang yang mati di tempat itu“Hadist marfu’ riwayat Hafiz as-Salafi :
من مر بالمقابر فقرأ قل هو الله إحدى عشرة مرة ثم وهب أجره للأموات أعطي من الأجر بعدد الأموات
barang siapa melewati pekuburan lalu membaca surat Al-Ikhlas 11 kali kemudian menghadiahkan pahalanya kepada para mayit (dikuburan itu) maka ia akan diberi pahala sebanyak orang yang mati disitu “ (mukhtasar Al-Qurtubi hal. 26)Syaikh Muhammad Makhluf, (mantan mufti mesir) berkata : “Tokoh-tokoh madzhab Hanafi berpendapat setiap orang melakukan ibadah baik sedekah atau bacaan al Qur’an atau lainnya dari macam-macam kebaikan, dapat dihadiahkan pahalanya kepada orang lain dan pahala itu akan sampai kepadanya”.
Syaik Ali Ma’sum berkata : “dalam madzhab Maliki tidak ada khilaf akan sampainya pahala sedekah kepada mayyit. Namun ada khilaf pada bacaan al Qur’an untuk mayyit . Menurut dasar Madzhab hukumnya makruh. Para ulama’-ulama’ muta’akhirin berpendapat boleh melakukannya dan menjadi dasar untuk diamalkan. Dengan demikian maka pahala bacaan tersebut sampai kepada mayyit. Ibn Farhun menukil bahwa pendapat akhir inilah yang rojih dan kuat”. [Hujjatu ahlis sunnah Wal jama’ah hal.15]
Dalam kitab Al-Majmu’ jilid 15/522 : “berkata Ibn Nahwi dalam syarah minhaj : dalam madzhb Syafi’I menurut qaul yang mashur, pahala bacaan tidak sampai, tapi menurut qaul yang muhtar, sampai apabila di mohonkan kepada Allah agar disampaikan bacaan tersebut”
Imam Ibn Qoyyim al- Jauziyyah berkata “yang paling utama dihadiahkan kepada mayit adalah sedekah, istighfar, do’a untuknya dan haji atas namanya. Adapun bacaan al-Qur’an serta menghadiahkan pahalanya kepada mayit dengan cara sukarela tanpa imbalan, akan sampai kepadanya sebagaimana pahala puasa dan haji sampai kepadanya.” [Yas’alunaka fid din wal-hayat jilid I/442]
Ibn Taymiyyah pernah ditanya tentang bacaan Al-Qur’an untuk mayyit juga tasbih, tahlil, dan takbir jika dihadiahkan kepada mayyit, apakah sampai pahalanya atau tidak? Beliau menjawab sebagaimana tersebut dalam kitab beliau Majmu’ Fatawa jilid 24 hal. 324 : “sampai kepada mayyit bacaan Al-Qur’an dari keluarganya demikian tasbih, takbir serta seluruh dzikir mereka apabila mereka menghadiahkan pahalanya kepada mayyit akan sampai pula kepadanya”.
Syukran…
Saya beberapa kali mengikuti kegiatan yasinan/tahlilan di kampung saya, namun srg kali para jamaah yg membaca ayat2 quran dgn dilagukan seperti tembang2 Jawa dan kalo diperhatikan scra seksama justru menyalahi tajwid. Mohon pendapatnya utk hal seperti ini.
ini pendapatnya orang edan…udah tau dhaif tapi masih dianggap ibadah.
taubatlah kalian wahai manusia
males deh mo ngomentari.. emosi dimuka tapi ilmu gak ada…
pesan ana :’BELAJAR NAK…KLO GAK PUNYA GURU ANA SIAP NGAJARIN..”
Hadits shohih lidzatih yaitu hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan dari perowi-perowi yang adil dengan kecerdasan yang sangat tinggi (tamaamudhobth) serta selamat daripada syudud (bertentanagan dengan hadits yang lebih kuat ), dan selamat dari illah.
Hadits shohih lighoirih yaitu hadits hasan yang diperkuat oleh hadits shohih.
Hasan lidzatih yaitu hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatnya dari perowi-perowi yang adil dengan kecerdasan yang cukup (dibawah dhobth dari perowi hadits shohih) serta selamat daripada syudud (bertentanagan dengan hadits yang lebih kuat ), dan selamat dari illah.
Hadits hasan lighoirih yaitu hadits dho’if yang diperkuat dengan hadits hasan.
Hadits dho’if yaitu hadits yang tidak terkumpul sifat-safat hadits shohih dan hasan.
CATATAN : Hadits shohih dan hasan dapat dibuat dasar daripada hukum-hukum agama. Hadits dho’if tidak dapat dibuat untuk dasar-dasar hukum, tapi bisa digunakan untuk sejarah, tarhib (peringatan melaksanakan kejelekan), targhib (untuk dorongan melakukan kebajikan) dan fadho’ilul a’mal (keutamaan amal-amal shaleh).
• Dhobth ada dua : dhobthu shodri dan dhobthul kitabah.
kacian deh..lu
akhi2 sekalian…, contoh akhi forsan bukan hanya bisa mencercah tapi memberikan ilmu yang belum diketahui salaf asli, mungkin aja krn jahil ato karena apa (Wallahu ‘alam) yang pasti akhlak yang diajarkan Rasulullah (Shallallahu ‘alaihi wasallam) kepada arab badui yang kencing di masjid harus dijunjung tinggi, dan yang terakhir dalam menasihati umat adalah sabar di atas sunnah…
sabar..sabar…!!!, wekekekekek
Mn nich…???
Ajak ustdz nt yg bs berkomentar scr ilmiyah, bukan menebar fitnah. Ingat nasehat bahwa…
Perpecahan itu hina dan tercela, tp lebih hina & tercela jk ada orang smacam nt yang menyebabkn perpecahan itu sendiri…?
Kalo salah tolong d koreksi..
Imam ibnu hajar & ulama’2 lain dalam menyikapi hal mengkhususkan perkumpulan tsb sebagai berikut:
adpun mengkhususkan waktu berkumpul untuk membaca yasin atau yg biasa disebut oleh org jawa dg “selametan” (biasanya d situ membaca tahlil, yasin serta shodaqoh yg mana pahala semua trsbt di sampaikan kpd mayit) d hari ke 3, 7, 40 dst, spt peryataan antm memang itu termasuk bid’ah madmumah tapi tdk sampai haram hanya sebatas makruh yg ditinjau dari segi perkumpulan dan penentuan waktu saja, namun kemakruhan tsb tdk sampai menghilangkan pahala bacaan surat / pahala shodaqoh yg d sampaikan kpd mayit.
Dan jika proses tsb dilaksanakan guna untk menangkal cemoohan org2 bodoh dan org yg memperbincangkan dirinya disebabkan tdk mengikuti adat misalx, maka tujuan tsb diharapkan mendapat pahala berdasarkan perintah nabi Muhammad saw pada seorang yg batal sholatnya (karena hadats) untuk menutupi hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah) ini demi menjaga kehormatan dirinya.
ket dr: i’anatut tholibin 2/145). fatawa kubro 2/7)
Mungkin pendapat inilah yg biasa dipake kebanyakan masyarakat diindonesia dengan tujuan trsb maka dia dimungkinkan mendapat pahala.
“Ternyata amalan diatas bukan sesuatu yang diharamkan ataupun dihukumi sesat yg dholalah dan setiap kesesatan masuk neraka.
afwan jika ada kesalah fahaman harap d betulkan. syukron
adpun menentukan /mengkhususkan waktu membaca yasin dimalam jum’at maka itu ada hadisnya.
Imam al-Baihaqi dalam kitab “asy-Syu`ab” telah mentakhrijkan daripada Sayyidina Abu Hurairah r.a., katanya:- Junjungan Rasulullah s.a.w. bersabda:- “MAN QARA-A LAILATAL JUMU`ATI HAAMIIM AD-DUKHAAN WA YAASIIN ASHBAHA MAGHFURAN LAHU (brg Siapa yang membaca pada malam Jumaat surah ad-Dukhan dan surah Yaasin, maka berpagi-pagilah dia dalam keadaan terampuni)”.
Al-Ashbihani meriwayatkan dengan lafaz:- “MAN QARA-A YAASIIN FI LAILATIL JUMU`ATI GHUFIRA LAHU ( brg siapa yang membaca surah Yaasiin pada malam Jumaat, niscaya dosanya diampuni).
salep:comen yg tdk brdsarkan argumen,tdak ckup rfrensi&mnyalahkan org lain tnpa bsa mnampilkan kterangan yg bnar..aliass>JAHIL MURAKKAB..
“Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin dalam suatu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada malam Jum’at maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya”.
(Ibnul Jauzi, Al-Maudhu’at, 1/247). Keterangan : HADITS ini PALSU.
Ibnul Jauzi mengatakan, hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya. Imam Daruquthni berkata : Muhammad bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits. (Periksa : Al-Maudhu’at, Ibnul Jauzi, I/246-247, Mizanul I’tidal III/549, Lisanul Mizan V/168, Al-Fawaidul Majmua’ah hal. 268 No. 944).
Hadits 2:
“Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari keridhaan Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya”. Keterangan : HADITS ini LEMAH.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mu’jamul Ausath dan As-Shaghir dari Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim. Kata Imam Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Ma’in, ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat). (Periksa : Mizanul I’tidal I:273-274 dan Lisanul Mizan I : 464-465).
Hadits 3:
“Artinya : Siapa yang terus menerus membaca surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia mati maka ia mati syahid”. Keterangan : HADITS ini PALSU.
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu’jam Shaghir dari Anas, tetapi dalam sanadnya ada Sa’id bin Musa Al-Azdy, ia seorang pendusta dan dituduh oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadits. (Periksa : Tuhfatudz Dzakirin, hal. 340, Mizanul I’tidal II : 159-160, Lisanul Mizan III : 44-45).
Hadits 4:
“Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari) maka akan diluluskan semua hajatnya”. Keterangan : HADITS ini LEMAH.
Ia diriwayatkan oleh Ad-Darimi dari jalur Al-Walid bin Syuja’. Atha’ bin Abi Rabah, pembawa hadits ini tidak pernah bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab ia lahir sekitar tahun 24H dan wafat tahun 114H.
(Periksa : Sunan Ad-Darimi 2:457, Misykatul Mashabih, takhrij No. 2177, Mizanul I’tidal III:70 dan Taqribut Tahdzib II:22).
Hadits 5:
“Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an dua kali”. (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu’abul Iman). Keterangan : HADITS ini PALSU.
(Lihat Dha’if Jamiush Shaghir, No. 5801 oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits 6:
“Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an sepuluh kali”. (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu’abul Iman). Keterangan : HADITS ini PALSU.
(Lihat Dha’if Jami’ush Shagir, No. 5798 oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits 7:
“Artinya : Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) Al-Qur’an itu ialah surat Yasin. Siapa yang membacanya maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu seperti pahala membaca Al-Qur’an sepuluh kali”. Keterangan : HADITH ini PALSU.
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (No. 3048) dan Ad-Darimi 2:456. Di dalamnya terdapat Muqatil bin Sulaiman. Ayah Ibnu Abi Hatim berkata : Aku mendapati hadits ini di awal kitab yang di susun oleh Muqatil bin Sulaiman. Dan ini adalah hadits batil, tidak ada asalnya. (Periksa : Silsilah Hadits Dha’if No. 169, hal. 202-203) Imam Waqi’ berkata : Ia adalah tukang dusta. Kata Imam Nasa’i : Muqatil bin Sulaiman sering dusta.(Periksa : Mizanul I’tidal IV:173).
Hadits 8:
“Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin di pagi hari maka akan dimudahkan (untuknya) urusan hari itu sampai sore. Dan siapa yang membacanya di awal malam (sore hari) maka akan dimudahkan urusannya malam itu sampai pagi”. Keterangan : HADITS ini LEMAH.
Hadits ini diriwayatkan Ad-Darimi 2:457 dari jalur Amr bin Zararah. Dalam sanad hadits ini terdapat Syahr bin Hausyab. Kata Ibnu Hajar : Ia banyak memursalkan hadits dan banyak keliru. (Periksa : Taqrib I:355, Mizanul I’tidal II:283).
Hadits 9:
“Artinya : Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang akan mati di antara kamu”. Keterangan : HADITS ini LEMAH.
Diantara yang meriwayatkan hadits ini adalah Ibnu Abi Syaibah (4:74 cet. India), Abu Daud No. 3121. Hadits ini lemah kerana Abu Utsman, di antara perawi hadits ini adalah seorang yang majhul (tidak diketahui), demikian pula dengan ayahnya. Hadits ini juga mudtharib (goncang SANADNYA/TIDAK JELAS).
Hadits 10:
“Artinya : Tidak seorang pun akan mati, lalu dibacakan Yasin di sisinya (maksudnya sedang naza’) melainkan Allah akan memudahkan (kematian itu) atasnya”. Keterangan : HADITS ini PALSU.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan I :188. Dalam sanad hadits ini terdapat Marwan bin Salim Al Jazari. Imam Ahmad dan Nasa’i berkata, ia tidak bisa dipercaya. Imam Bukhari, Muslim dan Abu Hatim berkata, ia munkarul hadits. Kata Abu ‘Arubah Al Harrani, ia sering memalsukan hadits. (Periksa : Mizanul I’tidal IV : 90-91).
PenjelasanAbdullah bin Mubarak berkata : Aku berat sangka bahwa orang-orang zindiq (yang pura-pura Islam) itulah yang telah membuat riwayat-riwayat itu (hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat tertentu).
Dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata : Semua hadits yang mengatakan, barangsiapa membaca surat ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu SEMUA HADITS TENTANG ITU ADALAH PALSU. Sesungguhnya orang-orang yang memalsukan hadits-hadits itu telah mengakuinya sendiri. Mereka berkata, tujuan kami membuat hadits-hadits palsu adalah agar manusia sibuk dengan (membaca surat-surat tertentu dari Al-Qur’an) dan menjauhkan mereka dari isi Al-Qur’an yang lain, juga kitab-kitab selain Al-Qur’an. (Periksa : Al-Manarul Munffish Shahih Wadh-Dha’if, hal. 113-115).
KesimpulanDengan demikian jelaslah bahawa10 hadit-hadits di atas tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin, semuanya LEMAH dan PALSU. Oleh karena itu, hadits-hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk menyatakan keutamaan surat ini dan surat-surat yang lain, dan tidak bisa pula untuk menetapkan ganjaran atau penghapusan dosa bagi mereka yang membaca surat ini. Memang ada hadits-hadits shahih tentang keutamaan surat Al-Qur’an selain surat Yasin, tetapi tidak menyebut soal pahala.
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasaa’i. Menurut Imam An Nawawy isnad hadits ini dha’if (lemah) di dalamnya terdapat dua perawi yang Majhul (tidak dikenal sifat dan keadaan diri-nya oleh ahli hadits); pertama: Abu Utsman, berkata Imam Ibnul Mundzir: “Abu Utsman dan bapaknya bukan orang yang masyhur (terkenal disisi ahli hadits) Lihat di Aunul ma’bud syarah Abu Dawud jilid 8 halaman 390. Imam Ibnul Qaththan berkata: ”Hadits ini ada illat (penyakit) nya serta Mudtharib (goncang) karena Abu Utsman dan bapaknya majhul”. Kedua, Bapaknya Abu Utsman, selain ia majhul juga rawi yang Mubham (seorang rawi yang ada di sanad satu hadits yang tidak disebut namanya)
Maka dengan sendirinya gugurlah hadits ini ke derajat dhaif yang tidak boleh diamalkan (sebab bukan sabda Rasulullah ).
Hadits Ketujuh
“(surat) Yasin itu hatinya Al-Qur’an, tidak membacanya seseorang karena Allah dan kampung Akhirat, melainkan dia akan diampuni. Oleh karena itu bacalah surat Yasin itu untuk orang-orang yang akan mati diantara kamu”
Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal, derajat hadits ini juga Dhaif karena disanadnya juga terdapat Abu Utsman dan bapaknya dua orang rawi yang telah kita ketahui kelemahannya. Lihat Nailul Authar jilid 4, halaman 52, kitab Subulus Salam jilid 2, halaman 90, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, halaman 32 dan jilid 3 halaman 562.
Hadits keenam dan ketujuh ini dijadikan dalil oleh mereka yang membolehkan membaca surat Yasin disisi orang yang telah mati. Sebetulnya kalimat yang dikehendaki di hadits 6 dan 7 itu ialah orang yang “hampir mati” bukan yang “telah mati”.
Perhatikan sabda Rasulullah :
“Ajarkan oleh kamu orang-orang yang akan/ hampir mati diantara kamu: “Laa Ilaaha Illallah”(HSR. Muslim, Abu Daud, Nasaa’i, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Di hadits ini ada kalimat ãóæú ÊÜóÇ ßÜõãú . Apakah kita mau berkata bahwa yang diperintahkan Nabi di hadits ini supaya kita mengajarkan kalimat Laa ilaaha illallah terhadap orang yang “telah mati”? Tentu tidak demikian !! Karena yang dimaksud Nabi adalah orang yang “hampir mati” supaya akhir perkataannya kalimat tauhid. Ini sesuai dengan sabda beliau dibawah ini:
“Barangsiapa yang akhir dari perkataan-nya Laa Ilaaha Illallah maka ia akan masuk surga”. (HHR. Hakim, Ahmad dan lain-lain).
Akan tetapi, karena hadits keenam dan ketujuh diatas itu dhaif (bukan sabda Rasulullah ), maka membaca Yasin disisi orang yang hampir mati maupun yang telah mati tidak boleh dikerjakan baik pada hari wafatnya atau hari lainnya seperti hari ketiga, kesepuluh, keempat puluh atau satu tahun setelah wafatnya, karena tidak ada contoh dan perintahnya dari Rasulullah maka hal itu adalah BID’AH, dikarenakan:
Pertama : Ber’amal dengan hadits dhoif (nomor 6 dan 7)
Kedua : Salah dalam memahami hadits tersebut
Rasulullah bersabda :
“Semua perbuatan bid’ah adalah sesat, dan semua kesesatan tempatnya di Neraka” (HSR. Muslim )
Hendaknya kaum muslimin mau belajar “sadar” bahwa yang biasa mereka kerjakan yaitu ramai-ramai membaca surat Yasin disisi orang mati adalah perbuatan BID’AH. Tidakkah mereka fikirkan salah satu ayat yang terdapat di dalam surat Yasin itu, yang mana Allah berfirman:
“Supaya ia (Al-Qur’an) memberi peringatan kepada orang yang HIDUP…” (QS. Yasin :70).
Allah menyatakan dengan tegas bahwa Al-Qur’an ini menjadi peringatan untuk orang-orang yang hidup. Sedangkan saudara-saudara kita membacakan surat Yasin ini di hadapan orang-orang yang mati (mayat). Subhanallah !!!
Dari Jarir bin Abdullah al-Bajali Ra. ia berkata: ”Kami (para shahabat) menganggap berkumpul di keluarga mayit dan membuat makanan setelah penguburannya termasuk daripada meratap” (HR. Ahmad).
Diriwayatkan dari An-Nu’man bin Basyir r.a. :
Aku pernah mendengar Rasululah Saw. bersabda,: “Yang halal dan yang haram telah jelas, namun sebagian besar umat manusia tidak mengetahui bahwa diantara keduanya terdapat syubhat (sesuatu yang meragukan). Siapapun yang meninggalkannya, ia telah menyelamatkan agamanya dan kehormatannya. Dan orang yang menurutkannya bagaikan seorang pengembala yang mengembalakan (ternaknya) di dekat hima (padang rumput pribadi) milik orang lain, dan kapan saja ia dapat terperangkap di dalamnya. (Wahai umatku!) berhati-hatilah! Setiap raja memiliki hima dan hima kepunyaan Allah Swt. di bumi ini adalah segala sesuatu yang diharamkan Allah Swt. Hati-hatilah! Ada segumpal daging di dalam tubuh yang apabila gumpalan daging itu baik maka baik pulalah seluruh tubuh, dan bila gumpalan daging itu buruk maka buruk pulalah seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah Hati (qalb).”
Pahala adalah amal, jadi mana mungkin anda bisa mengirimkan pahala kepada mayit, padahal sudah jelas bahwa amalan seseorang itu terputus kecuali 3 perkara diatas, dan yg diterangkan di hadist2 lain seperti puasa, sedekah, dan haji (tapi itupun yg bertanya anak yg ditinggalkan sendiri, jadi yg bisa mengirimkan pahala ke mayit adalah amalan anak2 mereka sebagaimana disebutkan diatas)
Berdoa berbeda dengan mengirimkan pahala, karena berdoa untuk mayit adalah meminta ampunan untuk mereka (silahkan baca doa shalat jenazah), bukan mengirimkan pahala sebagaimana disebutkan di atas,.
Alasannya kenapa hadist dhaif tidak boleh dipopulerkan :
Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda Rasulullah SAW ”Barang siapa yang berdusta atasku (yakni atas namaku) dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya) di neraka”.
Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1/36) dan Muslim (1/8) dll.
”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S 49. Al Hujuraat ayat 6)
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (Salah seorang murid dari sekian banyak murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah), berkata didalam kitab tafsir nya -Tafsir Al-Quranul Azhim- didalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir berkata :
”Allah Subhanhu wa Ta’ala memerintahkan (kaum mukmin) untuk memeriksa dengan teliti berita dari orang fasiq dan hendaklah mereka bersikap hati – hati dalam menerima nya dan jangan menerima nya dengan begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima (berita itu) dengan begitu saja berita darinya, berarti (ia) sama dengan mengikuti jejak nya (orang fasiq). Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, telah melarang kaum Mukmin mengikuti jejak orang – orang yang rusak.
Dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang yang fasik. ” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir tetang ayat ini]
Maka saya jawab, pernyataan tersebut tidak berdasar, kenapa?
Atsar sahabat (ijma sahabat jika menyelisihi hadist maka tidak bisa dijadikan hujjah) sebagaimana hadist yang sudah dinilai shahih sanadnya tapi matannya bertentangan dengan al quran maka dihukumi dhaif dan tidak bisa di jadikan dasar hukum.
Apa dasarnya :
Bahwa perkataan Nabi tidak boleh ditandingakan dengan perkataan siapapun bahkan sahabat sendiri, lihat marahnya ibnu abbas r.a ketika perkataan Nabi saw ditandingkan dengan perkataan sahabat.
Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata, “Hujan batu dari langit akan segera menimpa kalian. Aku katakan, ‘Rosululloh berkata demikian-demikian’, namun kalian mengatakan, ‘Abu Bakar dan Umar berkata demikian’.” Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma marah karena ada yang menentang perkataan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan Abu Bakar dan Umar rodhiyallohu ‘anhuma. Padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam menginformasikan bahwa mereka berdua termasuk penghuni surga, bahkan Abu Bakar dan Umar rodhiyallohu ‘anhuma adalah orang yang paling utama di antara umat ini dan orang yang pendapat-pendapatnya lebih mendekati kebenaran. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mentaati Abu Bakar dan Umar, kalian akan mendapat petunjuk.” (HR Muslim). Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Kalian wajib mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, peganglah dan gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Abi Hatim, shohih)
Jadi apabila ada yang menentang perkataan atau hadits Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan Abu Bakar dan Umar saja terlarang, bagaimana lagi jika menentang hadits Rosululloh dengan pendapat atau perkataan selain mereka berdua? Tentunya lebih terlarang lagi. (Lihat Al Qoulul Mufid 2/88-89).
dan juga perkataan Imam Malik bin Anas rahimahullah :
“Setiap orang sesudah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat diambil dan ditinggalkan perkataannya, kecuali perkataan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Jami’ Bayan al-’Ilmi wa Fadhlih 2/91).
Apa hadist yang diselisihi ?
Nabi saw. bersabda: Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali 3 hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yg bermanfaat, dan anak sholeh yg mendoakan kedua orang tuanya (HR. Muslim)
JIka di hadist itu ada tambahan kecuali 4 hal, terus ada tambahaan teks ” dan bacaan al quran”, maka silahkan membaca al quran untuk mayit karena itu berguna untuk mereka.
tapi di hadist tersebut hanya dituliskan 3 perkara yg masih bisa membantu amal si mayit yaitu : sedekah jariyah, ilmu yg bermanfaat, dan anak sholeh yg mendoakan kedua orang tuanya.
Jadi pernyataan tersebut tidak berdasar, dan saya mengatakan bahwa pendapat imam syafii adalah yang paling benar dalam hal ini.
Para imam pun mengharamkan taqlid pada mereka, mewajibkan mengetahui dalil dan mendahulukan perkataan Nabi saw dibanding mereka.
Pertama: Imam Abu Hanifah rahimahullah
Beliau mengatakan,
لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا ما لم يعلم من أين أخذناه
“Tidak boleh bagi seorangpun berpendapat dengan pendapat kami hingga dia mengetahui dalil bagi pendapat tersebut.”
Diriwayatkan juga bahwa beliau mengatakan,
حرام على من لم يعرف دليلي أن يفتي بكلامي
“Haram bagi seorang berfatwa dengan pendapatku sedang dia tidak mengetahui dalilnya.”
Kedua: Imam Malik bin Anas rahimahullah
Beliau mengatakan,
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه
“Aku hanyalah seorang manusia, terkadang benar dan salah. Maka, telitilah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah nabi, maka ambillah. Dan jika tidak sesuai dengan keduanya, maka tinggalkanlah.” (Jami’ Bayan al-’Ilmi wa Fadhlih 2/32).
Beliau juga mengatakan,
ليس أحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي صلى الله عليه وسلم
“Setiap orang sesudah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat diambil dan ditinggalkan perkataannya, kecuali perkataan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Jami’ Bayan al-’Ilmi wa Fadhlih 2/91).
Ketiga: Imam Asy-Syafi’i rahimahullah
Beliau mengatakan,
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلت
“Apabila kalian menemukan pendapat di dalam kitabku yang berseberangan dengan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ambillah sunnah tersebut dan tinggalkan pendapatku.” (Al-Majmu’ 1/63).
Keempat: Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah
Beliau mengatakan,
لا تقلدني ولا تقلد مالكا ولا الثوري ولا الأوزاعي وخذ من حيث أخذوا
“Janganlah kalian taklid kepadaku, jangan pula bertaklid kepada Malik, ats-Tsauri, al-Auza’i, tapi ikutilah dalil.” (I’lam al-Muwaqqi’in 2/201;Asy-Syamilah,).
“Maka, sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup setelah aku, akan melihat banyak perselisihan. Oleh karena itu, peganglah sunahku dan sunah khulafa ar rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk, dan gigitlah dengan geraham kalian sunah itu, dan hati-hatilah dengan perkara yang baru, sesungguhnya setiap hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Ibnu Majah No. 42, Ahmad No. 16521, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 10/114, Al Hakim, Al Mustadrak, No. 330)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari pelaku setiap bid’ah.” (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath, No. 4353. Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 9137. Ibnu Abi ‘Ashim, As Sunnah, No. 30. Al Haitsami mengatakan perawi hadits ini adalah perawi hadits shahih)
Wajarlah jika Allah Azza wa jala menutupi taubatnya Ahli Bidah karena para Ahli Bidah meyakini bahwa amalan akan sampai pada Allah Azza wa jala padahal tidak, karena tidak mengikuti tuntunan Rasul saw.
“Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan (agama) kami ini, dengan apa-apa yang bukan darinya maka itu tertolak.” (HR. Bukhari No. 2550 dan Muslim No. 1718)
“Dan barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak terdapat dalam urusan (agama) kami maka itu tertolak.” (HR. Bukhari, Bab An najsyi man qaala laa yajuz Dzalika al Bai’u, dan Muslim No. 1718)
Sehingga para ahli bidah tidak tau bahwa mereka sebenarnya sakit karena menganggap ibadah yg mereka lakukan tanpa dasar akan diterima padahal tertolak dan sesat.
Oran berbuat maksiat masih lebih baik dari pada pelaku bidah karena pelaku maksiat tau bahwa dirinya salah, sedangkan pelaku bidah tidak tau bahwa dirinya salah. sebagaimana orang sakit yg tau dirinya sakit maka dia akan ke dokter, sedangkan orang sakit yg tidak tau dirinya sakit maka dia akan terus dalam penyakitnya dan tidak ingin di obati wajarlah orang seperti ini akan susah sembuh dari penyakitnya. Sehingga Wajar jika Allah azza wa jala menutupi Tobatnya Ahlu Bidah.
Waullahualam,.
@ anti taklid buta,
Dalam ilmu mustholah hadist, walaupun hadits dhoif tapi dengan banyaknya riwayat akan menjadi hadits Hasan lighoirih sehingga bisa untuk dijadikan hujjah. Dari sekian dalil2 tentang pembacaan surah Yasin untuk orang yang meninggal, walaupun sebagian ulama’ dho’if, namun karena riwayatnya banyak, maka akan menjadi hadits hasan lighoirih sehingga sudah bisa untuk dijadikan hujjah, apalagi Ibn Hibban telah menyatakan shohih sebagaimana dalam artikel di atas, maka sangat cukup untuk dijadikan hujjah. Dan klo kita mau berpikir lebih jeli lagi, bukankah pembacaan surah Yasin lebih mengarah pada fadho’ilul amal ?? Klo sudah demikian, maka sudah cukup dengan hadits dhoif aja, lebih2 dengan hadits shohih ?? .
Anda katakan : “bahwa kalau dalil tentang keutamaan yasin palsu tapi kalau tentang keutamaan alquran banyak “.
Sungguh aneh sekali anda ini, apakah anda membaca al-Qur’an ?? bukankah surah Yasin termasuk dalam al-Qur’an ?? So, jika kita membaca surah surah al-Qur’an berarti kita juga membaca al-Qur’an sehingga akan mendapatkan keutamaan2nya ?? jadi apa salahnya kita membaca surah Yasin untuk orang yang meninggal jika itu termasuk dari al-Qur’an apalagi jelas-jelas memilki keutamaan yang banyak.
Mas, anda sudah pernah belajar mustaholah hadits atau belum ? udah ngerti apa tidak pengertian hadis shohih/hasan /doif ? kok bisa anda sampai berani mengatakan hadis doif itu bukan perkataan nabi??? Kalau emang belum tau, ana siap ajari :
Hadits sohih adalah hadis yang memenuhi syarat2 qobul, yaitu :
1. Sanadnya bersambung kepada Nabi
2. Selamat dari syad (bertentangan dengan perowi lain yang lebih tsiqoh)
3. Selamat dari ‘illah (penyakit hadits).
4. Perowinya Adil
5. Kuatnya penjagaan para perowi terhadap hadis baik tulisan atau hafalan
Hadits Hasan sebagaimana hadits shohih namun pada tingkat kekuatan penjagaan para perowi dibawah perowi hadits shohih
Hadits Do’if adalah hadis yang tidak memenuhi sebagian syarat2 qobul atau semuanya.
Kesimpulannya : hadits dikatakan sohih/hasan/doif itu dilihat dari perowinya bukan dr matn hadisnya. Jadi sekalipun hadits dikatakan Do’if tapi tetap merupakan perkataan Nabi hanya saja tdk bisa dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum Islam. Namun demikian, tidak semata2 langsung dibuang, karena hadits do’if masih bisa dijadikan dalil fadho’ilul a’mal yaitu mengerjakan amalan yang mengandung suatu fadhilah.
Jika kita perhatikan, yasinan hanyalah pembacaan Surah Yasin diikuti dengan dzikir ditutup dengan do’a untuk mayyit, sehingga pembacaan surah yasin dengan adanya riwayat tentang keutamaan membacanya termasuk daripada fadho’ilul a’mal. Dengan demikian, tidak perlu dipermasalahkan lagi hadits dhoif ataukah tidak yang terpenting tidak masuk kategori syadz atau maudhu’. Jika tidak bertentangan dengan dalil yang ada, lantas yang mau saya tanyakan : mana dalil anda yang menyatakan bahwa orang membaca surah Yasin (al-Qur’an) adalah bid’ah ??, jika anda permasalahkan tntang sampainya pahala, bukankah dalam artikel di atas telah dicamtumkan beberapa dalilnya …….. klo anda tidak mempunyai dalil bahwa orang membaca Yasin adalah bid’ah, berarti anda telah melakukan hakikatnya bid’ah yaitu mengada2 hukum yang tidak ditentukan oleh Allah dan Rasulullah……
Pahala adalah amal, jadi mana mungkin anda bisa mengirimkan pahala kepada mayit, padahal sudah jelas bahwa amalan seseorang itu terputus kecuali 3 perkara diatas,
Jwb: Mas ini menunjukkan yang terputus itu amalnya dia sendiri seperti sholat, zakat dll, bukan terputusnya pengambilan manfa’at dari orang lain, sehingga nabi Muhammad SAW mengatakan انقطع عمله (terputus amalnya) bukan انقطع إنتفاعه (terputus pengambilan menfa’atnya)
Jadi, kalau amalnya orang lain itu akan bermanfa’at kepada orang yang mengamalknya, jika orang tsb menghadiahknya kepada mayit maka ini akan sampai pahalanya ‘amil kepada mayit bukan amalnya mayit itu sendiri, sebgaimana pendapat yang telah disepakati para ulama’. Jadi antara amal yang terputus dan amal yang sampai adalah sesuatu yang lain bukan satu amalan. (Ar-Ruuh 129 lil imam ibnu qoyim)
Jwb: Betul-betul berkata ulama-ulama’ lain yang dimaksud orang yg mati adalah: orang yang hakikatnya mati dan pendapat ini lebih kuat, karena mengarahkan lafadz secara hakikat (mati) itu lebih baik dari pada mengartikan secara majaz (muhtadhor/ hampir mati) kecuali ada alasan tertentu , sedangkan pendapat org yg mati tidak bisa dibacakan sesuatu, tidak ditemukan dalilnya. Bahkan pendapat ini bertentangan dengan ajaran sholat jenazah yg mana didalamnya ada bacaan untk mayit, dan ini menunjukkan bahwa mayit mengambil manfa’at dari bacaan tsb. sebagian ulama’ lagi mengatakan bahwa hadist berlaku untk orang2 yg mendekati mati dan juga org yg sudah mati.(ket diambil dr risalhnya ali bin abdullah bin abdurrahman al-ahdal tentang wushulus sawab ilal mayit : 5 )
Didalam alqur’an juga diterangkan: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (59. Al Hasyr: 10). Bukankah ini juga termasuk anjuran do’a yang kepada orang yang sdh meninggal ??
Kesimpulannya: bahwa bacaan apapun alqur’an, tahlil dan dzikir2 yg lain adalah perkara yg tdk boleh diingkari karena tidak ada dalil yg melarangnya. Jika sebagian orang tdk mahu mengamalkan/tdk mahu menghadiahkan pahala bacaanya maka tdk masalah tapi jangan memvonis haram kepada orng yg menghadiahkanya, Karena tidak ada dalil yang mengharamkanya (dikhawatirkan justru dialah yang membuat hukum baru yg tdk d ajarkan rasulullah dengan menghukumi haram dalam hal ini). Didalam hadist nabi Muhammad SAW bersabda: “apa yang menurut orang2 mu’min itu baik maka dihadapan Allah juga baik”. Dan kita semua pun tahu bahwa bacaan dzikir, al-qur’an dll adalah baik.
Jika seandainya dikatakan pahala tsb tidak sampai kepda mayit bukankah rahmatnya Allah tetap akan turun kepada orang yg membacanya dan makhluk yg ada di sampingnya ikut kebanjiran rahmatnya Allah sbgmn yg d tergkan dlm hadist ?? Apalagi niatnya orang tsbt baik untuk memeberi manfa’at kepada saudaranya, sedangkan Allah tdk akan menyia-nyiakan kepada orng yang berbuat baik.
Berkata pula sayidunal habib Abdullah alhadad: paling besarnya barokah dan manfa’at bagi mayit adalah bacaan alqur’an dan menghadiahkanya, dan ini telah dilaksanakan kebanyakan ulama’ salaf dan kholaf. (sabiilul idzikar: 71)
untuk masalah hadist dho’if sdh d terangkan bahwa bisa d amalkan untk fadhoilul a’mal spt ket dlm qo’idah hadist,…. makanya kalau kamu bekajar hadist jangan lupa belajar mustholah hadist juga, supaya tidak tergesa-gesa mengharamkanya…!!!!
1. misal:saya orang kaya anggaplah konglomerat, ketika saya mau mati, saya berpesan kepada ahli waris saya untuk membagikan harta saya kepada orang2 disekitar tempat saya tinggal juga berpesan kepada anak keluarga serta tetangga untuk ketika saya mati nanti tolong dibacakan surat yasin selama tujuh hari berturut2,dengan harapan agar pahala membaca surat yasin tersebut bisa sampai kepada saya, tapi kalo saya orang yang miskin bagaimana???????
2. Berkenaan dengan hadits diatas mengenai terputus amalnya, sekali lagi terputus amalnya kecuali tiga hal seperti yang tersebut pada hadits tersebut,apakah mungki setelah kita mati orang lain yang beramal kita yang menikmati pahalanya…..?????????kalau orang lain yang mendoakan kita seperti doa yang sering dibaca oleh khatib pada sholat jumat agar allah mengampuni dosa mukmin yang masih hidup maupun yang sudah mati….jadi kalo allah swt berkenan diampuni kalo tidak ya disiksa…..memang begitu yang sebenarnya. tapi seperti hadits yg disebutkan diatas, terputus amalnya kecuali tiga hal yg mana 2 hal dilakukan oleh yg bersangkutan ketika masih hidup, mengirim pahala adalah sesuatu yang mustahil dan sangat bertentangan dengan hadits tersebut….yg bias menurut hadist tersebut adalah mendoakan, dan sebaik2nya doa adalah doa dari anak2 almarhum….tapi kalo mengirim pahala??? Kaya transfer pulsa aja….enak donk kalo orang kaya, g pernah sholat g puasa tapi masih bisa selamat dikubur karena ditransfer pahala dari selamatan sambil dibacakan yasin tujuh hari tujuh malam…..logis gak?
3. hadits dhoif dapat diamalkan????????justru karena hadits tersebut dikategorikan dhoif maka tidak dapat diamalkan, dikategorikan dhoif berarti ada yang meragukan dari hadits tersebut. logikanya kan seperti itu….apa benar rasullullah yang bersabda seperti itu?? atau jangan2 hanya dibuat2 untuk kepentingan satu kaum atau orang2 tertentu saja? dan sangant tidak layak apabila diragukan hadits lantas dijadikan pegangan apalagi disebarluaskan….maka seharusnya kita berhati2, ingat berdusta atas nama rasullullah tempatnya adalah neraka, jangan sampai kita ikut ikutan menyebarkan bahkan mengamalkan terhadap sesuatu yang meragukan kebenarannya sehingga kita terjerumus ke dalam neraka…..bukankan rasullulah mengingatkan untuk meninggalkan hal yang meragukan…….
Mas, yang anda katakan bid’ah dari bacaan yasin dan tahlil tu karena memberikan makanannya atau karena bacaan yasin dan tahlilnya…?
Keliatan banget mencari2 yg bisa dibuat kesalahan dalam yasinan tp tidak berdasar sama sekali……..
Mas, anda katakan apakah mungkin….?? ni sama aja melemahkan kekuasaan Allah..keliatan banget klo anda tidak memahami makna dari hadits itu, Ana mau perjelas hadits itu :
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“ jika anak adam mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal……”
Mas, hadits ini menjelaskan bahwa :
1. segala amal itu bisa dinisbahkn kpdnya dan bisa mendatangkan pahalanya adalah ketika dikerjakan waktu hidup, sedangkan apabila waktu mati, maka akan terputus semua dna amalnya tidak akan mendatangkan pahala, kecuali tiga hal walaupun udah mati tapi tetap dinisbahkan kepadanya dan bisa mendatangkan pahala….
2. semua amalan dalam hadits itu adalah ketika hidup, bukan ketika udah mati, tapi buah dari amal itu bisa dikatakan sbg amalnya walaupun dia sudah mati, makax ttap dapat pahalanya…walaupun yang doa adalah anak, tp anak sholeh adalah hasil dari orang tua…
dengan demikian, yang terputus hanya amal orang yang mati, berarti amalx orang yg masih hidup kan gak terputus..???
Klo anda katakan gimana mungkin bs orang lain yang menikmati, maka ana katakan memang gk akan orang lain menikmatinya, karena Allah telah menegaskan dalam al-Qur’an :
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (39)
“ dan tidaklah ada bagi orang kecuali apa yang telah dia amalkan” (Q.S. an-najm : 39)
Tapi yang jadi masalah, klo orang yang mengamalkan menghadiahkannya, maka gimana gak mungkin pahalanya sampai kepada mayit, krn amal itu kan amalnya sendiri, hanya saja pahalanya dihadiahkan ke orang mati…??? makanya klo mo memahami hadits jangan dengan cara pikir anda sendiri, jadinya kacau n gak sesuai dengan maksud Nabi…
Dan saya tegaskan lg, di artikel udah ditampilkan bahwa imam Ibn Taimiyah n Ibn Qoyyim telah menyatakan bhw pahala dari org yang hidup bisa sampai orang yang mati…. apakah anda lebih alim dan lebih memahami dalil daripada mereka ???
Mas, logika itu klo didasari atas ilmu baru akan menjadi ilmiah, bukan dgn pikiran sndiri tanpa didasari ilmu jadinya jahiliyah….
Klo gak ngerti belajar dulu ilmu mustholah hadits…..klo emang gak ngerti belajar atau tanya langsung ama ustadx, n langsung koment mengandalkan logika lalu menvonis macam2…. gak perlu ana komentari krn emang keliatan banget gak ngerti sama sekali ilmu hadits….
======================
buat mas @Anti Taqlid Buta:
Muga2 anda tidak BUTA dgn hadist berikut:
“Ada seorang pria datang kepada Nabi Saw seraya berkata, ‘Saat haji difardhukan kepada para hamba, ketika itu ayahku sudah amat sepuh dan ia tiada sanggup menunaikan haji maupun menunggang kendaraan. Bolehkah aku menghajikan dia?’ Rasulullah Saw menjawab, ‘Lakukanlah haji dan umrah untuk ayahmu!’” HR. Ahmad & An Nasa’
dalil hadits shahih lain yang menyatakan bahwa ada seorang perempuan berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasul, ibuku pernah bernadzar mengerjakan haji namun ia belum menunaikannya hingga wafat, bolehkah aku berhaji untuknya?” Nabi Saw menjawab, “Berhajilah untuk ibumu!” HR. Muslim, Ahmad & Abu Daud
Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk bertanya:` Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata:` saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya` (HR Bukhari).
Coba perhatikan, apakah pahala2 dari haji dan sedekah tersebut tidak sampai kepada si mayit..??…
Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya:` Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya ? rasul menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya ? bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar (HR Bukhari)
Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:` Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya` (HR Bukhari dan Muslim)
Coba perhatikan lagi…
Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah dimana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda:
Artinya:` Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya` (HR Ahmad)
Semoga anda benar2 tidak BUTA terhadap hadist2 di atas…meskipun anda mengatakan diri anda sebagai Anti Taqlid Buta
Tidak boleh berdalil dengan ayat-ayat yang masih ‘Aam – seperti ayat-ayat di atas- lalu melupakan dalil lain yang mentakhsiskan. Tidak sedikit ayat atau hadits yang mengtakhsiskannya ayat-ayat di atas. istilahnya Hamlul Mutlaq Ilal Muqayyad …
Contoh:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (25)
Dan takutlah kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al Anfal: 25)
Lihat ayat ini, mengisyaratkan adanya siksaan yang menimpa orang yang tidak zalim, akibat dari berbuatan orang zalim. Seharusnya yang kena hanya yang zalim saja.
logikanya adalah BENAR bahwa dia yang berbuat dia yang menanggung akibat, tapi tidak selamanya demikian …
dalam hadits:
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa dalam Islam membuat kebiasan baik, maka tercatat baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahaala mereka yang mengikutinya. Barangsiapa dalam Islam membuat kebiasaan buruk, maka tercatat baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim, No. 1017, At tirmidzi No. 2675, An Nasa’i No. 2554, Ibnu Majah No. 203)
menurut hadits ini, jika kita mencontohkan amal shalih, lalu amal itu diikuti orang lain, maka kita mendapatkan 2 sumber pahala: 1. pahala perbuatan kita sendiri. 2. pahala perbuatan orang lain yang mengikuti perbuatan kita, tanpa mengurangi pahala mereka. maka, bisa jadi memang dia yang berbuat, tapi kita juga dapat ‘cipratannya’.
begitu pula jika kita membuat dosa, lalu gara-gara kita, orang lain mengikutinya, maka kita dapat 2 sumber dosa: 1. dosa perbuatan kita sendiri. 2. dosa orang lain yang mengikuti kita, tanpa mengurangi dosa mereka.
maka, bis ajadi memang, dia yang berbuat kita pun kena getahnya.
selanjutnya, secara lebih khusus lagi memang ada amal-amal tertentu, yang bisa diwakili oleh orang lain, dan dalilnya sangat banyak:
1. Haji Badal
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: “Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk pergi haji, tetapi dia meninggal sebelum berangkat haji, apakah saya atas nama ibu saya?” Beliau bersabda: “Ya, berhajilah untuknya, apa pendapatmu jika ibumu punya hutang? Bayarlah hutang kepada Allah, sebab hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.” (HR. Bukhari, Kitab Al Haj Bab Al Hajji wan Nudzuri ‘an Al Mayyiti war Rajulu Yahujju ‘anil Mar’ah, Juz. 6, Hal. 396, No hadits. 1720. Asy Syamilah)
Badal haji ini juga boleh dilakukan untuk orang yang sudah sangat tua dan tidak punya kekuatan, hal ini didasari oleh riwayat dari Abbas bin al Fadhl bahwa seorang wanita dari daerah Khats’am bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
“Ya Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah tentang haji ini, bertepatan dengan keadaan ayahku yang sudah sangat tua dan tidak mampu berkendaraan, apakah boleh menghajikan untuknya?” Beliau bersabda: “Ya,” dan saat itu terjadi pada haji wada’.(HR. Bukhari, Kita Al Hajj Bab Wujubil Hajj wa Fadhlih, Juz. 5, Hal. 390, No hadits. 1417. Muslim, Kitab Al Hajj Bab Al Hajj ‘an Al ‘Ajiz Lizamanatin wa Haramin wa Nahwihima aw Lilmauti, Juz. 7, Hal. 35, No hadits. 2375. Asy Syamilah)
hadits lainnya:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaika dari Syubrumah.” Rasulullah bertanya: :”Siapa Syubrumah?” laki-laki itu menjawab: “Dia adalah saudara bagiku, atau teman dekat saya.” Nabi bersabda: “Engkau sudah berhaji?” Laki-laki itu menjawab: “Belum.” Nabi bersabda: “Berhajilah untuk dirimu dahulu kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Daud, Kitab Al Manasik Bab Ar Rajul Yahujju ‘an Ghairih, Juz. 5, Hal. 145, No. 1546. Ibnu Majah, Kitab Al Manasik Bab Al Hajj ‘an Al Mayyit, Juz. 8, Hal. 454, No. 2894. Al Baihaqi mengatakan: sanad hadits ini shahih, dan tidak ada yang lebih shahih dari hadits ini dalam masalah ini. Lihat ‘Aunul Ma’bud, Juz. 4, Hal. 209. Asy Syamilah)
2. Sedekah Untuk mayit
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ
“Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya ayahku sudah wafat, dia meninggalkan harta dan belum diwasiatkannya, apakah jika disedekahkan untuknya maka hal itu akan menghapuskan kesalahannya? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawa: Na’am (ya).” (HR. Muslim No. 1630, Ibnu Majah No. 2716, An Nasa’i No. 3652, Ahmad No. 8486)
Hadits ini sanadnya shahih. (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih wa Dhaif Sunan Nasa’i No. 3562, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 2716)
Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, memasukkan hadits ini dalam Bab Wushul Tsawab Ash Shadaqat Ilal Mayyit (Bab: Sampainya pahala Sedekah kepada Mayit).
Imam An Nasa’i dalam kitab Sunan-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Fadhlu Ash Shadaqat ‘anil Mayyit (Bab: Keutamaan Bersedekah Untuk Mayyit)
Hadits 2:
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا
“Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya ibuku wafat secara mendadak, aku kira dia punya wasiat untuk sedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: “Na’am (ya), sedekahlah untuknya.” (HR. Bukhari No. 2609, 1322, Muslim No. 1004, Malik No. 1451, hadits ini menurut lafaz Imam bukhari)
Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Maa Yustahabu Liman Tuwufiya Fuja’atan An Yatashaddaquu ‘Anhu wa Qadha’i An Nudzur ‘anil Mayyit (Bab: Apa saja yang dianjurkan bagi yang wafat tiba-tiba, bersedekah untuknya, dan memenuhi nazar si mayyit).
Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Wushul tsawab Ash Shadaqah ‘anil Mayyit Ilaih. (Sampainya pahala sedekah dari Mayit kepada yang Bersedekah)
Hadits 3:
Dari Sa’ad bin ‘Ubadah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء .
“Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat, apakah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: “Sedekah apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Mengalirkan air.” (HR. An Nasa’i No. 3664, Ibnu Majah No. 3684)
Hadits ini sanadnya shahih. (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 3664, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3684)
Dan masih banyak hadits lainnya.
Semua hadits ini adalah shahih. Penjudulan nama Bab yang dibuat oleh para imam ini sudah menunjukkan kebolehan bersedekah untuk mayit, serta sampainya manfaat pahala untuk mayit dan juga pahala bagi yang bersedekah. Tak ada yang mengingkarinya kecuali kelompok inkar sunnah (kelompok yang menolak hadits nabi) dan mu’tazilah (kelompok yang mendewakan akal).
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَيْسَ فِي الْآيَةِ وَلَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَنْتَفِعُ بِدُعَاءِ الْخَلْقِ لَهُ وَبِمَا يُعْمَلُ عَنْهُ مِنْ الْبِرِّ بَلْ أَئِمَّةُ الْإِسْلَامِ مُتَّفِقُونَ عَلَى انْتِفَاعِ الْمَيِّتِ بِذَلِكَ وَهَذَا مِمَّا يُعْلَمُ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَقَدْ دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ فَمَنْ خَالَفَ ذَلِكَ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ .
“Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa ‘Tidak Bermanfaat’ doa seorang hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barang siapa yang menyelesihinya, maka dia adalah ahli bid’ah.” (Majmu’ Fatawa, 5/466. Mawqi’ Al Islam)
3. Berpuasa Untuk Mayit yang Wafat Pada bulan Puasa
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Barangsiapa yang wafat dan ia masih memaliki kewajiban puasa, maka hendaknya digantikan oleh walinya.”
(HR. Bukhari N0. 1851, Muslim No.1147, Al Baihaqi dalam As Sunan No. 8010, 12424, Ibnu Hibban No. 3569, Ibnu Khuzaimah No. 2052)
jadi si wali boleh berpuasa untuk si mayit. Imam An Nawawi mengatakan;
يُسْتَحَبّ لِوَلِيِّهِ أَنْ يَصُوم عَنْهُ ، وَيَصِحّ صَوْمه عَنْهُ وَيَبْرَأُ بِهِ الْمَيِّتُ ، وَلَا يَحْتَاج إِلَى إِطْعَامٍ عَنْهُ ، وَهَذَا الْقَوْل هُوَ الصَّحِيح الْمُخْتَار الَّذِي نَعْتَقِدُهُ ، وَهُوَ الَّذِي صَحَّحَهُ مُحَقِّقُو أَصْحَابنَا الْجَامِعُونَ بَيْن الْفِقْه وَالْحَدِيث لِهَذِهِ الْأَحَادِيث الصَّحِيحَة الصَّرِيحَة
“Dianjurkan bagi walinya untuk berpuasa baginya, dan puasanya itu sah yang dengan ini kewajiban mayit menjadi bebas, dan tidak usah memberikan makanan (fidyah). Inilah pendapat benar yang dipilih yang kami yakini, dan inilah yang benarkan oleh para peneliti kawan-kawan kami semuanya antara yang ahli fiqih dan ahli hadits, bahwa hadits ini ini sah dan jelas.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/144. Mauqi’ ruh al islam)
Namun Abu Hanifah, Malik, dan yang masyhur dari Asy Syafi’i sendiri tidak menyetujuinya. (Fiqhus Sunnah, 1/471)
———- Post added at 23:28 ———- Previous post was at 23:22 ———-
jadi, bisa dikatakan:
- secara umum dan prinsip dasarnya, setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing
- tapi ada hal tertentu yang dikhususkan oleh syariat bahwa adanya perbuatan seseorang yang berdampak atau berada pada tanggung jawab orang lain juga
ada pun kirim pahala bacaan Al Quran untuk mayit, sudah dijelaskan oleh pandangan para ulama masing-masing beserta dalil-dalilnya, secara panjang lebar yang memang ini adalah khilafiyah ijtihadiyah klasik belum ada titik temu.
Wallahu A’lam
semoga ibu, bapak and saudara2 anda yang udah meniggal , kuburannya gelap, dimasukkan neraka, disempitkan kuburannya, dijadikan kuburan kedua orang tua anda kebun neraka, di azab oleh malaikat munkar nakir……amin
anda jangan marah ya…coz ini gk bakalan nyampek kok ama ibu, bapak and sodara anda yang udah meninggal!!
@ all wahabi : begini aja, klo yasinan n tahlil bid’ah menurut anda. Lantas klo ada org mati diantara kalian, apa yg anda lakukan ????????
di artikel itu disuguhkan data “kecerobohan” al-bani dalam menguji derajat hadis. jadi ketika ada yg mengaitkan pendapatnya kepada al-bani dalam masalah dien, termasuk ilmu hadis, jelas dia melakukan kecerobohan dan terdapat kejanggalan dalam pendapatnya.
Trus, apakah sampai ke org yg sudah meninggal???
Rasul menyuruh kita mengucapkan salam kepada ahlul qubur ketika lewat atau mau masuk ziarah di pemakaman (hadisnya shahih). Jadi…. kalo si mayyit dalam artian ruhnya kagak denger salam kita, lha ya masak kita salam sama batu nisan?? kayak org gila dunk….
Janganlah kalian anggap org mati itu seperti bangkai kucing yg tidak mendengar sama sekali… makanya ane gak setuju kalo ada org2 yang membid’ahkan majelis yang mengirim doa kpd ruh org yg sudah meninggal.
Jadi kesimpulannya, yg yasinan ya teruskan, wong itu baik kok dalilnya jelas, Iqra… membaca surah yasiin. Saya juga rajin baca Yasiin.
Yang nggak yasinan juga sebaiknya diem aja, mending tidur aja, nggak usah mempengaruhi orang satu mesjid buat ngebid’ahin yasinan. Paham kalian itulah yang bid’ah…. mengada-adakan aturan yang nggak ada….
mana ada di jaman Rasul melarang orang baca yasin di malem jum’at??? betul tidak???
http://www.mushollarapi.blogspot.com/ –> klik dan download ceramah para Habaib, ceramah ikhlas dari pewaris Rasul SAW.