قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى) بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا
Imam Syafi'i RA berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah saw berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi' mengabarkan dari Imam Syafi'i dari Ibrahim, dari Laits dari 'Atha', bahwa Rasulullah SAW jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan". (al-Umm, juz I, hal 272)
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ
Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud hal. 824).
As Shan’ani mengomentari hadits terserbut bahwa hadits itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atan semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya”. (Subululus Salam, juz II, hal 59)
H.M.Cholil Nafis, MA.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PBNU
فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ
Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 180)
Hikmah dianjurkannya memegang tongkat adalah untuk mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya. Demikian dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59).
Jadi, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. Tujuannya, selain mengikuti jejak Rasulullah SAW juga agar khatib lebih konsentrasi (khusyu’) dalam membaca khuthbah. Wallahua’lam bishshawab.
Mengapa Khotib Jum'at Memegang Tongkat saat berkhutbah?
Hem…pada
postingan terdahulu saya sudah
memaparkan masalah akidah. Sekarang saya akan menyajikan topik mengenai fikih,
biar pembaca ga bosen.hehehe…
Dulu salah
satu hal yang menggelitik dalam hati saya adalah kenapa khatib shalat jumat
ketika berkhutbah ko harus pegang tongkat. Sebenarnya apakah ada kegunaannya? terus
apakah ada dalilnya?
Akhirnya saya
temukan jawabannya di buku “Fiqh Tradisionalis” karya : KH. Muhyiddin
Abdusshomad (Ketua Tanfidziyah PCNU Jember). Berikut penjelasannya.
Jumhur (mayoritas)
ulama mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi seorang khatib memegang tongkat
dengan tangan kirinya pada saat membaca khutbah. Dijelaskan oleh Imam Syafi’i
dalam kitab al-Umm:
“(Imam Syafi'i RA berkata) mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat kepada beliau, dan telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah SAW berkhutbah, beliau
berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu tangan). Al-Rabi mengabarkan dari Imam Syafi'i dari lbrahim, dari Laits, dari 'Atha’ jika Rasululldh SAW berkhutbah beliau memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan tumpuan "(Al-Umm, juz I, ha1272)
Hal ini
didasarkan pada Hadits Nabi SAW:
Diriwayatkan dari Sa'id bin 'A'idz,
"Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika berkhutbah dalam kondisi perang,
beliau memegang busur panah. Dan manakala berkhutbah untuk shalat jum'at,
beliau memegang tongkat"(Sunan Ibn Majah, [1096])
Hadits ini
secara tegas menjelaskan bahwa Nabi SAW memegang tongkat ketika membaca
khutbah. Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Dari Syu'aib bin Zurayq al-Tha'ifi ia
berkata "Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah
SAW. Maka beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur
panah." (Sunan Abi Dawud [824])
Lalu, apakah
fungsi memegang tongkat tersebut?
Dalam kitab Ihya"Ulum
al-Din, al-Ghazali menjelaskan:
"Apabila muadzdzin telah selesai
(adzan), maka khatib berdiri menghadap jama'ah dengan wajahnya. Tidak boleh
menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan
atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia
tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan
tangan yang satu dengan yang lain.” (Ihya’
Ulum Al Din, juz 1, hal 180).
Jadi,
berdasarkan dalil-dalil tersebut, seorang khatib dsunnahkan memegang tongkat
saat berkhutbah. Tujuanny selain mengikuti jejak Rasulullah SAW, juga
dimaksudkan aga seorang khatib lebih khusyu dan berkonsentrasi pada khutbah yang
disampaikannya.
Wallahu a’lam
bisshawab
Di kalangan Nahdliyyin pelaksanaan khutbah jum’at selalu terlihat tongkat di tangan khatib selama khutbah dibacakan. Berbeda dengan sebagian golongan yang tidak memakai tongkat yang menilai bahwa khutbah sambil pegang tongkat Bid'ah, karena menurutnya tidak ada contoh dari Nabi saw. Dan menurut mereka yang boleh pegangan tongkat adalah orang yang sudah lanjut usia yang tidak dapat berdiri kecuali dibantu dengan tongkat.
KETERANGAN
Anggapan itu tidak benar. Khutbah jum'at boleh sambil pegang tongkat dan boleh tidak. Nabi saw, bila khutbah pegang tongkat. Bukan karena Nabi lanjut usia dan tidak mampu berdiri kecuali dibantu tongkat, namun itu sunnah. Diantara fungsinya adalah agar pada waktu khutbah tangan tidak bergerak liar, sebab khutbah jum'at beda dengan ceramah umum. Apakah ada dalil dari tradisi penggunaan tongkat saat khotib membacakan khotbah dan apakah ada hikmahnya?. Berikut pandangan ulama' seputar masalah tersebut.
Dasar hadits dalam kitab sunan Abi Dawud, bab al-Rajul Yahtubu ‘ala Qouts:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ حَدَّثَنِى شُعَيْبُ بْنُ رُزَيْقٍ الطَّائِفِىُّ قَالَ جَلَسْتُ إِلَى رَجُلٍ لَهُ صُحْبَةٌ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَالُ لَهُ الْحَكَمُ بْنُ حَزْنٍ الْكُلَفِىُّ فَأَنْشَأَ يُحَدِّثُنَا قَالَ وَفَدْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَابِعَ سَبْعَةٍ أَوْ تَاسِعَ تِسْعَةٍ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ زُرْنَاكَ فَادْعُ اللَّهَ لَنَا بِخَيْرٍ فَأَمَرَ بِنَا أَوْ أَمَرَ لَنَا بِشَىْءٍ مِنَ التَّمْرِ وَالشَّأْنُ إِذْ ذَاكَ دُونٌ فَأَقَمْنَا بِهَا أَيَّامًا شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَارَكَاتٍ ثُمَّ قَالَ « أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ لَنْ تُطِيقُوا أَوْ لَنْ تَفْعَلُوا كُلَّ مَا أُمِرْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ سَدِّدُوا وَأَبْشِرُوا ». قَالَ أَبُو عَلِىٍّ سَمِعْتُ أَبَا دَاوُدَ قَالَ ثَبَّتَنِى فِى شَىْءٍ مِنْهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَقَدْ كَانَ انْقَطَعَ مِنَ الْقِرْطَاسِ.
Dari hadits ini, Shan’ani mengatakan;
وَفِى الْحَدِيْثِ دَلِيْلٌ عَلَى اَنَّهُ يُنْدَبُ لِلْخَطِيْبِ اْلاِعْتِمَادُ عَلَى سَيْفٍ اَوْنَحْوِهِ وَقْتَ خُطْبَتِهِ (سبل السلام,ج2 ص59)
Hadits tersebut menjelaskan tentang kesunnahan khatib memegang pedang atau semisal (tongkat) pada waktu menyampaikan khutbahnya. (Subul al-Salam, Juz II, hal. 59)
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ
Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud hal. 824).
As Shan’ani mengomentari hadits terserbut bahwa hadits itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atan semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya”. (Subululus Salam, juz II, hal 59)
فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ
Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 180)
Jumhur ulama’ mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi khotib untuk memegang tongkat pada saat membaca khutbah. Hal di jelaskan oleh Imam Syafi’i di dalam kitab al-Umm juz I. Hal.272.
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَكُمُ اللهُ وَبَلَغْنَا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصًا وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُتَعَمِّدًا عَلَى عَنَـزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَلِكَ اِعْتِمَادٌ اَخْبَرْنَا الرَّبِيْعُ قَالَ اَخْبَرْنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ اَخْبَرْنَا اِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِانِ اَذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عَنَـزَتِهِ اِعْتِمَادًا (الأم ج1 ص 272)
(Imam Syafi’i ra berkata) mudah-mudahan Allah Swt. memberikan rahmat kepada beliau, dan telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah Saw. berkhutbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Al-Rabi’ mengabarkan dari imam Syafi’i dari Ibrahim, dari Laits dari ‘Atha’, bahwa Rasulullah Saw. jika berkhutbah beliau memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan tumpuan. (Al-Umm, juz I, hal.272)
Hikmah dianjurkannya memegang tongkat adalah untuk mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya. Demikian dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59).
Jadi, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. Tujuannya, selain mengikuti jejak Rasulullah SAW juga agar khatib lebih konsentrasi (khusyu’) dalam membaca khuthbah. Wallahua’lam bishshawab.
Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa khutbah sambil memegang tongkat mempunyai dasar yang kuat, namun masihkah hal ini diklaim sebagai perbuatan bid’ah?
(Dari berbagai sumber)
Simak di: http://www.sarkub.com/2013/khotbah-jumat-memegang-tongkat/#ixzz3GBwW0DBx
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
KHATIB JUM’AT MEMAKAI TONGKAT
Posted: November 21, 2012 in BID'AH, STOP MENUDUH BID'AH !!, TAFSIR & QOUL ULAMADalam masalah ini ada beberapa riwayat yang menceritakannya, di antaranya:
- Dari Hakam bin Hazn Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ فَحَمِدَ
اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَارَكَاتٍ
Kami melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Jumat, Beliau berdiri (khutbah) memegang tongkat atau busur panah, lalu dia memuji Allah dengan berbagai kalimat yang ringan, baik, dan penuh berkah … (HR. Abu Daud No. 1096, Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shaghir No. 484, juga Ma’rifatus Sunan wal Aatsar No. 1761)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Sikkin, dan dihasankan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, Imam Ash Shan’ani, dan Syaikh Al Albani. Sedangkan Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr mengatakan: wa haadzal hadits la ba’sa bihi – hadits ini tidak apa-apa. (Periksa Mir’ah Al Mafatih Syarh Al Misykah Al Mashabih, 5/85. Subulus Salam, 2/59, Tuhfatul Muhtaj Ila Adillatil Minhaj, 1/508, Shahih Abi Daud, 4/261, Syarh Sunan Abi Daud, 6/349) - Menurut Imam Ash Shan’ani ada hadits lain yang menguatkan hadits di atas, yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari sahabat Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان إذا خطب يعتمد على عنزة له
Jika nabi berkhutbah Beliau berpegangan dengan tombaknya. (Subulus Salam, 2/59)
Namun, ternyata tidak ditemukan dalam Sunan Abi Daud hadits yang seperti ini. Yang ada adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي جَنَابٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْبَرَاءِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُووِلَ يَوْمَ الْعِيدِ قَوْسًا فَخَطَبَ عَلَيْهِ
Berkata kepada kami Al Hasan bin Ali, berkata kepada kami Abdurrazzaq, mengabarkan kepada kami Ibnu ‘Uyainah, dari Abu Janaab, dari Yazid bin Al Bara’, dari ayahnya (Al Bara bin ‘Azib), bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diambilkan untuknya busur panah pada hari raya, lalu dia berkhutbah sambil berpegangan dengannya. (HR. Abu Daud No. 1145)
Bagaimana kedudukan hadits ini?
- Al Hasan bin Ali, dia adalah Al Hasan bin Ali Al Hulwani seorang yang tsiqah, haditsnya dikeluarkan oleh para pengarang kutubus sittah, kecuali Imam An Nasa’i.
- Abdurrazzaq, dia adalah Abdurrazzaq bin Hammam, seorang imam terpercaya.
- Sufyan bin ‘Uyainah, dia adalah seorang imam terpercaya, dan haditsnya dikeluarkan oleh Kutubus Sittah.
- Abu Janaab, dia adalah Yahya bin Abi Hayyah, para ulama mendhaifkannya karena dia banyak melakukan tadlis (mengaburkan sanad atau matan hadits). Haditsnya dikeluarkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan An Nasa’i.
- Yazid bin Al Bara, dia seorang yang shaduuq (jujur), hadits darinya telah dikeluarkan oleh Abu Daud dan An Nasa’i.
- Al Bara bin ‘Azib adalah salah satu sahabat nabi –Radhiallahu ‘Anhum, hadits darinya telah dikeluarkan oleh Kutubus Sittah. (Lihat Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 6/448)
Jadi, dalam sanad hadits ini ada rawi yang dilemahkan oleh para ulama, yakni Abu Janaab. Namun demikian, hadits sebelumnya yakni yang diriwayatkan oleh Hakam bin Hazn merupakan penguat baginya, sehingga hadits ini adalah hasan.
Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah Ta’ala:
والحديث في سنده أبو جناب ضعف لكثرة تدليسه، ولكن الحديث الذي سبق في خطبة يوم الجمعة أنه يخطب على قوس أو عصا يشهد له ويؤيده، فهو حديث حسن
Hadits ini, dalam sanadnya terdapat Abu Janaab yang dhaif karena banyaknya melakukan tadlis, tetapi hadits sebelumnya tentang khutbah pada hari Jumat bahwa nabi berkhutbah bersandar dengan busur panah atau tongkat telah menjadi syahid (saksi penguat) baginya dan mendukungnya, maka hadits ini adalah hasan. (Ibid)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah juga menghasankan hadits ini. (Shahih Abi Daud, 4/307)
- Ada pula riwayat Imam Asy Syafi’i, sebagai berikut:
أخبرنا إبراهيم بن محمد حدثني ليث عن عطاء : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا خطب يعتمد على عنزته إعتمادا
Telah mengabarkan kami Ibrahim bin Muhammad berkata kepadaku Laits, dari ‘Atha: bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika berkhutbah dia bersandar diatas tombaknya. (Musnad Asy Syafi’i No. 341, Al Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Aatsar No. 1964)
Namun riwayat ini dhaif karena mursal (Lihat Syaikh Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 17976), yaitu terjadi keterputusan sanad antara ‘Atha kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebab ‘Atha adalah seorang tabi’in yang hidupnya tidak sezaman dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam.
Nah, setelah kita mengetahui bahwa berkhutbah sambil bersandar dengan tongkat atau busur panah pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka jelaslah bahwa hal itu adalah sunah. Oleh karenanya, hendaknya kita tidak merasa heran, aneh, asing, dan bingung ketika melihatnya.
Komentar Para Ulama
Berikut ini kami paparkan perkataan para ulama terkait berkhutbah sambil bersandar dengan tongkat atau semisalnya.
Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:
وَذَلِكَ مِمَّا يُسْتَحَبُّ لِلأْئِمَّةِ أَصْحَابِ الْمَنَابِرِ أَنْ يَخْطُبُوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَمَعَهُمُ الْعَصَا ، يَتَوَكَّئُونَ عَلَيْهَا فِي قِيَامِهِمْ ، وَهُوَ الَّذِي رَأَيْنَا وَسَمِعْنَا
Demikian itu merupakan di antara hal yang disunahkan bagi para imam yang berada di mimbar bahwa jika mereka berkhutbah Jumat hendaknya mereka memegang tongkat dan bersandar kepadanya pada saat mereka berdiri, itulah yang kami lihat dan kami dengar. (Jawahir Iklil, 1/97, Hasyiah Ad Dasuqi, 1/382-383, Al Mudawanah Al Kubra, 1/151, Raudhatuth Thalibin, 2/32, Hasyiah Al Qalyubi, 1/282, Kasysyaaf Al Qina’, 2/36, Al Inshaf, 2/397, Al Mughni, 2/309)
Imam Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu berkata:
وَأُحِبُّ لِكُلِّ من خَطَبَ أَيَّ خُطْبَةٍ كانت أَنْ يَعْتَمِدَ على شَيْءٍ وَإِنْ تَرَكَ الِاعْتِمَادَ أَحْبَبْتُ له أَنْ يُسْكِنَ يَدَيْهِ وَجَمِيعَ بَدَنِهِ وَلَا يَعْبَثُ بِيَدَيْهِ …
Saya suka bagi setiap khatib yang berkhutbah agar dia menyandarkan dirinya pada sesuatu, kalau pun dia tidak bersandar hendaknya dia menenangkan kedua tangannya dan semua anggota badannya .. (Al Umm, 1/238)
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata:
وفي الحديث دليل على أنه يندب للخطيب الاعتماد على سيف أو نحوه وقت خطبته والحكمة أن في ذلك ربطاً للقلب ولبعد يديه عن العبث فإن لم يجد ما يعتمد عليه أرسل يديه أو وضع اليمنى على اليسرى أو على جانب المنبر ويكره دق المنبر بالسيف إذ لم يؤثر فهو بدعة
Pada hadits ini terdapat dalil disunahkannya bagi khatib untuk bersandar di atas pedang atau yang semisalnya pada waktu khutbah. Hikmahnya adalah bahwa hal itu bisa memantapkan hati dan menjauhkan tangan dari gerakan, jika tidak ada yang bisa dijadikan sandaran maka hendaknya dia meng-irsal-kan (melepaskan) tangannya, atau meletakkan yang kanan di atas yang kiri, atau meletakkannya di sisi mimbar, dan dimakruhkan dia memukul mimbar dengan pedangnya. Jika hal ini tidak ada atsarnya (yakni tidak ada dalilnya) maka perbuatan ini (yakni memukul mimbar dengan pedang) adalah bid’ah. (Subulus Salam, 2/59)
Syakh ‘Athiyah bin Muhammad Salim menjelaskan:
توكؤ الخطيب على شيء في يده مظهر من مظاهر الخطابة عند العرب قبل وبعد الإسلام
Bersandarnya khathib di atas sesuatu pada tangannya, merupakan di antara fenomena yang biasa terjadi pada orang-orang Arab, baik sebelum dan sesudah zaman Islam. (Syarh Bulugh Al Maram, Kitabush Shalah, Bab Shalatul Jum’ah, 13/102)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah mengatakan:
وهذا الحديث لا بأس به، واعتماد الخطيب على عصا لا شك في أنه اقتداء برسول الله صلى الله عليه وسلم، ويمكن للخطيب أن يستند على المنبر، فإن المنبر على مقدار مساو لارتفاع العصا، ويحصل به المقصود، لكن إذا كان المنبر لا يمكن أن يعتمد عليه فإنه يعتمد على العصا كما فعل الرسول صلى الله عليه وسلم، والاقتداء بالنبي صلى الله عليه وسلم فيه الخير والبركة. والاعتماد على السيف أو القوس كل ذلك مثل الاعتماد على العصا يحصل به المقصود، والقول بأنَّ الرسول صلى الله عليه وسلم فعله للحاجة ليس هناك شيء يدل عليه، وآلة القوس -كما هو معلوم- غير مستقيمة، بل هي مثل السيف فيها ميلان.
Hadits ini tidak apa-apa, dan bersandarnya seorang khatib di atas tongkat tidak ragu lagi itu adalah perbuatan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mungkin saja seorang khatib bersandar kepada mimbar, karena jika ukuran tinggi mimbarnya sama akan meninggikan tongkat, hal ini sudah mencapai maksudnya, tetapi jika keadaan mimbar tidak memungkinkan untuk bersandar kepadanya, maka hendaknya khatib bersandar kepada tongkat sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terdapat kebaikan dan keberkahan di dalamnya. Ada pun bersandar dengan pedang atau busur panah, semua ini sama halnya dengan tongkat yang apabila menggunakannya maka tujuan bersandar tersbeut telah terpenuhi dengannya, perkataan yang menyebutkan bahwa Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan hal ini karena adanya kebutuhan sama sekali tidak ada alasan yang menunjukkan hal itu, dan alat Busur panah –sebagaimana diketahui- tidaklah lurus, tetapi dia sama dengan pedang bentuknya melengkung (bengkok). (Syarh Sunan Abi Daud, 6/349)
Syaikh Abul Hasan Al Mubarkafuri Rahimahullah mengatakan:
وفي الحديث مشروعية الاعتماد على قوس أو عصا حال الخطبة، قيل: والحكمة في ذلك الاشتغال عن العبث، وقيل: إنه أربط للجأش
Pada hadits ini menunjukkan disyariatkannya bersandar pada busur panah atau tongkat ketika dalam keadaan khutbah. Disebutkan bahwa hikmahnya adalah agar dia tidak sibuk dari mempermainkan tangan. Juga disebutkan bahwa hal itu lebih menahankan tangan dari gerakan-gerakan. (Mir’ah Al Mafatih, 5/58)
Demikian, sebagian kecil saja pandangan dari para ulama tentang kesunahan bersandar kepada tongkat ketika khutbah, dan kesunahannya merupakan pendapat mayoritas fuqaha. Tetapi, tidak menggunakan juga tidak apa-apa, khatib bisa bersandar atau memegang mimbar, yang dengan itu maksud dari memegang tongkat sudah terpenuhi; yaitu agar tangan khatib tenang, tidak ke kanan ke kiri, dan nampak lebih berwibawa. Wallahu A’lam
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi Ajma’in.
Http://faridnuman.blogspot.com/2012/02/khatib-jumat-memegang-tongkat.html
Kami melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Jumat, Beliau berdiri (khutbah) memegang tongkat atau busur panah, lalu dia memuji Allah dengan berbagai kalimat yang ringan, baik, dan penuh berkah … (HR. Abu Daud No. 1096, Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shaghir No. 484, juga Ma’rifatus Sunan wal Aatsar No. 1761)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Sikkin, dan dihasankan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, Imam Ash Shan’ani, dan Syaikh Al Albani. Sedangkan Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr mengatakan: wa haadzal hadits la ba’sa bihi – hadits ini tidak apa-apa. (Periksa Mir’ah Al Mafatih Syarh Al Misykah Al Mashabih, 5/85. Subulus Salam, 2/59, Tuhfatul Muhtaj Ila Adillatil Minhaj, 1/508, Shahih Abi Daud, 4/261, Syarh Sunan Abi Daud, 6/349) - Menurut Imam Ash Shan’ani ada hadits lain yang menguatkan hadits di atas, yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari sahabat Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان إذا خطب يعتمد على عنزة له
Jika nabi berkhutbah Beliau berpegangan dengan tombaknya. (Subulus Salam, 2/59)
Namun, ternyata tidak ditemukan dalam Sunan Abi Daud hadits yang seperti ini. Yang ada adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي جَنَابٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْبَرَاءِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُووِلَ يَوْمَ الْعِيدِ قَوْسًا فَخَطَبَ عَلَيْهِ
Berkata kepada kami Al Hasan bin Ali, berkata kepada kami Abdurrazzaq, mengabarkan kepada kami Ibnu ‘Uyainah, dari Abu Janaab, dari Yazid bin Al Bara’, dari ayahnya (Al Bara bin ‘Azib), bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diambilkan untuknya busur panah pada hari raya, lalu dia berkhutbah sambil berpegangan dengannya. (HR. Abu Daud No. 1145)
Bagaimana kedudukan hadits ini?
- Al Hasan bin Ali, dia adalah Al Hasan bin Ali Al Hulwani seorang yang tsiqah, haditsnya dikeluarkan oleh para pengarang kutubus sittah, kecuali Imam An Nasa’i.
- Abdurrazzaq, dia adalah Abdurrazzaq bin Hammam, seorang imam terpercaya.
- Sufyan bin ‘Uyainah, dia adalah seorang imam terpercaya, dan haditsnya dikeluarkan oleh Kutubus Sittah.
- Abu Janaab, dia adalah Yahya bin Abi Hayyah, para ulama mendhaifkannya karena dia banyak melakukan tadlis (mengaburkan sanad atau matan hadits). Haditsnya dikeluarkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan An Nasa’i.
- Yazid bin Al Bara, dia seorang yang shaduuq (jujur), hadits darinya telah dikeluarkan oleh Abu Daud dan An Nasa’i.
- Al Bara bin ‘Azib adalah salah satu sahabat nabi –Radhiallahu ‘Anhum, hadits darinya telah dikeluarkan oleh Kutubus Sittah. (Lihat Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 6/448)
Jadi, dalam sanad hadits ini ada rawi yang dilemahkan oleh para ulama, yakni Abu Janaab. Namun demikian, hadits sebelumnya yakni yang diriwayatkan oleh Hakam bin Hazn merupakan penguat baginya, sehingga hadits ini adalah hasan.
Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah Ta’ala:
والحديث في سنده أبو جناب ضعف لكثرة تدليسه، ولكن الحديث الذي سبق في خطبة يوم الجمعة أنه يخطب على قوس أو عصا يشهد له ويؤيده، فهو حديث حسن
Hadits ini, dalam sanadnya terdapat Abu Janaab yang dhaif karena banyaknya melakukan tadlis, tetapi hadits sebelumnya tentang khutbah pada hari Jumat bahwa nabi berkhutbah bersandar dengan busur panah atau tongkat telah menjadi syahid (saksi penguat) baginya dan mendukungnya, maka hadits ini adalah hasan. (Ibid)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah juga menghasankan hadits ini. (Shahih Abi Daud, 4/307)
- Ada pula riwayat Imam Asy Syafi’i, sebagai berikut:
أخبرنا إبراهيم بن محمد حدثني ليث عن عطاء : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا خطب يعتمد على عنزته إعتمادا
Telah mengabarkan kami Ibrahim bin Muhammad berkata kepadaku Laits, dari ‘Atha: bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika berkhutbah dia bersandar diatas tombaknya. (Musnad Asy Syafi’i No. 341, Al Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Aatsar No. 1964)
Namun riwayat ini dhaif karena mursal (Lihat Syaikh Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 17976), yaitu terjadi keterputusan sanad antara ‘Atha kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebab ‘Atha adalah seorang tabi’in yang hidupnya tidak sezaman dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam.
Nah, setelah kita mengetahui bahwa berkhutbah sambil bersandar dengan tongkat atau busur panah pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka jelaslah bahwa hal itu adalah sunah. Oleh karenanya, hendaknya kita tidak merasa heran, aneh, asing, dan bingung ketika melihatnya.
Komentar Para Ulama
Berikut ini kami paparkan perkataan para ulama terkait berkhutbah sambil bersandar dengan tongkat atau semisalnya.
Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:
وَذَلِكَ مِمَّا يُسْتَحَبُّ لِلأْئِمَّةِ أَصْحَابِ الْمَنَابِرِ أَنْ يَخْطُبُوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَمَعَهُمُ الْعَصَا ، يَتَوَكَّئُونَ عَلَيْهَا فِي قِيَامِهِمْ ، وَهُوَ الَّذِي رَأَيْنَا وَسَمِعْنَا
Demikian itu merupakan di antara hal yang disunahkan bagi para imam yang berada di mimbar bahwa jika mereka berkhutbah Jumat hendaknya mereka memegang tongkat dan bersandar kepadanya pada saat mereka berdiri, itulah yang kami lihat dan kami dengar. (Jawahir Iklil, 1/97, Hasyiah Ad Dasuqi, 1/382-383, Al Mudawanah Al Kubra, 1/151, Raudhatuth Thalibin, 2/32, Hasyiah Al Qalyubi, 1/282, Kasysyaaf Al Qina’, 2/36, Al Inshaf, 2/397, Al Mughni, 2/309)
Imam Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu berkata:
وَأُحِبُّ لِكُلِّ من خَطَبَ أَيَّ خُطْبَةٍ كانت أَنْ يَعْتَمِدَ على شَيْءٍ وَإِنْ تَرَكَ الِاعْتِمَادَ أَحْبَبْتُ له أَنْ يُسْكِنَ يَدَيْهِ وَجَمِيعَ بَدَنِهِ وَلَا يَعْبَثُ بِيَدَيْهِ …
Saya suka bagi setiap khatib yang berkhutbah agar dia menyandarkan dirinya pada sesuatu, kalau pun dia tidak bersandar hendaknya dia menenangkan kedua tangannya dan semua anggota badannya .. (Al Umm, 1/238)
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata:
وفي الحديث دليل على أنه يندب للخطيب الاعتماد على سيف أو نحوه وقت خطبته والحكمة أن في ذلك ربطاً للقلب ولبعد يديه عن العبث فإن لم يجد ما يعتمد عليه أرسل يديه أو وضع اليمنى على اليسرى أو على جانب المنبر ويكره دق المنبر بالسيف إذ لم يؤثر فهو بدعة
Pada hadits ini terdapat dalil disunahkannya bagi khatib untuk bersandar di atas pedang atau yang semisalnya pada waktu khutbah. Hikmahnya adalah bahwa hal itu bisa memantapkan hati dan menjauhkan tangan dari gerakan, jika tidak ada yang bisa dijadikan sandaran maka hendaknya dia meng-irsal-kan (melepaskan) tangannya, atau meletakkan yang kanan di atas yang kiri, atau meletakkannya di sisi mimbar, dan dimakruhkan dia memukul mimbar dengan pedangnya. Jika hal ini tidak ada atsarnya (yakni tidak ada dalilnya) maka perbuatan ini (yakni memukul mimbar dengan pedang) adalah bid’ah. (Subulus Salam, 2/59)
Syakh ‘Athiyah bin Muhammad Salim menjelaskan:
توكؤ الخطيب على شيء في يده مظهر من مظاهر الخطابة عند العرب قبل وبعد الإسلام
Bersandarnya khathib di atas sesuatu pada tangannya, merupakan di antara fenomena yang biasa terjadi pada orang-orang Arab, baik sebelum dan sesudah zaman Islam. (Syarh Bulugh Al Maram, Kitabush Shalah, Bab Shalatul Jum’ah, 13/102)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah mengatakan:
وهذا الحديث لا بأس به، واعتماد الخطيب على عصا لا شك في أنه اقتداء برسول الله صلى الله عليه وسلم، ويمكن للخطيب أن يستند على المنبر، فإن المنبر على مقدار مساو لارتفاع العصا، ويحصل به المقصود، لكن إذا كان المنبر لا يمكن أن يعتمد عليه فإنه يعتمد على العصا كما فعل الرسول صلى الله عليه وسلم، والاقتداء بالنبي صلى الله عليه وسلم فيه الخير والبركة. والاعتماد على السيف أو القوس كل ذلك مثل الاعتماد على العصا يحصل به المقصود، والقول بأنَّ الرسول صلى الله عليه وسلم فعله للحاجة ليس هناك شيء يدل عليه، وآلة القوس -كما هو معلوم- غير مستقيمة، بل هي مثل السيف فيها ميلان.
Hadits ini tidak apa-apa, dan bersandarnya seorang khatib di atas tongkat tidak ragu lagi itu adalah perbuatan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mungkin saja seorang khatib bersandar kepada mimbar, karena jika ukuran tinggi mimbarnya sama akan meninggikan tongkat, hal ini sudah mencapai maksudnya, tetapi jika keadaan mimbar tidak memungkinkan untuk bersandar kepadanya, maka hendaknya khatib bersandar kepada tongkat sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terdapat kebaikan dan keberkahan di dalamnya. Ada pun bersandar dengan pedang atau busur panah, semua ini sama halnya dengan tongkat yang apabila menggunakannya maka tujuan bersandar tersbeut telah terpenuhi dengannya, perkataan yang menyebutkan bahwa Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan hal ini karena adanya kebutuhan sama sekali tidak ada alasan yang menunjukkan hal itu, dan alat Busur panah –sebagaimana diketahui- tidaklah lurus, tetapi dia sama dengan pedang bentuknya melengkung (bengkok). (Syarh Sunan Abi Daud, 6/349)
Syaikh Abul Hasan Al Mubarkafuri Rahimahullah mengatakan:
وفي الحديث مشروعية الاعتماد على قوس أو عصا حال الخطبة، قيل: والحكمة في ذلك الاشتغال عن العبث، وقيل: إنه أربط للجأش
Pada hadits ini menunjukkan disyariatkannya bersandar pada busur panah atau tongkat ketika dalam keadaan khutbah. Disebutkan bahwa hikmahnya adalah agar dia tidak sibuk dari mempermainkan tangan. Juga disebutkan bahwa hal itu lebih menahankan tangan dari gerakan-gerakan. (Mir’ah Al Mafatih, 5/58)
Demikian, sebagian kecil saja pandangan dari para ulama tentang kesunahan bersandar kepada tongkat ketika khutbah, dan kesunahannya merupakan pendapat mayoritas fuqaha. Tetapi, tidak menggunakan juga tidak apa-apa, khatib bisa bersandar atau memegang mimbar, yang dengan itu maksud dari memegang tongkat sudah terpenuhi; yaitu agar tangan khatib tenang, tidak ke kanan ke kiri, dan nampak lebih berwibawa. Wallahu A’lam
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi Ajma’in.
Http://faridnuman.blogspot.com/2012/02/khatib-jumat-memegang-tongkat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar