PROSES PEMBENTUKAN JANIN MENURUT AL-QUR'AN
*Oleh: Hakam Ahmed ElChudrie*
QS. As-Sajdah: 8:
ثم جعل نسله من سلالة من ماء مهين
“(Tuhan) menjadikan keturunannya (manusia) dari sulalat (saripati) maa’ (cairan) yang mahin (hina).”
Kata sifat “yang hina” mesti diterapkan tidak saja pada sifat cairan itu sendiri, melainkan juga fakta bahwa ia disemprotkan melalui saluran kencing. Mengenai kata “saripati” atau suatu komponen bagian dari komponen yang lain, kita bertemu dengan kata sulalat yang menunjukkan pada “sesuatu bahan yang diambil dari bahan yang lain” dan merupakan bagian terbaik dari bahan itu. Konsep yang diungkapkan disini, tidak bisa tidak, membuat kita berfikir tentang spermatozoa. Yang menyebabkan pembuahan sel telur atau memungkinkan reproduksi adalah sebuah sel panjang yang besarnya 1/10.000 milimeter.
Telur yang sudah dibuahi, turun bersarang di rongga rahim (cavum uteri). Inilah yang dinamakan “bersarangnya telur”. Al-Qur’an menamakan uterus tempat telur dibuahkan itu rahim (kata jamaknya “arham”).
QS. Al-Hajj: 5:
و نفرّق في الأرحام ما نشاء إلى أجل مسمى
“Dan Kami tetapkan dalam “arham” apa yang kamu kehendaki sampai waktu yang ditentukan”
Begitu sel telur dibuahi, ia turun ke rahim melalui tabung fallopi, kemudian menanamkan dirinya dengan menyusup ke dalam ketebalan atau kekentalan lendir dan otot-otot. Menetapnya telur dalam rahim karena tumbuhnya jonjot, yakni perpanjangan telur yang akan menghisap dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.
Penanaman sel telur yang telah dibuahi di dalam rahim disebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an. Kata arab yang digunakan dalam konteks ini adalah ‘alaq yang arti tepatnya adalah “sebentuk lintah yang menggantung” sebagai mana dalam ayat berikut ini:
QS. Al-Qiyaamah: 37-38:
ألم يك نطفة من منيّ يمنى ثم كان علقة فخلق فسوّى
“Bukankah (manusia) dahulu merupakan nuthfah (setitik bagian) dari mani (sperma) yang ditumpahkan? Kemudian ia menjadi alaqah (sebentuk lintah yang menggantung); lalu Allah membentuknya (dalam ukuran yang tepat dan selaras) dan menyempurnakannya.”
Merupakan suatu fakta yang kuat bahwa sel telur yang dibuahi, tertanam dalam lendir rahim kira-kira hari keenam setelah pembuahan mengikutinya, dan secara anatomis telur tersebut bentuknya benar-benar menyerupai lintah yang menggantung. Sedang kata ‘alaq yang selama ini diartikan sebagai segumpal darah, sesungguhnya merupakan arti turunan.
Gagasan tentang “kebergantungan” justru mengungkap arti asli kata ‘alaq. Hingga arti asli alaqsebagai “sebentuk lintah yang menggantung/melekat” sudah sepenuhnya memadai dan sesuai dengan penemuan ilmiah modern.
Segera setelah berevolusi melampaui tahap yang dicirikan di dalam al-Qur’an oleh kata sederhana ‘alaqah, diteruskan dengan tahap selanjutnya.
QS. Al-Mukminuun: 14:
ثم خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة مضغة فخلقنا المضغة عظاما فكسونا العظام لحما ثم أنشأناه خلقا آخر فتبارك الله أحسن الخالقين
“Kemudian nuthfah(setitik bahan dari mani) itu Kami bentuk menjadi alaqah (sebentuk lintah yang menggantung), lalu alaqah itu Kami bentuk menjadi mudghah (daging yang digulung-gulung), dan mudghah itu Kami bentuk menjadi idham (tulag belulang), lalu idham itu Kami bungkus dengan lahm (daging yang utuh). Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik.”
Dua tipe daging yang diberi dua nama yang berbeda dalam al-Qur’an, yang pertama adalah “daging yang digulung-gulung” yaitu mudghah, dan “daging yang sudah utuh” yaitu lahm yang mengurai dengan tepat bagaimana rupa otot itu. Jadi dari mudghah, lalu berkembanglah sistem tulang. Tulang yang dibentuk dibungkus dengan otot, inilah yang disebut ‘lahm’.
QS. Al-Hajj: 5:
يا أيها الناس إن كنتم في ريب من البعث فإنا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة و غير مخلقة لنبين لكم
“Hai manusia, jika kamu ragu akan kebangkitan kubur, maka (ketahuilah) bahwa Kami telah membentuk kamu dari thurab (tanah), kemudian dari nuthfah, kemudian dari alaqah, kemudian dari mudghah, yang mukhallaq (seimbang proporsinya), dan ghairi mukhallaq (yang kurang seimbang proporsinya), agar Kami jelaskan kepada kamu.”
Dalam perkembangan embrio, yang sebelumnya tampak sebagai sekelemit daging yang tidak memiliki bagian-bagian yang bisa dibedakan, kemudian dikembangkan secara bertahap hingga mencapai bentuk manusia. Dan selama tahap-tahap ini ada bagian-bagian yang seimbang, namun ada pula bagian-bagian tertentu yang tidak seimbang proporsinya: seperti kepala agak lebih besar volumenya dibandingkan bagian-bagian tubuh lainnya. Namun akhirnya hal ini akan menyusut, sedang struktur penopang hidup dasar membentuk kerangka yang dikelilingi otot-otot, sistem syaraf, sistem peredar, isi perut (bagian dalam tubuh) dan sebagainya.
Al-Qur’an juga menyebutkan munculnya indra-indra dan bagian dalam tubuh.
QS. As-Sajdah: 9:
ثم سويه و نفخ فيه من روحه و جعل لكم السمع و الأبصار و الأفئدة قليلا ما تشكرون
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”
Teori ini juga selaras dengan teori yang diungkapkan oleh Dr. Hassan Hathout, dalam Revolusi Seksual Perempuan: Obsterti dan Ginekologi dalam Perspektif Islam yang menulis bahwa organ (indra) yang pertama kali berkembang pada janin adalah pendengaran dibulan keempat dan penglihatan, dimana mata janin telah peka pada cahaya, di bulan ketujuh, sebagaimana ditulis Sarwono Prawiroharjo terkait dengan perkembangan fisiologis janin dalam buku Ilmu Kebidanan yang disusunnya.
*sumber: http://hakamabbas.blogspot.com/2014/10/proses-pembuahan-menurut-al-quran.html
*Oleh: Hakam Ahmed ElChudrie*
QS. As-Sajdah: 8:
ثم جعل نسله من سلالة من ماء مهين
“(Tuhan) menjadikan keturunannya (manusia) dari sulalat (saripati) maa’ (cairan) yang mahin (hina).”
Kata sifat “yang hina” mesti diterapkan tidak saja pada sifat cairan itu sendiri, melainkan juga fakta bahwa ia disemprotkan melalui saluran kencing. Mengenai kata “saripati” atau suatu komponen bagian dari komponen yang lain, kita bertemu dengan kata sulalat yang menunjukkan pada “sesuatu bahan yang diambil dari bahan yang lain” dan merupakan bagian terbaik dari bahan itu. Konsep yang diungkapkan disini, tidak bisa tidak, membuat kita berfikir tentang spermatozoa. Yang menyebabkan pembuahan sel telur atau memungkinkan reproduksi adalah sebuah sel panjang yang besarnya 1/10.000 milimeter.
Telur yang sudah dibuahi, turun bersarang di rongga rahim (cavum uteri). Inilah yang dinamakan “bersarangnya telur”. Al-Qur’an menamakan uterus tempat telur dibuahkan itu rahim (kata jamaknya “arham”).
QS. Al-Hajj: 5:
و نفرّق في الأرحام ما نشاء إلى أجل مسمى
“Dan Kami tetapkan dalam “arham” apa yang kamu kehendaki sampai waktu yang ditentukan”
Begitu sel telur dibuahi, ia turun ke rahim melalui tabung fallopi, kemudian menanamkan dirinya dengan menyusup ke dalam ketebalan atau kekentalan lendir dan otot-otot. Menetapnya telur dalam rahim karena tumbuhnya jonjot, yakni perpanjangan telur yang akan menghisap dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.
Penanaman sel telur yang telah dibuahi di dalam rahim disebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an. Kata arab yang digunakan dalam konteks ini adalah ‘alaq yang arti tepatnya adalah “sebentuk lintah yang menggantung” sebagai mana dalam ayat berikut ini:
QS. Al-Qiyaamah: 37-38:
ألم يك نطفة من منيّ يمنى ثم كان علقة فخلق فسوّى
“Bukankah (manusia) dahulu merupakan nuthfah (setitik bagian) dari mani (sperma) yang ditumpahkan? Kemudian ia menjadi alaqah (sebentuk lintah yang menggantung); lalu Allah membentuknya (dalam ukuran yang tepat dan selaras) dan menyempurnakannya.”
Merupakan suatu fakta yang kuat bahwa sel telur yang dibuahi, tertanam dalam lendir rahim kira-kira hari keenam setelah pembuahan mengikutinya, dan secara anatomis telur tersebut bentuknya benar-benar menyerupai lintah yang menggantung. Sedang kata ‘alaq yang selama ini diartikan sebagai segumpal darah, sesungguhnya merupakan arti turunan.
Gagasan tentang “kebergantungan” justru mengungkap arti asli kata ‘alaq. Hingga arti asli alaqsebagai “sebentuk lintah yang menggantung/melekat” sudah sepenuhnya memadai dan sesuai dengan penemuan ilmiah modern.
Segera setelah berevolusi melampaui tahap yang dicirikan di dalam al-Qur’an oleh kata sederhana ‘alaqah, diteruskan dengan tahap selanjutnya.
QS. Al-Mukminuun: 14:
ثم خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة مضغة فخلقنا المضغة عظاما فكسونا العظام لحما ثم أنشأناه خلقا آخر فتبارك الله أحسن الخالقين
“Kemudian nuthfah(setitik bahan dari mani) itu Kami bentuk menjadi alaqah (sebentuk lintah yang menggantung), lalu alaqah itu Kami bentuk menjadi mudghah (daging yang digulung-gulung), dan mudghah itu Kami bentuk menjadi idham (tulag belulang), lalu idham itu Kami bungkus dengan lahm (daging yang utuh). Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik.”
Dua tipe daging yang diberi dua nama yang berbeda dalam al-Qur’an, yang pertama adalah “daging yang digulung-gulung” yaitu mudghah, dan “daging yang sudah utuh” yaitu lahm yang mengurai dengan tepat bagaimana rupa otot itu. Jadi dari mudghah, lalu berkembanglah sistem tulang. Tulang yang dibentuk dibungkus dengan otot, inilah yang disebut ‘lahm’.
QS. Al-Hajj: 5:
يا أيها الناس إن كنتم في ريب من البعث فإنا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة و غير مخلقة لنبين لكم
“Hai manusia, jika kamu ragu akan kebangkitan kubur, maka (ketahuilah) bahwa Kami telah membentuk kamu dari thurab (tanah), kemudian dari nuthfah, kemudian dari alaqah, kemudian dari mudghah, yang mukhallaq (seimbang proporsinya), dan ghairi mukhallaq (yang kurang seimbang proporsinya), agar Kami jelaskan kepada kamu.”
Dalam perkembangan embrio, yang sebelumnya tampak sebagai sekelemit daging yang tidak memiliki bagian-bagian yang bisa dibedakan, kemudian dikembangkan secara bertahap hingga mencapai bentuk manusia. Dan selama tahap-tahap ini ada bagian-bagian yang seimbang, namun ada pula bagian-bagian tertentu yang tidak seimbang proporsinya: seperti kepala agak lebih besar volumenya dibandingkan bagian-bagian tubuh lainnya. Namun akhirnya hal ini akan menyusut, sedang struktur penopang hidup dasar membentuk kerangka yang dikelilingi otot-otot, sistem syaraf, sistem peredar, isi perut (bagian dalam tubuh) dan sebagainya.
Al-Qur’an juga menyebutkan munculnya indra-indra dan bagian dalam tubuh.
QS. As-Sajdah: 9:
ثم سويه و نفخ فيه من روحه و جعل لكم السمع و الأبصار و الأفئدة قليلا ما تشكرون
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”
Teori ini juga selaras dengan teori yang diungkapkan oleh Dr. Hassan Hathout, dalam Revolusi Seksual Perempuan: Obsterti dan Ginekologi dalam Perspektif Islam yang menulis bahwa organ (indra) yang pertama kali berkembang pada janin adalah pendengaran dibulan keempat dan penglihatan, dimana mata janin telah peka pada cahaya, di bulan ketujuh, sebagaimana ditulis Sarwono Prawiroharjo terkait dengan perkembangan fisiologis janin dalam buku Ilmu Kebidanan yang disusunnya.
*sumber: http://hakamabbas.blogspot.com/2014/10/proses-pembuahan-menurut-al-quran.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar