Al-Hadist
عن ابن عبّاسٍ - رضي الله عنهما - قالَ: خرَجَ النّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - مُتواضعاً مُتبذِّلا مُتخشِّعاً مُترسِّلاً مُتضَرِّعاً فَصَلّى ركْعتين كما يُصلِّي في العيد لَمْ يخْطُبْ خُطبتَكم هذه. رواهُ الخمْسةُ، وصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ، وأَبُو عَوَانَةَ، و ابْنُ حِبَّانَ.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra, beliau katakan bahwa Nabi Saw keluar rumah, dengan tawadlu’, dan dengan mengenakan pakaian sehari-hari ( =bukan mewah), dengan khusyu’, dan melangkah dengan pelan, dan dengan merendahkandiri, kemudian beliau shalat dua raka’at, seperti shalat ‘Id, beliau tidak berkhutbah (untuk memberikan) khutbah pada kalian, (dalam shalat) ini.
Hadits ini diriwayatkan imam khamsah (semua tujuh imam besar hadits, kecuali Imam Bukhari & Muslim), hadits ini dishahihkan oleh Imam Tirmidzi, Abu ‘Awanah, dan Ibnu Hibban (radlialLahu ‘anhum).
Shalat Istisqa’, makna dzahir hadits meng-isyarat-kan
di-syari’atkan-nya shalat Istisqa’ dalam hukum syar’i, akan tetapi
menurut Imam Abu Hanifah, tidak disyari’atkan shalat Istisqa’, akan
tetapi Istisqa’ adalah berdoa memohon siraman air hujan. Kemudian para
Ulama berselisih pendapat tentang kaifiyah (tata-cara) Shalat Istisqa’,
dianatara-nya, mengatakan bahwa takbir dan bacaan-bacaan yang dibaca
dalam shalat Istisqa’ seperti pelaksanaan shalat ‘Id, sebagaima yang
dikatakan dalam nas Imam Syafi’i, yang merujuk pada makna hadits Ibnu
Abbas diatas.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan, shalat Istisqa’ dilaksanakan dengan dua rakaat, tidak berbeda dalam sifat pelaksanaan shalat ‘Id, Imam Malik mengatakan demikian dengan meng-isyarah-kan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari, dari riwayat sahabat Ali Ra (1), kemudian dari riwayat ‘Ubbad bin Tamim, bahwa beliau Rosulullah Saw shalat dua rakaat bersama jama’ah. Keterangan ini juga seperti hadits yang diriwayatkan Aisyah Ra (2), para Ulama yang sependapat dengan pendapat ini, mereka men-ta’wil hadits Ibnu Abbas diatas, bahwa shalat Istisqa’ dikatakan sama dengan shalat ‘Id, adalah dalam jumlah rakaat-nya, bukan sifat shalat-nya. Mereka tidak menganggap hadist yang diriwayatkan Imam Ad-Darquthni (3) bahwa hadits Ibnu Abbas mengatakan Nabi Muhammad Saw bertakbir dalam shalat-nya tujuh takbir (dalam rakaat pertama), dan lima takbir (dalam rakaat ke-dua), seperti pelaksanaan shalat ‘Id, dan beliau membaca surah, Al-A’laa dan Al-Ghatsiyah (pada rakaat ke-dua).
Imam Abu Hanifah dalam Istisqa’, tidak ada tuntunan shalat didalam-nya, merujuk pada hadits yang dikeluarkan Abu Dawud (4), dan At-Tirmidzi (5) bahwa Nabi Muhammad Saw Istisqa’ (berdoa memohon hujan) di Ahjariz Zaiti (6) dengan berdoa. Hadits yang dikeluarkan oleh Abu ‘Awanah dalam kitab At-Tahlish (7), bahwa ada sekelompok orang yang mengadukan kekeringan kepada Rosulullah Saw, kemudian beliau bersabda: berlututlah kalian diatas tunggangan dan katakanlah “yaa rabbu.. yaa rabbu” dan kemudian dikabulkan doa-nya. Dan tetap diperbolehkan shalat, dan meninggalkan (tidak shalat) bermakna jawaz (boleh), dan dalam kitab AL-‘Ahdin Nabawiy (8), dijelaskan berbagai macam kaifiyah rosulullah dalam Istisqa’ (memohon hujan), yaitu sbb:
1. Nabi Muhammad Saw keluar ketempat shalat untuk shalat Istisqa’, beliau shalat dan berkhutbah.
2. Beliau berdoa Istisqa’ (berdoa memohon hujan) pada hari Jum’ah diatas mimbar pada pertengahan khutbah jum’ah.
3. Ketika di Madinah beliau berdoa diatas mimbar, pada selain hari jum’ah, dan beliau tidak melakukan shalat.
4. Beliau duduk berdoa Istisqa’ (doa memohon hujan) didalam masjid, dengan mengangkat tangan beliau, dan memohon kepada Alloh Swt.
5. Beliau berdoa Istisqa’ (memohon hujan) di Ahjariz Zaiti, didekat Zaura’ pada pintu masjid di Madinah.
6. Beliau berdoa Istisqa’ (doa memohon hujan) dalam pertempuran perang, ketika kancah tentara musyrikin sampai pada perairan, beliau berulangkali dalam berdoa.
Khutbah Shalat Istisqa’
Ada beberapa Ulama yang mengatakan tidak dianjurkan berkhutbah dalam shalat Istisqa’, hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abbas diatas, dan sebagian lain berpendapat dianjurkan berkhutbah seperti khutbah jum’ah, hal ini berdasarkan hadits dari A’isyah Ra (2). Kemudian apakah khutbah shalat Istisqa’ dilakukan sebelum shalat atau sesudah shalat? Ada beberapa Ulama yang mengatakan khutbah shalat Istisqa’ sebelum Shalat Istisqa’, dan ada juga yang berpendapat sesudah shalat Istisqa’ sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Pendapat yang ke-dua berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad (9), riwayat Ibnu Majah (10), dan riwayat ‘Awanah (11), dan hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi (12), bahwa Nabi Muhammad Saw keluar shalat Istisqa’ dengan shalat dua rakaat, kemudian berkhutbah.
Doa Shalat Istisqa’ (12)
الحمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، مَالِك يَوْمِ الدِّيْنِ، لَآ إِلَـهَ إلَّا اللهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ، اَللَّهُمّ أَنْتَ اللهُ لَآ إِلَهَ إلّآ أَنْتَ، أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَآءُ، أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَآ أَنْزلْتَ عَلَيْنَا قُوَّةً وَبَلَاغاً إِلَى حِيْنٍ
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seru seluruh alam, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang merajai hari kiyamat, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Yang melakukan apa yang Ia kehendaki. Ya Allah, Engkaulah Allah. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkau Maha kaya dan kami (hamba-Mu) yang fakir. Semoga Engkau turunkan pada kami hujan, dan jadikan apa yang Engkau turunkan sebagai kekuatan dan bekal hingga suatu batas yang lama”.
Tanbih (pepiling)
Disunahkan dalam Istisqa’ (berdoa memohon hujan), jika dalam suatu kelompok/ golongan, terdapat seseorang yang masyhur/ terkenal kesalehan-nya, agar berdoa kepada Alloh Swt, dengan berwasilah dengan kesalehan orang tersebut. Dengan mengatakan:
Dalam Al-Adkar, juga diriwayatkan banyak atsar tentang wasilah ini, diantara-nya wasilah Umar bin Khatab dengan Nabi Muhammad Saw dan kesalehan Ibnu Abbas Ra, dan Muawiyah Ra berwasilah dengan kesalehan Yazid bin Al-Aswad (15).
Wallahu a’lam.
Ref:
(1) Lihat Shahih Bukhari II/ 514, hadits No: 1024, 1025, dan 1026.
(2) Hadits Aisyah ra, adalah Sbb;
وعن عائشةَ - رضي الله عنها - قالت: شَكا النّاس إلى رسُولِ الله - صلى الله عليه وسلم - قُحُوطَ المطرِ فأَمَرَ بمنْبر فَوُضِعَ لَهُ بالمُصَلَّى وَوَعَد النّاسَ يَوْماً يخْرُجُون فيه، فَخَرَجَ حين بدا حاجِبُ الشّمس فَقَعَد على المنبرِ فَكَبّر وحمد الله ثمَّ قالَ: «إنكمُ شَكَوْتمْ جدْبَ دياركُم وقدْ أَمركُمُ الله أَن تَدْعُوهُ وَوَعدَكُمْ أَن يَسْتجيبَ لَكُمْ» ثمَّ قالَ: «الحمْدُ لله ربِّ العالمينَ، الرَّحمن الرَّحيم، مَالِك يَوْمِ الدينِ، لا إلـه إلّا الله يَفْعَلُ ما يُريدُ، اللهُمّ أَنْتَ الله لا إله إلّا أَنْتَ، أَنْتَ الْغنيُّ ونَحْنُ الْفُقَراءُ، أَنزل عَلَيْنا الْغَيْثَ واجْعَلْ مَا أَنْزلْتَ علينا قُوَّةً وبلاغاً إلى حين» ثمَّ رَفَعَ يدَيْهِ فلَمْ يزَلْ حتّى رُئِيَ بَيَاضُ إبْطَيْهِ، ثمَّ حَوَّلَ إلى الناس ظَهْرَهُ وقَلَبَ رِداءَهُ وهُو رافعٌ يديْهِ، ثمَّ أَقْبلَ على النّاسِ ونزَلَ فَصَلَّى رَكعتَيْنِ، فَأَنْشأَ الله تعالى سَحَابةً فَرَعَدَتْ وبَرقَتْ ثمَّ أَمْطرتْ. رواهُ أبو داودَ وقال غريبٌ وإسنَادُهُ جَيِّدٌ.
(3) Lihat Sunan Ad-Darquthni, II/ 66, hadits no: 6
(4) Lihat Sunan Abu Dawud, I/ 690, hadits no: 1168, dari hadits Umair Ra.
(5) Lihat Sunan At-Tirmidzi, II/ 443, hadits no: 557
(6) Ahjariz Zaiti, adalah nama dari daerah di Madinah, dikatakan demikian karena bebatuan-nya yang hitam.
(7) Kitab At-Tahlish Li Ibni Hajar Al-Asyqalani, II/ 94-95
(8) Al-‘Ahdin Nabawi Li Ibi Qayyim II/ 480.
(9) Lihat Musnad Imam Ahmad, II/ 362.
(10) Sunan Ibnu Majah, I/ 403, hadits no: 1268.
(11) At-Talhish, II/ 98.
(12) As-Sunanul Kubra, III/ 347.
(13) Doa shalat Istisqa’, berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, dalam kitab Sunan-nya, I/ 692, hadits no: 1173.
(14) Al-Adzkar Lin Nawawi, 149.
(15) Ta’liq Al-Adzkar Lin Nawawi, Cet: Taha Putra Surabaya, dikatakan oleh Ibnu ‘Alan dalam Syarh Al-Adzkar, 149.
Semoga tidak berlebihan.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan, shalat Istisqa’ dilaksanakan dengan dua rakaat, tidak berbeda dalam sifat pelaksanaan shalat ‘Id, Imam Malik mengatakan demikian dengan meng-isyarah-kan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari, dari riwayat sahabat Ali Ra (1), kemudian dari riwayat ‘Ubbad bin Tamim, bahwa beliau Rosulullah Saw shalat dua rakaat bersama jama’ah. Keterangan ini juga seperti hadits yang diriwayatkan Aisyah Ra (2), para Ulama yang sependapat dengan pendapat ini, mereka men-ta’wil hadits Ibnu Abbas diatas, bahwa shalat Istisqa’ dikatakan sama dengan shalat ‘Id, adalah dalam jumlah rakaat-nya, bukan sifat shalat-nya. Mereka tidak menganggap hadist yang diriwayatkan Imam Ad-Darquthni (3) bahwa hadits Ibnu Abbas mengatakan Nabi Muhammad Saw bertakbir dalam shalat-nya tujuh takbir (dalam rakaat pertama), dan lima takbir (dalam rakaat ke-dua), seperti pelaksanaan shalat ‘Id, dan beliau membaca surah, Al-A’laa dan Al-Ghatsiyah (pada rakaat ke-dua).
Imam Abu Hanifah dalam Istisqa’, tidak ada tuntunan shalat didalam-nya, merujuk pada hadits yang dikeluarkan Abu Dawud (4), dan At-Tirmidzi (5) bahwa Nabi Muhammad Saw Istisqa’ (berdoa memohon hujan) di Ahjariz Zaiti (6) dengan berdoa. Hadits yang dikeluarkan oleh Abu ‘Awanah dalam kitab At-Tahlish (7), bahwa ada sekelompok orang yang mengadukan kekeringan kepada Rosulullah Saw, kemudian beliau bersabda: berlututlah kalian diatas tunggangan dan katakanlah “yaa rabbu.. yaa rabbu” dan kemudian dikabulkan doa-nya. Dan tetap diperbolehkan shalat, dan meninggalkan (tidak shalat) bermakna jawaz (boleh), dan dalam kitab AL-‘Ahdin Nabawiy (8), dijelaskan berbagai macam kaifiyah rosulullah dalam Istisqa’ (memohon hujan), yaitu sbb:
1. Nabi Muhammad Saw keluar ketempat shalat untuk shalat Istisqa’, beliau shalat dan berkhutbah.
2. Beliau berdoa Istisqa’ (berdoa memohon hujan) pada hari Jum’ah diatas mimbar pada pertengahan khutbah jum’ah.
3. Ketika di Madinah beliau berdoa diatas mimbar, pada selain hari jum’ah, dan beliau tidak melakukan shalat.
4. Beliau duduk berdoa Istisqa’ (doa memohon hujan) didalam masjid, dengan mengangkat tangan beliau, dan memohon kepada Alloh Swt.
5. Beliau berdoa Istisqa’ (memohon hujan) di Ahjariz Zaiti, didekat Zaura’ pada pintu masjid di Madinah.
6. Beliau berdoa Istisqa’ (doa memohon hujan) dalam pertempuran perang, ketika kancah tentara musyrikin sampai pada perairan, beliau berulangkali dalam berdoa.
Khutbah Shalat Istisqa’
Ada beberapa Ulama yang mengatakan tidak dianjurkan berkhutbah dalam shalat Istisqa’, hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abbas diatas, dan sebagian lain berpendapat dianjurkan berkhutbah seperti khutbah jum’ah, hal ini berdasarkan hadits dari A’isyah Ra (2). Kemudian apakah khutbah shalat Istisqa’ dilakukan sebelum shalat atau sesudah shalat? Ada beberapa Ulama yang mengatakan khutbah shalat Istisqa’ sebelum Shalat Istisqa’, dan ada juga yang berpendapat sesudah shalat Istisqa’ sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Pendapat yang ke-dua berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad (9), riwayat Ibnu Majah (10), dan riwayat ‘Awanah (11), dan hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi (12), bahwa Nabi Muhammad Saw keluar shalat Istisqa’ dengan shalat dua rakaat, kemudian berkhutbah.
Doa Shalat Istisqa’ (12)
الحمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، مَالِك يَوْمِ الدِّيْنِ، لَآ إِلَـهَ إلَّا اللهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ، اَللَّهُمّ أَنْتَ اللهُ لَآ إِلَهَ إلّآ أَنْتَ، أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَآءُ، أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَآ أَنْزلْتَ عَلَيْنَا قُوَّةً وَبَلَاغاً إِلَى حِيْنٍ
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seru seluruh alam, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang merajai hari kiyamat, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Yang melakukan apa yang Ia kehendaki. Ya Allah, Engkaulah Allah. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkau Maha kaya dan kami (hamba-Mu) yang fakir. Semoga Engkau turunkan pada kami hujan, dan jadikan apa yang Engkau turunkan sebagai kekuatan dan bekal hingga suatu batas yang lama”.
Tanbih (pepiling)
Disunahkan dalam Istisqa’ (berdoa memohon hujan), jika dalam suatu kelompok/ golongan, terdapat seseorang yang masyhur/ terkenal kesalehan-nya, agar berdoa kepada Alloh Swt, dengan berwasilah dengan kesalehan orang tersebut. Dengan mengatakan:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَسْقِيْ وَنَتَشَفَّعُ إِلَيْكَ بِعَبْدِكَ الْفُلَانٍ.
Artinya: Ya Alloh, sungguh kami memohon siraman hujan, dan memohon pertolongan kepada Engkau, dengan (wasilah/ perantara) hambamu, yaitu fulan (kata fulan diganti dengan nama seseorang yang masyhur kesalehan-nya) (14).Dalam Al-Adkar, juga diriwayatkan banyak atsar tentang wasilah ini, diantara-nya wasilah Umar bin Khatab dengan Nabi Muhammad Saw dan kesalehan Ibnu Abbas Ra, dan Muawiyah Ra berwasilah dengan kesalehan Yazid bin Al-Aswad (15).
Wallahu a’lam.
Ref:
(1) Lihat Shahih Bukhari II/ 514, hadits No: 1024, 1025, dan 1026.
(2) Hadits Aisyah ra, adalah Sbb;
وعن عائشةَ - رضي الله عنها - قالت: شَكا النّاس إلى رسُولِ الله - صلى الله عليه وسلم - قُحُوطَ المطرِ فأَمَرَ بمنْبر فَوُضِعَ لَهُ بالمُصَلَّى وَوَعَد النّاسَ يَوْماً يخْرُجُون فيه، فَخَرَجَ حين بدا حاجِبُ الشّمس فَقَعَد على المنبرِ فَكَبّر وحمد الله ثمَّ قالَ: «إنكمُ شَكَوْتمْ جدْبَ دياركُم وقدْ أَمركُمُ الله أَن تَدْعُوهُ وَوَعدَكُمْ أَن يَسْتجيبَ لَكُمْ» ثمَّ قالَ: «الحمْدُ لله ربِّ العالمينَ، الرَّحمن الرَّحيم، مَالِك يَوْمِ الدينِ، لا إلـه إلّا الله يَفْعَلُ ما يُريدُ، اللهُمّ أَنْتَ الله لا إله إلّا أَنْتَ، أَنْتَ الْغنيُّ ونَحْنُ الْفُقَراءُ، أَنزل عَلَيْنا الْغَيْثَ واجْعَلْ مَا أَنْزلْتَ علينا قُوَّةً وبلاغاً إلى حين» ثمَّ رَفَعَ يدَيْهِ فلَمْ يزَلْ حتّى رُئِيَ بَيَاضُ إبْطَيْهِ، ثمَّ حَوَّلَ إلى الناس ظَهْرَهُ وقَلَبَ رِداءَهُ وهُو رافعٌ يديْهِ، ثمَّ أَقْبلَ على النّاسِ ونزَلَ فَصَلَّى رَكعتَيْنِ، فَأَنْشأَ الله تعالى سَحَابةً فَرَعَدَتْ وبَرقَتْ ثمَّ أَمْطرتْ. رواهُ أبو داودَ وقال غريبٌ وإسنَادُهُ جَيِّدٌ.
(3) Lihat Sunan Ad-Darquthni, II/ 66, hadits no: 6
(4) Lihat Sunan Abu Dawud, I/ 690, hadits no: 1168, dari hadits Umair Ra.
(5) Lihat Sunan At-Tirmidzi, II/ 443, hadits no: 557
(6) Ahjariz Zaiti, adalah nama dari daerah di Madinah, dikatakan demikian karena bebatuan-nya yang hitam.
(7) Kitab At-Tahlish Li Ibni Hajar Al-Asyqalani, II/ 94-95
(8) Al-‘Ahdin Nabawi Li Ibi Qayyim II/ 480.
(9) Lihat Musnad Imam Ahmad, II/ 362.
(10) Sunan Ibnu Majah, I/ 403, hadits no: 1268.
(11) At-Talhish, II/ 98.
(12) As-Sunanul Kubra, III/ 347.
(13) Doa shalat Istisqa’, berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, dalam kitab Sunan-nya, I/ 692, hadits no: 1173.
(14) Al-Adzkar Lin Nawawi, 149.
(15) Ta’liq Al-Adzkar Lin Nawawi, Cet: Taha Putra Surabaya, dikatakan oleh Ibnu ‘Alan dalam Syarh Al-Adzkar, 149.
Semoga tidak berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar