Senin, 24 Februari 2014

ulama & khilafah

Jumhur ulama mengatakan bahwa sistem ideal dalam kepemimpinan islam adalah pada era Rosulullah Muhammad saw sampai pada periode al-Khulafurrasyidin. Pasca khulafa u r-rasyidin sejak Emporium Umaiyah yang berpusat di Damaskus, Abbaasiyah di Baghdad hingga Turki Usmani di Istambul mayoritas intelektual muslim mengatakan bukan suatu kepemimpinan islam seperti yang pernah digagas oleh Rasulullah Muhammad saw.

Bahkan sepanjang sejarah yang terentang selama hampir 8000 tahunan lebih, era muawiayah hingga turki usmani hanya dua orang yang disebut-sebut sebagai sosok ideal kholifah yaitu kholifah Umar bin Abdul Aziz jaman Emporium Muawiyah dan khalifah al Ma’mun Emporium Abbasiyah. Era Turki Usmani hampir tidak ada satu pun sultan nya yang mempunyai prestasi ideal hingga kekhalifahannya tumbang pada tahun 1924.

Dengan kata lain, secara metodologis kalau kita hendak menggeneralisasi maka dapat disimpulkan bahwa tidak cukup valid menjadikan corak kepemimpinan era kekholifahan ini sebagai sesuatu system kepemimpinan yang ideal di dalam islam. Karena dari sekian ratusan khalifah yang bertahta selama periode emperium islam itu hanya dua yang layak disebut ideal.

Problemnya memang pada peralihan system khulafa u ar-rasyidin ke emporium islam tersebut. Yaitu terjadinya degradasi nilai dan terkontaminasi arti kepemimpinan di dalam islam. Cara muawiyah bin abi sofyan meraih kekuasaannya lewat jalan pemberontakan berdarah (bughat) terhadap kepemimpinan saiyyidina aliy. Maka suksesi ini oleh banyak pihak dianggap cedera dan hingga kini eksesnya masih terasa, terutama mengenai kepingan-kepingan persatuan dan kesatuan di antara umat islam. Terutama pertentangan kuat antara Sunni vs Syiah dan irisan-irisannya.

Kepemimpinan dalam islam sebenarnya mendapat basis legitimasi kuat di dalam Al- Quran maupun Hadits. Di dalam Al-Quran jelas dinyatakan bahwa memang harus ada khalifah atau pemimpin di muka bumi untuk melakukan tugas-tugas pengelolaan bumi secara baik dan benar (Q.S. Al Baqarah: 30).

Kepemimpinan era Rasulullah saw hingga Khulafaurasyidin jelas yang dianggap paling mu’tabar. Mulai dari kepemimpinan Nabi Muhammad, kemudian dilanjutkan dengan khalifah Abu Bakar as siddiq, Umar ibn Khatab, Usman ibn Affan hingga Ali ibn Abi Thalib. Mengapa? Karena mempunyai integritas moral islam yang paripurna, yaitu menyatunya dua otoritas kepemimpinan sosial politik.

Namun pasca Khulafaurasyidin yang terjadi adalah terjadinya pemisahan : otoritas keagamaan ada di puncak imam atau ulama, sedang otoritas politik ada di tangan khalifah. Fakta sejarah membuktikan terjadinya deviasi atau penyimpangan norma dan moral kepemimpinan dalam islam setelah tidak menyatunya dua otoritas kepemimpinan ini. Di antara keduanya kerap sering kali saling menyerang dan bahkan tidak sedikit ulama dihukum gara-gara pendapatnya tidak sejalan dengan khalifah. Ahmad bin Hambal misalnya, terpaksa mendekam dalam penjara karena pandangan tidak sehaluan dengan khalifah al Ma’mun. al Ma’mun menyatakan faham mu’tazilah sebagai mazdab resmi negara, sedangkan Ahmad bin Hambal adalah seorang ahlul hadits. Kemudian Yahya bin Syaraf An Nawawi juga mendekam di penjara kerena fatwa-fatwanya bertentangan denga khalifah.

Konon al-mawardi pengarang kitab al-ahkamus sultaniyah yang terkenal itu, juga diinteverensi khalifah, lantaran ketika hendak menulis kriteria sosok pemimpin yang kuat, ada beberapa poin yang menyinggung khalifah. Maka, meski dia berdasarkan ijtihadnya mau menulis sebanyak 12 poin kriteria pemimpin yang kuat, dikurangi lima hingga tinggal 7 poin yang sesuai kemauan khalifah. Al ghazali dalam kitab ihya ulumuddin yang mengkatagorikan ulama as-su’ dan ulama akhirat sebenarnya karena menyindir perilaku kholifah yang tidak sesuai dengan spirit islam.

Era kekhalifahan seperti kurang bermakna bagi pengkokohan peradaban islam, alih-alih hanya untuk memperbesar pengaruh kekuasaan sang kholifah. Sepanjang era kekhalifahan, tak terhindari pertarungan perebutan wilayah otoritas. Antara otoritas agama yang dikawal ulama versus otoritas kekuasaan di tangan kholifah.

Maka sebenarnya ini juga menyangkut epistimologi kepemimpinan itu sendiri, yaitu mengenai tafsir kepemimpinan pasca rasulullah saw hingga khulafaurrasyidin tadi. Siapakah warasatul anbiya’, pewaris para nabi? Jumhur mufassirin memenagkan ulama sebagai waraatul anbiya’. Walaupun pengertian ini mengandung penyimpangan cukup berat. Karena sejatinya yang dimaksud kepemimpinan nabi adalah mereka yang mempunyai dua otoritas sekaligus; agama dan sosial politik. Namun faktanya kini sudah tekotak-kotak.

Sejak dulu Kebanyakan warga nahdiyin sudah terbiasa dengan pengkotakan kepemimpinan ini. Kiai dan ustadz di kampung kalau berpidato, lazimnya memberikan penghormatan kepada ulama sebagai entitas berbeda dengan pejabat pemerintahan. Jadi memang sudah jauh dari citra rasa kepemimpinan Rosulullah itu. Problemnya kalau ada sementara kelompok yang kini hendak menghidupkan kembali tradisi khilafah itu. Bahkan konon yang hendak dijadikan model adalah kekholifahan Tukri Usmani yang dianggap tidak mempunyai prestasi gemilang dalam sejarah peradaban islam. Apakah kita tidak perlu merenungkan kembali cita-cita yang boleh dibilang utopis dan bahkan fatamorgana?.

Peneliti dan ahli pemerintahan islam, Asghar ali engineer mengurai tentang cerita sukses besar kepemimpinan Rasulullah Muhammad di makkah dan di dunia arab pada umumnya kerena kemampuan Rasulullah menerjemahkan spirit al-quran menjadi sistem moral dan etis yang merangsang perubahan masyarakat arab. Dari masyarakat jahiliyah, corak masyarakat yang tidak seimbang karena elite suku atau kelompok kaya yang disebut syaikh, terus menindas kelompok bawah. Akibatnya kendati makkah waktu itu telah menjadi pusat transaksi perdagangan dan sentra uang internasional, namun ketimpangan sosial terus terjadi. Kelompok syaikh yang kaya semakin kaya, karena menjadikan posisinya sebagai oligopoli.

Islam datang dengan membawa semagat ingin menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Semangat atau etos kesetaraan dan keadilan itulah yang menjadi daya tarik luar biasa masyarakat arab masuk islam. Maka kepemimpinan Rasulullah Muhammad mulai dari hal yang sederhana yaitu menegakkan kesetaraan dan keadilan.

Dalam perjalanan waktu, pasca Khulafurrosyidin mulai terjadi praktik inkonsistensi. Kepemimpinan yang menegakkan kesetaraan dan keadilan secara perlahan berubah ke arah sentralistik individual tak uabahnya sistem kerajaan.

Para elite islam akhirnya terjebak dalam kepentingan politik kekuasaan. Menurut Muhammad sayyid al-wakil sejarahwan Mesir, kepentingan politik kekuasaan inilah yang banyak membawa korban jiwa dan terus melunturnya semangat jihad dalam islam.

Bagi NU, khilafah bukan sesuatu yang baru. Bahkan, karena khilafah NU didirikan. Pasca runtuhnya khilafah turki usmani tahun 1924, elite islam dan ulamaseluruh dunia merasa gelisah. Karena itu, lalu ada inisiatif untuk mengelar konferensi khilafah se-dunia yang di gelar Mesir. Kalangan ulama pesantren, berkeinginan ikut dalam konferensi khilafah internasional itu, untuk menyampaikan beberapa keberatan mengenai kebijakan penguasa baru arab saudi. Karena ketika itu, di arab saudi tidak diberlakukan kebijakan anti madzhab dan menjadikan Wahabi sebagai madzhab resmi kerajaan. Di samping anti madzhab Wahabi dengan didukung kerajaan akan menggusur situs-situs penting umat islam, seperti tempat kelahiran nabi muhammad, makam para sahabat dan sebagainya sebagai alasan karena takut terjadi praktek syirik.

Keinginan ulama pesantren terhalang oleh kalangan non-ulama pesantren. Alasannya ulama pesantren belum mempunyai organisasi semacam Muhammadiyah atau Syarikat Islam. Akhirnya ulama pesantren membentuk komite hijaz dengan mengirimkan KH Wahab Hasbullah dan Syaikh Ghonaim al Smir untuk bertemu raja Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Suud yang membuahkan semua hasil keberatan ulama pesantren diterima. Sukses komite hijaz membuat para ulama akhirnya menyatukan tekad mendirikan organisasi Nahdlotoel Oelama pada tanggal 31 januari 1926/ 16 rajab 1344 h di kampung kertopaten, surabaya.

Di indonesia pertarungan antara dua entitas: ulama vs kholifah ini sebenarnya dalam sejarh terbukti, dimenangkan kubu ulama. Karena ulamalah yang selalu ada dalam hati masyarakat. Ini kerena sudah lama ulama menyatu dengan denyut nadi masyarakat dengan membangun dan membimbingnya lewat pengajian-pengajian dari kampung ke kampung. Bahkan raja islam demak Raden Fatah dulu duduk di tahtanya karena ditunjuk dan mendapat mandat dari walisonggo yang merupakan kumpulan ulama.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

SEJARAJAH NAMA KHALIFAH

 membaca sejarah kekhalifahan mulai dr berdirinya sampai berakhirnya (kekhalifan Turki Utsmani).. dan membaca alasan2/penyebab runtuhnya masing2 era kekhalifahan itu sangat menarik..
nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:


1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)

2.’Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)

3.’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)

4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)

5.Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M)

Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun

1.Mu’awiyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)

2.Yazid bin Mu’awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)

3.Mu’awiyah bin Yazid (tahun 64-68 H/683-684 M)

4.Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)

5.’Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-68 H/685-705 M)

6.Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)

7.Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)

8.’Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)

9.Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724 M)

10.Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)

11.Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)

12.Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)

13.Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)

14.Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)

Masa kepemimpinan Bani Umayyah berakhir pada tahun 132 H. Ini terjadi setelah Marwan bin Muhammad mengalami kekalahan dalam Perang Zab, melawan pasukan yang dipimpin Abu Abbas as-Saffah dari Bani Abbasiyah. Sejak saat itu kekhilafahan beralih ke Bani Abbasiyah.
Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Irak

I. Dari Bani ‘Abbas :

1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)

2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)

3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)

4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)

5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)

6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)

7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)

8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)

9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)

10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)

11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)

12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)

13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)

14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)

15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)

16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)

17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)

18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)

II. Dari Bani Buwaih:

19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)

20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)

21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)

22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)

23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)

24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)

25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)

26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)

III. dari Bani Saljuk :

27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)

28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)

29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)

30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)

31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160)

32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)

33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)

34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)

35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)

36. al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)

37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)

Pembaiatan al-Muntanshir sebagai khalifah berlangsung pada tanggal 1 Rajab 659 H.

Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Mesir :

1. Al Mustanshir billah II (taun 660-661 H/1261-1262 M)

2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)

3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)

4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)

5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)

6. al Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)

7. Al Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)

8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)

9. Al Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)

10. Al Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)

11. Al Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)

12. Al Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)

13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)

14. Al Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)

15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)

16. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)

17. al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)

18. Al Mutawakkil ‘Alallah OV (tahun 914-918 H/1515-1517 M)

Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah yang perpusat di Mesir berakhir tahun 918 H. Ini terjadi ketika kondisi politik saat itu sudah sangat tidak stabil. Di samping karena adanya konflik internal, yang menyebabkan persatuan khilafah lemah, juga karena adanya ancaman serangan orang-orang Portugis yang sudah sampai di Luat Merah. Pada saat itu, kekuatan Utsmani yang ada di Turki muncul di bawah pimpinan Sultan Salim. Akhirnya, khalifah Abbasiyah terakhir, al-Mutawakkil ‘Alallah (III) turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Salim.

Kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 424 tahun, dari tahun 918-1342 H (1512-1924 M).
Para Khalifah masa Utsmaniyah :

1. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)

2. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)

3. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)

4. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)

5. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)

6. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)

7. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)

8. ‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)

9. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)

10. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)

11. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)

12. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)

13. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)

14. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)

15. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)

16. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)

17. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)

18. “Utsman IlI (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)

19. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)

20. ‘Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)

21. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)

22. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)

23. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)

24. ‘Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)

25. “Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)

26. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)

27. ‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)

28. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)

29. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)

30. ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M


1 komentar:

  1. Diindonesia tegak 1941 ...carilah .drpd mati dlm firqoh.../jahiliyah

    BalasHapus