Jumhur ulama mengatakan bahwa sistem ideal
dalam kepemimpinan islam adalah pada era Rosulullah Muhammad saw sampai
pada periode al-Khulafurrasyidin. Pasca khulafa u r-rasyidin sejak
Emporium Umaiyah yang berpusat di Damaskus, Abbaasiyah di Baghdad hingga
Turki Usmani di Istambul mayoritas intelektual muslim mengatakan bukan
suatu kepemimpinan islam seperti yang pernah digagas oleh Rasulullah
Muhammad saw.
Bahkan sepanjang sejarah yang terentang selama
hampir 8000 tahunan lebih, era muawiayah hingga turki usmani hanya dua
orang yang disebut-sebut sebagai sosok ideal kholifah yaitu kholifah
Umar bin Abdul Aziz jaman Emporium Muawiyah dan khalifah al Ma’mun
Emporium Abbasiyah. Era Turki Usmani hampir tidak ada satu pun sultan
nya yang mempunyai prestasi ideal hingga kekhalifahannya tumbang pada
tahun 1924.
Dengan kata lain, secara metodologis kalau kita
hendak menggeneralisasi maka dapat disimpulkan bahwa tidak cukup valid
menjadikan corak kepemimpinan era kekholifahan ini sebagai sesuatu
system kepemimpinan yang ideal di dalam islam. Karena dari sekian
ratusan khalifah yang bertahta selama periode emperium islam itu hanya
dua yang layak disebut ideal.
Problemnya memang pada peralihan
system khulafa u ar-rasyidin ke emporium islam tersebut. Yaitu
terjadinya degradasi nilai dan terkontaminasi arti kepemimpinan di dalam
islam. Cara muawiyah bin abi sofyan meraih kekuasaannya lewat jalan
pemberontakan berdarah (bughat) terhadap kepemimpinan saiyyidina aliy.
Maka suksesi ini oleh banyak pihak dianggap cedera dan hingga kini
eksesnya masih terasa, terutama mengenai kepingan-kepingan persatuan dan
kesatuan di antara umat islam. Terutama pertentangan kuat antara Sunni
vs Syiah dan irisan-irisannya.
Kepemimpinan dalam islam
sebenarnya mendapat basis legitimasi kuat di dalam Al- Quran maupun
Hadits. Di dalam Al-Quran jelas dinyatakan bahwa memang harus ada
khalifah atau pemimpin di muka bumi untuk melakukan tugas-tugas
pengelolaan bumi secara baik dan benar (Q.S. Al Baqarah: 30).
Kepemimpinan era Rasulullah saw hingga Khulafaurasyidin jelas yang
dianggap paling mu’tabar. Mulai dari kepemimpinan Nabi Muhammad,
kemudian dilanjutkan dengan khalifah Abu Bakar as siddiq, Umar ibn
Khatab, Usman ibn Affan hingga Ali ibn Abi Thalib. Mengapa? Karena
mempunyai integritas moral islam yang paripurna, yaitu menyatunya dua
otoritas kepemimpinan sosial politik.
Namun pasca
Khulafaurasyidin yang terjadi adalah terjadinya pemisahan : otoritas
keagamaan ada di puncak imam atau ulama, sedang otoritas politik ada di
tangan khalifah. Fakta sejarah membuktikan terjadinya deviasi atau
penyimpangan norma dan moral kepemimpinan dalam islam setelah tidak
menyatunya dua otoritas kepemimpinan ini. Di antara keduanya kerap
sering kali saling menyerang dan bahkan tidak sedikit ulama dihukum
gara-gara pendapatnya tidak sejalan dengan khalifah. Ahmad bin Hambal
misalnya, terpaksa mendekam dalam penjara karena pandangan tidak
sehaluan dengan khalifah al Ma’mun. al Ma’mun menyatakan faham
mu’tazilah sebagai mazdab resmi negara, sedangkan Ahmad bin Hambal
adalah seorang ahlul hadits. Kemudian Yahya bin Syaraf An Nawawi juga
mendekam di penjara kerena fatwa-fatwanya bertentangan denga khalifah.
Konon al-mawardi pengarang kitab al-ahkamus sultaniyah yang terkenal
itu, juga diinteverensi khalifah, lantaran ketika hendak menulis
kriteria sosok pemimpin yang kuat, ada beberapa poin yang menyinggung
khalifah. Maka, meski dia berdasarkan ijtihadnya mau menulis sebanyak 12
poin kriteria pemimpin yang kuat, dikurangi lima hingga tinggal 7 poin
yang sesuai kemauan khalifah. Al ghazali dalam kitab ihya ulumuddin yang
mengkatagorikan ulama as-su’ dan ulama akhirat sebenarnya karena
menyindir perilaku kholifah yang tidak sesuai dengan spirit islam.
Era kekhalifahan seperti kurang bermakna bagi pengkokohan peradaban
islam, alih-alih hanya untuk memperbesar pengaruh kekuasaan sang
kholifah. Sepanjang era kekhalifahan, tak terhindari pertarungan
perebutan wilayah otoritas. Antara otoritas agama yang dikawal ulama
versus otoritas kekuasaan di tangan kholifah.
Maka sebenarnya
ini juga menyangkut epistimologi kepemimpinan itu sendiri, yaitu
mengenai tafsir kepemimpinan pasca rasulullah saw hingga
khulafaurrasyidin tadi. Siapakah warasatul anbiya’, pewaris para nabi?
Jumhur mufassirin memenagkan ulama sebagai waraatul anbiya’. Walaupun
pengertian ini mengandung penyimpangan cukup berat. Karena sejatinya
yang dimaksud kepemimpinan nabi adalah mereka yang mempunyai dua
otoritas sekaligus; agama dan sosial politik. Namun faktanya kini sudah
tekotak-kotak.
Sejak dulu Kebanyakan warga nahdiyin sudah
terbiasa dengan pengkotakan kepemimpinan ini. Kiai dan ustadz di kampung
kalau berpidato, lazimnya memberikan penghormatan kepada ulama sebagai
entitas berbeda dengan pejabat pemerintahan. Jadi memang sudah jauh dari
citra rasa kepemimpinan Rosulullah itu. Problemnya kalau ada sementara
kelompok yang kini hendak menghidupkan kembali tradisi khilafah itu.
Bahkan konon yang hendak dijadikan model adalah kekholifahan Tukri
Usmani yang dianggap tidak mempunyai prestasi gemilang dalam sejarah
peradaban islam. Apakah kita tidak perlu merenungkan kembali cita-cita
yang boleh dibilang utopis dan bahkan fatamorgana?.
Peneliti
dan ahli pemerintahan islam, Asghar ali engineer mengurai tentang cerita
sukses besar kepemimpinan Rasulullah Muhammad di makkah dan di dunia
arab pada umumnya kerena kemampuan Rasulullah menerjemahkan spirit
al-quran menjadi sistem moral dan etis yang merangsang perubahan
masyarakat arab. Dari masyarakat jahiliyah, corak masyarakat yang tidak
seimbang karena elite suku atau kelompok kaya yang disebut syaikh, terus
menindas kelompok bawah. Akibatnya kendati makkah waktu itu telah
menjadi pusat transaksi perdagangan dan sentra uang internasional, namun
ketimpangan sosial terus terjadi. Kelompok syaikh yang kaya semakin
kaya, karena menjadikan posisinya sebagai oligopoli.
Islam
datang dengan membawa semagat ingin menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat. Semangat atau etos kesetaraan dan keadilan itulah yang
menjadi daya tarik luar biasa masyarakat arab masuk islam. Maka
kepemimpinan Rasulullah Muhammad mulai dari hal yang sederhana yaitu
menegakkan kesetaraan dan keadilan.
Dalam perjalanan waktu,
pasca Khulafurrosyidin mulai terjadi praktik inkonsistensi. Kepemimpinan
yang menegakkan kesetaraan dan keadilan secara perlahan berubah ke arah
sentralistik individual tak uabahnya sistem kerajaan.
Para
elite islam akhirnya terjebak dalam kepentingan politik kekuasaan.
Menurut Muhammad sayyid al-wakil sejarahwan Mesir, kepentingan politik
kekuasaan inilah yang banyak membawa korban jiwa dan terus melunturnya
semangat jihad dalam islam.
Bagi NU, khilafah bukan sesuatu
yang baru. Bahkan, karena khilafah NU didirikan. Pasca runtuhnya
khilafah turki usmani tahun 1924, elite islam dan ulamaseluruh dunia
merasa gelisah. Karena itu, lalu ada inisiatif untuk mengelar konferensi
khilafah se-dunia yang di gelar Mesir. Kalangan ulama pesantren,
berkeinginan ikut dalam konferensi khilafah internasional itu, untuk
menyampaikan beberapa keberatan mengenai kebijakan penguasa baru arab
saudi. Karena ketika itu, di arab saudi tidak diberlakukan kebijakan
anti madzhab dan menjadikan Wahabi sebagai madzhab resmi kerajaan. Di
samping anti madzhab Wahabi dengan didukung kerajaan akan menggusur
situs-situs penting umat islam, seperti tempat kelahiran nabi muhammad,
makam para sahabat dan sebagainya sebagai alasan karena takut terjadi
praktek syirik.
Keinginan ulama pesantren terhalang oleh
kalangan non-ulama pesantren. Alasannya ulama pesantren belum mempunyai
organisasi semacam Muhammadiyah atau Syarikat Islam. Akhirnya ulama
pesantren membentuk komite hijaz dengan mengirimkan KH Wahab Hasbullah
dan Syaikh Ghonaim al Smir untuk bertemu raja Abdul Aziz bin Abdurrahman
Al Suud yang membuahkan semua hasil keberatan ulama pesantren diterima.
Sukses komite hijaz membuat para ulama akhirnya menyatukan tekad
mendirikan organisasi Nahdlotoel Oelama pada tanggal 31 januari 1926/ 16
rajab 1344 h di kampung kertopaten, surabaya.
Di indonesia
pertarungan antara dua entitas: ulama vs kholifah ini sebenarnya dalam
sejarh terbukti, dimenangkan kubu ulama. Karena ulamalah yang selalu ada
dalam hati masyarakat. Ini kerena sudah lama ulama menyatu dengan
denyut nadi masyarakat dengan membangun dan membimbingnya lewat
pengajian-pengajian dari kampung ke kampung. Bahkan raja islam demak
Raden Fatah dulu duduk di tahtanya karena ditunjuk dan mendapat mandat
dari walisonggo yang merupakan kumpulan ulama.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
SEJARAJAH NAMA KHALIFAH
membaca
sejarah kekhalifahan mulai dr berdirinya sampai berakhirnya (kekhalifan
Turki Utsmani).. dan membaca alasan2/penyebab runtuhnya masing2 era
kekhalifahan itu sangat menarik..
nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)
2.’Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)
3.’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)
4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)
5.Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M)
Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun
1.Mu’awiyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)
2.Yazid bin Mu’awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)
3.Mu’awiyah bin Yazid (tahun 64-68 H/683-684 M)
4.Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)
5.’Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-68 H/685-705 M)
6.Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)
7.Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)
8.’Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)
9.Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724 M)
10.Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)
11.Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)
12.Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)
13.Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)
14.Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)
Masa
kepemimpinan Bani Umayyah berakhir pada tahun 132 H. Ini terjadi
setelah Marwan bin Muhammad mengalami kekalahan dalam Perang Zab,
melawan pasukan yang dipimpin Abu Abbas as-Saffah dari Bani Abbasiyah.
Sejak saat itu kekhilafahan beralih ke Bani Abbasiyah.
Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Irak
I. Dari Bani ‘Abbas :
1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
II. Dari Bani Buwaih:
19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
III. dari Bani Saljuk :
27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160)
32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
36. al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)
Pembaiatan al-Muntanshir sebagai khalifah berlangsung pada tanggal 1 Rajab 659 H.
Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Mesir :
1. Al Mustanshir billah II (taun 660-661 H/1261-1262 M)
2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)
3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)
5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
6. al Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)
7. Al Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)
8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
9. Al Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
10. Al Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)
11. Al Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)
12. Al Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)
13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
14. Al Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
16. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)
17. al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
18. Al Mutawakkil ‘Alallah OV (tahun 914-918 H/1515-1517 M)
Masa
kepemimpinan Bani Abbasiyah yang perpusat di Mesir berakhir tahun 918
H. Ini terjadi ketika kondisi politik saat itu sudah sangat tidak
stabil. Di samping karena adanya konflik internal, yang menyebabkan
persatuan khilafah lemah, juga karena adanya ancaman serangan
orang-orang Portugis yang sudah sampai di Luat Merah. Pada saat itu,
kekuatan Utsmani yang ada di Turki muncul di bawah pimpinan Sultan
Salim. Akhirnya, khalifah Abbasiyah terakhir, al-Mutawakkil ‘Alallah
(III) turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Salim.
Kepemimpinan
Khilafah Utsmaniyah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama,
sekitar 424 tahun, dari tahun 918-1342 H (1512-1924 M).
Para Khalifah masa Utsmaniyah :
1. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)
2. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)
3. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)
4. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)
5. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)
6. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)
7. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)
8. ‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)
9. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)
10. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)
11. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)
12. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)
13. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)
14. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)
15. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)
16. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)
17. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)
18. “Utsman IlI (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)
19. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)
20. ‘Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)
21. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)
22. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)
23. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)
24. ‘Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)
25. “Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)
26. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)
27. ‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)
28. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)
29. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)
30. ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M
Diindonesia tegak 1941 ...carilah .drpd mati dlm firqoh.../jahiliyah
BalasHapus