0696. Biografi Imam Abu Syuja' Shohibu Ghoyatut Taqrib
SYAIKH IMAM ABU SYUJA’ (433-593/1042-1196) : Pengarang Kitab Taqrib
SYIHAB al-Dunya wa ad-Din Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Asfahani
al-Syafi’i, populer dengan panggilan Abu Syuja’, berasal dari Isfahan,
salah satu kota di Persia, Iran.
Ia dilahirkan di Bashrah pada
tahun 433 H/1042 M. Pernah menjabat sebagai mentri pada dinasti bani
Saljuk tahun 447H/1455M, sehingga dikenal dengan julukan Syihabuddunya
waddin (bintang dunia dan agama). Di saat itu ia dapat menyebar luaskan
agama dan keadilan. Kebiasaannya, tak pernah keluar rumah sebelum shalat
dan membaca al-Qur’an sedapat mungkin.
Dalam urusan kebenaran,
ia tak pernah gentar akan caci maki, hujatan dan kecaman dari siapapun,
baik pejabat atau penjahat. Ketika menjabat sebagai mentri, Abu Syuja’
sangat dermawan. Ia mengangkat sepuluh orang pembantu untuk
membagi-bagikan hadiah dan sedekah. Mereka diserahi seratus dua puluh
ribu dinar. Uang sebanyak itu dibagi-bagikan kepada para ulama dan
orang-orang yang saleh.
Abu Syuja’ adalah pakar fikih mazhab
Syafi’i. Di Bashrah ia mendalami mazhab fikih yang dipelopori Imam
Syafi'i selama ini, emapat puluh tahun tahun lebih, sehingga menjadi
pakar fikih madzhab Syafi’I. Pada akhir usianya, ia memilih untuk hidup
dalam kezuhudan. Seluruh hartanya dilepas dan ia pergi ke Madinah.
Menyapu, menghampar tikar dan menyalakan lampu Mesjid Nabawi, merupakan
aktivitas rutinnya setiap hari. Setelah salah seorang pembantu Mesjid
Nabawi meninggal dunia, Abu Suja’ mengambil alih tugas-tugasnya.
Rutinitas ini beliau jalani sampai ajal menjemputnya pada tahun 593
H/1166 M.
Abu Suja’ meninggal di Madinah. Janazahnya dimakamkan
di Mesjid yang ia bangun sendiri di dekat Bab Jibril, sebuah tempat
yang pernah disinggahi malaikat Jibril. Letak kepalanya berdekatan
dengan kamar makam Nabi dari sebelah timur.
Allah
menganugerahkan usia panjang kepada tokoh besar ini.160 tahun lamanya ia
menghirup udara dunia. Akan tetapi dalam jangka waktu yang sangat
panjang itu, tak satupun dari dari anggota tubuhnya yang cacat. Ketika
ditanya mengenai rahasianya, beliau menjawab: “Aku tidak pernah
menggunakan satupun dari anggota tubuhku untuk bermaksiat kepada Allah.
Karena pada masa mudaku aku meninggalkan maksiat, maka Allah menjaga
tubuhku di usia senja.”
Penjelasan riwayat hidup Abu Syuja’
yang diurai diatas disebut dalam beberapa kitab syarah Fath al-Qorib dan
dikutil oleh beberapa orang. Tampaknya, semua sepakat bahwa Abu Syuja’
lahir pada tahun 433 H. tapi, mengenai tahun wafatnya masih
diperselisihkan oleh beberapa kalangan. Yang menarik al-Bajuri
menyebutkan bahwa Abu Syuja’ wafat pada tahun 488. padahal dalam redaksi
lainnya ia menyebut persis seperti pesyarah yang lain. Haji Khalifah
dalam Kasyf az- Zhunun menuturkan bahwa Abu Syuja’ meninggal pada tahun
488.
Dalam pernyataan bahwa, Abu Syuja’ pernah menjabat sebagai
wazir pun masih perlu diselidiki kebenarannya. Sumber-sumber kitab
sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu memang ada seorang wazir
berjuluk Abu Syuja’. Ia dikenal adil dan alim. Ia juga mengarang kita
Takmilah li-Kitab Tajarid al-Umam karya Ibnu Maskaweh. Ia juga bermazhab
Syafi’i dan berguru pada Syekh Abu Ishaq as-Syirazi di Baghdad.
Disebutkan pula bahwa ia terlahir pada tahun 437 dan wafat pada 488.
tahun wafat itu sama dengan yang dsebut oleh al-Bajuri dan Haji
Khalifah. Di sinilah timbul kekaburan.
Namun Abu Syuja’ sang
wazir itu tidak bernisbah al-isfahani. Nisbahnya adalah ar-Rudzarawari.
Namanya pun berbeda. Sang wazir itu bernama Muhammad al-Husain bin
Muhammad bin Abdillah bin Ibrahim. Sedang Abu Syuja’, pengarang Taqrib,
bernama Ahmad bin al-Husain binAhmad bin al- Isfahani. Hanya saja, kedua
orang itu bertepatan berkunyah sama yaitu Abu Syuja’. Dalam kitab-kitab
sejarah juga disebutkan bahwa Abu Syuja’, sang wazir Dinasti Abbasiyah,
wafat di madinah. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa kedua orang
itu berbeda.
Mungkin saja para pesyarah fath al-Qorib seperti
al-Bajuri, Syek Nawawi Banten dan majid al-Humawi ikut pada al-Bujairimi
yang salah sadur dari ad-Dairobi. Yang lebih baik adalah mempercayai
apa yang ada dalam Thabaqat as-Syafi’iyah karya as-Subki dan Dairah
al-Ma’arif al-Islamiyah yang menyebut keduanya terpisah dan berbeda.
Ghayah al-Ikthishar yang dikarang oleh Abu Syuja’ termasuk karya
terindah mengenai pokok-pokok fikih. Kitab yang lebih dikenal dengan
sebutang Taqrib ini, mencakup permasalahan yang luas meskipun bentuknya
kecil. Seorang ulama mengubah bait-bait syair, memuji Abi Suja’ dan
karya monumentalnya, Ghayah al-Ikhtishar, yang lebih popular dengan
sebutan Taqrib:
Wahai yang menghendaki faidah berkesinambungan
Demi peroleh keluhuran dan kemanfaatan
Dekatilah ilmu-ilmi itu
Jadilah kau pemberani
Dengan Taqribnya (pendekatan) Abi Syuja’ (bapak para pemberani).
Karena padat dan pentingnya isi kitab ini, para imam berpacu
mensyarahi, mengomentari, memberi catatan kaki serta merumuskanya dalam
bait-bait nazam. Di antaranya syarah-syarah tersebut ialah:
1.Kifayah al-Akhyar fi Syarh al-Ikhtisar, karya Imam Taqiyuddin bin
Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-Dimasyqi, w. 829 H. kitab ini sebanyak
dua jilid.
2.al-Iqna’ fi Hall Alfazh Abi Syuja’, karya al-Khatib al-Syarbini.
3.Fath al-Qarib al-Mujib fi syarh at-Taqrib atau al-Qaul al-Mukhtar fi
syarh Ghayat al-Ikhtishar, karya Abu Abdillah Muhammad bin Qasim
al-Gazzi, w. 918 H. Dan masih banyak lainnya.
(Ditulis kembali dari Buku: Guruku Dipesantren karya LPSI Pondok Pesantren Sidogiri. Diterbitkan pada tahun 1420 H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar