(a) Menjima’ istri ketika sedang haidh, sebagaimana firman-Nya:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
(البقرة: 222)
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah: “Itu adalah sesuatu yang kotor, karena itu jauhilah para istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka hingga mereka suci“. (QS. Al-Baqarah: 222)(b) Menjima’ istri pada duburnya, dan ini merupakan dosa besar, sebagaimana sabdanya:
مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا
(رواه أبو داود وغيره)
“Terlaknat, orang yang menjima’ wanita di duburnya” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya)Selain kedua hal di atas itu dibolehkan, bagaimanapun bentuknya, sebagaimana firman-Nya:
نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُم
(البقرة: 223)
“Para Istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu bagaimana saja kalian menghendaki” (QS. Al-Baqarah: 223).
قال في التفسير الميسر: فجامعوهن في محل الجماع فقط وهو القبل, بأي كيفية شئتم
Dalam tafsir Al-Muyassar ( 35) dikatakan: “Maka ber-jima’-lah dengan istri kalian di tempat jima’-nya saja, -yakni vaginanya-, dengan cara apapun kalian menghendaki”.
Kedua: Boleh bagi suami untuk meminta istrinya melakukan hal yang disebutkan oleh penanya diatas, dan puasa istri tetap sah. Karena itu tidak termasuk hal yang membatalkan puasa, wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar