Jawaban:
Selama berkeyakinan bahwa pernikahan yan dilakukan pada hari dan bulan yang telah ditentukan bahwa yang memberi rezeki dan yang memberi kelancaran adalah Allah, maka boleh, sebagaimana disampaikan oleh Imam Syafii:
(مَسْئَلَةٌ) اِذَا سَأَلَ رَجُلٌ اَخَرَ هَلْ لَيْلَةُ كَذَا اَوْ يَوْمُ كَذَا يَصْلُحُ لِلْعَقْدِ اَوِ النَّقْلَةِ فَلاَ يَحْتَاجُ اِلَى جَوَابٍ لاَنَّ الشَّارِعَ نَهَى عَنِ اعْتِقَادِ ذَلِكَ وَزَجَرَ عَنْهُ زَجْرًا بَلِيْغًا فَلاَ عِبْرَةَ بِمَنْ يَفْعَلُهُ . وَذَكَرَ ابْنُ الْفَرْكَاحِ عَنِ الشَّافِعِي اِنَّهُ اِنْ كَانَ الْمُنَجِّمُ يَقُوْلُ وَيَعْتَقِدُ اِنَّهُ لاَ يُؤَثِّرُ اِلاَّ اللهُ وَلَكِنْ اَجْرَى اللهُ الْعَادَةَ بِاَنَّهُ يَقَعُ كَذَا عِنْدَ كَذَا وَالْمُؤَثِّرُ هُوَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فَهَذَا عِنْدِي لاَ بَأْسَ بِهِ وَحَيْثُ جَاءَ الذَّمُّ يُحْمَلُ عَلَى مَنْ يَعْتَقِدُ تَأْثِيْرَ النُّجُوْمِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْمَخْلُوْقَاتِ . وَاَفْتَى الزَّمْلَكَانِي بِالتَّحْرِيْمِ مُطْلَقًا وَاَفْتَى ابْنُ الصَّلاَحِ بِنَحْرِيْمِ الضَّرْبِ بِالرَّمَلِ وَبِالْحَصَى وَنَحْوِهَا وَقَالَ حُسَيْنٌ اْلاَهْدَلُ وَمَا يُوْجَدُ مِنَ التَّعَالِيْقِ فِي الْكُتُبِ مِنْ ذَلِكَ فَمِنْ خُرَفَاتِ بَعْضِ الْمُنَجِّمِيْنَ وَالْمُتَحَذْلِقِيْنَ وَتَرَهَاتِهِمْ لاَ يَحِلُّ اعْتِقَادُ ذَلِكَ وَهُوَ مِنَ اْلاِسْتِقْسَامِ بِاْلاَزْلاَمِ وَمِنْ جُمْلَةِ الطِّيْرَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا وَقَدْ نَهَى عَنْهُ عَلِيٌّ وَابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا (تلخيص المراد في فتاوى ابن زياد 206)
“Jika seseorang bertanya kepada yang lainnya: Apakah mala mini atau hari ini cocok dijadikan hari pernikahan atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab, sebab Agama Islam melarang keyakinan hal tersebut dan mencegahnya. Maka tidak perlu dijadikan pegangan bagi yang melakukannya. Ibnu Farkah mengutip dari asy-Syafii bahwa; Jika peramal mengatakan dan meyakini bahwa tidak ada yang memberi kuasa kecuali Allah, tetapi Allah mentakdirkan suatu kebiasaan bahwa sesuatu akan terjadi pada hari-hari tertentu, sedangkan yang menentukan itu semua adalah Allah, maka tidak apa-apa menurut saya. Sementara larangan yang ada adalah ketika seseorang meyakini datangnya kekuatan dari bintang tertentu dan lainnya. az-Zamlakani memberi fatwa haram secara mutlak. Ibnu Shalah memberi fatwa mengadu nasib dengan kerikil dan batu. al-Ahdal berkata: Cara-cara (seperti rajah) yang ditemukan dalam kitab maka hanya perbuatan khurafat tukang ramal dan tipuannya, yang dilarang meyakininya, sebab hal itu bagian dari mengadu nasib dan termasuk percaya pada kesialan yang dilarang. Diantara yang melarangnya adalah Ali dan Ibnu Abbas” (Talkhis al-Murad fi Fatawa Ibni Ziyad 206)
Dikutip dari Aswaja Center NU JATIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar