Selasa, 23 Juni 2015

KITAB NURUL MUSTHOFA 2

 KAJIAN KITAB NURUL MUSTHOFA 2 KARYA AL-HABIB MURTADLO BIN ABDULLAH AL-KAFF

SAMBUNGAN DARI KAJIAN KITAB NURUL MUSTHOFA JILID 1

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين  اما بعد

Dalam kitab  NURUL-MUSHTHOFA II ini, kami akan melanjutkan sebagian dari kisah suci kehidupan Baginda Rasulullah SAW yang mana kita para pecinta Beliau SAW tentunya sangat haus dan rindu untuk mengenal seluruh kepribadian dan keagungan Beliau junjungan kita kekasih Allah SWT Baginda  Nabi Agung Mumammad Rasulullah SAW, yang mana keagungan dan kemuliaanya sangatlah nyata dan terang benderang melebihi matahari.
Alangkah mulia dan agungnya Engkau wahai Baginda Rasulullah SAW. Engkaulah makhluk yang sangat dicintai oleh Allah SWT Dzat yang menguasai alam semesta. Engkaulah makhluk pertama yang diciptakan Allah SWT dari cahaya, dan adanya kami semua bahkan seluruh alam semesta adalah  semata-mata demi kasih sayang Allah SWT kepadamu wahai Nabi yang penuh dengan keberkahan.
Alangkah mulia dan agungnya kedudukan Engkau di Sisi Allah SWT, wahai Baginda Rasulullah SAW. Tiada satupun Para Nabi dan Rasul berwasilah dengan keagungan dan kemuliaanmu di Sisi-Nya kecuali Allah SWT pasti mengabulkan permohonannya, mengampuninya dan mencurahkan anugerah-Nya.
Alangkah tulus suci dan murninya pengabdianmu kepada Allah SWT, wahai Baginda Rasulullah SAW, Engkau senantiasa bertasbih, tahmid dan takbir sejak Engkau diciptakan berupa cahaya, dipunggungnya para Nabi, di rahimnya para ibu yang suci sehingga Engkaupun terlahir dalam keadaan bersujud dengan bertasbih, tahmid dan takbir kepada Allah SWT, dengan disertai cahaya yang terang benderang memenuhi angkasa dan gema tasbih, tahmid dan takbir dari para malaikat dan para bidadari dan dengan fenomena alam yang sangat luar biasa menunjukan kemuliaan dan keagunganmu di Sisi Allah SWT yang mengemban tugas suci risalah ilahi sebagai sumber Rahmat belas kasih sayang bagi alam semesta.
Alangkah besar kepedulian dan perhatianmu kepada kami, wahai Baginda Rasulullah SAW. Engkau curahkan segenap daya dan upaya tanpa menghiraukan segala rintangan dan derita, bahkan Engkau sebarkan anak cucumu ke seluruh penjuru dunia demi keselamatan dan kebahagiaan kami di dunia, alam kubur dan padang mahsar, bahkan Engkaupun tak akan merasa puas dan lega sehingga seluruh umatmu selamat dari neraka dan masuk surga.
Sesungguhnya hanyalah orang yang mengenal, menghayati dan menjiwai kepribadian Beliau SAW yang bisa memahami dan mengetahui keagungan dan kemuliaan Beliau SAW, sebagaimana disebutkan;
من لا يعرف لا يدرك حقيقتها
“Sesungguhnya orang yang tidak kenal maka tidak akan tahu keagungannya”
Dan juga pepatah mengatakan; "Tak kenal maka tak sayang".
Semoga kitab ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang kepribadian dan keagungan Beliau junjungan kita Kekasih Allah SWT Baginda  Nabi Agung Mumammad Rasulullah SAW, sehingga kita semakin mengenal, menghayati dan menjiwai kepribadian Beliau SAW yang mulia dan agung dan tertanam dalam hati sanubari kita rasa kagum bangga dan cinta kepada Beliau SAW sehingga mudah bagi kita untuk mengikuti dan meneladani serta menjalankan ajaran suci Beliau junjungan kita Kekasih Allah SWT Baginda  Nabi Agung Mumammad Rasulullah SAW.
    Dan di sini kami ingin meneruskan rangkuman sebagian dari sejarah dan keutamaan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang kami awali dari lahirnya Beliau dan kami jadikan sebagai landasan utama untuk melengkapi kitab “Nurul Mushthafa I”. yang telah kami nukil data-datanya dari kitab para ulama sholihin ahlussunnah waljama’ah yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
    Dengan adanya data-data yang sangat akurat tersebut, maka sudah semestinya bagi kita untuk meyakini kebenarannya dari lubuk hati yang dalam.
    Apabila kita benar-benar menjadi pengikut dan pembela setia Baginda Nabi Besar Muhammad SAW , niscaya hal itu adalah merupakan suatu kemuliaan dan kebanggaan yang agung bagi kita sebagai umatnya Baginda Nabi Muhammad SAW.. Dan alangkah indahnya apabila kita membicarakan sirah/sejarah Beliau kepada anak istri kita, sanak keluarga kita, dan saudara-saudara kita umat Islam, dengan suatu perasaan yang penuh dengan kebanggaan yang tiada duanya. Bahkan sesungguhnya hal itu akan mendatangkan limpahan rahmat yang sangat deras dari Allah SWT kepada kita. Karena, hanya dengan membicarakan keutamaan orang sholih saja bisa mendatangkan rahmat dari Allah SWT sebagaimana di sebutkan di kitab At-Tamhid Lil-Imam Ibnu Abdil Baari juz 17 hlm 429 ;
قال الإمام سفيان بن عيينة :  عند ذكر الصالحين تتنزل الرحمة
    Yang artinya kurang lebih:
    “Imam Sufyan bin Uyainah berkata; "Sesungguhnya dengan membicarakan keutamaan orang sholihin akan menurunkan rahmat (belas kasih sayang) dari Allah SWT”.
Apalagi yang kita bicarakan ini adalah kekasihnya Allah SWT yang menjadi junjungan bagi seluruh penghuni alam semesta, pasti akan mengucur lebih deras limpahan rahmat Allah SWT kepada kita. Sehingga dengannya bisa mendapati ampunan atas segala dosa-dosa yang telah kita lakukan, dan juga semoga denganya bisa mendapati taufiq dan hidayah untuk melakukan amal ibadah yang diridloi oleh Allah SWT, sehingga meninggal dunia dalam keadaan husnul khotimah, serta masuk sorga Allah SWT yang dipenuhi dengan segala kenikmatan dan keindahan yang kekal abadi selama-lamanya. Aamiin.
    Dan sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas,  bahwa kami ingin meneruskan rangkuman sebagian dari sejarah dan keutamaan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang kami awali dari lahirnya Beliau SAW, sampai menjadi Rasul Utusan Allah SWT.
    Bahwa sesungguhnya Baginda Nabi Muhammad SAW dilahirkan di kota yang paling mulia di Sisi Allah SWT di muka bumi ini. Yaitu kota Makkah Al-Mukarromah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Zaadul Ma’aad Lil Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziy juz 1 hlm 47;
وَمِنْ هَذَا اخْتِيَارُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِن الْأَمَاكِنِ وَالْبِلَادِ خَيْرَهَا وَأَشْرَفَهَا وَهِيَ الْبَلَدُ الْحَرَامُ فَإِنّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اخْتَارَهُ لِنَبِيّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ
 (زاد المعاد للإمام إبن قيم الجوزي جزء ١ص ٤٧ )
    Yang artinya kurang lebih:
    “Sesungguhnya Allah SWT telah memilihkan untuk kekasih-Nya tempat lahir yang paling baik dan paling mulia yaitu kota Makkah Al-Mukarromah”.
Dan dalam kitab ‘Umdatul Qori Syarakh Shahih Bukhari juz 7 hlm 257  Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda:
والله إنك لخير الأرض وأحب أرض الله إلى الله ولولا أني أخرجت منك ما خرجت
( عمدة القاري شرح الصحيح البخاري ج ٧   ص  ٢٥٧  )
Yang artinya kurang lebih:
“Demi Allah sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi yang paling mulia dan paling dicintai Allah SWT. Kalau bukan karena aku diperintah untuk keluar darimu (hijrah ke Madinah), tentu aku tidak akan keluar darimu”.
    Dan perlu diketahui bahwa sesungguhnya masjid yang pertama kali dibangun di muka bumi ini adalah Masjidil Haraam sebagaimana  Firman Allah SWT:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
( آل عمران ٩٦  )
    Yang artinya kurang lebih:
    “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia “ (Q.S.Aali Imraan 96)
    Dan mengenai tanggal lahirnya Beliau Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, sebagaimana disebutkan di kitab Madaarijus Shu’uud Lil Imam Nawawi Al-Bantaniy  hlm 12 bahwa menurut pendapat yang unggul di kalangan ulama ahlus sunnah waljama’ah, sesungguhnya Beliau SAW lahir pada saat menjelang fajar hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah.
    Dan sesungguhnya Allah SWT mempunyai kehendak agar tiada seorang makhlukpun yang melihat aurat kekasih-Nya, sehingga Beliau Baginda Nabi Besar Muhammad SAW dilahirkan dalam keadaan sudah khitan dan terputus tali pusarnya.Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Sirah Ibnu Katsir Juz 1 hlm 208 :
عن ابن عباس عن أبيه العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : ولد رسول الله صلى الله عليه وسلم مختونا مسرورا
( سيرة إبن كثير ج ١ ص   ٢٠٨   )
    Yang artinya kurang lebih:
    “Shahabat Abbas bin Abdul Muthalib RA berkata; Bahwa Sesungguhnya Baginda Rasulullah Muhammad SAW lahir dalam keadaan sudah khitan dan terputus tali pusarnya (dalam keadaan bersih dan suci )”.
Dan juga telah disebutkan di Kitab Al-Khosho’ishul Kubra Lil-Imam Jalaluddin As-Suyuthi Juz 1 hlm 91 :
أخرج الطبراني في الأوسط وأبو نعيم والخطيب وابن عساكر من طرق عن انس عن النبي {صلى الله عليه وسلم} انه قال من كرامتي على ربي اني ولدت مختونا ولم ير أحد سوأتي
(الخصائص الكبرى للإمام أبو الفضل جلال الدين عبد الرحمن أبي بكر السيوطي  ج ١  ص  ٩١ )
Yang artinya kurang lebih:
“Shahabat Anas bin Malik RA berkata bahwa Baginda Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya diantara kemuliaan yang Allah SWT limpahkan kepadaku adalah aku terlahir dalam keadaan sudah khitan sehingga tidak ada satu makhlukpun yang melihat auratku”.
(H.R.Imam Abu Na’im , Imam Khatib & Ibnu ‘Asakir).
Bahkan ketika Baginda Nabi Besar Muhammad SAW dilahirkan, Ibunda Beliau Sayyidah Aminah RA dan Sayyidah Maryam sama sekali tidak melihat auratnya. Yang nampak terlihat hanyalah suatu cahaya yang sangat agung berkilauan. Sebagaimana yang diterangkan di kitab Nurul Mushthafa yang pertama. Dan tidak terlihat oleh Ibundanya (Sayyidah Aminah) selain Beliau Baginda Nabi Besar Muhammad SAW sudah dalam keadaan bersih rapi dengan terselimuti sutra putih di atas hamparan sutra hijau dalam keadaan bersujud mengiba ke Hadirat Allah SWT dengan mengangkat jari telunjuknya dan mengucapkan :
ألله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا
”Allah Maha Besar dengan segala Keagungan-Nya. Segala puji bagi Allah atas segala anugerah-Nya, Maha Suci Allah kekal abadi selama-lamanya”
Begitu pula ketika Baginda SAW dalam asuhan Sy. Halimah RA, tidak ada seorangpun yang melihat auratnya. Karena setiap hari muncul cahaya dari langit, sebagaimana yang disaksikan sendiri oleh Sy. Halimah RA, beliau berkata:
    “Bahwa sesungguhnya setiap hari muncul cahaya dari langit kepada Beliau SAW dan tidak lama kemudian menghilang.”

Bahkan sesunguhnya istri-istri Beliau SAW pun tidak pernah melihat aurot Beliau SAW sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab Subulul-Huda War-Rosyad juz 9 hlm 72 :
روى ابن أبي شيبة والقاضي أبو بكر المروزي في مسند عائشة – رضي الله تعالى عنها – قالت: وما رأيت من رسول الله صلى الله عليه وسلم وما رأى مني.
"Sayidatuna ‘Aisyah RA berkata, “ Sesungguhnya aku tidak pernah melihat aurot Baginda Rasulullah SAW, dan Beliaupun tidak pernah melihat aurotku “
Intinya, mustahil bagi siapapun untuk bisa melihat aurot Baginda Rasulullah SAW , sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab Khoshoishul-Kubro juz 2 hlm 411:
وأخرج ابن سعد والبزار والبيهقي من طريق يزيد بن بلال عن علي فإنه لا يرى أحد عورتي إلا طمست عيناه
"Dari Sayidina Ali RA : Baginda Rasulullah SAW bersabda, ” Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang bisa melihat aurotku kecuali sebelumnya ia akan menjadi buta “
Dan sesungguhnya haikal (fisik/jasad) Beliau Baginda Nabi Besar Muhammad SAW adalah terisi cahaya yang sangat agung dalam jiwanya, serta memancar ke seluruh tubuhnya, sehingga menjadikan Beliau SAW sebagai insan paling sempurna  yang sangat anggun berwibawa dan sangat luar biasa keindahan dan ketampanannya. Bukan artinya Beliau seperti lampu,   sebagaimana hal itu dijelaskan di kitab Al-Insan Al-Kaamil Lil-Imam Al-Muhaddits As-Sayyid Muhammad bin Alawiy al-Malikiy hlm 22:
أن معنى كونه صلى الله عليه وسلم نورا أي أنه جسم مشع وهذا وهم أو سوء فهم فكأنه بهذا قد جعله صلى الله عليه وسلم مصباحا وسراجا "لمبة كهربائية" وهو صلى الله عليه وسلم أجل وأكرم وأرفع وأعظم من أن يكون كذلك نعم لا مانع عندنا من أنه صلى الله عليه وسلم قد يظهر منه ضوء محسوس كما يسطع من الأجسام المضيئة المشعة ولكن هذا لا يكون دائما وإنما يكون عند الحاجة
(الإنسان الكامل للإمام المحدث السيد الحبيب محمد بن علوي المالكي الحسني ص ٢٢  )
Yang artinya kurang lebih:
“Sesungguhnya mengartikan bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai Nur yang jasadnya selalu mengeluarkan sinar adalah suatu pemahaman yang salah. Karena hal itu adalah menyamakan Baginda Nabi Muhammad SAW seperti lampu listrik yang menyala. Padahal hakikatnya Beliau SAW sesungguhnya lebih agung, lebih mulia, lebih luhur dan lebih utama dari hal itu. Maka yang benar adalah bahwa Beliau Baginda Nabi Besar Muhammad SAW dalam dirinya tersimpan nur/cahaya agung yang terkadang keluar bersinar pada saat-saat tertentu”.
Dan juga disebutkan dalam kitab tersebut hlm 19, Al-Imam Al-Muhaddis As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawiy Al-Malikiy berkata :
ثبت أنه صلى الله عليه وسلم قد أعطي الحسن كله ولكن هذا الجمال النبوي متوج بأمرين عظيمين الأول الهيبة الجلالية والثاني النور الضيائي ولذلك لم يفتتن به من يراه بخلاف يوسف عليه السلام فإنه مع كونه أعطي نصف الحسن إلا أنه لما رآه النسوة قطعن أيديهن وقلن حاش لله ما هذا بشرا إن هذا إلا ملك كريم
Yang artinya kurang lebih:
“Sesungguhnya telah ditetapkan dalam riwayat hadis bahwa Baginda Nabi Besar Muhammad SAW telah dianugerahi Allah SWT ketampanan wajah yang paling sempurna. Namun ketampanan Beliau diliputi dua hal yang agung, yaitu; 1. kewibawaan yang sangat agung 2. cahaya yang bersinar kemilauan. Itulah sebabnya tidak menjadikan fitnah yang mencelakakan bagi orang yang melihatnya. Berbeda dengan Nabi Yusuf AS yang dianugerahi Allah SWT separo dari ketampanan Baginda Nabi SAW (Yang tidak diliputi haibah/kewibawaan sebagaimana Baginda Nabi SAW), sehingga menjadikan para wanita yang melihatnya terpikat sampai mereka tak terasa mengiris-iris tangannya dengan pisau dan berkata; “Maha Suci Allah, sungguh ini bukanlah manusia biasa, tetapi Malaikat yang sangat agung”.
Dan telah diriwayatkan oleh Ibunda Baginda Rasulullah SAW Sayyidah Aminah RA sebagaimana yang disebutkan di kitab As-sirah An-Nabawiyyah juz 3 hlm 222 bahwa sesungguhnya setelah Sayyidatuna Aminah RA melahirkan Baginda Rasulullah SAW, beliau melihat Baginda Rasulullah SAW laksana bulan purnama dan tercium olehnya keharuman yang sangat luar biasa keluar dari tubuhnya.
Dan sebagaimana pula dijelaskan di kitab tersebut pada halaman yang sama, bahwa Imam Ahmad  bin Hanbal Rahimahullah meriwayatkan hadis dari Shahabat Anas bin Malik Radliyallahu Anhu berkata; “Sungguh aku belum pernah mencium bau minyak misik dan ambar yang lebih harum dari bau harum yang keluar dari tubuh Baginda Rasulullah SAW”.
Begitu pula diriwayatkan di kitab tersebut hlm 225 Imam Muslim juga meriwayatkan hadis dari shahabat Anas bin Malik Radliyallahu Anhu bahwa suatu hari Baginda Rasulullah SAW datang berkunjung ke rumah kami. Beliau kemudian tidur qoilulah (waktu dluha) di tempat kami. Tiba-tiba ibuku (yakni Ummu Sulaim binti Malhan RA yang masih saudara sesusu dengan Nabi SAW) mendekat ke tempat Nabi SAW dan memasukkan keringat Nabi SAW yang menetes kedalam botol. Seketika Beliau Rasulullah SAW terbangun lantas bertanya kepada Ummu Sulaim RA; “Wahai Ummu Sulaim, apa yang sedang kamu lakukan ini ?!”.Ummu Sulaim RA menjawab; “Wahai Baginda Rasulullah SAW, sesungguhnya saya sedang mengumpulkan tetesan keringatmu kedalam botol untuk kami gunakan sebagai wewangian/minyakan kami. Karena bau harum keringatmu melebihi segala keharuman minyak wangi”.
Begitu pula diriwayatkan di kitab tersebut hlm 225 Imam Abu Na’im telah meriwayatkan hadis dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha berkata ; “Sungguh telapak tangan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW lebih lembut/halus dari pada sutera. Setiap Beliau SAW bersalaman dengan seseorang, niscaya bau harumnya tercium sepanjang hari pada orang tersebut. Bau harum Beliau adalah alami sebagai anugerah mukjizat dan kemuliaan dari Allah SWT. Dan setiap anak kecil yang dipegang kepalanya oleh Beliau SAW, maka dapat diketahui  diantara teman-temannya dengan adanya bau semerbak yang keluar darinya”.
Begitu pula diriwayatkan di kitab tersebut hlm 222 Imam Abu Ya’la dan Imam At-Thabaraniy telah meriwayatkan hadis dari shahabat Abu Hurairah Radliyallahu Anhu bahwa ada seseorang datang menghadap kepada Baginda Rasulullah SAW  dan berkata; “Wahai Baginda Rasulullah SAW, aku akan menikahkan putriku, tolong bantu aku wahai Rasulullah ”. Beliau SAW menjawab :”Shahabatku, saat ini aku belum punya sesuatu (untuk membantumu), namun besok datanglah kamu ke sini lagi dengan membawa botol yang lebar ujung/mulutnya serta sepotong kayu”. Esoknya, shahabat tersebut datang menghadap kepada Baginda Nabi SAW dengan membawa botol dan sepotong kayu. Kemudian Baginda Nabi SAW mengambil botol tersebut. Dan memasukkan keringat Beliau SAW yang sangat suci dan semerbak harum baunya yang mengalir dari lengannya kedalam botol tersebut sampai penuh. Beliau SAW lantas bersabda; “Wahai shahabatku, bawalah botol ini. Sampaikan pada putrimu agar dijadikan sebagai wewangian untuk dirinya. Kemudian shahabat tersebut melaksanakan perintah Baginda Rasulullah SAW. Sehingga setiap putrinya memakai wewangian tersebut, seketika bau harum semerbak memenuhi sekitar rumahnya sampai para tetangganya menamakan rumah shahabat tersebut Baitul Muthayyabin yakni rumahnya orang-orang yang baunya sangat harum”.
Begitu pula diriwayatkan di kitab tersebut hlm 225 Imam Abu Naim juga meriwayatkan hadis dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha  berkata; “Sungguh Beliau Baginda Rasulullah SAW adalah insan yang paling tampan wajahnya dan paling bercahaya kulitnya. Tidak pernah seorangpun yang menyifati Beliau SAW kecuali  pasti menyerupakan Beliau SAW dengan bulan purnama. Dan setiap Beliau SAW berkeringat, wajahnya pasti bercahaya seperti mutiara yang indah berkilauan yang baunya sangat harum sekali tiada duanya”.
Dan juga diriwayatkan di kitab Madarijus Shu’ud hlm 17, bahwa sesungguhnya di saat Rasulullah SAW lahir, banyak dari kaum Quraisy yang menjenguk dan mengucapkan selamat atas kelahiran Beliau SAW.   Begitu pulang ke rumah, keluarganya terkejut dengan bau harum semerbak darinya, dan menanyakan apakah dirinya memakai minyak wangi? Maka diapun menjawab bahwa bau semerbak harum ini bukanlah dari minyak wangi, tetapi dirinya baru saja pulang dari menjenguk Muhammad bin Abdullah SAW.
Sesungguhnya, ini semua adalah sebagai anugerah yang sangat agung dari Allah SWT yang dilimpahkan kepada Beliau Baginda Rasulullah SAW  dan sebagai mukjizat yang menunjukkan keutamaan dan keistimewaan Beliau Rasulullah SAW di Sisi Allah SWT.
Bahwa sesungguhnya ketika Baginda Rasulullah SAW lahir, yang pertama kali menyusui Beliau adalah ibunda tercinta Sayyidah Aminah Radliyallahu Anha, yang kedua adalah  Sayyidah Suwaibah Al-Aslamiyyah Radliyallahu Anha, baru kemudian Sayyidah Halimatus Sa’diyyah Radliyallahu Anha.
Beliau Sayyidah Halimah Radliyallahu Anha adalah wanita yang suci nan mulia di Sisi Allah SWT yang telah dilimpahi anugerah agung dari Allah SWT dengan dipilih untuk menyusui dan merawat kekasih-Nya Baginda Rasulullah Muhammad SAW..
Dan pada hakikatnya Allah SWT telah menentukan pilihannya tersebut, serta menjaga kesuciannya dari perbuatan jahiliyyah. Dan Allah SWT telah melimpahkan pula kepadanya kebersihan lahir batin, semata-mata hal itu adalah demi memuliakan dan mengagungkan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW
Dan sesungguhnya daerahnya Sayyidah Halimah yang bernama Bani Sa’d yang terletak di sekitar Thoif sedang mengalami paceklik yang sangat panjang. Meskipun demikian, dengan taufiq dan hidayah dari Allah SWT, Beliau Sayyidah Halimah senantiasa ridlo, sabar dan selalu bersyukur kepada Allah SWT, sebagaimana disebutkan di kitab Nuzhatul Majaalis juz 2 hlm 79, yang artinya kurang lebih:
“Shahabat Abdullah bin Abbas Radliyallahu Anhu berkata; “Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan malaikat-Nya untuk menyerukan panggilan; "Wahai seluruh makhluk ciptaan Allah SWT. Ketahuilah oleh kalian semua, sesungguhnya telah lahir kekasih  Allah SWT Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Sungguh beruntung sekali makhluk yang dipilih untuk menyusui dan merawatnya” Setelah para makhluk Allah SWT mendengar seruan tersebut, maka mereka memohon kepada Allah SWT agar diizinkan untuk merawatnya, bahkan para malaikatpun sangat mengharapkan hal itu. Maka Allah SWT Berfirman: ”Ketahuilah oleh kalian semua wahai makhluk-Ku, sesungguhnya Aku telah menetapkan Halimah untuk merawat dan menyusuinya”
Dan sebagaimana telah dijelaskan di kitab tersebut bahwa kondisi Sayyidah Halimah RA sebelumnya adalah dalam keadaan miskin dan susah kehidupannya, namun Beliau tetap memperbanyaki bersyukur kepada Allah SWT, meskipun kehidupan  Sayyidah Halimah RA semakin berat, makan cuma apa adanya dari tanam-tanaman yang ada di sekitarnya. Ditambah lagi beliau baru saja melahirkan anak kedua berupa laki-laki, maka kesulitan demi kesulitanpun semakin bertambah dan memuncak, sehingga beliau cuma makan sedikit sekali dalam seminggu. Dalam keadaan yang penuh dengan kesengsaraan, beliau mimpi didatangi seseorang yang menuntunnya menuju telaga air yang putih jernih melebihi susu. Sayyidah Halimah RA disuruh meminumnya. Beliau kemudian minum sampai merasa kenyang dan bertanya; “Wahai tuan, siapakah sebenarnya anda ?” Orang tersebut menjawab; “Wahai Halimah, ketahuilah  olehmu, sesungguhnya aku adalah Al-Hamd yang berbentuk sebagai manusia dikarenakan pujianmu kepada Allah SWT di saat kamu dalam keadaan sulit ataupun senang. Pergilah engkau ke Makkah, niscaya kamu akan mendapati kemakmuran dari sana.
Maka 7 hari kemudian setelah Baginda Rasulullah SAW lahir, Sayyidah Halimah bersama suami dan anaknya yang bernama Abdullah pergi ke Makkah untuk mencari penghasilan (merawat dan menyusui bayi).
Dan sebagaimana disebutkan di kitab Sirah Ibnu Hisyam hlm 37 Sayyidah Halimah menceritakan dirinya; “Bahwa aku, suamiku dan anakku yang masih kecil pergi ke Makkah beserta rombongan dari Bani Sa’ad untuk mencari penghasilan (merawat dan menyusui bayi). Dan hal itu terjadi pada tahun paceklik yang sangat dahsyat sehingga hewan-hewan ternak kami  banyak yang mati, dan pada saat itu kota Makkah dalam keadaan subur makmur. Kemudian kami berangkat dengan mengendarai hewan keledai yang sudah tua nan kurus, serta kami bawa pula onta untuk kami perah susunya. Dan pada malam hari kamipun tak bisa tidur akibat tangisan anak kami yang kelaparan dikarenakan air susuku sudah tidak muncukupinya lagi. Apalagi air susu onta kami juga tak bisa diharapkan lagi. Kami benar-benar dalam kondisi yang sangat kritis. Hanya tersisa suatu harapan datangnya suatu pertolongan dan jalan keluar dari kesulitan kami ini. Maka, kamipun tetap berangkat ke Makkah dengan keledai tua yang tertatih-tatih dan lambat sekali, sehingga rombongan kami merasa keberatan dan payah atas lambatnya keledai kami. Akhirnya kamipun sampai juga di Makkah, dan mencari bayi yang akan kami susui.
Pada saat itu pula, Sayyiduna Abdul Muthalib (kakek Baginda Nabi SAW) mendengar hatif (seruan malaikat yang diperintah oleh Allah SWT) yang menyerukan agar Beliau Rasulullah SAW jangan disusukan kecuali kepada Sayyidah Halimatus Sa’diyyah RA, sebagaimana disebutkan di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 56:
إن ابن آمنة الآمين محمد         خير الأنام وخيرة الأخيار
ما أن له غير الحليمة مرضع      نعم الأمينة هي على الأبرار
مأمونة من كل عيب فاخش     ونقية الأثواب والأوزار
لاتسلمنه إلى سواها أنه           أمر حكيم جاء من جبار

“Sesungguhnya Muhammad SAW Al-Amiin putra Sayyidah Aminah, adalah insan yang paling utama dan sebaik-baiknya pilihan Allah SWT. Tiada yang berhak untuk menyusuinya kecuali Halimatus Sa’diyyah. Dialah (Halimah) sebaik-baiknya wanita pilihan yang terjaga dari segala aib dan kejelekan, serta telah disucikan lahir dan batinnya. Janganlah sekali-kali engkau serahkan Muhammad SAW selain kepadanya. Sungguh ini adalah suatu keputusan dan ketetapan dari Allah SWT Dzat Yang Maha Kuasa atas segala-galanya”.
Sesampainya Sayyidah Halimah di Makkah, maka dengan izin Allah SWT  Beliau ditemukan dengan Sayyiduna Abdul Muthalib. Seketika Sayyiduna Abdul Muthalib mengetahui bahwa beliau (Sayyidah Halimah) adalah sebagian dari rombongan para wanita yang sedang mencari anak untuk dirawat dan disusuinya.
Sebagaimana disebutkan di kitab As-sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 55, Sayyidah Halimah RA berkata:
“Kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib menemuiku dan bertanya: “Siapakah sesungguhnya engkau dan dari manakah asalmu ?” Akupun menjawab: “Wahai Tuan Abdul Muthalib, saya adalah seorang wanita biasa dari kabilah Bani Sa’ad”. Beliau bertanya lagi; “Siapakah namamu ?”. Akupun menjawab lagi: “Duhai tuan Abdul Muthalib, namaku adalah Halimah”. Beliaupun kemudian tersenyum bahagia dan berkata: “Halimah dan Sa’diyyah adalah dua nama yang sangat indah sekali yang menunjukkan kemuliaan dan kebaikan dunia akhirat, maukah kamu menyusui dan merawat  cucuku, niscaya engkau mendapati keberuntungan yang abadi?”. Akupun menjawab; “Wahai tuan, sungguh saya bersedia, segera pertemukan saya dengannya”.  Maka wajah Tuan Abdul Muthalib semakin berbinar-binar memancarkan kebahagian yang meluap (atas tercapainya apa yang diharapkan). Kemudian Beliau mengajakku masuk ke dalam rumah Sayyidah Aminah RA. Sesampainya di sana, beliau (Sayyidah Aminah RA) menyambutku dan berkata; “Selamat datang dan kami senang bertemu denganmu”. Kemudian beliau (Sayyidah Aminah RA) mengajakku masuk ke kamar Baginda Rasulullah SAW dengan sangat perlahan-lahan dan sangat hati-hati. Setelah aku melihatnya, aku sangat kagum dengan keindahan wajahnya yang sangat anggun mempesona laksana mutiara yang tiada duanya. Beliau SAW sedang tidur dengan pulas berselimutkan sutera yang sangat putih dan jernih melebihi putihnya susu dan terhampar di bawahnya sutera hijau yang sangat indah dan semerbak bau yang sangat harum menyebar dari tubuhnya. Maka akupun mendekatinya dengan sangat perlahan dan hati-hati karena khawatir membangunkan Beliau dari tidurnya. Dan dengan sangat hati-hati aku usapkan tanganku di dada Beliau. Tiba-tiba Beliau terbangun dan membuka kedua matanya dan tiba-tiba pula memancar cahaya dari kedua mata Beliau dan kemudian Beliaupun memandangku dengan senyumnya yang sangat indah. Akupun terpana dan sangat kagum, belum pernah selama hidupku aku melihat peristiwa yang sangat luar biasa seperti ini.. Akupun tak sabar lagi untuk secepatnya memegang dan memeluknya. Seketika itu pula, dengan reflek aku cium keningnya (antara kedua matanya). Aku angkat, aku gendong, aku peluk dan tiba-tiba kedua payudaraku yang tadinya sedikit air susunya, seketika menjadi penuh dan deras air susunya. Maka Akupun memberikan susu kanan kepada Beliau, dan Beliaupun  meminumnya. Begitu aku pindahkan ke sebelah kiri, Beliau menolaknya. Seakan-akan Beliau memberikan isarah bahwa susuku yang kiri adalah untuk anakku Abdullah.
Sebagaimana dijelaskan di kitab tersebut tentang hal ini bahwa: Ahlul ilmi mengatakan sesungguhnya Allah SWT memberikan ilham kepada Beliau Baginda Rasulullah SAW, bahwa Beliau mempunyai saudara yang menyusu bersamanya, maka Beliau memberikan bagian untuknya.
Sayyidah Halimah RA berkata: “Setelah Beliau SAW merasa cukup, kemudian aku susui anakku Abdullah dengan susu kiri sampai kenyang dan tidur pulas. Padahal sebelumnya anakku tidak pernah bisa tidur pulas karena lapar.  Pada saat itu pula, suamiku yang sedang menunggu di luar mendekati onta yang kami bawa. Tiba-tiba onta kami tersebut kelihatan segar, gemuk dan kantong susunya  penuh dengan air susu. Kemudian ia memerah susunya untuk kami minum sampai kami merasa segar dan kenyang sekali.. Dan kamipun bisa tidur pulas di malam itu, padahal sebelumnya kami tak pernah bisa tidur pulas.
Maka, pada pagi harinya suamiku berkata: "Wahai istriku tercinta Halimah, sungguh kita telah mendapatkan bayi agung yang sangat mulia dan penuh keberkahan".
Demikian pula, keledai kami yang dulunya kurus dan lemah kini tiba-tiba menjadi, gemuk, kuat, sehat dan cepat jalannya.
Sayyidah Halimah berkata: "Di saat kami sekeluarga dan rombongan akan pulang, aku melihat keledaiku sujud menghadap ke ka’bah sebanyak tiga kali dan mengangkat kepalanya ke langit. Akupun lantas naik keledai tersebut dan menggendong Baginda Rasulullah SAW . Demi Allah, keledaiku sangat cepat sekali jalannya, tidak ada satupun yang bisa mengejarnya, sampai rombonganku pada heran dan berkata: ”Wahai Halimah binti Abi Dzuaib, kasihanilah kami, perlahanlah jangan cepat-cepat jalannya. Bukankah itu keledaimu yang dulunya lemah dan lambat jalannya  ?!” Akupun menjawab: ” Benar teman-temanku. Demi Allah, sungguh inilah keledai itu”. Kemudian diantara  mereka menjawab: ”Demi Allah,sungguh itu adalah suatu keajaiban yang sangat luar biasa”. Dan seketika itu juga terdengar jelas olehku keledaiku berkata dengan bahasa arab yang fasih: ”Demi Allah, sungguh Allah SWT telah melimpahiku keajaiban yang luar biasa. Allah SWT telah mengembalikan kekuatan dan semangatku, serta menjadikanku gemuk dan segar. Camkan oleh kalian semua hai kabilah Bani Sa’ad. Apakah kalian tidak sadar, siapakah sesungguhnya yang ada di punggungku ini?. Sesungguhnya Beliau adalah Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi Kekasihnya Allah SWT, sebagai junjungan seluruh para Nabi dan Rasul.  Dan Beliaulah sebaik-baiknya seluruh makhluk Allah SWT di alam semesta ini”.
    Dengan adanya beraneka ragam peristiwa ini semua, sudah dipastikan bahwa Sayyidah Halimah RA semakin memuncak kekaguman dan kebanggaannya kepada Beliau SAW.
Dan sesungguhnya ibunda Beliau SAW, Sayyidah Aminah Radliyallahu ‘Anha, tentu tidak sembarangan menyerahkan buah hatinya (Rasulullah Muhammad SAW kekasih Allah SWT) begitu saja kepada Sayyidah Halimah Radliyallahu ‘Anha. Namun Beliau semata-mata hanya melaksanakan kehendak Allah SWT dengan penuh keyakinan bahwa sesungguhnya Allah SWT pasti akan senantiasa melindungi dan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Bagimana tidak, karena sesungguhnya beliau Sayyidah Aminah Radliyallahu ‘Anha telah menyaksikan sendiri tentang keagungan putranya (Rasulullah Muhammad SAW) dengan adanya berbagai macam mukjizat yang sangat luar biasa yang terjadi sejak sebelum dilahirkan, saat dilahirkan dan sesudah dilahirkannya Beliau SAW, sebagaimana yang tercantum dalam kitab Nurul Mushthafa yang pertama. Dengan itu semua, Sayyidah Aminah RA senantiasa merasa tenang , tentram  dan ridlo hatinya atas segala sesuatu yang menjadi kehendak Allah SWT.
Dan sesampainya sayyidah Halimah Radliyallahu ‘Anha di daerahnya (Bani Sa’ad), beliau melihat keajaiban-keajaiban yang sangat menakjubkan. Sebagaimana dijelaskan di kitab Sirah Ibnu Hisyam hlm 38, beliau (Sayyidah Halimah RA) berkata:
“Setelah kami sampai rumah, tiba-tiba kami melihat kambing-kambing kami telah menjadi gemuk, segar dan penuh air susunya, padahal sebelumnya dalam keadaan kurus dan daerah kami masih dalam keadaan tandus kekeringan. Maka, seketika itu pula langsung kami perah susunya dan kami minum hingga kami semua merasa kenyang.”
    Dan sebagaimana telah disebutkan di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 58, bahwa Sayyidah Halimah RA berkata:
“Dan setelah kami masuk rumah, tiba-tiba kami mencium bau harum semerbak yang sangat luar biasa wanginya di setiap ruangan rumah kami. Maka dengan bangga aku ceritakan kepada para tetanggaku segala keajaiban yang telah aku lihat sendiri tentang kemuliaan dan keberkahan anak yang kubawa ini (Beliau Muhammad bin Abdullah SAW). Dan merekapun meyakini hal tersebut, sehingga apabila ada diantara mereka yang sakit, maka mereka meletakkan telapak tangan Beliau SAW di tempat yang sakit, sehingga dengan izin Allah SWT penyakit tersebut segera sembuh”.
    Disebutkan pula di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 57 bahwa sesungguhnya saat Beliau SAW menginjak usia 3 bulan sudah bisa berdiri tegak. Saat Beliau SAW menginjak usia 5 bulan sudah mampu berjalan lancar. Saat Beliau SAW menginjak usia 9 bulan sudah benar-benar bisa berbicara dengan sangat fasih. Dan saat Beliau SAW menginjak usia 10 bulan sudah pandai memanah. Beliau SAW sangat cepat sekali perkembangan fisiknya, hingga begitu menginjak usia 2 tahun sudah menjadi anak yang kuat fisiknya. Dan begitulah segala macam anugerah kemuliaan dari Allah SWT selalu melimpah dan terus bertambah kepada Beliau Muhammad bin Abdullah SAW.
    Dan sesungguhnya tidak ada seorang makhlukpun yang bisa melihat auratnya Beliau SAW, sebagaimana disaksikan sendiri oleh Sayyidah Halimah RA, sebagaimana disebutkan di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 57 Sayyidah Halimah RA berkata: “Bahwa sesungguhnya setiap hari senantiasa cahaya turun dari langit kepada Beliau SAW, dan tidak lama kemudian menghilang (dengan tujuan untuk menyelimuti Beliau SAW dengan cahaya sehingga tidak terlihat auratnya, sebagaimana Sabda Baginda Nabi SAW yang artinya kurang lebih: ”Sesungguhnya diantara kemuliaan yang Allah SWT anugerahkan kepadaku adalah tidak ada seorang makhlukpun yang melihat auratku").
Dan juga dijelaskan di kitab tersebut hlm 58, bahwa sesungguhnya Beliau SAW tidaklah memegang atau mengambil sesuatu kecuali membaca Bismillah. Dan disebutkan pula di kitab Madarijus Shu’ud hlm 24 bahwa sesungguhnya Sayyidah Halimah RA selama 2 tahun bersama Beliau SAW senantiasa mendapatkan berbagai macam anugerah yang sangat indah dari Allah SWT. Sehingga kehidupannya penuh dengan kebahagiaan, kesejahteraan dan kemakmuran.
Dan disebutkan di kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hlm 58 Sayyidah Halimah RA berkata; "Setelah Beliau SAW berumur 2 tahun, kami membawanya ke Makkah untuk dikembalikan kepada ibundanya. Padahal sesungguhnya kami sangat menginginkan Beliau SAW menetap di tempat kami. Karena berkah Beliau SAW, yang senantiasa melimpah kepada kami. Namun karena adanya kesepakatan antara kami dan ibundanya Beliau SAW yaitu mengembalikannya setelah Beliau SAW berumur 2 tahun, maka dengan berat hati kamipun mengembalikannya".
Setelah kami sampai di hadapan ibunda Beliau SAW (Sayyidah Aminah RA), kamipun mengutarakan keinginan kami untuk kembali mengasuh Beliau SAW. Maka akupun berkata kepada Beliau Sayyidah Aminah RA; "Ijinkanlah kami untuk mengasuhnya lagi. Dan mengembalikannya setelah Beliau SAW dewasa". Dan tak henti-hentinya kami meminta ijin kepadanya, sehingga Beliaupun mengijinkan kami untuk mengasuhnya lagi.
Dan di saat kami pulang membawa Beliau SAW, kami melewati pasar Dzil Majaz, di situlah kami berpapasan dengan dukun sesat yang berhubungan dengan setan. Saat dia melihat Beliau SAW, maka dia tercengang karena telah mengetahui tanda-tanda kenabian Beliau SAW .Bahwa Beliau  SAW lah yang akan membasmi dukun-dukun dan akan memusnahkan patung-patung. Dan dengan berteriak-teriak kepada masyarakat di sekitarnya dukun tersebut berkata:
"Wahai masyarakat arab, bunuhlah anak ini sekarang juga,  sebelum dia membinasakan agama kalian dan menghancurkan patung-patung sesembahan kalian dan sebelum dia mengalahkan kalian".
Akan tetapi atas perlindungan Allah SWT dan para Malaikat-Nya, mereka tidak menghiraukan teriakan-teriakan dukun tersebut. Dan tak henti-hentinya dukun tersebut meneriakkan hal itu sampai ia menjadi gila dan mati seketika. Dan secepatnya Sayyidah Halimah RA menyelamatkan Beliau SAW dan membawanya pulang ke rumahnya.
    Dan disebutkan pula di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 53 setelah Sayyidah Halimah RA sampai di rumahnya, maka diapun semakin memuncakkan perhatiannya dan selalu mengawasi dimanapun Beliau SAW berada dengan penuh belas kasih saying, dan tidak dibiarkan Beliau SAW jauh dari pandangannya. Demikianlah hari demi hari berlalu, kehidupan Sayyidah Halimah RA dan keluarganya bersama Beliau SAW mengalami ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian. Sampai pada suatu saat Sayyidah Halimah RA tidak melihat Beliau SAW berada di sekitarnya. Dengan perasaan cemas dan khawatir diapun mencarinya. Tidak lama kemudian dia menemukan Beliau SAW bersama dengan Syaema’ (putri kandung Halimah RA yang telah menginjak dewasa yang selalu membantunya dalam menjaga dan mengasuh Beliau SAW). Maka Sayyidah Halimah RA berkata;
“Wahai Syaema’ tidak selayaknya kamu membawa Beliau SAW  keluar di bawah terik matahari yang sangat panas.” Kemudian Syaema’ pun menjawab :
“Wahai Ibunda, saya tidak pernah melihat Beliau SAW kepanasan terkena terik matahari, karena kemana saja saya bawa Beliau SAW, senantiasa mega-mega menaunginya”. Sayyidah Halimah RA berkata:
”Benarkah apa yang telah kamu katakan?”
Maka Syaema’ pun bersumpah dan berkata:
“Ya, demi Allah, sungguh yang aku katakan adalah benar”. Kemudian Sayyidah Halimah RA dengan penuh perhatian dan kasih sayangnya berdo’a;
أعوذ بالله من شر ما نحاذرعلى ابني
Yang artinya kurang lebih:
“Ya Allah lindungilah anakku ini dari segala sesuatu yang aku khawatirkan”
Kemudian diapun membawa Beliau SAW pulang ke rumahnya. Dan tak lama kemudian Sayyidah Halimah RA  menyaksikan sendiri bahwa mega-mega selalu menaungi Beliau SAW, khususnya di saat terik matahari yang sangat panas. Demikianlah, bulan demi bulan berlalu, Sayyidah Halimah RA dan keluarganya bersama Beliau SAW telah mengalami berbagai macam peristiwa-peristiwa yang sangat indah yang tak ada hentinya. Sehingga tempat yang dihuni oleh mereka laksana taman dari taman-taman sorga yang selalu disejahterakan dan diindahkan kehidupannya oleh Allah SWT disertai dengan perlindungan-Nya yang sangat agung. Sebagaimana Allah SWT telah berjanji bahkan bersumpah dengan Firman-Nya dalam Al-Qur’anul-Karim yang tercantum dalam surat Ad-Dluha bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak akan meninggalkannya bahkan senantiasa akan melindungi dan menjaganya.
Firman Allah SWT :
وَالضُّحَى (1) وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى (2) مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى (3)
Yang artinya kurang lebih;
"Demi waktu dluha, dan demi malam apabila sunyi, sesungguhnya Tuhanmu tidak akan meninggalkan kamu dan tidak akan (pula) mengecewakanmu ". Q.S. Adl-Dluha: 1-3
Dan juga disebutkan di kitab Madarijus Shu’ud hlm 15: pada saat Beliau SAW dalam kandungan ibundanya dan ayahanda Beliau SAW wafat, para malaikat berkata:
“Ya Allah Tuhan dan Sesembahan kami, Nabi terkasih-Mu sekarang telah yatim, tidak punya ayah”.
Maka, Allah SWT Berfirman menjawab para malaikat tersebut;
أنا وليه وحافظه وحاميه وربه وعونه ورازقه وكافيه فصلوا عليه وتبركوا بإسمه
    “Ketahuilah olehmu wahai para malikat. Sesungguhnya Aku (Allah SWT) sendiri yang akan menjaga, melindungi dan merawatnya. Serta akan Aku limpahkan bantuan/pertolongan dan rezeki kepadanya. Dan Aku sendiri pula yang senantiasa akan mencukupi (segala urusannya). Maka, panjatkanlah selalu oleh kalian sholawat kepadanya dan dapatkanlah keberkahan bagi kalian dengan berwasilah  menyebut namanya”
Dan sebagaimana disebutkan di kitab Madarijus Shu’ud hlm 25 pada saat Beliau SAW menginjak usia 4 tahun, Beliau SAW berkata kepada Sayyidah Halimah RA mempertanyakan saudara-saudaranya yang sedang keluar untuk menggembalakan kambing-kambingnya, kemudian Sayyidah Halimah RA menjawabnya:
‘Wahai anakku, sesungguhnya mereka sedang keluar untuk menggembalakan kambing-kambing yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada kami dengan keberkahanmu. Dan nanti saat menjelang malam mereka baru pulang”. Beliau SAW berkata:
“Wahai ibundaku, kenapa engkau bedakan aku dengan mereka. Di sini aku enak-enakan di rumah, tinggal makan dan minum, sementara mereka di luar menggembalakan kambing, merasakan capek dan kepanasan”. Maka Sayyidah Halimah RA berkata:
“Wahai anakku, sesungguhnya aku melakukan hal itu adalah karena cinta dan sayangku padamu. Tak rela aku ada sedikitpun sesuatu yang bisa menyakitimu. Apalagi di luar sana itu sangat berbahaya sekali. Banyak orang-orang yang jahat dan saya sangat khawatir sekali apabila mereka melihat keindahanmu dan cahaya kemuliaanmu maka mereka akan menculikmu”. Kemudian Beliau SAW berkata:
يا أماه نعم الحافظ ألله سلميني إليه وتوكلي عليه فهو نعم المولى ونعم النصير و إذا كان الله حافظي فلو اجتمع أهل الأرض لما وصلوا إلي
Yang artinya kurang lebih:
    ‘Wahai Ibunda tercinta. Sesungguhnya hanya Allah SWT Dzat yang paling bisa menjagaku. Pasrahkanlah diriku kepada-Nya dan bertawakkallah engkau kepada-Nya. Sungguh hanya Dia semata Dzat yang paling bisa menjaga dan memberi pertolongan. Dan apabila Allah SWT telah menjagaku, walaupun seluruh penghuni bumi bersatu untuk mencelakakanku, niscaya mereka tidak akan mampu”.
Sayyidah Halimah RA berkata; “Sungguh perkataan Beliau SAW membuat aku sangat kagum sekali, dan akupun berkata kepadanya: “Wahai putraku, apa yang kau kehendaki?” Beliau SAW menjawab:
“Wahai ibunda tercinta, aku ingin bersama saudara-saudaraku dalam keadaan suka maupun duka”. Sayyidah Halimah RA Berkata:
“Jika begitu, maka demi cintaku padamu dan kemuliaan yang ada padamu, lakukanlah apa yang terbaik bagimu”.
Dan pada saat mereka keluar bersama Beliau SAW untuk menggembalakan kambing, maka Sayyidah Halimah RA berpesan kepada anak-anaknya, diantaranya yang bernama Abdullah/Dlomroh yang sepantaran dengan Beliau SAW, agar selalu menjaga, mengawasi dan memperhatikan Beliau SAW.
Setelah mereka pulang kembali ke rumah, Sayyidah Halimah RA berkata kepada Abdullah:
“Wahai anakku, apa yang terjadi kepada Beliau SAW”. Abdullah pun menjawab:
"Wahai ibundaku, sungguh adalah suatu keajaiban yang menunjukkan kemuliaan Beliau SAW. Setiap batu, pohon, cadas dan perbukitan yang Beliau SAW lewati, mereka selalu mengucapkan salam dengan bahasa arab yang fasih dan jelas. Dan setiap tempat yang Beliau SAW lewati mendapatkan keberkahan dari Beliau SAW. Dan semua binatang-binatang ternak kami tunduk dan patuh kepada Beliau SAW. Mereka berhenti apabila disuruh berhenti dan berjalan apabila disuruh berjalan”.
Dan yang lebih ajaib lagi, waktu kami melewati suatu lembah perbukitan, muncullah seekor harimau yang besar dan sangat buas. Matanya merah menyala, mulutnya terbuka, terlihat taring-taringnya yang runcing dan tajam, siap untuk menerkam. Namun begitu ia melihat Beliau SAW, tiba-tiba iapun menjadi jinak, duduk, menundukkan kepalanya, seakan ta’dhim dan patuh kepada Beliau SAW. Dan harimau itupun berkata dengan bahasa Arab yang fasih:
السلام عليك يا محمد
"Salam sejahtera semoga senantiasa melimpah kepadamu wahai Baginda Muhammad”.
Kemudian Beliau SAW mendekatinya tanpa ada rasa takut sedikitpun dan membisikkan sesuatu ke telinganya, dan mengisaratkan sesuatu, sehingga harimau tersebut pergi. Kemudian aku datangi Beliau SAW dan bertanya:
"Wahai saudaraku, apakah yang engkau katakan kepadanya?”. Beliau SAW menjawab :
"Janganlah kamu datang lagi kemari, dan janganlah kau ganggu daerah kami". Maka harimau itupun menyanggupinya dan pergi.”
Dan sesungguhnya, peristiwa-peristiwa tersebut adalah sangat mudah bagi Allah SWT, apalagi demi untuk melindungi dan memuliakan kekasih-Nya yang sangat  mulia di Sisi-Nya.
Dan disebutkan dalam kitab Madaarijus Shu’ud hlm 24 bahwa sesungguhnya terjadinya peristiwa "Syaqqush Shadri" (dibelahnya dada Beliau SAW oleh para malaikat) pada saat usia Beliau SAW 4 tahun, dan juga disebutkan di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 58 bahwa Sayyidah Halimah RA berkata:
“Pada saat Beliau SAW bersama dengan saudaranya Abdullah menggembala kambing di sekitar rumahku, tiba-tiba Abdullah lari dengan sangat kencang mendatangiku dengan muka yang sangat pucat dan keringat dingin bercucuran menunjukkan kecemasan dan ketakutan, sambil menangis dia berteriak-teriak:
“Wahai Ibuku, Wahai Bapakku, cepat tolonglah saudaraku (Beliau SAW), jangan sampai terlambat. Aku tak ingin Beliau SAW celaka.”  Kemudian aku (Halimah RA) berkata:
“Apa yang terjadi wahai anakku”. Abdullah menjawab:
“Saat kami menggembala kambing, tiba-tiba datang dua orang yang berpakaian putih-putih, kemudian membawa Beliau SAW ke atas bukit”.
Dan dengan spontan Sayyidah Halimah RA dan suaminya bangkit lari mengejar keberadaan Beliau SAW sambil berteriak-teriak meminta bantuan orang-orang di kampungnya.
Dan peristiwa tersebut, juga diriwayatkan sendiri oleh Beliau SAW, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab tersebut hlm 61, bahwa Beliau SAW bersabda yang artinya kurang lebih:
“Bahwa sesungguhnya, pada saat terjadinya peristiwa tersebut, ibuku (Sayyidah Halimah RA) dan suaminya bersama para rombongan berlari menuju arah keberadaanku di atas bukit yang mana pada saat itu Malaikat Jibril AS dan Malaikat Mikail AS sedang membelah dadaku yang tanpa aku merasakan cemas ataupun sakit, dengan tujuan untuk mengisi ke dalam jiwaku berbagai macam anugerah yang sangat agung. (Sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyiduna Al-Imam Al-Habib Ali Al-Habsyiy di Maulid Simtud Duror :
 وما أخرج الأملاك من قلبه أذى ولكنهم زادوه طهرا على طهر
Yang artinya kurang lebih:
“Sesungguhnya para malaikat tersebut tidaklah mengeluarkan sesuatu dari diri Beliau SAW akan tetapi sesungguhnya mereka telah menambah kesucian di atas kesucian pribadi Beliau SAW”.
Setelah peristiwa tersebut selesai aku (Nabi SAW) dan para malaikat dari kejauhan mendengar teriakan ibuku (Sayyidah Halimah RA) yang sedang berlari menuju ke arahku dengan berkata :
وا ضعيفاه
    Yang artinya kurang lebih;
    “Sesungguhnya anakku (Beliau SAW) masih kecil dan lemah, maka  janganlah  diganggu”
Dengan seketika para Malaikat tersebut memelukku dengan penuh belas kasih sayang dan mencium kepalaku dan juga keningku sambil berkata:
 حبذا أنت من ضعيف
    Yang artinya kurang lebih:
    “Bukanlah engkau anak yang lemah, karena engkau adalah kekasih Allah SWT”.
Tak lama kemudian terdengar ibuku berteriak lagi:
وا وحيداه
    Yang artinya kurang lebih:
    “Sesungguhnya anakku sendirian tidak ada yang melindunginya, tolong janganlah diganggu”.
Dengan seketika pula para Malaikat tersebut memelukku dengan penuh kasih sayang dan mencium kepalaku dan juga keningku sambil berkata:
حبذا أنت من وحيد وما أنت بوحيد إن الله معك وملائكته والمؤمنين من أهل الأرض
    Yang artinya kurang lebih:
    “Sesungguhnya engkau wahai kekasih Allah SWT tidaklah sendirian bahkan Allah SWT bersama para Malaikat-Nya dan semua orang yang beriman selalu bersamamu”.
Dan tidak lama kemudian, terdengar lagi ibuku berteriak;
وا يتيماه استضعفت من بين أصحابك فقتلت لضعفك
    Yang artinya kurang lebih:
    “Tolong janganlah diganggu, sesungguhnya Dia adalah anak yatim yang paling lemah diantara kita. Sungguh sangatlah mudah terbunuh dikarenakan kelemahannya”.
Dan seketika pula para Malaikat tersebut memelukku dengan penuh kasih sayang dan mencium kepalaku dan juga keningku sambil berkata:
حبذا أنت من يتيم ما أكرمك على الله لو تعلم ما أريد بك من الخير أقرت عينك
    Yang artinya kurang lebih:
    “Alangkah mulianya engkau sebagai anak yatim, sungguh engkau sangat mulia di Sisi Allah SWT. Sesunggughnya jika engkau tahu kebajikan apa yang Allah SWT kehendaki kepadamu sungguh engkau akan merasa sangat senang dan bahagia”.
Kemudian setelah mereka sampai di kaki bukit, ibuku (Sayyidah Halimah RA) melihatku dan dengan mendaki bukit tersebut beliau berkata:
لا أراك إلا حيا بعد
    Yang artinya kurang lebih:
    “Sungguh saya kira engkau telah meninggal dan aku tidak bisa melihatmu lagi”.
Kemudian ibuku mendatangiku dan memelukku dengan penuh kegembiraan atas keselamatanku. Kemudian Beliau SAW bersumpah :
فو الذي نفسي بيده إني لفي حجرها قد ضمتني إليها ويدي في أيديهم ( يعني الملائكة ) والقوم لا يبصرونهم
    Yang artinya kurang lebih:
    “Demi Dzat yang menguasai diriku, sesungguhnya pada saat aku dalam pelukan ibuku, para malaikat masih memegang tanganku, namun mereka (ibuku dan rombongannya) tidak melihatnya”.
Dengan peristiwa yang sangat aneh tersebut, sebagian dari kaum Bani Sa’ad menyarankan kepada Sayyidah Halimah RA dan suaminya untuk membawa Beliau SAW ke dukun, karena mereka menganggap apa yang terjadi pada Beliau SAW adalah akibat dari gangguan jin. Seketika itu Beliau SAW bersabda:
يا هؤلاء مابي مما تذكرون شيء إن آرابي (أي أعضائي) سليمة وفؤادي صحيح وليس بي قلبة (أي علة)
    Yang artinya kurang lebih:
    “Wahai kalian semua, sesungguhnya aku tidak terkena seperti apa yang kalian duga. Bukankah kalian telah melihat sendiri bahwa anggota tubuhku dan akalku dalam keadaan sehat?. Sungguh tak ada sedikitpun sesuatu yang aku derita.”
Kemudian bapakku (suami Sayyidah Halimah RA) berkata:
    “Wahai kaumku, apakah kalian tidak mendengar apa yang telah dikatakan oleh anakku ini?. Sungguh semua perkataannya sangat normal dan saya berharap semoga saja anakku ini tidak terkena apa-apa”.
Namun penduduk tersebut tetap sepakat membawaku ke dukun untuk diperiksa. Begitu sampai di tempat dukun, mereka menceritakan keadaanku pada dukun tersebut. Tetapi dukun tersebut menyuruh mereka diam dan memintaku untuk menceritakan sendiri peristiwa yang baru saja aku alami. Dan begitu aku selesai menceritakan semua peristiwa yang baru saja aku alami, (disitulah dukun sesat tersebut telah mengetahui rahasia kepribadian Beliau SAW). Tiba-tiba dukun tersebut menyekapku dan berteriak dengan keras:
“Wahai penduduk Arab semua, sungguh malapetaka sebentar lagi akan datang. Bunuhlah segera anak ini dan bunuh pula aku bersamanya. Demi Tuhan Lata dan Uzza, apabila anak ini kalian biarkan menjadi besar, niscaya akan membawa agama baru yang mengganti agama kalian semua. Dia akan menganggap kita dan nenek moyang kita adalah orang-orang yang bodoh tak berakal. Dia akan bertentangan dengan seluruh urusan kalian. Sungguh dia akan membawa agama baru yang belum pernah kalian dengar sebelumnya”.
Seketika itu juga dengan secepatnya ibuku (Sayyidah Halimah RA) merebut aku dari dekapan dukun tersebut, dan sambil berkata dengan lantang kepadanya:
“Sesungguhnya yang terkena gangguan adalah kamu. Dan perkataan kamu adalah perkataan orang yang tidak waras. Jika aku tahu kamu akan berkata begini, maka kami tidak akan mendatangimu. Jika kamu ingin mati, carilah sendiri orang yang membunuhmu. Kami tidak mungkin untuk mencelakai anak yang kami cintai ini”.
Dengan seketika pula, ibuku dan rombongannya membawaku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku merenung dengan penuh takjub atas segala peristiwa yang terjadi antara aku dengan para malaikat. Dan bekas belahan Malaikat tersebut masih terlihat membekas diantara dada dan pusarku.
Dan disebutkan dalam kitab As-Sirah An-nabawiyyah juz 1 hlm 58 Sayyidah Halimah RA berkata:
“Sesampainya kami di rumah, setelah terjadinya peristiwa tersebut, suamiku berkata:
“Wahai istriku Halimah, lebih baik anak ini kita pulangkan saja ke ibundanya, sebelum terjadi sesuatu kepadanya, dan kita akan selamat dari pertanggung jawaban”.
Dan secepatnya kamipun membawa Beliau SAW ke Makkah untuk dikembalikan kepada ibundanya Beliau SAW, walaupun sesampainya di sana sudah malam..
Dan telah diriwayatkan dalam kitab tersebut, bahwa sesungguhnya pada saat Sayyidah Halimah RA dan suaminya bersama Beliau SAW sudah mendekati kota Makkah, tiba-tiba Beliau SAW menghilang dari pandangan mata mereka. Dengan perasaan khawatir dan cemas diapun bersama suaminya mencari Beliau SAW. Setiap tempat dan penjuru diantara gunung-gunung dan perbukitan yang ada di sekitarnya mereka datangi untuk mencari Beliau SAW. Namun mereka tidak berhasil menemukannya. Kemudian merekapun secepatnya menuju kota Makkah meminta pertolongan untuk mencari Beliau SAW. Sesampainya di kota Makkah, mereka menemui Sayyiduna Abdul Muthalib dan berkata:
“Wahai tuan Abdul Muthalib, sesungguhnya di malam ini aku datang bersama dengan cucumu Muhammad untuk kami kembalikan kepada ibundanya. Akan tetapi sesampainya kami di dekat kota Makkah, Beliau hilang dari pandangan mata kami. Demi Allah kami tidak tahu dimana sekarang Beliau berada.”
Dengan seketika Sayyiduna Abdul Muthalib berdo’a dengan suara yang keras:
يارب رد ولدي محمد     أردده ربي وأصطنع عندي يدا
    Yang artinya kurang lebih:
    “Ya Allah Ya Robbi, tolong kembalikanlah anakku Muhammad. Jika Engkau mwengembalikannya, sungguh aku akan berbuat kebajikan (nadzar bersedekah)”.
    Seketika itu pula terdengar seruan dari langit:
أيها الناس لا تضجوا إن لمحمد ربا لن يخذله ولا يضيعه
    Yang artinya kurang lebih:
    “Wahai penduduk Makkah, janganlah kalian panik, sesungguhnya Muhammad mempunyai Tuhan yang tidak akan mengecewakannya dan tidak mungkin meninggalkannya”
Kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib berkata:
    “Dimanakah kami bisa menemukannya ?”
Lalu terdengar lagi seruan dari langit:
إنه بوادي تهامة عند الشجرة اليمنى
    Yang artinya kurang lebih:
    “Sesungguhnya Dia berada di lembah Gunung Tihamah, di dekat pohon Yumna”.
Dengan seketika Sayyiduna Abdul Muthalib bersama dengan Sayyiduna Waraqah bin Naufal memacu kudanya menuju tempat tersebut dan tak lama kemudian mereka menemukan Beliau SAW di bawah pohon Yumna. Lalu Sayyiduna Abdul Muthalib mendekati Beliau SAW dan berkata :
    “Wahai anak kecil, siapakah engkau ?”
Beliau SAW menjawab:
    “Aku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib”. Kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib turun dari kudanya dan berkata:
    “Aku adalah kakekmu Abdul Muthalib”. Kemudian diapun menggendong dan memeluknya sambil berkata:
    “Demi Engkau wahai anakku, aku rela mengorbankan jiwa dan ragaku”. Kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib naik ke kudanya dengan memangku Beliau SAW dan membawanya pulang ke Makkah. Sesampainya di Makkah Sayyidatuna Halimah RA menyambut dengan penuh kegembiraan atas keselamatan Beliau SAW. Kemudian mereka membawa Beliau SAW kepada Ibundanya Sayyidatuna Aminah RA. Dan pada esok harinya Sayyiduna Abdul Muthalib memotong kambing dan sapi serta memanggil makan penduduk Makkah untuk mensyukuri keselamatan Beliau SAW serta memenuhi janjinya.
    Disebutkan dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam hlm 39 Sayyidah Halimah RA berkata:
    “Sesampainya kami di hadapan ibunda Beliau SAW (Sayyidah Aminah RA), maka beliaupun menyambut kami dengan baik. Dan dengan penuh takjub beliau berkata :
    “Wahai Halimah, apakah gerangan yang membuatmu mengembalikan anakku ini kepadaku, padahal sebagaimana yang telah engkau ungkapkan, bahwa engkau sangatlah mencintai dan menyayanginya, dan tak mau rasanya untuk berpisah darinya”.
Akupun menjawab:
    “Wahai ibunda Muhammad, sesungguhnya Allah telah melimpahkan anugerah-Nya kepada kami dengan berkatnya anakmu ini, dan sesungguhnya akupun sangat mencintai dan memuliakannya. Dan telah aku curahkan dengan segenap kasih sayang dan cintaku di dalam mengasuhnya. Namun demi kebaikan dan keselamatan Beliau, aku kembalikan kepadamu. Karena aku tidak ingin dan tak tega apabila ada sedikitpun sesuatu yang bisa membahayakannya. Sebagaimana engkaupun menginginkan kebaikan dan keselamatan baginya.”
Ibunda Rasulullah SAW (Sayyidah Aminah RA) berkata:
    “Wahai Halimah, apakah yang telah terjadi ?  jujurlah dan katakan kepadaku dengan terus terang”.
Maka akupun menceritakan kejadian tersebut (ancaman dari orang-orang yang iri dengki kepadanya, khususnya dukun-dukun sesat, dan terutama kisah dibelahnya dada Beliau SAW oleh makhluk yang tidak dikenalnya). Ibunda Rasulullah SAW berkata:
    “Apa yang engkau khawatirkan wahai Halimah ? apakah engkau kira bahwa anakku ini diganggu oleh syetan ?”
كلا والله ما للشيطان عليه من سبيل وإن لإبني شأنا
    Yang artinya kurang lebih:
    “Tidak mungkin, demi Allah, tidaklah ada jalan bagi syetan untuk bisa mengganggu anakku ini. Karena Beliau selalu dilindungi oleh Allah SWT dan para Malaikat-Nya. Dan sesungguhnya anakku ini mempunyai keistimewaan dan keajaiban yang luar biasa”.
Kemudian Ibunda Rasulullah SAW menceritakan kejadiannya saat melahirkan Beliau SAW yang penuh dengan kejadian-kejadian yang luar biasa yang dengannya tidak diragukan lagi bahwa Beliau SAW adalah manusia utama kekasih Allah SWT. Dan akupun (Sayyidah Halimah RA) mendengarkannya dengan penuh kekaguman yang sangat luar biasa, hingga menjadi legalah hatiku dan semakin memuncaklah rasa kagum dan cintaku kepadanya. Sehingga dengannya, kamipun bisa pulang dengan hati yang tenang dan tentram.
    Setelah Sayyidah Halimah RA kembali ke kampungnya, maka selama dua tahun, Beliau SAW diasuh langsung oleh Ibu kandungnya (Sayyidah Aminah RA), dan dibantu oleh pembantunya (Barkah Ummu Aiman Al-Habasyah) dibawah pengawasan kakeknya Sayyiduna Abdul Muthalib dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dan Beliau SAW tumbuh dan berkembang di bawah lindungan dan didikan Allah SWT untuk mempersiapkannya menjadi manusia utama, utusan yang terpilih, dan junjungan seluruh alam.
    Disebutkan di dalam kitab Tafsir Al-Qur’anul Karim Lil-Imam Muqatil juz 3 hlm 194 bahwa ketika Beliau SAW berumur 6 tahun, Beliau SAW diajak oleh ibundanya bersama dengan Ummu Aiman pergi ke Madinah untuk mengunjungi saudara dari kakeknya yaitu Bani ‘Adiy bin Najjar (keluarga ibunya Sayyiduna Abdul Muthalib yang bernama Sayyidah Salma binti Zaid bin ‘Adiy). Dan mereka menetap di situ selama satu bulan.
    Dan disebutkan pula dalam kitab As-Sirah Nabawiyyah juz 1 hlm 65, setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, tidak lama kemudian Beliau SAW mengunjungi pula keluarga ibunya Sayyid Abdul Muthalib di daerah Bani Najjar untuk bersilaturrahmi. Di situ Beliau SAW melihat rumah yang dulu Beliau SAW pernah singgahi bersama ibundanya di saat Beliau SAW masih kecil. Kemudian Beliau SAW bersabda kepada para sahabat-sahabatnya:
ههنا نزلت بي أمي وأحسنت العوم في بئر بني عدي بن نجار
    Yang artinya kurang lebih:
“Di sinilah dulu aku singgah bersama ibundaku. Dan di daerah ini pula aku dulu belajar berenang”
Kemudian seorang Yahudi melihatku dan terus menerus memperhatikanku. Lalu ia bertanya kepadaku:
    “Siapakah namamu ?”. Aku menjawab:
    “Namaku Ahmad”. Kemudian ia melihat punggungku (menyingkap baju Beliau SAW dan melihat tanda kenabiannya). Dan aku mendengar ia berkata:
هذا نبي هذه الأمة وهذا هجرته
Yang artinya kurang lebih:
    “Anak inilah yang akan menjadi nabinya umat sekarang ini. Dan di Madinah inilah tempat hijrahnya”
Kemudian ia pergi mengabarkan kepada teman-temannya. Dan mereka lalu memberitahukan hal tersebut kepada ibuku. Karena ibundaku mencemaskan diriku, merasakan khawatir kalau ada sesuatu yang membahayakan diriku, maka Beliau mengajakku pulang ke Makkah. Dan sesampainya di daerah Abwa’, ibundaku sakit. Lalu meninggal dan dikubur di sana dalam usia yang masih sangat muda sekitar 20 tahun.
    Sebagaimana disebutkan di kitab Madarijus Shu’ud hlm 27: kemudian Beliau SAW dibawa pulang ke Makkah oleh Ummu Aiman Al-Habasyah. Sesampainya di Makkah, Beliau SAW disambut oleh kakeknya (Sayyiduna Abdul Muthalib) dengan penuh belas kasih sayang. Dan sejak saat itulah Beliau SAW diasuh langsung oleh Sayyiduna Abdul Muthalib selama 2 tahun.
    Dan Beliau Sayyiduna Abdul Muthalib sangat mencurahkan segenap cinta dan kasih sayangnya di dalam mengasuh dan mendidik  Beliau SAW, serta memuliakan, mengutamakan, dan lebih mementingkan segala urusan Beliau SAW, karena Sayyiduna Abdul Muthalib telah mengetahui  dan meyakini dengan adanya tanda-tanda  dan kejadian-kejadian yang seringkali dialaminya, yang semuanya itu menunjukkan keutamaan  dan keistimewaan Beliau SAW.
    Dan sebagaimana kebiasaan bangsawan quraisy dan juga anak cucunya Sayyiduna Abdul Muthalib, mereka mempersiapkan persinggahan untuk Sayyiduna Abdul Muthalib, dengan menghamparkan permadani yang sangat indah di bawah naungan ka’bah. Dan mereka (para bangsawan Quraisy dan anak cucunya Sayyiduna Abdul Muthalib) senantiasa menghadirinya dan duduk di sekitarnya demi untuk mendengarkkan mauidhoh hasanah, dengan tujuan untuk meningkatkan akhlaqul karimah dan juga untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang mereka alami. Mereka (suku quraisy) sangat memuliakan dan mengagungkan Beliau Sayyiduna Abdul Muthalib, karena kearifan, kebijaksanaan dan ketinggian ilmunya. Dan begitu pula Beliau sangat memegang teguh ajaran Nabi Ibrahim AS, sehingga Beliau tidak terpengaruh adat-adat dan budaya jahiliyyah, seperti menyembah patung, minum arak, zina dan lain sebagainya.
    Dengan kemuliaan dan keutamaan Beliau (Sayyiduna Abdul Muthalib), maka tidak ada seorangpun dari bangsawan Quraisy ataupun anak cucunya Beliau yang berani duduk di persinggahan tersebut.
    Dan pada suatu saat Beliau Sayyiduna Abdul Muthalib sedang duduk di persinggahan tersebut, dengan tujuan untuk memberi mauidhoh hasanah, tiba-tiba datang Beliau SAW dan langsung menuju ke persinggahan tersebut. Serentak putra-putra Sayyiduna Abdul Muthalib melarangnya. Namun dengan seketika Sayyiduna Abdul Muthalib berkata dengan suara yang penuh dengan wibawa;
    “Biarkanlah dia mendekatiku!”.
Kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib memangku Beliau SAW dan bersumpah;
فو الله إن لإبني هذا لشأنا عظيما أرجو أن يبلغ من الشرف مالا يبلغه أحد قبله أو بعده
    Yang artinya kurang lebih;
    “Demi Allah, sesungguhnya cucuku ini mempunyai keutamaan yang sangat agung, dan aku yakin cucuku ini akan menjadi orang yang sangat mulia yang tiada tandingannya dari zaman dulu dan yang akan datang”.
Kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib menyuapi Beliau SAW dengan hidangan yang ada di persinggahan tersebut, dan mereka (para bangsawan Quraisy dan anak cucu Sayyiduna Abdul Muthalib) memandang Beliau SAW dengan pandangan yang penuh dengan takjub (kagum).
    Begitu pula setiap harinya di rumah Sayyiduna Abdul Muthalib, tidak disediakan makanan kecuali Sayyiduna Abdul Muthalib memanggil Beliau SAW untuk makan bersamanya dengan memangkunya atau duduk di sebelahnya sambil menyuapi dan memilihkan makanan yang terbaik untuknya SAW.
    Dan disebutkan di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 73: pada suatu hari datanglah seorang uskup (kepala pendeta nashrani) dari kota Najron ke Makkah dan menemui Sayyiduna Abdul Muthalib yang sedang duduk bersama putra-putranya. Uskup tersebut berkata:
    “Sesungguhnya saya datang kemari adalah untuk memberitahukan kepada tuan, bahwa saya telah mendapatkan data yang sangat akurat dari Kitab Suci Injil, bahwa sekarang ini sudah tiba saatnya  datangnya Nabi Akhir Zaman yang sangat suci mulia. Yang mana Beliau adalah dari keturunan Nabi Ismail AS dan lahir di kota suci Makkah ini”.
Kemudian uskup tersebut menceritakan tanda-tanda Nabi tersebut. Lalu Sayyiduna Abdul Muthalib memanggil Beliau SAW. Sesampainya Beliau SAW di hadapan Sayyiduna Abdul Muthalib,  maka uskup tersebut melihat dan memperhatikan tanda-tanda yang ada pada Beliau SAW. Dengan penuh takjub dia berkata:
    “Sungguh data-data yang kami dapati di kitab kami ada pada anak ini” Kemudian uskup tersebut bertanya lagi:
    “Apa hubungan anak ini dengan tuan ?”
Sayyiduna Abdul Muthalib menjawab:
    “Dia adalah anakku”. Uskup tersebut berkata lagi:
    “Sesungguhnya data yang kami dapati di kitab kami dia adalah anak yatim”. Maka Sayyiduna Abdul Muthalib berkata;
    “Sesungguhnya dia adalah cucuku, ayah ibunya telah meninggal dunia”. Maka uskup tersebut berkata:
    “Ya benar, seperti itulah data yang aku dapati di Kitab Suci kami (Kitab Injil yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Isa AS)”. Kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib berkata kepada putra-putranya:
    “Bukankah kalian telah mendengar sendiri apa yang telah dikatakan oleh uskup tersebut ?! Maka aku perintahkan kepada kalian untuk selalu menjaga dan melindunginya dengan sungguh-sungguh”.
    Dan sesungguhnya setiap kali kaum Quraisy mengalami kekeringan di daerahnya, maka bangsawan-bangsawan Quraisy dan kaum di sekitarnya berdatangan menghadap kepada Sayyiduna Abdul Muthalib dan memohon agar beliau beristisqo’ (berdo’a kepada Allah SWT agar menurunkan hujan). Dan saat itu setiap kali Sayyiduna Abdul Muthalib melaksanakannya maka ia mengajak masyarakat sekitarnya berbondong-bondong menuju ke atas bukit dengan membawa Beliau SAW untuk bertawasul dengannya. Dan di situlah ia berdo’a kepada Allah SWT. Dan hanya berkatnya Beliau SAW sematalah maka Allah SWT mengabulkan do’anya dengan seketika”.
    Dan sesungguhnya Sayyiduna Abdul Muthalib selalu berwasiat  kepada putra-putranya untuk senantiasa menjaga, melindungi dan merawat Beliau SAW dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Dan diantara putra-putra Sayyiduna Abdul Muthalib yang paling serius untuk menanggapi wasiatnya adalah putranya yang bernama Sayyiduna Abu Thalib saudara kandung Sayyiduna Abdullah ayahanda Beliau SAW.
Dan sesungguhnya Sayyiduna Abu Thalib sering mendengar tentang keutamaan dan keistimewaan Beliau SAW dari ayahandanya. Bahkan menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa yang sangat agung dan menakjubkan, sehingga tumbuh dalam hatinya rasa cinta dan kekagumannya yang sangat luar biasa kepada Beliau SAW. Maka pada saat Sayyiduna Abdul Muthalib sudah dekat ajalnya, hanya Beliaulah semata (Sayyiduna Abu Thalib) yang ditunjuk olehnya untuk merawat Beliau SAW. Dan tak lama kemudian Sayyiduna Abdul Muthalib meninggal dunia pada usia lebih dari 110 tahun, dan dimakamkan dikuburan yang dikenal dengan nama Al-Hajun di Makkah. Dan pada saat itu, usia Beliau SAW menginjak 8 tahun.
Pada saat meninggalnya Sayyiduna Abdul Muthalib, Beliau SAW sangat sedih sekali. Bahkan seluruh penduduk Makkah ikut bersedih dan berduka cita sampai berhari-hari atas meninggalnya pemimpin mereka yang sangat mereka cintai.
Dan diriwayatkan dalam kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hal 87:  Sesungguhnya Sayyiduna Abu Thalib mempunyai kepribadian yang sangat mulia sebagaimana ayahandanya. Beliau sangat memegang teguh ajaran Nabi Ibrahim AS. Sehingga Beliau tidak terpengaruh oleh adat-adat dan budaya jahiliyyah, seperti menyembah patung, minum arak, zina dan lain sebagainya.
Sebagaimana disebutkan di kitab Madarijus Shu’ud hal 28, bahwa setelah meninggalnya Sayyiduna Abdul Muthalib, maka secara langsung Sayyiduna Abu Thalib melaksanakan wasiat ayahandanya untuk mengasuh Beliau SAW dengan penuh kasih sayang dan rasa cinta yang memuncak, bahkan Beliau Sayyiduna Abu Thalib siap untuk mempertaruhkan jiwa dan raganya demi untuk merawat dan melindungi Beliau SAW dari segala sesuatu yang bisa membahayakannya.
Dan diriwayatkan pula di kitab tersebut bahwa cinta Sayyiduna Abu Thalib kepada Beliau SAW melebihi dari pada cintanya kepada anak kandungnya sendiri. Bahkan tidak pernah makan bersama dengan putra-putranya kecuali mendahulukan Beliau SAW dengan memilihkan makanan yang terbaik untuknya SAW. Bahkan sesungguhnya kemanapun Sayyiduna Abu Thalib pergi selalu membawa Beliau SAW hingga pada saat tidurpun Sayyiduna Abu Thalib menemaninya.
Dan diriwayatkan di kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hal 88 sesungguhnya Beliau SAW setiap bangun tidur terlihat pada dirinya keutamaan-keutamaan yang sangat nampak, tidak seperti manusia umumnya. Sesungguhnya Beliau SAW setiap bangun tidur terlihat cahaya yang anggun keluar dari dirinya, rambutnya telah tersisir dengan rapi, terbasahi dengan minyak, dan terlihat sepertinya telah memakai celak mata, bau harum semerbak keluar dari dirinya, dan kelihatan segar bersih seperti orang baru mandi. Dan hal itu, semata-mata adalah anugerah dari Allah SWT demi untuk memuliakan Beliau SAW. Dan disebutkan pula di kitab tersebut; bahwa pengasuh Beliau SAW yang bernama Ummu Aiman berkata: “Sesungguhnya Beliau SAW tidak pernah mengeluh lapar atau haus, bahkan aku sering mempersilahkan Beliau SAW untuk makan, namun Beliau SAW menjawab: ”Aku masih kenyang”, sebagaimana sabda Baginda Nabi SAW yang artinya kurang lebih:
    “Sesungguhnya sering sekali Allah SWT menganugerahkan kepadaku rasa kenyang dan segar meskipun Aku belum makan/minum”.
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam kitab maulidnya Simtud Duror berkata tentang keutamaan kepribadian Beliau SAW :
إنه صلى الله عليه وسلم بشر لا كالبشر
Yang artinya kurang lebih:
    “Sesungguhnya Beliau SAW adalah manusia tetapi bukan seperti manusia biasa”.
Dan juga disebutkan di kitab As-Siroh An-Nabawiyyah: bahwa pada suatu saat kota Makkah mengalami kemarau, maka para bangsawan quraisy dan sebagian penduduk Makkah menghadap Sayyiduna Abu Thalib, karena Beliau dianggap oleh mereka sebagai kholifah atau pengganti Sayyiduna Abdul Muthalib, agar beliau beristisqo’ (berdo’a kepada Allah SWT agar menurunkan hujan). Dengan seketika Sayyiduna Abu Thalib bangkit menuju Ka’bah yang dimuliakan Allah SWT dengan membawa Beliau SAW . Sesampainya di Ka’bah, Sayyiduna Abu Thalib mengangkat Beliau SAW dan menempelkan punggung Beliau SAW ke dinding Ka’bah. Dan memohon agar Beliau SAW beristisqo'. Kemudian Beliau SAW mengangkat jari telunjuknya ke langit dengan menundukkan kepalanya memohon dan berdo’a kepada Allah SWT agar menurunkan hujan. Dengan seketika, mega-mega terkumpul dari segala penjuru dan turunlah hujan dengan deras, hingga kota Makkah dan sekitarnya menjadi subur yang sangat luar biasa.
    Demikianlah tahun demi tahun berlalu, Beliau SAW hidup bersama dengan Sayyiduna Abu Thalib dengan dibantu oleh paman beliau SAW yang bernama Sayyiduna Zubair (saudara sekandung dengan Sayyiduna Abdullah ayahanda Beliau SAW), dalam kedamaian dan ketentraman. Tidak ada satupun yang berani mengganggu ataupun mencelakainya.
Dan diriwayatkan dalam kitab tersebut juz 1 hlm 62 bahwa pada saat Beliau SAW berusia 10 tahun, Beliau SAW dibelah dadanya oleh Malaikat Jibril AS dan Malaikat Mikail AS untuk yang kedua kalinya dengan tanpa rasa cemas ataupun sakit sedikitpun. Sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnnya.
Dan diriwayatkan di kitab tersebut juz 1 hlm 97 bahwa pada saat usia Beliau SAW menjelang 11 tahun, Beliau SAW diajak oleh paman Beliau SAW Sayyiduna Zubair bepergian bersama rombongan pedagang penduduk Makkah ke negara Yaman. Sesampainya mereka di suatu lembah antara Yaman dan Makkah, mereka diserang oleh onta jantan yang liar. Namun begitu onta tersebut melihat Beliau SAW seketika menghentikan serangannya, bahkan onta tersebut duduk bersimpuh di hadapan Beliau SAW. Kemuadian Beliau SAW turun dari ontanya dan menaiki onta liar tersebut sampai melewati lembah, lalu Beliau SAW turun dan membiarkan onta liar tersebut pergi. Dan kemudian meneruskan perjalanannya ke negara Yaman.
Dan sepulangnya mereka dari negara Yaman, mereka melewati suatu lembah yang penuh dengan air yang mengalir dengan deras, sehingga mereka tak mampu untuk menyeberanginya. Kemudian Beliau SAW berkata;
”Wahai kaum,  ikutilah aku”.
Sesampainya Beliau SAW di tepi sungai tersebut, dengan izin Allah SWT dan demi kemuliaan Beliau SAW di sisi-Nya, maka Allah SWT mengeringkannya, sehingga mereka bisa melewatinya dengan selamat. Demikianlah riwayat yang telah kami dapati dari kitab tersebut.
    Sesampainya mereka di Makkah, mereka saling bercerita tentang kejadian-kejadian yang sangat mengagumkan yang mereka alami bersama dengan Beliau SAW. Dan para penduduk Makkah saling mengomentari dengan berkata:
    “Sesungguhnya anak ini mempunyai keistimewaan yang sangat agung”.
Demikianlah Sayyiduna Abu Thalib, Sayyiduna  Zubair dan paman-paman Beliau SAW, semakin memuncak rasa kagum dan cintanya kepada Beliau SAW. Bahkan seluruh penduduk Makkahpun memandang Beliau SAW dengan penuh kekaguman atas akhlak dan budi pekerti Beliau SAW yang sangat luhur dan keistimewaan-keistimewaan yang ada dalam kepribadiannya.
Dan pada saat usia Beliau SAW 12 tahun Sayyiduna Abu Thalib berencana untuk bepergian ke negara Syam bersama dengan rombongan pedagang Quraisy, sebagaimana yang biasa mereka lakukan. Maka Sayyiduna Abu Thalib menitipkan Beliau SAW pada paman-pamannya agar diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Namun Beliau SAW memohon kepada Sayyiduna Abu Thalib untuk mengajaknya dalam kepergian tersebut. Karena cinta dan kasih sayangnya, Sayyiduna Abu Thalib tidak tega untuk menolak permohonan Beliau SAW agar ikut dalam kepergiaannya. Kemudian rombongan tersebut berangkat ke negara Syam dengan membawa Beliau SAW.
 Sebagaimana juga dikatakan oleh Syaikh Nawawi Al-Bantaniy dalam kitab Madarijus Shu’ud Syarakh Al-Barzanji hlm 29, pada saat usia Beliau SAW 12 tahun Sayyiduna Abu Thalib berencana untuk pergi berdagang ke negara Syam dan meninggalkan Beliau SAW di Makkah. Namun Beliau SAW memegang tangan Sayyiduna Abu Thalib dengan memohon agar mengajaknya. Karena cinta dan kasih sayangnya , Sayyiduna Abu Thalib tak tega untuk menolak permohonan Beliau SAW. Kemudian Sayyiduna Abu Thalib pun berangkat bersama rombongannya dengan menaikan Beliau SAW di atas ontanya.
Di dalam perjalanannya mereka melewati suatu perkampungan. Lalu merekapun menuju ke tempat kepala suku perkampungan tersebut untuk beristirahat. Dan ternyata dia adalah seorang rahib (pendeta) yang berpegang pada kitab injil yang masih murni dan ia telah mengetahui dari kitab tersebut tentang tanda-tanda (ciri-ciri) Nabi akhir zaman. Kemudian rahib tersebut melihat Beliau SAW dengan penuh takjub karena adanya tanda-tanda kenabian yang telah dia ketahui ada dalam kepribadian Beliau SAW. Dengan seketika rahib tersebut bertanya kepada Sayyiduna Abu Thalib: ”Apa hubungan anak ini dengan tuan ?”
Sayyiduna Abu Thalib menjawab: ”Ia adalah anakku”.
Seketika pula rahib berkata: ”Sungguh dia bukanlah anakmu. Tidak mungkin orang tuanya masih hidup”.
Sayyiduna Abu Thalib berkata: “Ya benar, kenapa kamu mengatakan begitu?”
Rahib tersebut menjawab: ”Karena saya telah mengetahui bahwa tanda-tanda Nabi akhir zaman ini sangat jelas ada dalam kepribadiannya, dan beliau adalah anak yatim, tolong jagalah anak ini dari orang-orang Yahudi. Karena kebanyakan dari mereka ingin mencelakainya".
    Setelah cukup beristirahat, rombongan tersebut meneruskan perjalanannya. Beberapa lama kemudian mereka melewati suatu perkampungan yang pemimpinnya juga seorang rahib. Setelah rahib tersebut melihat Beliau SAW maka rahib itupun berkata sebagaimana yang dikatakan oleh rahib yang sebelumnya. Dan berwasiat kepada Sayyiduna Abu Thalib agar menjaga dan melindunginya dari orang-orang Yahudi. Kemudian Sayyiduna Abu Thalib berkata kepada Beliau SAW:
”Wahai anak saudaraku, apakah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh rahib-rahib itu ?"
Dengan keyakinan dalam kepribadian Beliau SAW yang sangat memuncak bahwa segala sesuatu yang telah dikehendaki Allah SWT pasti akan terjadi. Maka seketika itu Beliau SAW menjawab:
”Wahai pamanku, janganlah engkau khawatir dan cemas. Pasrahkan saja diriku kepada Kehendaknya Allah SWT.
Dan tak lama kemudian, rombongan tersebut meneruskan perjalanannya ke negara Syam.
Sesampainya mereka di kota Bashrah mereka singgah di suatu tempat yang di situ ada seorang rahib Bukhairo yang aslinya bernama Jirjis yang terkenal di daerah tersebut akan ketinggian ilmunya dan kearifannya. Yang mana sebelumnya, dia adalah kepala pendeta Yahudi yang senantiasa mencari kebenaran.
Setelah dia menemukan kitab Injil yang masih murni, diapun mempelajari dan mendalaminya dibawah bimbingan para pendeta Nashrani yang masih berpegangan pada ajaran-ajaran Nabi Isa AS. Lalu dia pun masuk agama Nashrani dan meninggalkan agama Yahudi.
Dan dari kitab Taurat dan Injil dia telah mengetahui ciri-ciri/tanda-tanda Nabi akhir zaman yang sangat agung di Sisi Allah SWT. Pada saat datangnya rombongan Quraisy, pendeta Bukhairo tersebut melihat diantara mereka ada seorang anak kecil yang sangat tampan dan anggun, yang selalu dinaungi oleh mega. Dengan penuh takjub diapun terus mengawasi dan memperhatikannya. Kemudian rahib memanggil mereka untuk makan di tempatnya. Rombongan Quraisy merasa heran atas perilaku rahib yang tidak seperti biasanya. Karena sudah sering mereka melewati tempat tersebut, namun tidak pernah dipanggil makan olehnya. Sesampainya mereka di persinggahan, rahib itupun mendekati Beliau SAW, dengan memegang tangan Beliau SAW rahib pun bertanya tentang kepribadiannya. Lalu Beliau SAW pun menjawab dengan jawaban yang sesuai dengan apa yang diketahui rahib dalam kitab Taurat dan Injil. Lalu rahib bertanya kepada Sayyiduna Abu Thalib:
”Apa hubungan anak ini dengan tuan ?”
Sayyiduna Abu Thalib menjawab:”Ia adalah anakk”.
Seketia pula rahib berkata:”Sungguh Dia bukanlah anakmu.
Lalu Sayyiduna Abu Thalib berkata:
”Sesungguhnya dia adalah anak saudaraku”.
Rahib bertanya:
”Bagaimanakah keadaan ayahandanya?"
Sayyiduna Abu Thalib menjawab:
”Sesungguhnya ayahandanya telah meninggal pada saat dia masih dalam kandungan”
Rahib bertanya:”Bagaimana keadaan Ibundanya?”
Sayyiduna Abu Thalib menjawab:
”Sesungguhnya ibundanya telah meninggal waktu Dia masih kecil”.
Rahib itu pun berkata”Betul, betul apa yang tuan katakan”.
Kemudian rahib membuka baju Beliau SAW dan melihat  خاتم النبوة (tanda kenabian) yang sangat akurat sesuai dengan apa yang diketahuinya dalam kitab Taurat dan Injil, yaitu berupa daging tembus pandang dan bercahaya hijau kemerahan, kurang lebih sebesar telur burung dara, tertulis di dalamnya:
ألله وحده لا شريك له
Yang artinya :
“Allah Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya”
Dan tertulis di luarnya:
توجه حيث شئت فإنك منصور
Yang artinya:
“Pergilah kemana saja yang engkau inginkan. Engkau pasti akan mendapatkan kemenangan”.
Dan dengan seketika rahib itupun menciumi tanda kenabian tersebut dengan penuh perasaan keberuntungan dan kebahagiaan dan berkata:
”Sungguh, anak inilah yang akan menjadi Nabi dan Rasul akhir zaman. Sebagai junjungan seluruh alam, kekasih Allah SWT yang sangat mulia, pembawa rahmat (kebahagiaan bagi alam semesta)”.
Kemudian rahib tersebut memohon dengan sangat kepada Sayyiduna Abu Thalib untuk membawa Beliau SAW pulang ke Makkah. Karena rahib tersebut telah mengetahui bahwa di negara Syam banyak orang-orang Yahudi yang ingin mencelakainya, walaupun rahib itu sudah sangat yakin bahwa Beliau SAW tidak akan bisa terbunuh, namun dia mengkhawatirkan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkannya.
Dengan belas kasih sayang dan cintanya Sayyiduna Abu Thalib kepada Beliau SAW, maka langsung memutuskan untuk kembali ke Makkah bersama Beliau SAW. Demikianlah riwayat yang telah kami dapati dari kitab Madarijush Shu’ud dan As-Siroh Nabawiyyah.
Sesampainya Beliau SAW di Makkah, Beliau SAW selalu didampingi Sayyiduna Abu Thalib dan paman-pamannya. Dan pada saat usia Beliau SAW 14 tahun, Beliau SAW ikut menyaksikan perang Fijar, yaitu perang antara suku Quraisy dan suku Qois. Dan Beliau SAW pun ikut menyaksikan perdamaiannya yang sangat dibanggakan itu. Dan sesungguhnya pada masa mudanya Beliau SAW sering menyibukkan diri dengan menggembala kambing sebagaimana yang diriwayatkan oleh Shahabat Abu Hurairah RA di kitab Al-Bidayah Wan-Nihayah juz 1 hlm 295:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " ما بعث الله نبيا إلا راعي الغنم " فقال له أصحابه " وأنت يا رسول الله ؟". قال "وأنا رعيتها لأهل مكة بالقراريط ".
Yang artinya kurang lebih;
    “Baginda Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya, tidaklah Allah SWT mengutus seorang Nabi, kecuali Nabi tersebut pernah menggembala kambing”. Para shahabat bertanya kepada Beliau SAW: “Dan juga Engkau wahai Rasulullah?”. Beliau SAW menjawab: ”Benar, aku telah menggembalakan kambing milik penduduk Makkah dengan mendapati upah beberapa qirath (nilai uang masa itu)”.
    Sebagaimana yang disebutkan di kitab Al-Bidayah Wan-Nihayah juz 1 hlm 286: Bahwa sesungguhnya Beliau SAW tumbuh berkembang dalam asuhan Sayyiduna Abu Thalib, senantiasa dijaga oleh Allah SWT dari  segala adat dan perbuatan keji kaum jahiliyyah. Karena Allah SWT telah menghendaki untuk menganugerahkan kemuliaan kepada Beliau SAW. Sampai Beliau SAW tumbuh menjadi pemuda yang paling sempurna kepribadiannya, paling mulia cara bergaulnya dengan kaumnya, paling sabar, paling jujur perkataannya, dan senantiasa menjauhi segala perbuatan nista dan jahat. Sama sekali tidak pernah bermuka dua (berpura-pura) kepada siapapun, juga tidak pernah konflik dengan siapapun dan paling teguh menjaga amanah. Maka, kaumnya menjuluki Beliau SAW dengan gelar “AL-AMIN” (yakni orang yang terpercaya, dan Allah SWT senantiasa melimpahkan sifat-sifat yang terpuji kepadanya).
    Dan pada saat usia Beliau SAW 20 tahun, Beliau SAW berdagang ke negara Syam bersama dengan teman setianya Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Sesungguhnya Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq RA sangat kagum sekali dengan kepribadian Beliau SAW. Dan Dia sangat bangga sekali menjadi teman setianya Dan Dia selalu melihat kepribadian Beliau SAW yang sangat indah. dari segi ketampanannya yang luar biasa, bercahaya tubuhnya dan bau harum semerbak yang luar biasa keluar dari dirinya. Begitu pula Dia sangat kagum sekali atas akhlak Beliau SAW yang sangat mulia. Sungguh Beliau SAW sangat tawadlu’ (merendahkan diri), sabar, murah senyumnya, selalu bersilaturrahmi, jujur dan sangat menjaga amanah, sehingga penduduk Makkah menjuluki Al-Amin (orang yang terpercaya )
    Dan sesungguhnya Sayyiduna Abu Bakar RA tidak pernah menyembah berhala, selalu meng-Esakan Allah SWT, dan tidak pernah memohon kecuali kepada-Nya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan Al-Hasaniy di kitabnya As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hlm 179.
    Dengan cinta dan kesetiaannya kepada Beliau SAW, Sayyiduna Abu Bakar RA sangat suka berteman dengan Beliau SAW. Sehingga akhlaknya menjadi luhur, sebagaimana pepatah arab mengatakan
من جالس جانس
Artinya:
    “Sesungguhnya seseorang akan cenderung meniru prilaku/kepribadian teman pergaulannya”.
Dan dalam kepergian tersebut,  Sayyiduna Abu Bakar RA telah menemukan tanda-tanda kenabian dalam pribadi Beliau SAW, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Shahabat Ibnu Abbas RA dalam kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hlm 180, bahwa pada saat Sayyiduna Abu Bakar RA berusia 18 tahun, Dia menemani Beliau SAW bepergian bersama rombongan pedagang Quraisy ke negara Syam. Dan di dalam perjalanannya mereka singgah di suatu tempat, dan di situ ada seorang rahib (pendeta yang masih berpegangan pada kitab injil yang murni) yang dijuluki Bukhairo.
Pada saat Beliau SAW sedang beristirahat di bawah pohon, rahib tersebut memperhatikan Beliau SAW dengan penuh takjub, karena dia telah mengetahui tanda-tanda kenabian akhir zaman dari kitab injil ada dalam kepribadian Beliau SAW. Kemudian rahib tersebut bertanya kepada Sayyiduna Abu Bakar RA:
”Siapakah dia?”
Sayyiduna Abu Bakar RA menjawab:
”Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib”.
Dengan seketika rahib tersebut bersumpah dengan berkata:
”Demi Allah, dia lah yang akan menjadi Nabi akhir zaman”.
Dan seketika itu juga keimanan dan keyakinan  tentang kenabian Beliau SAW masuk dalam lubuk hatinya. Demikianlah cinta dan kekagumannya pada Beliau SAW semakin mendalam.
Sepulangnya mereka ke Makkah, maka perhatian Sayyiduna Abu Bakar RA kepada Beliau SAW semakin memuncak, dengan menunggu-nunggu suatu saat Beliau SAW diutus maka langsung akan mengikuti dan membelanya. Begitu juga keutamaan-keutamaan Beliau SAW semakin menyebar kepada penduduk Makkah.
Beliau SAW juga pernah pergi bersama rombongan pedagang Quraisy dengan membawa dagangannya Sayyidatuna Khodijah RA ke negara Yaman dan negara Syam. Dan sesungguhnya mereka rombongan pedagang Quroisy seringkali menyaksikan peristiwa-peristiwa yang sangat menakjubkan dari kepribadian Beliau SAW yang luhur, dan sebagaimana kepribadian dari tawakkalnya Beliau SAW, maka setiap mendapati imbalan dagang, seketika diinfaqkan kepada faqir miskin dan yang membutuhkanya, dengan mengutamakan para kerabatnya.
Sesungguhnya Sayyidatuna Khodijah RA adalah seorang janda yang sangat suci kepribadiannya, sangat cantik dan anggun berwibawa, dan juga kaya raya.
Sesungguhnya Dia sering sekali mendapatkan berita keutamaan-keutamaan Beliau SAW, karena itulah Sayyidatuna Khodijah RA menawarkan kepada Beliau SAW sekali lagi untuk membawa dagangannya ke negara Syam bersama pedagang Quraisy dengan mengutus Maisaroh pembantu laki-lakinya untuk menyertai beliau SAW (dengan tujuan agar bisa menyaksikan dan membuktikan keutamaan pribadi beliau SAW dan  memberitahukan kepadanya). Sebagaimana yang diriwayatkan dalam Kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hlm 110: bahwa pada saat usia Beliau SAW 25 tahun, Sayyidatuna Khodijah RA mengutus pembantunya yang bernama Maisaroh kepada Beliau SAW untuk membawa dagangannya ke negara Syam.
Kemudian Beliau SAW menerimanya dengan senang hati, dan memberitahukan kepada paman-pamannya atas tawaran tersebut. Lalu Sayyiduna Abu Thalib berkata:
“Sungguh ini adalah rizki yang dianugerahkan Allah SWT kepadamu”.
 Dengan belas kasih sayang dan perhatiannya kepada Beliau SAW maka sebelum berangkat, Sayyiduna Abu Thalib berpesan kepada rombongan agar selalu memperhatikan Beliau SAW. Begitu pula Sayyidatuna Khodijah RA berpesan kepada Maisaroh agar selalu mentaati segala perintahnya dan jangan sekali-kali membantahnya. Dan selama dalam perjalanan, Maisaroh telah menyaksikan keutamaan-keutamaan Beliau SAW, diantaranya; mega-mega yang selalu menaungi Beliau SAW, dan banyaknya para rahib yang mengakui bahwa Beliau SAW akan menjadi Nabi akhir zaman. Begitu pula Maisaroh telah menyaksikan sendiri pada saat rombongan telah mendekati tujuan, dua dari onta-ontanya Sayyidatuna Khodijah RA tak mampu meneruskan perjalanan karena sakit. Sehingga tertinggal dari rombongannya.
Kemudian Maisaroh menyusul Beliau SAW dan memberitahu keadaan dua onta tersebut. Dengan seketika Beliau SAW mendatanginya dan memegang kaki kedua onta tersebut sambil berdo’a kepada Allah SWT. Seketika itu juga kedua onta tersebut sembuh dan bangkit sehingga bisa meneruskan perjalanannya dengan lancar bahkan  mampu mendahului yang lainnya berkat do’a Beliau SAW. Dengan semua itulah tumbuh dalam hatinya Maisaroh cinta dan kekagumannya kepada Beliau SAW dengan sangat memuncak.
Sepulangnya rombongan tersebut dari negara Syam, Maisaroh berkata:
“Wahai tuan Muhammad. Sungguh sudah berkali-kali saya diutus Sayyidatuna Khodijah RA berdagang ke negara Syam. Namun tidak pernah mendapatkan keuntungan sebesar ini".
Sesampainya rombongan tersebut mendekati kota Makkah, Beliau SAW menyuruh Maisaroh untuk mendahuluinya agar memberi khabar gembira kepada Sayyidatuna Khodijah RA atas kembalinya rombongan dengan selamat dan membawa keberuntungan yang banyak. Sesampainya Maisaroh di hadapan Sayyidatuna Khodijah RA, Dia memberitahu keberuntungan yang didapatinya. Begitu juga dia menceritakan keajaiban-keajaiban yang dialaminya bersama Beliau SAW, yang diantaranya yaitu; mega-mega yang selalu menaunginya, kejadian kedua onta tersebut, dan banyaknya para rahib yang mengatakan bahwa Beliau SAW akan menjadi Nabi akhir zaman.
Dengan seketika Sayyidatuna Khodijah RA sangat terkejut atas berita tentang tanda-tanda kenabian Beliau SAW. Karena sebelumnya Ia pernah mendengar seorang pendeta Yahudi berkata pada saat Ia duduk dengan teman-teman wanitanya:
“Wahai para perempuan Quraisy. Sesungguhnya sudah dekat datangnya Nabi akhir zaman. Jika kalian menemuinya, berlomba-lombalah untuk menjadi istrinya”.
Namun mereka (para wanita Quraisy), mengejek dan menertawakan pendeta Yahudi tersebut. Akan tetapi Sayyidatuna Khodijah RA mempercayainya dan tumbuh dalam hatinya harapan yang sangat kuat untuk menjadi istrinya.
    Dan sesungguhnya sudah banyak dari bangsawan Quraisy yang melamarnya. Akan tetapi Sayyidatuna Khodijah RA menolak. Karena Ia sangat mengharapkan untuk menjadi istri Nabi akhir zaman tersebut.
    Dan tidak lama kemudian Sayyidatuna Khodijah RA menemui pamannya yang bernama Waroqoh bin Naufal  yang beragama Nasrani dan berpegangan pada kitab Injil yang masih murni. Kemudian Sayyidatuna Khodijah RA menceritakan kepadanya tentang berita yang telah Dia dapati (kenabian Beliau SAW).
    Saat itu juga Waroqoh bin Naufal berkata:
”Wahai Khodijah, jika berita yang telah engkau dapati itu benar, maka Muhammad adalah Nabi Agung yang ditunggu-tunggu. Dan sesungguhnya saya telah mengetahui dari kitab Injil bahwa telah tiba saatnya pada umat sekarang ini nabi yang ditunggu-tunggu”.
Dengan itulah keyakinan Sayyidatuna Khodijah RA semakin memuncak. Maka setelah 2 bulan 20 hari dari kepulangan Beliau SAW dari negara Syam, Sayyidatuna Khodijah RA mengutus seorang wanita yang bernama Nafisah binti Muniyah untuk berusaha agar Beliau SAW mau menjadi suaminya.
    Kemudian Nafisah mendatangi Beliau SAW dan berkata:
”Wahai Tuan Muhammad, apa yang menyebabkan anda sampai sekarang ini belum menikah?”
Beliau SAW menjawab dengan jujur:
”Aku belum mempunyai biaya untuk menikah”.
Nafisah berkata:
”Jika seandainya ada seorang wanita yang sangat kaya raya, sangat cantik dan anggun berwibawa, sangat mulia kedudukannya dan suci kepribadiannya. Maukah Engkau menikah dengannya?”
Beliau SAW bertanya: ”Siapakah wanita itu?”
Nafisah menjawab:”Dia adalah Sayyidatuna Khodijah RA”.
Beliau SAW berkata:”Bagaiamana caranya saya bisa menikah dengannya ?”
Dengan seketika Nafisah pergi menghadap Sayyidatuna Khodijah RA dengan membawa kabar gembira yang sangat diharapkannya dan menceritakan pembicaraannya dengan Beliau SAW.
Kemudian Sayyidatuna Khodijah RA mengutusnya  lagi agar memberitahu kepada Beliau SAW untuk datang melamarnya. Begitu pula Sayyidatuna Khodijah RA mengutusnya untuk memanggil pamannya yang bernama Amar bin Asad untuk menjadi walinya. Pada saat itu pula Beliau SAW memberitahu paman-pamannya akan hal tersebut. Dan merekapun menyambut berita tersebut dengan penuh kegembiraan. Tidak lama kemudian Beliau SAW pergi ke rumah Sayyidatuna Khodijah RA dengan didampingi kedua pamannya yaitu Sayyiduna Abu Thalib dan Sayyiduna Hamzah untuk melamarnya. Dan juga hadir dalam acara tersebut bangsawan-bangsawan Qurais, diantaranya Sayyiduna Abu Bakar RA.
    Kemudian Sayyiduna Abu Thalib melamar Sayyidatuna Khodijah RA kepada pamannya yang bernama Amar bin Asad untuk Beliau SAW. Dan kemudian Amar bin Asad menikahkan Sayyidatuna Khodijah RA kepada Beliau SAW, dengan mahar 400 dirham yang dibayarkan oleh Sayyiduna Abu  Thalib. Dan disebutkan di kitab tersebut bahwa pada saat Beliau SAW menikah dengan Sayyidatuna Khodijah RA Beliau SAW berusia 25 tahun dan Sayyidatuna Khodijah berusia 40 tahun.
Selesainya pernikahan tersebut Beliau SAW mengadakan Walimatul Urusy dengan memotong onta. Begitu pula Sayyidatuna Khodijah RA merayakan pernikahannya bersama wanita-wanita Quraisy untuk mengungkapkan rasa kebahagiaan dan keberuntungan atas tercapainya harapan menjadi istri Beliau SAW.
Disebutkan di kitab Nuzhatul Majaalis juz 2 hlm 130, bahwa sesungguhnya setelah selesainya pernikahan tersebut, Sayyidatuna Khodijah mendengar dari orang-orang yang iri dengki mengatakan:
”Bagaimana Khodijah mau menikah dengan orang yang faqir?”
Sayyidatuna Khodijah RA marah atas perkataan tersebut yang melecehkan dan menghina Beliau SAW. Kemudian Sayyidatuna Khodijah memanggil bangsawan-bangsawan Quraisy dan berkata:
”Wahai bangsawan-bangsawan Quraisy, saksikanlah, sesungguhnya aku telah memberikan semua yang aku miliki kepada Muhammad, jika Ia masih mau denganku, maka itu adalah kebijakan pribadinya yang luhur”.
Seketika itu juga bangsawan–bangsawan Quraisy yang hadir takjub dan kagum atas prilakunya yang sangat mulia. Begitu pula Beliau SAW, bangga atas prilakunya dengan berkata :
بما أكافئ خديجة
”Bagaimanakah aku bisa membalas atas kebijakannya?”.
    Dengan cintanya Sayyidatuna Khodijah RA yang memuncak kepada Beliau SAW, Ia rela mengorbankan jiwa dan raganya demi untuk mengabdi kepada Beliau SAW sehingga tahun demi tahun kehidupan Beliau SAW bersama Sayyidatuna Khodijah RA penuh dengan mawaddah warohmah.
    Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hlm 163 bahwa sesungguhnya Beliau SAW dengan belas kasih sayangnya senantiasa memberi makan kepada orang yang tidak mampu (miskin). Begitu juga Beliau SAW sering sekali melakukan thowaf (mengelilingi ka’bah 7 kali). Dan saat itu ka’bah masih dipenuhi berhala-berhala. Dan sesungguhnya tidak ada sesuatu yang paling dibenci oleh Beliau SAW melebihi dari pada berhala.
    Dan sesungguhnya Beliau SAW setiap bulan Ramadlan selalu berkholwat di goa Hiro’, dan Sayyidatuna Khodijah RA selalu mendatangi Beliau SAW dengan membawakan makanan dan minuman. Dan diriwayatkan juga di kitab tersebut hal 114 bahwa pada saat usia Beliau SAW 35 tahun, terjadilah peristiwa banjir bandang yang menerjang Ka’bah, sehingga dinding-dinding ka’bah retak. Kemudian para penduduk Makkah bergotong-royong membangunnya kembali. Dan Beliau SAW ikut serta membangunnya.
    Pada saat itu penduduk Makkah terbagi dalam beberapa kabilah/suku. Setelah sampainya pembangunan pada peletakan Hajar Aswad, setiap kabilah menginginkan kehormatan bagi ketuanya untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Sebab itu terjadilah pertengkaran yang sangat sengit diantara mereka. Tidak lama kemudian, datanglah Abu Umayyah bin Al-Mughiroh orang yang paling tua diantara mereka, untuk menengahi pertengkaran tersebut, dengan berkata:
“Wahai kaum Quraisy, demi kedamaian dan kebaikan kita bersama, kita serahkan saja masalah ini kepada siapa saja yang pertama kali masuk masjid lewat jalan ini”.
Kemudian merekapun menyetujui saran tersebut demi menjaga kedamaian dan kebaikan bersama. Dengan serentak mereka memperhatikan jalan itu dengan menunggu-nunggu siapa gerangan yang pertama kali datang. Tak lama kemudian muncul seseorang yang paling tampan berwibawa, paling dihormati serta dihargai, dan paling terpercaya. Tiada lain yaitu Beliau SAW. Dengan serentak mereka mengucapkan:
“Ia adalah Muhammad Al-Amiin. Ia adalah Muhammad Al-Amiin, kami semua akan setuju dan menerima keputusannya”.
Sesampainya Beliau SAW di tempat tersebut, mereka memberitahu apa yang telah disepakatinya. Kemudian Beliau SAW dengan penuh hikmah menggelar sorbannya di bawah letaknya Hajar Aswad. Lalu Beliau SAW mengangkat Hajar Aswad dan meletakkannya di tengah sorban tersebut, dan mempersilahkan setiap ketua dari kabilah Quraisy untuk bersama-sama mengangkat sorban tersebut. Sesampainya di tempat peletakan Hajar Aswad, Beliau SAW mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya.
Dengan demikian semua kabilah merasa lega hatinya dan merasa puas atas kebijakan Beliau SAW, dan merekapun meneruskan pembangunannya dengan senang hati hingga selesainya pembangunan tersebut.
Sejak itulah semakin memuncak kekaguman dan penghargaan kaum Quraisy kepada Beliau SAW, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Al-Muhaddis As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawiy Al-Malikiy Al-Hasaniy dalam kitabnya Tarikhul Hawaadits An-Nabawiyyah hlm 57: “Bahwa pada saat  usia Beliau SAW 35 tahun  kemuliaan dan keutamaan Beliau SAW semakin tersebar ke seluruh penduduk Makkah, apalagi setelah peristiwa peletakan Hajar Aswad, para penduduk Makkah semakin memuncak rasa kagum dan bangganya kepada Beliau SAW dan juga semakin memuncak penghargaannya atas kebajikan-kebajikan Beliau SAW. Dan pada tahun itu juga lahirlah putri Beliau SAW Sayyidah Fathimah Az-Zahra RA.
Dan disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Fushul Fii Siiratir Rasul SAW juz 1 hlm 103 bahwa sesungguhnya putra putri Beliau SAW ada 7 (tujuh), Semuanya dari Sayyidatuna Khodijah RA kecuali Sayyiduna Ibrahim RA yaitu dari Sayyidatuna Mariyah Al-Qibthiyyah RA. Mereka adalah:
Sayyiduna Qosim RA
Sayyidatuna Zainab RA
Sayyidatuna Ruqoyyah RA
Sayyidatuna Ummi Kultsum RA
Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra’ RA
Sayyiduna Abdullah RA
Sayyiduna Ibrahim RA.
Dan yang paling mulia diantara mereka adalah Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra’ RA. Adapun dalil-dalil dan data-data tentang kemuliaan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra’ RA sangat banyak sekali. Diantaranya:
Sabda Beliau SAW bahwa Ia adalah wanita yang paling mulia di alam jagad raya ini. Dan akan menjadi pemimpin wanita-wanita sorga. Dan pada saat Sayyidatuna Fathimah RA lahir, usia Beliau SAW adalah 35 tahun.
    Dan diisebutkan oleh Al-Imam Al-Muhaddits As-Sayyid Muhammad bin ‘Alawiy bin Abbas Al-Malikiy Al-Hasaniy di kitabnya Taariikhul Hawaadiits wal-Ahwaal An-Nabawiyyah hlm 58, bahwa pada saat Beliau SAW berusia 38 tahun, tanda-tanda kenabian Beliau semakin nampak., sejak saat itulah Beliau SAW semakin sering berkholwat di goa Hiro’.
    Begitu pula disebutkan di kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hlm 165 bahwa sebelum turunnya wahyu yang pertama, setiap kali Beliau SAW berkholwat mendengar suara gemuruh yang memanggil-manggil Beliau SAW dengan berkata:
يا محمد يا محمد
"Wahai Muhammad..wahai Muhammad".
Dan setiap Beliau SAW mendengar suara tersebut, Beliau SAW meninggalkan kholwatnya dan memberitahu kepada Sayyidatuna Khodijah RA tentang apa yang telah dialaminya. Dan pada saat Sayyiduna Abu Bakar RA sahabat karib Beliau SAW datang ke rumah Beliau SAW,  maka Sayyidatuna Khodijah RA memberi saran kepada Beliau SAW bersama Sayyiduna Abu Bakar RA untuk pergi kepada pamannya (Waraqah bin Naufal sahabat dekat Sayiduna Abdul Mutholib). Sesampainya mereka di hadapan Waraqah bin Naufal, Beliau SAW menceritakan apa yang dialaminya. Kemudian Waraqah bin Naufal berkata:
“Pada saat engkau mendengar suara tersebut, hendaklah engkau tetap di tempat, hingga engkau mendengar apa yang akan disampaikannya. Dan beritahukanlah hal itu kepadaku”.
    Kemudian pada saat Beliau SAW berkholwat, Beliau SAW melihat makhluk yang sangat agung diantara langit dan bumi yang berkata:
يا محمد أنت رسول الله  وأنا جبريل
“Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah utusan Allah SWT, dan sesungguhnya aku adalah Malaikat Jibril”.
Seketika Beliau SAW pulang dan memberitahu Sayyidatuna Khodijah RA atas apa yang dialaminya.
    Kemudian Sayyidatuna Khodijah RA memberitahukan kepada pamannya Waraqah bin Naufal atas apa yang dialami Beliau SAW. Waraqah bin Naufal berkata:
“Maha Suci Allah, Maha Suci Allah, Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, jika apa yang telah engkau katakan itu benar wahai Khodijah, maka Dia (Beliau SAW telah didatangi oleh malaikat yang sangat agung, yang sering mendatangi Nabi Musa AS, yaitu Malaikat Jibril AS. Dan sesungguhnya Dia (Beliau SAW) adalah Nabi umat ini. Tolong beritahu kepadanya agar tetap tabah”.
Kemudian Sayyidatuna Khodijah RA pulang dan memberitahukan apa yang dikatakan Waraqah bin Naufal .
Pada saat Beliau SAW thawaf mengelilingi ka’bah, Waraqah bin Naufal menemui Beliau SAW dan berkata:
“Wahai anak saudaraku, beritahukanlah kepadaku, tentang apa yang baru saja engkau alami”. Kemudian Beliau SAW menceritakannya.
Waraqah bin Naufal berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam Kekuasaan-Nya, sesungguhnya Engkau adalah Nabi umat ini. Dan yang mendatangimu adalah malaikat yang sangat agung di Sisi Allah SWT yang sering mendatangi Nabi Musa AS, yaitu Malaikat Jibril AS. Sungguh banyak dari kaummu yang akan mendustakanmu dan menyakitimu. Begitu pula akan menyerangmu dan mengusirmu dari kota ini “(sebagaimana yang ia ketahuinya di dalam kitab Taurat dan Injil).
    Kemudian Waraqah bin Naufal berkata;”Sungguh seandainya aku mengalami peristiwa itu, aku akan membelamu”. Kemudian Waraqah bin Naufal mencium kepala Beliau SAW  dengan penuh cinta dan kekaguman.
    Pada saat Beliau SAW berkholwat di goa Hiro’ di Bulan suci Ramadlan yang penuh dengan keberkahan, Beliau SAW mimpi bertemu dengan Malaikat Jibril AS.
    Dan pada tanggal 17 Ramadlan, malam senin, datang Malaikat Jibril AS bersama Malaikat Mikail AS kepada Beliau SAW, dan membelah dada Beliau SAW yang ketiga kalinya  dengan tanpa rasa cemas ataupun sakit sebagaimana yang pernah dilakukan sebelumnya. Kemudian Malaikat Jibril berkata;   إقرأ ( “Bacalah!”)
Beliau SAW menjawab ما أنا بقارئ  ("Sesungguhnya saya tidak bisa membaca").
Kemudian Malaikat Jibril AS mengulanginya lagi dengan berkata: إقرأ ("Bacalah”).
Begitu pula Beliau SAW menjawab ما أنا بقارئ ("Sesungguhnya saya tidak bisa membaca"). Kemudian Malaikat Jibril AS berkata:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Yang artinya;
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al-‘Alaq 1 – 5).
    Kemudian Malaikat Jibril AS pergi setelah Beliau SAW membaca Firman tersebut yang telah masuk ke dalam hatinya (dan ini adalah ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun kepada Beliau SAW).
    Dan peristiwa yang sangat dahsyat itu, telah menggetarkan hati Beliau SAW, dengan seketika Beliau SAW pulang. Sesampainya di rumah, Beliau SAW berkata kepada istrinya tercinta (Sayyidatuna Khodijah RA);
زملوني زملوني 
("Selimutilah aku! Selimutilah aku!")
Seketika itu juga Sayyidatuna Khodijah RA menyelimuti Beliau SAW dengan menenangkannya sehingga menjadi reda. Kemudian Beliau SAW menceritakan apa yang telah dialaminya dan berkata:
لقد خشيت على نفسي
("Wahai Khodijah, sungguh aku khawatir akan terjadi sesuatu yang membahayakan diriku").
Sayyidatuna Khodijah berkata:
كلا أبشر والله ما يخزيك الله أبدا
("Janganlah Engkau khawatir, berbahagialah. Demi Allah, sesungguhnya Allah SWT sangat menyayangimu dan pasti tidak akan menyia-nyiakanmu").
    Kemudian Sayyidatuna Khodijah RA pergi bersama Beliau SAW ke rumah Waraqah bin Naufal. Sesampainya di sana Sayyidatuna Khodijah RA berkata;
“Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh suamiku ini (Beliau SAW)”. Kemudian Beliau SAW memberitahukan apa yang baru saja dialaminya. Waraqah berkata:
“Sesungguhnya yang mendatangimu itu adalah Malaikat Jibril AS sebagaimana juga dia sering mendatangi Nabi Musa AS.”. Kemudian Waraqah berkata lagi;
“Duh, seandainya saya masih muda dan kuat, niscaya aku akan membela dan menolongmu pada saat orang-orang memusuhi dan mengusirmu”. Beliau SAW bertanya:
“Benarkah mereka akan memusuhi dan mengusirku ?”
Waraqah pun menjawab:
“Tiada seorangpun yang membawa ajaran tauhid seperti engkau kecuali akan menghadapi perlawanan dan pertentangan yang sengit. Dan seandainya saja aku masih ada umur dan mengalami peristiwa itu, niscaya aku akan membelamu dengan sungguh-sungguh”. Namun tak lama kemudian, Waraqah bin Naufah meninggal dunia.
Demikianlah kejadian-kejadian tersebut sangat membekas dalam jiwa Beliau SAW, sebagai pengalaman rohani yang sangat dahsyat. Maka Beliaupun kembali mengulangi kholwatnya di goa Hiro’. Hingga pada suatu saat, Beliau SAW didatangi lagi oleh Malaikat Jibril AS, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab As-Siroh An-Nabawiyyah Juz 1 hlm 170, bahwa Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya pada suatu hari, dalam perjalanan aku pulang dari Kholwat di goa Hiro’, terdengar olehku suara gemuruh memanggil-manggil namaku. Kemudian aku menoleh ke arah kanan, kiri dan juga belakangku. Namun tidak ada sesuatu. Begitu aku menengadah ke langit, aku lihat sosok makhluk yang sangat agung dan berwibawa duduk di kursiy, yaitu Malaikat Jibril AS. Dengan seketika aku lari pulang ke rumahku dengan hati yang berdebar-debar. Sesampainya di rumah, aku memohon kepada istriku (Sayyidatuna Khodijah RA) agar menyelimutiku dengan berkata:
دثروني دثروني
”Selimutilah aku! Selimutilah aku!"
Dengan seketika istriku tercinta menyelimuti dan membasahi tubuhku dengan air dingin agar membuatku tenang. Pada saat itu turunlah wahyu yang dibawa oleh Malaikat Jibril AS, yaitu surat Al-Muddatstsir (surat yang memerintahkan Beliau SAW untuk memulai dakwahnya mengesakan Allah SWT), yaitu Firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنْذِرْ ...الأية
Yang artinya kurang lebih:
“Wahai orang yang sedang berselimut, bangkitlah lalu berilah peringatan”.
Detik itulah awal dimulainya dakwah Beliau SAW, sebagai Utusan Allah SWT di tempat yang penuh kegelapan jahiliyyah, di tengah-tengah kaum yang menyembah dan menuhankan berhala, demi untuk membentangkan cahaya tauhid dan kebenaran yang haqiqi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Hanya Dia lah Allah SWT Dzat  Yang Maha Mengatur, Dzat Yang Maha Memelihara, Dzat Yang Maha Memberi balasan yang setimpal kepada orang-orang yang berbuat kebaikan ataupun kejelekan sesuai dengan amalan-amalannya setelah mereka meninggal dunia. Dan bahwa Baginda Muhammad SAW adalah Utusan Allah SWT untuk mengajak mereka meninggalkan keberhalaan dan berpasrah diri kepada aturan dan kehendak Allah SWT.
Dan diriwayatkan dalam Kitab As-Siroh An-Nabawiyyah Juz 1 hlm 179: Bahwa wanita pertama yang masuk Islam adalah istri tercinta Beliau SAW yaitu Sayyidatuna Khodijah RA, yang dengan keikhlasan cinta dan kasih sayangnya senantiasa membantu dan mendukung Beliau SAW dengan segenap jiwa raga dan hartanya, dan selalu mendamaikan, menentramkan dan menyejukkan hati Beliau SAW setiap kali Beliau SAW menghadapi rintangan ataupun hambatan dalam dakwahnya.
Dan anak remaja yang pertama kali masuk Islam adalah Sayyiduna Ali bin Abu Thalib Karromallahu Wajhah yang waktu itu berusia 10 tahun. Beliau adalah anak Sayyiduna Abu Thalib, paman Beliau SAW, yang diasuhnya sejak kecil atas kepedulian Beliau SAW untuk meringankan beban Sayyiduna Abu Thalib. Beliau adalah anak yang suci dan murni dari segala kotoran jahiliyyah karena tumbuh dan berkembang dalam asuhan dan bimbingan langsung dari Beliau SAW sehingga keimanan beliau Sayyiduna Ali KW memuncak sangat luar biasa, sebagaimana disebutkan dalam kitab Nuzhatul Majaalis juz 2 hal 157:
قال سيدنا عمر بن الخطاب رضي الله عنه : أشهد على النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : لو وضعت السموات السبع والأرضون السبع في كفة ووضع إيمان علي في كفة لرجح إيمان علي
Yang artinya kurang lebih;
“Sayyiduna Umar bin Khaththab RA berkata: "Saya bersaksi bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Seandainya tujuh langit dan tujuh bumi ditimbang dengan imannya Ali bin Abu Thalib KW niscaya lebih berat imannya Ali bin Abu Thalib KW”.
    Dan budak yang telah dibebaskan yang pertama kali masuk Islam adalah Sayyiduna Zaid bin Haritsah RA (budaknya Beliau SAW yang telah dimerdekakannya).
Dan dari kalangan budak yang belum merdeka yang pertama kali masuk Islam adalah Sayyiduna Bilal bin Robah RA (budaknya Umayyah bin Kholaf).
    Dan laki-laki dewasa dari bangasawan Quraisy yang pertama kali masuk Islam adalah shahabat Beliau SAW, yaitu Sayyiduna Abu Bakar Shiddiq RA. Beliau di kalangan Quraisy terkenal sebagai orang yang bernasab tinggi, banyak ilmunya, pemberani, pedagang yang jujur dan berakhlak mulia dan sebagai shahabat Beliau SAW dari masa kecilnya yang sangat tulus, setia dan sudah mempersiapkan dirinya untuk beriman pada saat Beliau SAW menjadi Nabi. Sebagaimana sabda Beliau SAW :
“Sesungguhnya aku belum pernah mengajak seseorang untuk masuk Islam melainkan ia mempertimbangkannya lebih dahulu kecuali Abu Bakar. Sesungguhnya Ia langsung menyambutnya dengan senang hati.
 Dan ia pun membantu Beliau SAW dalam berdakwah. Dan diantara orang-orang yang masuk Islam melaluinya yaitu:
Sayyiduna Utsman bin ‘Affan RA, Sayyiduna Zubair bin ‘Awwam RA, Sayyiduna Sa’ad bin Abi Waqqash RA, Sayyiduna Abdur Rahman bin ‘ Auf RA, dan Sayyiduna Thalhah bin ‘Ubaidillah RA.
    Dalam kurun waktu 3 tahun, Beliau SAW berdakwah pada masyarakat Quraisy dengan sembunyi-sembunyi hanya kepada mereka yang kira-kiranya percaya dan mau menyambutnya, baik dari kalangan bangsawan Quraisy, orang-orang miskin, budak-budak ataupun lainnya.
Demikianlah Baginda Rasulullah SAW dalam kurun waktu tersebut, di tengah-tengah kaum dalam kegelapan jahiliyyah yang menuhankan berhala dan menjunjung tinggi nilai-nilai materi dan kedudukan, berdakwah dengan sembunyi-sembunyi. Dan juga Baginda Rasulullah SAW merahasiakan ibadahnya dengan para shahabatnya. Dan dikarenakan sifat-sifat Baginda Rasulullah SAW yang sangat sempurna, tutur katanya yang lemah lembut, kebajikannya, selalu melindungi dan mengayomi, serta perilaku dan akhlaknya yang mulia, maka semakin hari, semakin tersebar dakwahnya ke penjuru kota Makkah.
    Dan mereka yang sudah masuk Islam, semakin hari semakin bertambah dalam hatinya keimanan dan kecintaannya kepada Baginda Rasulullah SAW karena mereka telah menyaksikan sendiri kebenaran dakwah Baginda Rasulullah SAW melalui Firman-firman Allah SWT yang turun pada Baginda Rasulullah SAW pada masa itu disertai mukjizat-mukjizat yang sangat luar biasa yang tidak diragukan lagi kebenarannya, sehingga siap untuk mengorbankan jiwa raga dan hartanya untuk membela Baginda Rasulullah SAW dan agamanya. Dan pada awalnya, para kafir Quraisy tidak memperdulikan, bahkan meremehkan hal tersebut. Namun semakin hari semakin bertambah orang yang masuk Islam. Maka mereka merasa khawatir kehilangan kedudukan dan kenikmatan yang mereka dapati. Mereka takut menjadi miskin dan terhina tidak bisa menikmati kesewenang-wenangannya. Maka merekapun mempertahankan adat-adat jahiliyyah yang sesat dan menyesatkan sebagai alasan untuk menentang dakwah Baginda Rasulullah SAW. Dan setelah 3 tahun Baginda Rasulullah SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi, maka turunlah wahyu dari Allah SWT agar Beliau Rasulullah SAW mengiklankan dakwahnya, yaitu ayat :
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ ..الأية ( الشعراء: 216-  214)
Yang artinya kurang lebih:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. (Q.S. Asy-Syu’ara’ 214-216).
Dan ayat:

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ .. الأية (الحجر 94)
Yang artinya kurang lebih;
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (Q.S. Al-Hijr  94)
Dan yang pertama kali Beliau Rasulullah SAW ajak adalah kerabat-kerabatnya sendiri, baru kemudian segenap masyarakat Quraisy.
    Dengan demikian, Islam semakin tersebar ke seluruh pelosok kota Makkah. Dan semakin banyak orang-orang yang masuk Islam. Dan sejak itulah permusuhan kafir Quraisy semakin sengit dan nyata. Kemudian merekapun berusaha untuk menghalangi dan menghentikan dakwah Baginda Rasulullah SAW, dengan dipimpin oleh Abu Lahab dan Abu Jahal.
Sebagaimana yang diriwayatkan di kitab Tarikhul Islam Lisy-Syeikh Hasan Ibrohim Hasan juz 1 hlm  71, bahwa apabila ada seorang bangsawan yang masuk Islam, maka mereka kafir Quraisy mengancam akan menghinakan, mencaci maki dan merendahkannya. Apabila yang masuk Islam seorang pedagang, maka mereka mengancam akan memutus perdagangannya dan melenyapkan hartanya. Dan apabila yang beriman orang biasa (miskin atau budak), maka tak segan-segan mereka menyiksanya. Bahkan kepada keluarganya sendiri yang masuk Islam, baik anak ataupun saudaranya, mereka tak segan-segan untuk menganiaya dan menyiksanya.
Mereka kafir Quraisy menduga bahwa dengan perlakuan seperti itu, bisa mengembalikan orang-orang yang sudah masuk Islam kepada kepercayaan nenek moyangnya, dan sebagai ancaman dan peringatan agar kaumnya takut untuk masuk Islam. Akan tetapi, kebenaran yang hakiki pasti akan menang. Dan cahaya iman dan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang telah masuk dalam hati sanubari mereka, tidaklah dapat dipadamkan. Bahkan semakin kuat dan membaja. Bagaimana tidak, mereka para shahabat telah menyaksikan sendiri akan kebenaran dakwah Baginda Rasulullah SAW melalui Firman-firman Allah SWT yang turun kepada Baginda Rasulullah SAW di masa itu, disertai mukjizat-mukjizat Baginda Rasulullah SAW yang sangat luar biasa.
Dan disebutkan juga dalam kitab tersebut, diriwayatkan oleh Imam Ibnu Ishaq Rahimahullah dari Shahabat Abdullah bin Abbas RA, bahwa sungguh sangatlah kejam perlakuan para kafir Quraisy. Mereka tak segan-segan untuk memukul, menyiksa dan membiarkan orang-orang yang telah masuk Islam dalam kehausan dan kelaparan. Sehingga tak dapat duduk apalagi bangkit berdiri, bahkan tak segan-segan untuk membunuhnya, apabila orang Islam tersebut tidak mau kembali kepada agama nenek moyangnya. Baginda Rasulullah SAW pun tak luput dari ancaman, hinaan, dan cercaan kaum kafir Quraisy. Namun mereka tak berani sampai mencelakainya dikarenakan adanya kekerabatan, pembelaan dan perlindungan dari Sayyiduna Abu Thalib dan keluarganya. Karena mereka tahu siapa itu Sayyiduna Abu Thalib. Yaitu seorang bangsawan, seorang pemimpin yang tegas, berwibawa dan bijaksana, yang sangat besar dan berpengaruh atas jasa-jasa dan kebaikannya kepada kaum Quraisy, sehingga mereka segan untuk berhadapan dengannya. Akan tetapi, mereka kafir Quraisy sangat cemas dan khawatir apabila membiarkan dakwahnya Baginda Rasulullah SAW, berarti hancurnya agama dan kepercayaan serta harga diri mereka. Maka meskipun mereka segan, mereka memberanikan diri untuk menghadap kepada Sayyiduna Abu Thalib .
Sebagaimana yang disebutkan di kitab Tahdzib Siroh Ibnu Hisyam hlm 55: bahwa mereka pembesar-pembesar kafir Quraisy datang kepada Sayyiduna Abu Thalib dan berkata:
“Wahai Abu Thalib, sesungguhnya engkau bagi kami adalah seorang panutan dan pemimpin. Kedudukanmu bagi kami tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi sesungguhnya kami sudah tidak kuat lagi atas penghinaannya keponakanmu kepada tradisi dan sesembahan kami. Dan harapan kami engkau mau mencegah dari apa yang dilakukannya. Akan tetapi engkau membiarkannya. Dari itu peringatkanlah dan hentikanlah dia atau kami melakukan pertentangan yang sengit kepada engkau dan dia sampai kami atau kalian yang binasa.”
Setelah mereka pergi Sayyiduna Abu Thalib memanggil Baginda Rasulullah SAW, kemudian Sayyiduna Abu Thalib menceritakan apa yang telah terjadi dengan para pembesar kafir Quraisy tersebut. Akan tetapi dengan cinta dan kasih sayangnya kepada Baginda Rasulullah SAW, Sayyiduna Abu Thalib akan tetap setia untuk membela dan melindungi Beliau Rasulullah SAW, dengan berkata:
إذهب يا ابن أخي فقل ما أحببت فوالله لاأسلمك لشيء أبدا
 “Wahai anak saudaraku, ucapkan dan lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki, demi Allah sesungguhnya aku akan selalu membela dan melindungimu”.
Setelah mereka kafir Quraisy mengetahui bahwa Sayyiduna Abu Thalib tidak memperdulikan ancaman mereka, merekapun datang lagi dengan merayu agar Sayyiduna Abu Thalib meninggalkan pembelaan dan perlindungannya kepada Baginda Rasulullah SAW . Akan tetapi Sayyiduna Abu Thalib dengan tegas menolaknya, dan menantang mereka dengan berkata:
فاصنع ما بدا لك
“Lakukanlah apa yang kalian inginkan,”
Kemudian mereka kafir quraisy pulang dengan perasaan yang sangat kecewa, dan pertentangan mereka kepada Baginda Rasulullah SAW dan para sahabatnya semakin sengit. Bahkan mereka bersepakat agar setiap kabilah menangani daerahnya masing-masing untuk melawan dan menghentikan dakwah Baginda Rasulullah SAW, dan mengembalikan orang-orang yang masuk Islam kepada kepercayaan nenek moyangnya, meskipun dengan kekerasan, penyiksaan ataupun pembunuhan.
Mengetahui kekejaman dan keganasan kafir quraisy, Sayyiduna Abu Thalib mengumpulkan keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib, untuk membela dan melindungi Baginda Rasulullah SAW. Maka merekapun sepakat dan setuju untuk membela dan melindungi Baginda Rasulullah SAW dengan resiko apapun, kecuali Abu Lahab, ia keluar dari golongan mereka dan bergabung dengan para kafir Quraisy.
Kemudian para pembesar kafir quraisy bermusyawarah bagaimana cara menghalangi dan menghentikan dakwah Baginda Rasulullah SAW, maka merekapun bersepakat mengutus seseorang untuk memanggil Baginda Rasulullah SAW dan mengadakan perundingan ataupun kesepakatan.
Baginda Rasulullah SAW mendatangi panggilan tersebut dengan harapan semoga mereka terbuka hatinya dan mau masuk Islam. Setelah Baginda Rasulullah SAW datang, mereka menawarkan harta benda, kekayaan dan juga kedudukan asal Baginda Rasulullah SAW menghentikan dakwahnya. Maka Baginda Rasulullah SAW menolaknya sebagaimana yang disebutkan di kitab Siroh Ibnu Hisyam hlm 67, bahwa Baginda Rasulullah SAW bersabda:
"Bukan untuk itu aku diutus oleh Allah SWT, akan tetapi Allah SWT mengutusku dan menurunkan wahyu kepadaku agar aku memberi kabar gembira kepada orang-orang yang mengikutiku dan memberi peringatan kepada orang-orang yang mengingkariku. Apabila kalian mau menerima maka itu adalah hal yang terbaik bagi kalian di dunia dan akhirat, dan apabila kalian menolaknya, maka aku pasrahkan segala urusannya kepada Allah SWT."
Mereka kafir Quraisy merasakan kebuntuan untuk bisa menghentikan dakwah Baginda Rasulullah SAW. Segala cara telah dicoba, namun gagal, dan mereka kehabisan kata-kata untuk mencela Baginda Rasulullah SAW, karena segala apa yang mereka tuduhkan bahwa Baginda Rasulullah SAW adalah seorang peramal, penyair, dukun, penyihir, orang gila atau lain-lainnya tidak dapat mereka buktikan. Dan itu semua tidak terdapat dalam pribadi Baginda Rasulullah SAW yang sangat mulia dan sangat sempurna, apalagi semakin banyak Firman-firman Allah SWT yang turun pada waktu itu, untuk menguatkan keimanan para muslimin dan mematahkan tuduhan dan serangan kafir Quraisy. Maka mereka kafir Quraisy semakin geram dan kekejaman mereka kepada anggota kabilah yang lemah atau budak-budak yang telah masuk Islam semakin merajalela.
Baginda Rasulullah SAW dengan kesempurnaan sifatnya dalam jiwanya penuh dengan rasa belas kasih sayang, selalu ingin melindungi dan mengayomi, merasa tak tega dan pilu hatinya atas apa yang dialami oleh shahabat-shahabatnya, namun karena saat itu Makkah dikuasai oleh pembesar-pembesar kafir quraisy yang sangat berpengaruh, berkuasa dan memiliki kekuatan dan juga belum ada perintah dari Allah SWT bagi Baginda Raasulullah SAW untuk melawan mereka dengan kekerasan, maka Baginda Rasulullah SAW memerintahkan sebagian dari para shahabatnya untuk hijrah ke negeri Habasyah dengan sembunyi-sembunyi demi untuk menyelamatkan agama dan jiwa mereka, sebagaimana yang disebutkan di kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 245 bahwa Baginda Rasulullah SAW bersabda:
لو خرجتم إلى أرض الحبشة فإن بها ملكا لا يظلم عنده أحد وهي أرض صدق حتى يجعل الله لكم فرجا مما أنتم فيه
Yang artinya kurang lebih:
    "Berhijrahlah kalian ke negeri Habasyah, sesungguhnya rajanya adalah seorang yang adil bijaksana yang tidak akan menganiaya kepada siapapun, dan negeri itu adalah negeri yang aman sampai Allah SWT memberikan jalan keluar dari apa yang kalian alami".
Dan ini adalah hijrah yang pertama dalam Islam, yaitu pada bulan Rajab 5 tahun dari kenabian. Dan diriwayatkan dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam hlm 68 bahwa yang pertama kali hijrah ke Habasyah adalah 10 orang, dan diantara mereka yaitu Sayyiduna Utsman bin 'Affan RA beserta istrinya Sayyidatuna Ruqayyah RA putri Baginda Rasulullah SAW.
Dan diriwayatkan dalam kitab tersebut hlm 247 bahwa setelah kurang lebih 3 bulan mereka tinggal di Habasyah, mereka mendengar kabar bahwa banyak dari penduduk Makkah sudah masuk Islam dan para muslimin di Makkah sudah merasa aman, maka merekapun sangat bergembira dan segera pulang ke Makkah yaitu pada bulan Syawal 5 tahun dari kenabian. Namun sesampainya di dekat kota Makkah ternyata kabar itu bohong belaka.
Dan begitu mereka masuk di kota Makkah, mereka menyaksikan sendiri keganasan dan kekejaman kafir quraisy kepada shahabat-shahabat Baginda Rasulullah SAW, khususnya orang-orang yang lemah, maka merekapun bermusyawarah untuk kembali ke Habasyah. Dan diantara mereka berkata : "Kita sudah terlanjur sampai di Makkah, sebaiknya kita bergabung saja dulu bersama Baginda Rasulullah SAW dan para shahabat-shahabatnya. Dan mempersiapkan diri untuk kembali ke Habasyah".
Dan tak lama kemudian merekapun kembali hijrah ke Habasyah dengan diikuti oleh beberapa shahabat yang merasa terancam oleh keganasan kafir Quraisy, sampai jumlah mereka, selain dengan anak-anak yaitu ± 83 laki-laki dan 18 perempuan termasuk diantaranya yaitu Sayyiduna Ja'far bin Abu Thalib RA bersama istrinya Asma' binti 'Umais, dan ini dinamakan hijrah yang kedua.
Dan tak lama kemudian kafir Quraisy mengetahui bahwa banyak para shahabat Rasulullah SAW yang hijrah ke negeri Habasyah, merekapun merasa sangat khawatir dan cemas seandainya para muslimin menyusun kekuatan di sana, dan agama Islam semakin tersebar, maka kafir Quraisy bersepakat untuk mengirim tokoh-tokoh ahli diplomasinya yang sudah mempunyai hubungan baik dengan raja Habasyah guna untuk menyerahkan para muslimin kepada mereka agar dibawa pulang ke Makkah. Sesampainya di hadapan Raja Habasyah, terjadilah perdebatan yang sangat sengit antara diplomasi kafir quraisy dengan shahabat Baginda Rasulullah SAW.
Raja Habasyah dengan kebijaksanaan dan keadilannya, tidaklah membela kecuali kepada yang benar. Dengan mendengarkan perdebatan antara tokoh diplomat quraisy dan shahabat Baginda Rasulullah SAW, Raja Habasyah pun mengetahui kebenaran apa yang dianut oleh shahabat Baginda Rasulullah SAW, maka Iapun bersikukuh untuk tetap melindungi dan mempersilahkan para shahabat Baginda Rasulullah SAW tinggal di negerinya dengan aman. Dengan demikian para diplomat kafir quraisy pulang dengan perasaan yang sangat kecewa atas kegagalannya.
    Dan pada tahun keenam dari kenabian, paman Baginda Rasulullah SAW,  Sayyiduna Hamzah bin Abdul Muthalib RA masuk Islam, sebagaimana disebutkan dalam Siroh Ibnu Hisyam hlm 59 bahwa Sayyiduna Hamzah RA adalah seorang laki-laki yang kuat, berwibawa, pandai berburu dan sangat disegani oleh kaumnya atas keberaniannya. Pada suatu hari di saat Sayyiduna Hamzah pulang dari berburu, mendengar berita dari seorang perempuan bahwa Baginda Rasulullah SAW diganggu dan dicaci maki oleh Abu Jahal. Seketika itu juga beliau memacu kudanya menuju ke Ka'bah memburu Abu Jahal dengan kemarahan yang meluap. Setelah dijumpainya langsung Beliau memukulkan busurnya dengan sangat keras ke kepala Abu Jahal sampai mengeluarkan darah, dengan berkata:
أتشتمه وأنا على دينه أقول ما يقول فرد ذلك علي إن استطعت
Yang artinya kurang lebih:
    "Wahai Abu Jahal, berani-beraninya kamu mencaci-maki Baginda Rasulullah SAW, padahal saya sudah masuk dalam agamanya, dan aku mengucapkan apa yang Baginda Rasulullah SAW dakwahkan. Ayo lawan aku kalau kamu mampu!"
    Orang-orang dari Bani Maskhzumi bangkit dan mau membela Abu Jahal, namun Abu Jahal menyetopnya karena tahu bahwa Sayyiduna Hamzah RA tidak terkalahkan, dan berkata; "Sesungguhnya akulah yang bersalah, telah mengganggu dan mencaci-maki keponakannya (Baginda Rasulullah SAW)".
    Dengan kejadian tersebut, tersebarlah keislaman Sayyiduna Hamzah RA di kalangan kaum quraisy. Dan dengan masuk islamnya, maka agama Islam semakin kuat dan mulai saat itu kafir Quraisy tidak berani dengan terang-terangan mengganggu dan mencaci-maki Baginda Rasulullah SAW. Dan tidak lama kemudian Sayyiduna Umar bin  Khathab RA masuk Islam.
    Sesungguhnya beliau sudah terkenal di kalangan quraisy sebagai seorang satria yang tidak tertandingi dan bersifat bijaksana. Sebagaimana yang diriwayatkan bahwa Sayyiduna Umar RA memberikan setengah dari kekayaan yang dimilikinya untuk kepentingan dakwah Baginda Rasulullah SAW.
    Dan dengan masuk Islamnya Sayyiduna Umar RA, Baginda Rasulullah SAW dan para shahabatnya merasa bahagia. Karena dengannya, Islam akan semakin kuat.
Dan diriwayatkan oleh Sayyiduna Ibnu Abbas RA bahwa pada saat Sayyiduna Umar bin Khathab masuk Islam, Malaikat Jibril AS berkata kepada Baginda Rasulullah SAW:
لقد إستبشر أهل السماء بإسلام عمر لأن الله أعز به الدين ونصر به المستضعفين
Yang artinya kurang lebih:
    "Sesungguhnya para malaikat penghuni langit ikut bergembira dengan masuk Islamnya Umar. Karena Allah SWT akan memuliakan agama Islam dengannya, dan senantiasa membela orang-orang Islam, khususnya yang lemah".
Para kafir Quraisy semakin resah, kedengkian mereka semakin memuncak, melihat Islam semakin kuat dan tersebar, apalagi dengan masuk Islamnya Sayyiduna Umar RA, maka mereka bersepakat memberanikan diri untuk membunuh Baginda Rasulullah SAW dengan cara yang licik. Mereka merencanakan pembunuhan tersebut, dan mengupayakan yang membunuh bukan dari golongan Quraisy, agar mereka terlepas dari tuduhan atau pertanggungjawaban.
Dan tak lama kemudian, rencana tersebut diketahui oleh Sayyiduna Abu Thalib, maka Beliau mengumpulkan keluarga Bani Hasyim dan keluarga Bani Muthalib, untuk meningkatkan kewaspadaan dan perlindungannya kepada Baginda Rasulullah SAW.
Kemudian mereka dan sebagian dari kaum muslimin bersama Baginda Rasulullah SAW mengungsi ke lembah milik mereka, yang berada di pinggiran kota Makkah, demi untuk menjaga dan melindungi Baginda Rasulullah SAW.
Dan disebutkan dalam kitab tersebut hlm 262 bahwa Sayyiduna Abu Thalib selama dalam lembah itu, selalu menjaga dan melindungi Baginda Rasulullah SAW. Bahkan tidur di tempat Baginda Rasulullah SAW demi untuk mengelabuhi dan berjaga-jaga dari orang-orang yang akan berbuat jahat kepada Baginda Rasulullah SAW. Dan juga memerintahkan keluarganya, untuk memuncakkan kewaspadaannya dari segala hal yang bisa membahayakan Baginda Rasulullah SAW.
Demikianlah kesungguhan Sayyiduna Abu Thalib dalam melindungi dan membela Baginda Rasulullah SAW, meskipun sudah dipastikan bahwa Allah SWT pasti senantiasa akan melindungi dan membela Baginda Rasulullah SAW.
Dan dalam pengungsian tersebut, Baginda Rasulullah SAW memerintahkan kepada sebagian dari shahabatnya yang berada di Makkah yang merasa terancam oleh keganasan kafir Quraisy untuk berhijrah dan bergabung dengan para saudaranya yang berada di negeri Habasyah. Dengan demikian, gagallah upaya kafir quraisy untuk melaksanakan rencananya. Seakan-akan sudah habis segala macam cara dan upaya kafir quraisy untuk mencelakakan Baginda Rasulullah SAW, maka tidak ada lain bagi mereka kecuali bersepakat untuk memboikot keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang telah melindungi dan membela Baginda Rasulullah SAW, yaitu memutus segala hubungan dengan mereka, baik dalam segi pernikahan, perdagangan atau kebijaksanaan. Dan tidak ada belas kasih sayang bagi mereka, kecuali mau menyerahkan Baginda Rasulullah SAW untuk dibunuhnya. Kemudian mereka meletakkan kesepakatan tersebut di Ka'bah.
Dengan cinta dan kasih sayangnya Sayyiduna Abu Thalib tak gentar dan tak mundur sedikitpun, tetap setia untuk membela dan melindungi Baginda Rasulullah SAW dengan segala resiko apapun. Demikianlah mereka dalam pengungsian tersebut selama ± 2 tahun, tidak bisa berhubungan dengan penduduk Makkah kecuali pada bulan-bulan haram, khususnya pada musim haji, karena bulan itu adalah bulan damai, diharamkan peperangan ataupun pertentangan, sebagai tradisi yang telah diwarisi dari nenek moyangnya.
Mereka (keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib) menggunakan kesempatan tersebut untuk berdagang mencari kebutuhan. Meskipun kafir quraisy mengetahui bahwa bulan-bulan itu adalah bulan damai, akan tetapi, kafir quraisy tetap bersepakat untuk mengganggunya di saat mereka datang ke kota Makkah, dan memerintahkan kepada para pedagang  di kota Makkah untuk menjual kepada mereka dengan harga yang sangat tinggi.
Demikianlah keadaan mereka di lembah tersebut, semakin hari semakin payah. Mereka rela melakukan hal itu, sampai habis apa yang mereka miliki hingga yang mereka makan adalah dedaunan ataupun tumbuh-tumbuhan yang berada di lembah tersebut, demi kesetiaannya untuk membela dan melindungi Baginda Rasulullah SAW.
Dan diriwayatkan dalam kitab tersebut hlm 264 bahwa diantara pembesar kafir Quraisy yaitu Hisyam bin Amar Al-Amiriy tersentuh hatinya, tak tega melihat penderitaan keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Dengan sembunyi-sembunyi di malam hari ia mengirimkan bahan makanan ke lembah tersebut, demi untuk mengurangi beban penderitaan mereka. Ia pun menyesal telah ikut dalam kesepakatan pemboikotan tersebut. Ia mau berontak, tapi merasa tak berdaya karena hanya seorang diri, maka iapun mencari, siapa tahu diantara para pembesar Quraisy ada yang merasakan hal yang sama dengannya, sehingga terkumpullah lima orang, yaitu:
1. Hisyam bin Amar Al-Amiriy 2. Zuhair bin Abi Umayyah Al-Makhzumiy 3. Muth'im bin 'Adiy 4. Abul Bukhturi bin Hisyam 5. Zam'ah bin Al-Aswad.
Kemudian mereka datang ke Ka'bah, setelah berthowaf mengelilingi Ka'bah, Zuhair berpidato:
"Wahai penduduk Makkah, kita bisa makan dan minum dengan sepuasnya. Tegakah kalian membiarkan keluarga bani Hasyim dan Bani Muthalib dalam penderitaan yang menyedihkan, dan terputus dari semua hubungan?. Demi Allah, aku tidak akan membiarkan hal itu, hingga kesepakatan yang tidak adil ini dibatalkan".
Kemudian Abu Lahab berkata:
"Kalian semua pendusta! sesungguhnya kesepakatan ini tak dapat dibatalkan!"
Lalu terjadilah perdebatan yang sengit diantara mereka.
Dan pada waktu itu juga Allah SWT memberitahu kepada Baginda Rasulullah SAW bahwa poin-poin tentang kesepakatan  yang dholim tersebut telah dimakan rayap. Kemudian Baginda Rasulullah SAW memberitahu pamannya Sayyiduna Abu Thalib tentang apa yang terjadi.
    Dengan keyakinan bahwa Baginda Rasulullah SAW tak mungkin berbohong, Sayyiduna Abu Thalib dengan penuh percaya diri pergi menuju Ka'bah dan didampingi beberapa orang dari keluarganya.
    Melihat kedatangan rombongan Sayyiduna Abu Thalib, kafir Quraisy mengira bahwa Sayyiduna Abu Thalib dan keluarganya sudah tidak tahan menderita dan akan menyerahkan Baginda Rasulullah SAW kepada mereka.
Sesampainya di Ka'bah, Sayyiduna Abu Thalib berkata:
يا معشر قريش جرت بيننا وبينكم أمور لم تذكر في صحيفتكم فأتوا بها لعل أن يكون بيننا وبينكم صلح
Yang artinya kurang lebih:
"Wahai bangsawan quraisy, sesungguhnya kalian telah membuat kesepakatan terhadap kami, cobalah tunjukkan kepada kami kesepakatan itu, siapa tahu ada solusi diantara kita".
Kafir quraisy dengan berkeyakinan tidak ada kesalahan sedikitpun dalam kesepakatan itu dan tak ada jalan damai selain menyerahkan Baginda Rasulullah SAW, maka dengan seketika mengambil gulungan kesepakatan tersebut, dan menyerahkannya kepada sayyiduna Abu Thalib agar menyaksikan sendiri apa yang telah tercantum di dalamnya.
 Sebelum membuka gulungan kesepakatan tersebut Sayyiduna Abu Thalib berkata;
إن ابن أخي أخبرني ولم يكذبني إن الله قد بعث على صحيفتكم دابة
Yang artinya kurang lebih :
"Wahai bangsawan Quraisy, sesungguhnya keponakanku Muhammad, telah memberitahukan kepadaku, dan Beliau bukanlah seorang pembohong, bahwa sesungguhnya Allah SWT memerintahkan rayap untuk memakan semua poin-poin kesepakatan yang dholim  ini ".
Kemudian Sayyiduna Abu Thalib membuka kesepakatan tersebut dan ternyata benar apa yang telah disabdakan oleh Baginda Rasulullah SAW. Kemudian Sayyiduna Abu Thalib berkata:
وقد بان الأمر وتبين أنكم أولى بالظلم والقطيعة أقلعوا عما أنتم عليه فو الله لا نسلمه حتى نموت من عند آخرنا
Yang artinya kurang lebih :
"Terbuktilah sekarang, bahwa keponakanku Muhammad tidak bersalah dan tidak berbohong, justru kalianlah yang berbuat semena-mena dan memecah belah diantara kita, maka batalkan kesepakatan yang tidak adil ini. Demi Allah, jika kalian tidak mau membatalkannya, kami akan tetap membela dan melindunginya, walaupun nyawa kami semua taruhannya".
Melihat kenyataan itu, kafir Quraisy mau tidak mau membatalkan kesepakatan tersebut. Dan mereka yang tidak terima pembatalan tersebut saling berkata;
"Sungguh ini tidak masuk akal, pasti ini adalah sihir".
Bukanlah kesadaran yang ada di hati mereka, akan tetapi kedengkian dan kebencian yang makin mendalam.
Kemudian Hisyam bin Amar dan teman-temannya menggabungkan diri kepada Sayyiduna Abu Thalib dan rombongannya. Mereka bersama-sama pergi menuju ke lembah untuk mengembalikan keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib ke rumahnya masing-masing. Dan sebagian dari 5 orang tersebut (Hisyam dan teman-temannya) mendapati anugerah dari Allah SWT dengan masuk Islam .
Setelah mereka kembali ke rumahnya masing-masing, maka pada bulan Ramadlan tahun 10 dari kenabian, paman Baginda Rasulullah SAW Sayyiduna Abu Thalib meninggal dunia dalam usia 86 tahun.
Dan diriwayatkan di kitab Siroh Ibnu Hisyam hal 88 bahwa pada saat Sayyiduna Abu Thalib menderita sakit, dan kafir quraisy mengetahui sudah mendekat ajalnya, maka para pembesar kafir quraisy datang kepada Sayyiduna Abu Thalib dan berkata;
"Wahai Abu Thalib, sesungguhnya kita ini adalah satu keluarga (suku Quraisy), dan engkau telah mengetahui pertentangan antara kami dengan keponakanmu. Sesungguhnya kami sangat cemas apabila engkau meninggal, masalah ini belum selesai. Tolong panggillah dia agar kami bisa berunding dan kami siap untuk memberikan apa yang dia inginkan, begitu pula kami punya keinginan yang harus dia patuhi demi kebaikan kita bersama".
    Setelah Baginda Rasulullah SAW datang dan mengetahui maksud mereka, Baginda Rasulullah SAW bersabda:
نعم كلمة واحدة تعطونيها تملكون بها العرب و العجم
Yang artinya kurang lebih :
"Baiklah wahai bangsawan Quraisy, hanya satu kalimat saja yang aku minta dari kalian, yang dengannya kalian bisa mendapati keunggulan yang mulia di  seluruh wilayah arab dan lainnya".
Abu Jahal berkata:
"Demi bapakmu, sepuluh kalimat sekalipun akan kami penuhi, silahkan!"
Baginda Rasulullah SAW bersabda:
"Katakanlah kalimat Laailaahaillallaah (Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT ), dan tinggalkanlah segala penyembahan kecuali hanya kepada Allah SWT".
Kafir Quraisy menepukkan tangan, tanda ingkar dan pelecehan, dengan berkata:
"Wahai Muhammad, apa yang kamu inginkan itu tidak masuk akal. Apakah engkau menginginkan kami meninggalkan persembahan kepada tuhan-tuhan kami. Dan hanya menyembah kepada satu Tuhan saja. Itu adalah hal yang mustahil".
Kemudian mereka saling berkata, "Orang ini tidak akan memberi apa-apa seperti yang kita harapkan. Mari pergi saja".
Setelah mereka pergi, Sayyiduna Abu Thalib berkata;
"Demi Allah, wahai keponakanku, sesungguhnya apa yang engkau minta dari mereka, bukanlah sesuatu yang sulit (hanya karena kekhawatiran akan hilangnya kedudukan mereka, dan kekolotan kepada tradisi nenek moyangnya sehingga menjadikan mereka sulit mengucapkannya)".
Dan diriwayatkan di kitab As-Siroh An-Nabawiyyah Juz 1 hlm 269 bahwa sebelum meninggalnya, Sayyiduna Abu Thalib mengumpulkan sebagian dari masyarakat Quraisy dan berwasiat kepada mereka untuk mengikuti Baginda Rasulullah SAW dengan berkata:
لن تزالوا بخير ما سمعتم من محمد وما اتبعتم أمره فأطيعوه ترشدوا
Yang artinya kurang lebih:
"Wahai masyarakat Quraisy, sesungguhnya kalian akan selalu dalam kebaikan, apabila kalian mau mengikuti Muhammad keponakanku ini, maka taatlah kalian semua kepadanya, niscaya kalian mendapati jalan kebenaran dan kebahagiaan".
Akan tetapi kafir Quraisy tidak menyambut ajakannya, bahkan setelah meninggalnya Sayyiduna Abu Thalib, mereka semakin memuncak kedengkiannya, hingga berani mengganggu Baginda Rasulullah SAW dengan terang-terangan.
Setelah Sayyiduna Abu Thalib meninggal dunia, kurang lebih 3 hari kemudian, istri tercinta Baginda Rasulullah SAW, Sayyidatuna Khodijah RA meninggal juga pada usia 65 tahun, dan dimakamkan di kuburan Al-Hajun, dan Baginda Rasulullah SAW ikut turun dan menaruh jenazahnya ke makam tersebut.
Tahun inilah yang dinamakan 'Aamul Huzni' (tahun duka cita). Baginda Rasulullah SAW dengan segenap kesempurnaan dan keagungan jiwanya, apabila dilihat dari sisi kemanusiaan sangatlah wajar apabila bersedih dan berduka atas seorang paman sebagai pengganti ayahandanya yang dengan tulus dan kasih sayangnya, selalu melindungi, membela dan mengayominya, kini telah meninggal dunia, sehingga kafir quraisy semakin berani menghina dan mengganggu Baginda Rasulullah SAW dengan terang-terangan.
Dan sangatlah wajar juga apabila Baginda Rasulullah SAW sebagai seorang suami bersedih dan berduka atas meninggalnya istri tercintanya yang dengan keikhlasan, cinta dan kasih sayangnya, senantiasa membantu dan mendukung Baginda Rasulullah SAW, dengan segenap jiwa, raga dan hartanya, dan senantiasa menentramkan, mendamaikan, dan menyejukkan hatinya setiap kali menghadapi rintangan, ataupun hambatan dalam dakwahnya.
Namun Baginda Rasulullah SAW adalah Basyarun Laa Kal-Basyar (manusia tapi bukan manusia biasa), yang dengan keagungan jiwanya yang murni, memahami dengan sempurna hikmah apa yang ada dibalik Kehendak Allah SWT. Dan Allah SWT telah bersumpah dengan Firman-Nya di Surat Adl-Dluha bahwa Allah SWT tidak akan meninggalkan dan mengecewakan Baginda Rasulullah SAW.
Dalam tahun duka cita tersebut, dengan tetap tegar dan bersemangat Beliau Baginda Rasulullah SAW tetap melaksanakan dakwahnya. Kemudian Baginda Rasulullah SAW mengarahkan dakwahnya ke kota Thoif dengan harapan siapa tahu di sana masyarakatnya lebih lunak hatinya, dan mau menyambut serta membela dakwahnya. Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab As-Siroh An-Nabawiyyah Juz 1 hlm 270:
Bahwa pada bulan Syawal tahun 10 dari kenabian,  Baginda Rasulullah SAW disertai Sayyiduna Zaid bin Haritsah RA (budak yang telah dimerdekakannya), berangkat ke kota Thoif untuk berdakwah. Namun sesampainya di sana ternyata perlakuan penduduk Thoif lebih kasar dan keji dari pada kafir Quraisy. Setiap kali Baginda Rasulullah SAW mendatangi satu kelompok dari penduduk Thoif untuk berdakwah selalu diusir dengan cacian dan penghinaan. Bahkan para pembesar kota Thoif mengerahkan rakyat, anak-anak dan budak-budaknya untuk mengusir, menghina dan melemparinya dengan batu-batu, sehingga Baginda Rasulullah SAW dan Sayyiduna Zaid RA terluka.
    Kemudian Baginda Rasulullah SAW pergi meninggalkan Thoif menuju ke Makkah. Sesampainya di perkebunan pinggiran kota Thoif Baginda Rasulullah SAW beristirahat dengan keadaan bersedih atas perbuatan kaum Thoif yang sangat keji. Pada saat itu datanglah Malaikat Jibril AS dengan berkata:
يا محمد إن ربك يقرئك السلام وهذا ملك الجبال قد أرسله وأمره ألا يفعل شيئا إلا بأمرك.
Yang artinya ;
    "Wahai Muhammad Utusan Allah, sesungguhnya Allah SWT memberikan salam kepada Engkau. Dan yang datang bersamaku ini adalah malaikat penguasa gunung, yang telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan segala perintah Engkau".
Kemudian malaikat penguasa gunung berkata:
إن شئت رميت عليهم الجبال، وإن شئت خسفت بهم الأرض
Yang artinya :
    "Wahai Muhammad Utusan Allah, jika Engkau mengizinkan, aku timpakan gunung-gunung ini kepada mereka, atau aku benamkan mereka ke dasar bumi, maka akan aku lakukan seketika".
Kemudian Baginda Rasulullah SAW bersabda:
يا ملك الجبال: فإني آتى بهم لعلهم أن يخرج منهم ذرية يقولون لا إله إلا الله.
Yang artinya ;
    "Wahai Malaikat Penguasa Gunung, janganlah kamu melakukan hal itu, karena sesungguhnya aku masih berharap, siapa tahu diantara mereka dan keturunannya ada yang mau beriman dengan mengucapkan kalimat Laa ilaaha Illallaah (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah)".
Kemudian Malaikat Penguasa Gunung berkata:
أنت كما سماك ربك رؤوف رحيم
Yang artinya :
    "Wahai Muhammad kekasih Allah SWT, sesungguhnya engkau sebagaimana yang difirmankan Allah SWT adalah seorang Rasul yang penuh dengan belas kasih sayang".
Diriwayatkan dalam kitab Siroh Ibnu Hisyam hlm 90, bahwa Baginda Rasulullah SAW bersama Sayyiduna Zaid RA meneruskan perjalanan ke Makkah. Sesampainya di Nahlah (kebun korma) yang berjarak ± setengah hari dari Makkah, Beliau SAW beristirahat dan bermalam di situ. Dan pada saat Beliau SAW sholat malam, Beliau SAW didatangi bangsawan jin dari Nashibien (daerah antara Syam dan Irak). Dengan sembunyi-sembunyi mereka (para jin) dengan khusyuk mendengarkan ayat-ayat yang dibaca Baginda Rasulullah SAW. Dengan penuh keyakinan mereka mengetahui bahwa apa yang dibaca Beliau SAW adalah Firman-firman Allah SWT. Dan merekapun yakin bahwa Beliau SAW adalah Rasul utusan Allah SWT untuk seluruh alam (diantaranya para jin). Maka dengan seketika mereka beriman dan masuk Islam.
    Setelah Baginda Rasulullah SAW selesai sholat, maka mereka pun pulang dengan perasaan bangga dan gembira atas anugerah Allah SWT yang telah melimpah kepada mereka sehingga mereka beriman dan masuk Islam. Kemudian dengan penuh semangat mereka berda’wah kepada kaumnya, dan sebagian dari kaumnya beriman dan masuk Islam.
    Dan di saat itu pula turun Firman Allah SWT kepada Baginda Rasulullah SAW, yaitu ayat:
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا (1) يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا (2) الأية..
Yang artinya :
    "Katakanlah (hai Nabi Muhammad), "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya; telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al-Qur'an), lalu mereka berkata; sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan. (Yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan Allah SWT dengan siapapun" (Q.S. Al Jin 1,2..)
Diriwayatkan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir juz 4 hlm 163 Sayyiduna Ibnu Abbas RA berkata: "Bahwa peristiwa tersebut adalah awal dakwah Baginda Rasulullah SAW pada golongan jin".
Kemudian seringkali mereka golongan jin berdatangan dan menghadap kepada Baginda Rasulullah SAW baik di Makkah maupun di Madinah  untuk mendengarkan dan melaksanakan ajaran Beliau SAW yang berkaitan dengan kepribadian mereka.
    Kemudian Baginda Rasulullah SAW dan Sayyiduna Zaid RA meneruskan perjalanannya ke Makkah. Pada saat akan memasuki kota Makkah, Sayyiduna Zaid RA dengan perasaan cemas berkata:
"Wahai Rasulullah, bagaimanakah kita akan masuk kota Makkah, padahal para kafir Makkah sangat membenci kita. Mereka selalu berusaha untuk mencelakakan kita".
Baginda Rasulullah SAW bersabda:
يا زيد إن الله جاعل لما ترى فرجا ومخرجا وأن الله مظهر لدينه وناصر نبيه
"Hai Zaid, janganlah kamu cemas, sesungguhnya Allah SWT pasti akan memberikan jalan keluar bagi kita dan sesungguhnya Allah SWT pasti akan memberikan kemenangan pada agamanya. Dan Dia lah Allah SWT Dzat yang akan membela dan melindungi Nabi-Nya".
    Dengan keyakinan bahwa Allah SWT pasti akan memberikan jalan keluar, akan memenangkan agamanya dan akan membela serta melindunginya, Baginda Rasulullah SAW masuk ke kota Makkah pulang ke rumahnya dan bergabung dengan para shahabatnya yang selalu tetap setia untuk berjuang dan berdakwah meskipun Baginda Rasulullah SAW tidak bersama mereka (pada waktu pergi ke Thoif).
    Di kota Makkah, Baginda Rasulullah SAW dan para shahabatnya meneruskan aktifitasnya sehari-hari yaitu beribadah dan berdakwah kepada para penduduk Makkah dan kabilah-kabilah sekitarnya. Kemudian Baginda Rasulullah SAW mengarahkan dakwahnya kepada orang yang datang berhaji ke Makkah, karena pada saat itu sudah masuk musim haji, sebagaimana yang Beliau SAW lakukan setiap musim haji.
    Diriwayatkan oleh Al-Habib As-Sayyid Muhammad bin Alwiy Al-Malikiy dalam kitabnya Taarikhul Hawaadits hlm 62 bahwa pada saat itu (masuk  tahun 11 dari kenabian) Baginda Rasulullah SAW  dan para shahabatnya mengerahkan segenap upayanya untuk berdakwah kepada orang-orang yang datang ke Makkah untuk berhaji, dan para kafir Quraisy semakin memuncak kedengkiannya. Mereka sangat khawatir akan tersebarnya dakwah Baginda Rasulullah SAW. Maka merekapun mengerahkan kaumnya untuk merintangi dakwah Baginda Rasulullah SAW dengan membujuk setiap orang yang datang ke Makkah agar jangan mendekati dan mendengarkan perkataan Baginda Rasulullah SAW.
    Diriwayatkan dalam kitab As-Siroh An-Nabawiyyah juz 1 hlm 275 bahwa Sayyiduna Thufail bin Amr seorang ilmuwan dari bangsawan Kabilah Ad-Dausiy yang sangat cerdas dan pandai, serta sebagai sastrawan yang ulung dan handal.
    Pada saat beliau berhaji ke Makkah, maka setiap kali bertemu dengan para bangsawan Quraisy mereka selalu memperingatkannya agar tidak mendekati dan mendengarkan perkataan Baginda Rasulullah SAW dengan berbagai macam tuduhan, sehingga beliau tidak berani mendekatinya dan berjaga-jaga dengan menutupi kedua telinganya rapat-rapat dengan kapas agar tidak mendengarkan perkataan Baginda Rasulullah SAW.
    Pada pagi harinya beliau datang ke Ka'bah, ternyata Baginda Rasulullah SAW sudah berada di situ dan sedang melaksanakan sholat. Adalah suatu keajaiban, meskipun beliau telah menutupi telinganya rapat-rapat dengan kapas, terdengar dengan jelas olehnya keindahan ayat-ayat yang dibaca Baginda Rasulullah SAW. Beliau pun berkata dalam hatinya, sesungguhnya aku bukanlah orang yang bodoh, aku bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, aku akan mendatanginya, apabila memang benar maka aku akan menerimanya, apabila tidak benar, maka aku akan meninggalkannya.
    Pada saat beliau akan mendatangi Baginda Rasulullah SAW, ternyata Baginda Rasulullah SAW telah bangkit menuju ke rumahnya. Maka beliaupun mengikutinya. Sesampainya di rumah Baginda Rasulullah SAW, beliau berbicara tentang berbagai macam masalah dan bertanya kepada Baginda Rasulullah SAW dengan berkata;
"Wahai Tuan Muhammad, sesungguhnya, visi dan misi apakah yang Engkau bawa sehingga para pembesar Quraisy melarangku untuk mendengarkan segala perkataanmu".
Kemudian Baginda Rasulullah SAW menjelaskan visi dan misinya bahwa sesungguhnya Beliau SAW adalah Rasul yang diutus oleh Allah SWT agar mengajak ummat untuk tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah SWT, dan kemudian Beliau SAW membacakan surat Al-Ikhlash dan Al-Mu'awwidzatain. Seketika itu juga Sayyiduna Thufail berkata:
"Demi Allah, sungguh aku benar-benar belum pernah mendengarkan perkataan yang lebih indah dan lebih benar dari apa yang engkau bawa ini".
    Maka, saat itu juga iman masuk dalam sanubarinya dan seketika itu pula beliau langsung masuk Islam dan berkata :
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah pemimpin yang ditaati oleh kaumku. Maka, doakanlah aku agar Allah SWT memudahkanku mengajak kaumku masuk Islam"
    Kemudian Baginda Rasulullah SAW mendoakannya, sehingga Sayyiduna Thufail mendapatkan karomah dari Allah SWT berupa sinar cahaya di dahinya yang dengannya  Beliau mendapati kemudahan untuk berdakwah sampai seluruh keluarga dan sebagian dari kaumnya masuk Islam, diantaranya adalah Sayyiduna Abu Hurairah.
    Demikianlah jiwa para shahabat Baginda Rasulullah SAW, begitu mereka merasakan kebenaran dan keindahan ajaran Islam, mereka pun menginginkan keluarga, saudara dan kaumnya merasakan hal yang sama dengannya.
Dan diriwayatkan di kitab tersebut hlm 289 bahwa Baginda Rasulullah SAW didampingi oleh sayyiduna Abu Bakar RA dan Sayyiduna Ali KW berdakwah kepada kabilah-kabilah yang datang ke Makkah. Dan pada saat itulah gencar-gencarnya kafir quraisy yang dipimpin oleh Abu Lahab dan Abu Jahal untuk merintangi dakwah Baginda Rasulullah SAW. Mereka kafir quraisy menyebarkan fitnah, kabar bohong dan membujuk setiap orang yang datang ke Makkah untuk menjauhi dan jangan sampai mendengarkan dakwah Baginda Nabi SAW.  Bahkan setiap kali Baginda Nabi SAW mendatangi mereka untuk berdakwah, mereka selalu berkata:
“Wahai kaum, janganlah kalian dengar ucapannya, dia itu pembohong, dia itu pembuat onar, dan lain-lain".
Sehingga kebanyakan dari mereka menolak dakwah Baginda Rasulullah SAW, dan hanya sedikit saja yang mau menyambut dakwahnya dan masuk Islam, diantaranya yaitu enam orang suku Khazraj dari kota Madinah, mereka adalah para pemeluk Islam pertama dari penduduk Madinah, sebagaimana diriwayatkan dalam kitab As-Sirah An-Nabawiyyah juz 1 hlm 287 bahwa:
Pada saat Allah SWT menghendaki kemenangan Islam dan kejayaan Baginda Rasulullah SAW, maka pada bulan Rajab tahun 11 dari kenabian Baginda Rasulullah SAW mendatangi enam orang suku Khazraj dari Madinah yang telah selesai melaksanakan ibadah haji, mereka sedang bercukur rambut di Aqobah (sebelah kiri dari kota Makkah). Baginda Nabi SAW berdakwah kepada mereka dan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sesungguhnya mereka telah menunggu-nunggu hal itu, dan mereka telah mengetahui dari kaum-kaum Yahudi yang tinggal di Madinah, bahwa sudah tiba saatnya kedatangan Nabi akhir zaman yang sangat mulia di Sisi Allah SWT. Maka begitu mereka bertemu langsung dengan Baginda Rasulullah SAW dan menyaksikan sendiri tanda-tanda dan sifat-sifat Baginda Rasulullah SAW yang sangat luhur dan sempurna  dan tutur bahasanya yang lemah lembut, dan ajaran dakwahnya yang luhur dan suci, seketika itu juga, keyakinan dan keimanan mereka memuncak. Mereka pun saling berbicara;
"Wahai saudara-saudaraku, demi Allah, terbuktilah sekarang bahwa Beliau (Baginda Nabi SAW), adalah benar-benar seorang Nabi sebagaimana yang telah dikatakan orang-orang yahudi. Mari kita sambut dakwahnya dan masuk Islam sebelum kedahuluan yang lainnya. Agar kita mendapatkan keunggulan yang sangat tinggi di Sisi Allah SWT".
Maka, seketika itu juga mereka menyambut dakwah Baginda Nabi SAW dan masuk Islam, kemudian mereka berkata:
"Wahai Rasul Utusan Allah yang mulia, sesungguhnya kaum kami (suku Aus dan Khazraj) sudah lama sekali (± 120 tahun) saling bermusuhan dan berperang. Sangat sulit rasanya untuk bisa berdamai. Kami sangat berharap semoga dengan kedatangan engkau sebagai Rasul Utusan Allah SWT, mereka mau masuk Islam dan bersatu".
Kemudian mereka meminta ijin pulang untuk mengabarkan berita gembira ini kepada kaumnya. Sesampainya di Madinah mereka berdakwah kepada semua kaumnya sehingga tidak ada satu rumahpun di kota Madinah selain di situ mereka membicarakan tentang kedatangan Utusan Allah SWT yang sangat agung dan mulia, pembawa rahmat untuk seluruh alam, demi untuk tercapainya keselamatan dunia akhirat.
    Kemudian Baginda Rasulullah SAW pulang ke Makkah dan bergabung dengan para shahabatnya dengan berharap semoga mereka dalam keadaan aman dari gangguan kafir quraisy yang selalu terus menerus memusuhinya dengan berbagai macam cara.
    Begitulah keadaan kaum Quraisy, yang selalu merintangi dan menentang dakwahnya Baginda Rasulullah SAW, apalagi sepeninggal wafatnya  Sayyiduna Abu Thalib dan istri tercinta Sayyidatuna Khodijah RA, sehingga perlawanan mereka semakin memuncak.
    Hal itulah yang menjadikan Baginda Rasulullah SAW bersedih hati, karena sesungguhnya Baginda Rasulullah SAW sangat menginginkan mereka agar bisa mendapati kebahagiaan dunia dan akhirat.
sehingga pada suatu malam, tepatnya pada tanggal 27 Rajab 12 tahun dari kenabian, Baginda Rasulullah SAW datang ke Ka'bah dan bermunajat di dalam Hijir Ismail, berdo'a, memohon dan mengiba ke Hadirat Allah SWT agar kaumnya mendapatkan hidayah,
    Dengan belas kasih sayangnya Allah SWT kepada Baginda Rasulullah SAW, Allah SWT berkehendak untuk menyejukkan hatinya atas apa yang dideritanya dan membahagiakannya serta mempertunjukkan keagungan dan kemuliaan Baginda Rasulullah SAW di Sisi-Nya dengan meng-Isra’ Mi’rajkanya.
Sampai di sinilah kami akhiri rangkuman kitab Nurul-Mushtafa kedua ini, dan sesungguhnya masih banyak sekali riwayat mengenai sejarah Baginda Rasulullah SAW namun yang kami cantumkan hanya sebagaian saja, demi untuk memudahkan bagi para pembaca untuk mengingat dan menghayatinya dengan harapan kita semua bisa semakin mencintai serta mengaguminya, yang denganya Insya Allah kita semua akan mendapati syafaatnya hingga selamat dunia dan akherat. Aamiin.
Sesungguhnya semua riwayat yang telah kami cantumkan di atas, bukanlah sekedar cerita belaka, namun telah kami nukil data-datanya dari kitab-kitab para ulama ahlussunnah waljama’ah yang sangat akurat dan terpercaya.
Dan apabila ada kekurangan/kekhilafan dalam rangkuman ini atau ada kurang indahnya tata bahasa, kami mohon di maklumi dan dimaafkan.
Semoga Allah SWT memberikan taufiq dan hidayahnya kepada kami agar kami bisa merangkum kitab Nurul-Mushtafa ketiga tentang sebagaian dari kisah Isro’ Mi’roj Baginda Rasulullah SAW yang sangat agung, begitu pula kami kami ingin menerangkan sebagaian kecil dari keindahan surga dan penghuninya agar kita lebih bisa mengenalnya hingga semakin bersemangat untuk mengamalkan amalan-amalan yang diridloi Allah SWT sehingga Allah SWT menganugerahkan Rahmat-Nya kepada kita dan memasukan ke surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan yang abadi selamanya. Begitu pula kami ingin menerangkan didalamnya sebagaian kecil dari dahsyatnya mahsyar dan siksa neraka agar senantiasa kita waspada akan segala perbuatan yang di murkai Allah SWT, semoga kita semua di beri taufiq dan hidayah agar bisa meninggal dalam keadaan husnul khotimah , Aamiin
ياالله بها  ياالله بها  ياالله بحسن الخاتمة
 بالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Alhamdulillah dengan ijin Allah SWT ,
 Rangkuman Kitab Nurul Musthafa II ini selesai pada
tanggal 12 Rabi’ul Awwal 1430H./10 Maret 2009 M.
------------------

Sambutan dari
K. Abd Kholiq Wonosobo
 بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين  اما بعد
Setelah kami membaca  kitab Nurul Mushtofa kedua ini, yang dirangkum oleh beliau Habib Murtadlo bin Abdullah bin Ahmad Alkaff, maka yang terlintas pertama kali dalam hati kami adalah rasa syukur yang memuncak kepada Allah SWT, atas anugerah-Nya memberikan kepada kami seorang guru/sahabat setia/penuntun yang sangat peduli atas keselamatan kita di dunia dan akhirat dengan menunjukan titik awal yang sangat penting dalam menuju keridloan Allah SWT, yaitu mengenal kisah suci kehidupan dan keagungan pribadi Baginda Rasulullah SAW yang sangat mulia agar tumbuh dalam hati kita rasa cinta dan kagum kepada Baginda Rasulullah SAW, sebagai modal utama dan pondasi untuk bisa mengikuti jejaknya menuju keridloan Allah SWT,
Semoga kitab ini bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian, yang mana di zaman sekarang ini sudah sangat merajalela adat dan budaya yang sesat dan menyesatkan sehingga banyak diantara kita yang lupa bahkan tidak tahu tujuan hidup yang sesungguhnya, yang terpikir hanya bagaimana bisa menikmati hidup di dunia ini karena terpengaruh dengan glamornya dunia yang setiap hari dipamerkan oleh orang-orang kafir dan sesat. Moral akhlak dan adab kehidupan semakin merosot tajam, kembali kepada adat jahiliyyah yang menuhankan kebendaan dan materi, tidak merasa risih, malu/dosa melakukan perbuatan tabu dan kemaksiatan, bahkan merasakan bahwa itu adalah suatu kemajuan, mementingkan penampilan, bertopeng kepalsuan bukti kemunafikan, penyakit hati yang sangat membahayakan dijadikan sarana kesewenang-wenangan. Ujub dan sombong dikembangkan sebagai suatu kebanggaan.  Gosip sebagai santapan. Adu domba sebagai ajang mencari kedudukan. Mencari muka adalah suatu keharusan. Nilai-nilai keluhuran agama yang suci yang di tegakkan dan di perjuangkan Baginda Rasulullah SAW dengan susah payah disertai pengorbanan, ketabahan, kesabaran, kesungguhan dan ketulusan hati penuh belas kasih sayang demi kemuliaan dan kebahagiaan dunia akhirat seakan menjadi asing, dianggap kuno dan ketinggalan jaman, padahal ajaran suci Baginda Rasulullah SAW adalah untuk mengangkat derajat manusia dari rendah dan hinanya nafsu kebinatangan menuju derajat yang lebih tinggi dari para malaikat yang penuh dengan kemuliaan kesucian dan keagungan, sehingga layak untuk menghadap Allah SWT Dzat Penguasa alam semesta.
Semoga kitab ini bisa menggugah hati kita atas perjuangan Baginda Rasulullah SAW dalam menanamkan aqidah suci ditengah-tengan peradapan jahiliyyah tanpa menghiraukan hambatan dan rintangan dengan penuh santun dan belas kasih sayang demi tegaknya kebenaran hakiki yang diridloi Allah SWT, yang kemudian diteruskan oleh para pewaris Beliau SAW yaitu para keturunannya dibantu oleh para Ulama’Sholihin sehingga ajaran suci tersebut sampai kepada kita semua.
Sungguh kami merasa sangat bahagia dan bangga, terima kasih yang sebesar-besarnya dari lubuk hati kami yang paling dalam Wahai guru/sahabat setia/penuntun kami Habib Murtadlo bib Abdullah bin Ahmad Alkaff, atas usahanya merangkum kitab ini yang kami yakin pasti membutuhkan jerih payah, kejelian, kesabaran, kesungguhan dan ketulusan hati yang penuh dengan belas kasih sayang.
Sungguh kami tak mampu membalasnya, semoga Allah SWT memberikan seindah-indahnya balasan atas jasa dan kepeduliannya kepada keselamatan kami.
جزاه الله احسن الجزاء جزاءا خيرا وافرا
بالله التوفيق والهداية والله الهادي إلى الصراط المستقيم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
المقرظ :كياهي عبد الخالق وونوصوبو

Lanjut 3

Download kitab nurul mustafa terjemah

http://barokallah.mywapblog.com/files/terjemahan-kitab-nurul-mu.pdf


Terkait :

2 komentar: