Senin, 01 Juni 2015

Hukum rokok makruh dan dalilnya

Dewan Hisbah Persatuan Islam (Persis) dalam hasil musyarawahnya tentang rokoh di Bandung pada 15 Syawal 1407 Hijriyah silam bernomor 021/PP-05/A1/.87 setelah menimbang penjelasan dari para ahli memberikan kesimpulan hukum makruh untuk rokok.

Kesimpulan hukum makruh itu didasarkan pada pertimbangan bahwa dalil-dalil yang menunjang haramnya rokok tidak mengena, rokok tidak termasuk fasad yang dimaksud Al-Quran, unsur-unsur rokok tidak ada yang termasuk khamr yang memabukkan, dan tidak ada nash dan illat yang jelas dan kuat.

Setidaknya ada sebanyak 7 dalil yang berasal dari ayat al-Qur'an yang dianggap sebagai dalil pengharaman rokok, tetapi semuanya di mentahkan oleh Dewan Hisbah Persis karena dianggap tidak tepat. 

Berikut lebih detailnya :

Nomor : 021/PP-05/A1/.87
Lamp : Hal : Hasil Musyawarah Rokok

Bandung, 15 Syawal 1407 H
11 Juni 1987 M

Kepada Yth.
Pusat Pimpinan Persatuan Islam
Di Bandung

بسم الله الرحمن الرحیم


Sehubungan dengan permintaan anggota Dewan Hisbah agar diselenggarakannya musyawarah masalah hukum rokok, maka Dewan HIsbah Persatuan Islam telah menyelenggarakan siding ke IV pada hari Ahad, tanggal 12 Syawal 1407 H/10 Mei 1987 di Pajagalan 14 Bandung, dimulai pada pukul 09.45 s/d 16.00 dan dihadiri oleh:

1. KH.E. Abdullah
2. KH.E. Sar’an
3. K.H.O. Syamsuddin
4. K.H.O. Abdulqadir Shadiq
5. al-Ust.H.M. Syarief Sukandi
6. al-Ust.H.M.Akhyar Syuhada
7. al-Ust. Ghazali
8. al-Ust.Usman Shalehuddin
9. al-Ust.Suraedi
10. al-Ust. Aceng Zakariya
11. al-Ust. Ikin Shadikin
12. Dr. H. Ading Suwardi (Dosen FK Unpad, ahli Anatomi)
13. Dr. H. Tuti S (Dosen FK Unpad, ahli Farmakologi)

Setelah para ahli menyampaikan penjelasanya, sekitar permasalahan tembakau dan segala kaitannya yang berhubungan dengan segala akibatnya, dilanjutkan dengan beberapa pandangan, baik dari pembuat makalah, al-Ust. H. M. Syarief Sukandi juga dari Asatidz lainnya. Maka diambil kesimpulan, bahwa:

1. Dalil-dalil yang menunjang haramnya rokok tidak mengena.
2. Rokok tidak termasuk fasad yang dimaksud Alquran.
3. Unsur-unsur rokok tidak ada yang termasuk khamr yang memabukkan.
4. Tidak ada nash dan illat yang jelas dan kuat.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka para anggota Dewan Hisbah Ittifaq, bahwa rokok itu:  HUKUMNYA “MAKRUH”

Keterangan para ahli dalam masalah rokok

1. Dr. Ading dan Dr. Tuti:
a. Tembakau mengandung nicotine, tapi tembakau bukan nicotine.
b. Nicotine mempunyai dua sifat; merangsang dan menghambat, kalau sedikit hanya sekedar merangsang, kalau banyak akan menghambat, akan tetapi ini pun tergantung reaksi orang yang tidak sama.
c. Nicotine akan menjadi racun kalau dimakan sekaligus, mungkin sekali sekitar 60 gr atau lebih.
d. Tembakau (rokok) sampai sekarang, belum dinyatakan sebagai penyebab kanker, tapi hanya sekedar induksi kanker.
e. Pengaruh nicotine terhadap alat tubuh tergantung kadarnya dalam darah dan tergantung adanya toleransi (proses yang terjadi pada seseorang dimana ia memerlukan takaran yang lebih tinggi untuk mendapatkan effect yang sama.
f. Banyak penyakit dan gejala-gejala penyakit hampir selalu disalahkan kepada pemakaian tembakau. Walaupun penelitian luas telah dilakukan, belumlah dapat disimpulkan bahwa pemakaian tembakau yang biasabiasa akan merusak (kesehatan) sejumlah orang yang telah mempunyai kebiasaan menggunakan tembakau.
g. Tidak ada bukti-bukti bahwa pemakaian tembakau menyebabkan penyempitan pembuluh darah atau berakibat sakit di daerah jantung atau mempunyai peranan dalam proses permulaan penyumbatan pembuluh darah jantung.
h. Pengaruh nicotine secara psikhis:
– Rasa nyaman
– Percaya diri
– Pikiran “tenang”
2. Al-Ust. H.M. Syarief Sukandi, sesuai dengan makalahnya, tetapi beliau menyatakan belum pernah menetapkan haram.

3. al-Ust. Suraedi:
– Rokok adalah masalah Ijtihadiyyah
– Perlu sikap hati-hati dalam menetapkan halal dan haram.

4. al-Ust. Ghazali:
– Dalil-dalil yang disampaikan dalam makalah tidak ada yang tepat sasaran hukum haram.
– Alhukm yaduru ma’al illati wujudan wa ‘adaman (Hukum itu beredar dengan illahnya.)
– Rokok hukumnya makruh.

5. al-Ust. Aceng Zakariya:
– Minum al-Khamr berlaku hukum dera, kalau rokok sama dengannya, maka berlaku pula hukum dera.
– Jengkol dan pete lebih mengganggu daripada rokok.
– Tidak ada nash dan illahnya yang jelas dan kuat tentang haramnya rokok.

Mudah-mudahan hasil penelitian Dewan Hisbah ini bermanfaat, khususnya untuk kalangan Jam’iyyah Persatuan Islam dan masyarakat Islam pada umumnya.

Allahu Ya’khudzu bi Aidiina ila ma Fiihi Khairun lil Islami wal Muslimin.
Wassalaamu ‘Alaikum

DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM
Ketua (a.i.)
H.A. Latief Muchtar. MA

Sekretaris,
Ikin Shadikin

MAKALAH
ALASAN PENGHARAMAN ROKOK BERIKUT BANTAHANNYA

Dalil-dalil yang dipakai alas an yang mengharamkan rokok, antara lain:

1. Bahwa merokok itu dianggap berbuat kerusakan, berdasarkan sebuah ayat:

لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ… – البقرة : 11

“…Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi…”. Al-Baqarah : 11

Ayat tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan masalah rokok, sebab yang dimaksudkan dengan fasad itu ialah:

الفَسَادُ خُرُوجُ الشَّیْئِ عَنْ حَدِّ الإِعْتِدَالِ وَالصَّلاَحُ ضِدُّهُ. وَالفَسَادُ فِي الأَرْضِ ھَیْجُ الحُرُوبِ وَالفِتَنِ الَّذِي تُؤَدِّي إِلَى اخْتِلاَلِ أَمْرِ المَعَاشِ وَالمَعَادِ وَالسَّفْھِ : خِفَّةِ العَقْلِ وَفَسَادِ الرَّأْيِ

‘Fasad itu ialah keluarnya sesuatu dari batas tegak, dan Shalah itu kebalikan dari I’tidal. Dan berbuat kerusakan di muka bumi ini, ialah mengadalan peperangan dan menyebarkan fitnah yang menimbulkan kekacauan urusan dunia dan tempat kembali (akhirat) dan safih, yaitu kurangnya akal dan rusaknya pandangan.

الفَسَادُ المَنْھِيُّ عَنْھُ ھُنَا الأَسْبَابُ المُؤْدِیَةُ إِلَى الفَسَادِ مِنْ إِفْشَاءِ إِسْرَارِ المُؤْمِنِیْنَ إِلَى الكُفَّارِ وَإِغْرَائِھِمْ بِالمُؤْمِنِیْنَ وَتَنْفِیْرِھِمْ مِنَ اتِّبَاعِ مُحَمَّدٍ ص وَالأَخْذَ بِمَا جَاءَ بِھِ مِنَ الإِصْلاَحِ إِلَى نَحْوِ أُولَئِكَ مِنْ فُنُونِ الشَّرِّ – 83 : وَصُنُوفِ الفِتَنِ – المراغي, 1

Al-Fasad, yang dilarang dari pada fasad di sini, ialah sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan, yaitu menyebarluaskan rahasia orang-orang yang beriman kepada kafir, dan mereka mengacaukan mu’minin, dan menjauhkan mu’minin mengikuti Nabi Muhammad SAW serta mereka mengannggap kepada kebaikan yang didatangkan oleh Nabi Muhammad itu berbagai kejahatan dan fitnah.’ Al-Maraghi 1 : 83

2. Bahwa merokok itu dianggap bunuh diri, berdasarkan firman Allah:

وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ… – النساء : 29

“…Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri…”. An-Nisa : 29

Alasan tersebut tidak tepat, sebab yang dimaksud dengan ayat itu ialah:

أَيْ لاَ یَقْتُلُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَعَبَّرَ بِذَالِكَ لِلْمُبَالَغَةِ فِي الزَجْرِ وَلِلإِشْعَارِ بِتَعَاوُنِ الأُمَّةِ وَتَكَافُلِھَا وَوَحْدَتِھَا وَقَدْ جَاءَ فِي الحَدِیْثِ “المُؤْمِنُ كَالنَّفْسِ الوَاحِدَةِ”

Yakni sebagian kamu tidak membunuh yang lainnya, dan Allah membuat ibrah dengan itu untuk menunjukkan kesungguhan dalam larangan dan untuk menumbuhkan saling menolong sesama umat, dan saling memikul serta bersatu. Dan sungguh telah datang dalam sebuah hadis, ‘Orang-orang mukmin itu bagaikan satu jiwa.’

3. Bahwa merokok dianggap melampaui batas. Allah berfirman:

وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لا یُحِبُّ الْمُعْتَدِینَ… – البقرة : 190

“…Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Al-Baqarah : 190

Ayat inipun tidak tepat dijadikan dalil haramnya rokok, sebab yang dimaksud dengan al-I’tida (melampaui batas) itu ialah:

مُجَاوَزَةُ الحَدِّ, وَالحَدُّ الَّذِي یَنْھَى اللهُ عَنْ مُجَاوَزِهِ إِمَّا شَرْعِيٌّ كَتَجَاوُزِ الحَلاَلِ مِنَ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَمَا یَتَعَلَّقُ بِھَا إِلَى الحَرَامِ, وَإِمَّا فِطْرِيٌّ – 53 : طَبِعِيٌّ ھُوَ تَجَاوُزُ الشَّبَعِ إِلَى البَطَّةِ الضَارَّةِ – المراغي 8

Ialah melampaui batas yang dilarang melampauinya itu adakalanya sebangsa syara’ seperti melampaui yang halal daripada makanan, minuman, dan yang bertalian dengan keduanya kepada yang haram. Dan adakalanya kejadian yang biasa, yaitu melampaui batas kenyang kepada kekenyangan yang membahayakan. Al-Maraghi 8 : 53

4. Bahwa merokok itu dipandang israf (berlebih-lebihan), berdasarkan firman Allah:

وَلا تُسْرِفُوا إِنَّھُ لا یُحِبُّ الْمُسْرِفِینَ – الأنعام : 141

“…Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Al-An’am : 141

Dalam tafsir al-Qurthubi dijelaskan:

وَالمَعْنَى المَقْصُودُ مِنَ الآیَةِ: لاَ تَأْخُذُوا الشَّیْئَ بِغَیْرِ حَقِّھِ ثُمَّ تَضَعُوهُ فِي – 110 : غَیْرِ حَقِّھِ – القرطبي 7

Arti yang dimaksud dari ayat tersebut, ‘Janganlah kau mengambil sesuatu yang bukan haknya, lalu menggunakannya pada yang bukan haknya.’ Al-Qurthubi VII 7

وَقَالَ مُجَاھِدٌ: … وَلَوْ أَنْفَقَ دِرْھَمًا أَوْ مُ  دا فِي مَعْصِیَّةِ اللهِ كَانَ مُسْرِفًا – – 110 : القرطبي 7

Dan berkata Mujahid… Dan jika (Abu Qubais) mendermakan satu dirham atau satu mud dalam kema’siatan kepada Allah, maka ia adalah orang yang israf. Al-Qurthubi VII : 110

Dengan demikian, jelas bahwa merokok itu tidak termasuk israf (berlebih-lebihan).

5. Bahwa merokok itu dipandang sebagai khabaits. Firman Allah:

وَیُحِلُّ لَھُمُ الطَّیِّبَاتِ وَیُحَرِّمُ عَلَیْھِمُ الْخَبَائِثَ – الأعراف : 157

“…dan Allah menghalalkan kepada mereka segala yang baik-baik, dan mengharamkan atas mereka yang jelek-jelek.’ Al-A’raf

Ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan haramnya merokok. Sebab maksud ayat tersebut ialah:

وَیُحَرِّمُ عَلَیْھِمْ مَا تَسْتَقْدِرُهُ النُّفُوسُ كَالمَیْتَةِ وَالدَّمِ المَسْفُوحِ وَمَا یُؤْخَذُ مِنَ : الأَمْوَالِ بِغَیْرِ حَقٍّ كَالرِّبَا وَالرِّشْوَةِ وَالغَصَبِ وَالخِیَانَةِ – المراغي 9 – 83

Dan Allah mengharamkan kepada mereka apa-apa yang dianggap jijik oleh nafsu, seperti bangkai, darah yang mengalir, dan harta kekayaan yang diambil yang bukan haknya, seperti riba, suapan, ghasab, dan khianat. Al-Maraghi 9 : 83

Itulah yang dimaksud dengan khabaaits

6. Bahwa merokok itu dipandang menjerumuskan diri kepada kerusakan, sebagaimana firman Allah:

وَلاَ تُلْقُوا بِأَیْدِیكُمْ إِلَى التَّھْلُكَةِ… – البقرة : 195

… Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kepada kerusakan. Al-Baqarah : 195

Yang dimaksud dengan ayat tersebut ialah bahwa kamu harus berjuang dengan sungguh-sungguh menegakkan Islam untuk mendapat kemenangan dengan harta dan segala kemampuan yang ada. Jika tidak demikian, berarti kamu menjerumuskan diri kepada kekalahan. Jadi, ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan haramnya merokok.

7. Bahwa yang merokok itu dipandang mengikuti setan, dengan alasan:

وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّیْطَانِ – البقرة : 168

Dan janganlah kamu mengikuti gerak langkah syetan. Al-Baqarah : 168

Yang dimaksud dengan ayat tersebut ialah:

وَلاَ تُحَرِّمُوا مَا لَمْ یُحَرِّمْھُ اللهُ عَلَیْكُمْ فَإِنَّ ذَالِكَ إِغْوَاءٌ مِنْھُ وَاللهُ المُبْدِعُ قَدْ أَبَاحَھَا لَكُمْ فَلَیْسَ لِغَیْرِهِ أَنْ یُحَرِّمَ أَوْ یُحَلِّلَ وَلاَ أَنْ یَتَعَبَّدَ لَكُمْ بِھِ – – 53 : المراغي 8

Jangan kamu mengharamkan sesuatu yang Allah tidak mengharamkan kepadamu. Maka yang demikian itu suatu penyelewengan/menyesatkan. Sedangkan Allah yang Menciptakannya telah membolehkan kepadamu. Maka tidak boleh bagi yang lainnya mengharamkan atau menghalalkan dan ia tidak akan tunduk kepadamu. Al-Maraghi : 8 : 53

Dalam ayat ini pun tidak terdapat yang mengharamkan rokok, bahkan kita tidak boleh mengharamkan sesuatu jika Allah tidak mengharamkannya.

KESIMPULAN 
1. Tidak ada satu pun dalil yang shah dan sharih yang mengharamkan rokok.
2. Merokok hukumnya makruh karena baunya tidak sedap. Jadi merokok itu bukan sesuatu perbuatan yang terpuji.

Catatan :

Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok

Maka oleh karena Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lainnya lebih cenderung menfatwakan haram.

Kali ini dan di negeri ini yang masih dilanda krisis ekonomi, pembicaraan hukum rokok mencuat dan menghangat kembali. Pendapat yang bermunculan selama ini tidak jauh berbeda dengan apa yang telah terjadi, yakni tetap menjadi kontroversi.

Kontroversi Hukum Merokok

Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian), maka semua orang akan sependapat termasuk koruptor itu sendiri. Akan tetapi persoalannya akan lain ketika merokok itu dihukumi haram. Akan muncul pro dari pihak tertentu dan muncul pula kontra serta penolakan dari pihak-pihak yang tidak sepaham. Dalam tinjauan fiqh terdapat beberapa kemungkinan pendapat dengan berbagai argumen yang bertolak belakang.

Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai berikut:

Al-Qur'an :

وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ. البقرة: 195

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)

As-Sunnah :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. رواه ابن ماجه, الرقم: 2331

Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata ; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331)

Bertolak dari dua nash di atas, ulama' sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya.

Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.

Beberapa pendapat itu serta argumennya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam hukum.

Pertama ; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan.

Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.

Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.

Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya. Tiga tingkatan hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ....... والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:

إن التبغ ..... فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. .... وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. ...Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما

Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.

Ulasan 'Illah (reason of law)

Sangat menarik bila tiga tingkatan hukum merokok sebagaimana di atas ditelusuri lebih cermat. Kiranya ada benang ruwet dan rumit yang dapat diurai dalam perbedaan pendapat yang terasa semakin sengit mengenai hukum merokok. Benang ruwet dan rumit itu adalah beberapa pandangan kontradiktif dalam menetapkan 'illah atau alasan hukum yang di antaranya akan diulas dalam beberapa bagian.

Pertama; sebagian besar ulama' terdahulu berpandangan, bahwa merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Barangkali dalam gambaran kita sekarang, bahwa kemudaratan merokok dapat pula dinyaakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi. Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok dalam setiap hari merokok belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang dalam setiap hari makan durian, kemungkinan besar dia akan terjangkit penyakit berat.

Kedua; berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama' terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh.

Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok. Tidakkah banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.

Ketiga; hukum merokok itu bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya. Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil.

Keempat; kalaulah merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah. Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya.itu, merokok hukumnya tidak haram.

Catatan :


Syekh yang terkenal perokok diantaranya Syekh Yasin Al Fadani al-Hasani, Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani adalah seorang sufi yang ahli dalam ilmu hadits bahkan dijuluki sebagai "Musnid Addunia" oleh murid-murid beliau, seperti DR Ali Jum'ah yang menjabat sebagai mufti
Mesir.

DR. Ali Jum'ah pernah ditanya apakah ada Wali yang merokok? beliau mengatakan "Iya" karena ada ulama yang menghalalkan rokok, beda halnya dengan hukum zina, semua ulama sepakat akan keharamannya.

DR. Ali Jum'ah memberi contoh wali yang merokok, yaitu Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani. "Ketika beliau sedang mengajar, beliau menghisap Syisyah (Rokok Arab) sambil meriwayatkan hadits" ujarnya.

Dari Maulana syekh Mukhtar Ali M. Addusuqi ra. tidak semua yang memudharatkan itu haram, tidak semua yang diharamkan itu haram karena ada mudharatnya, dan tidak semua yang dihalalkan itu dan minum, padahal makanan dan minuman itu tidak ada mudharatnya. Syekh Mukhtar juga mengingatkan bahwa tidak semua yang menjijikkan itu haram, buktinya Rasulullah enggan memakan "Daging Dhob", ketika para sahabat
bertanya, "apakah daging Dhob itu haram?" beliau menjawab, "tidak haram, tapi saya tidak selera (merasa jijik).


Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani keturunan Sulthon Aulia Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani QS, seorang Mufti Haramain mazhab Syafi’i yang segan meninggalkan pipa rokoknya, mempertahankan
kehalalan mengisap tembakau beliau seorang Waliullah yang masyhur yang dijuluki  al-Imam al-Ajal (Imam pada waktunya) Bahrul Akmal (Lautan Kesempurnaan), Faridu 'Ashrihi wa Aawaanihi (Ketunggalan masa dan waktunya), Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi (Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya) Hafidzu Haditsin Nabi - Shallalahu 'Alaihi wa Sallam - wa Kawakibu Sama-ihi (Penghafal Hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam dan Bintang-bintang langitnya), Ka'batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin (Tumpuan para murid dan Pendidik para salik) .

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mengemukakan dalil dan alasan balik terhadap pendapat Hasballah, bahwa kalau orang muslim yang sopan mengisap tembakau dikatakan haram atau makruh, sedangkan mereka membiasakan menghisap rokok menjadi fasik hukumnya dan tidak sah menjadi saksi dalam perkawinan menurut hukum syara’.

Kalau ini benar, maka pernikahan yang dilangsungkan beberapa tahun yang lalu menjadi tidak sah. Sebab, prosesi pernikahan tersebut dilakukan dengan saksi oleh orang yang menghisap rokok.


Wallahu a'lam

3 komentar: