Senin, 16 Februari 2015

Fitnah Ulama Hanabilah yang Mujassimah terhadap Ahlussunnah dan Umat Islam yang Awam

 
Fitnah-Fitnah Ulama Hanabilah yang Mujassimah terhadap Ahlussunnah dan Umat Islam yang Awam
Semoga Allah Ta’ala merahmati imam Ahmad bin Hanbal dan menghinakan kaum Mujassimah yang mengaku-ngaku dan menisbatkan diri mereka sebagai pengikut madzhab imam Ahmad bin Hanbal, padahal hakekatnya justru mereka telah mengotori manhaj imam Ahmad bin Hanbal.

Banyak yang tidak mengetahui sejarah oknum ulama jahat (suu) al-Mujassimah yang menisbatkan diri mereka pengikut madzhab imam Ahmad bin Hanbal, sehingga terkadang tertipu dengan ucapan-ucapan mereka yang mengandung tajsim dan tasybih kepada sifat-sifat Allah Ta’ala. Padahal imam Ahmad sendiri sangat anti dengan lafadz-lafadz tajsimiyyah sebagaimana yang telah dinukil oleh pemimpin Hanabilah Abul Fadhl at-Tamimi bahwasanya imam Ahmad bin Hanbal berkata :

وَأَنْكَرَ – يَعْنيِ أَحْمَدَ- عَلىَ مَنْ يَقُوْلُ بِاْلجِسْمِ وَقَالَ إِنَّ اْلأَسْمَاءَ مَأْخُوْذَةٌ مِنَ الشَّرِيْعَةِ وَاللُّغَةِ ، وَأَهْلُ اللُّغَةِ وَضَعُوا هَذاَ اْلاِسْمِ عَلىَ ذِي طُوْلٍ وَعَرْضٍ وَسَمْكٍ وَتَرْكِيْبٍ وَصُوْرَةٍ وَتَأْلِيْفٍ وَاللهُ تَعَالىَ خَارِجٌ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ، فَلَمْ يَجُزْ أَنْ يُسَمِّىَ جِسْمًا لِخُرُوْجِهِ عَنْ مَعْنىَ اْلجِسْمِيَّةِ وَلَمْ يَجِئْ فيِ الشَّرِيْعَةِ ذَلِكَ فَبَطَلَ

“ Imam Ahmad mengingkari orang yang berpendapat Allah itu berjisim dan berkata : “ Sesungguhnya nama-nama itu diambil dari Syare’at dan bahasa. Ulama ahli bahasa meletakkan nama (jisim) ini kepada sesuatu yang memiliki ukuran panjang, lebar, tinggi, bagian, gambar dan susunan sedangkan Allah keluar dari itu semua, maka tidak boleh mengatakan Allah itu jisim karena mustahilnya Allah dari makna kejisiman dan juga tidak ada sandaran dalam Sayare’at “.[1]

Oleh sebab itulah al-Imam Ibnul Jauzi memberi peringatan kepada oknum Hanabilah yang telah merusak dan mengotori madzhab imam Ahmad bin Hanbal, beliau mengatakan :

ورأيت من أصحابنا من تكلم في الأصول بما لا يصلح وانتدب للتصنيف ثلاثة : أبو عبدالله بن حامد وصاحبه القاضي وابن الزاغوني ، فصنفوا كتبا شانوا بها المذهب ورأيتهم نزلوا إلى مرتبة العوام

“ Aku melihat sahabat kami (dalam madzhab Hanbali) ada ulama yang membicarakan masalah akidah dengan sesuatu yang tidak patut dibicarakan, dan berani menulis kitab tiga orang yaitu Abu Abdillah bin Hamid dan sahabatnya yaitu Al-Qadhi Abu Ya’la dan Ibnu az-Zaghuni. Mereka telah menulis kitab yang mengotori madzhab Ahmad bin Hanbal dan aku melihat mereka telah turun ke tingkatan orang awam “[2]

Ibnul Atsir mengatakan :

لقد شان أبو يعلى الحنابلة شينا لا يغسله ماء البحار

“ Sungguh Abu Ya’la telah mengotori madzhab Hanabilah dengan sesuatu yang tidak akan bisa dibersihkan dengan sebanyak air lautan “.[3]

Al-Hafidz adz-Dzahabi juga mengatakan :

ورأيت لأبي الحسن بخطه مقالة في الحرف والصوت عليه فيها مآخذا والله يغفر له، فيا ليته سكت

 “ Aku telah melihat terhadap ucapan Abul Hasan (az-Zaghuni) tentang huruf dan suara yang di dalamnya ada beberapa ….semoga Allah mengampuninya, sungguh alangkah baiknya jika dia mau diam “[4]

Al-Imam Taqiyyuddin al-Hashni mengatakan :

وبعد فإن سبب وضعي لهذه الأحرف اليسيرة ما دهمني من الحيرة من أقوام أخباث السريرة يظهرون الانتماء إلى مذهب السيد الجليل الإمام أحمد ، وهم على خلاف ذلك والفرد الصمد ، والعجب أنهم يعظمونه في الملأ ، ويتكاتمون إضلاله مع بقية الأئمة ، وهم أكفر ممن تمرد وجحد ويضلون عقول العوام وضعفاء الطلبة

“ Waba’du, sesungguhnya sebab aku menulis kitab kecil ini adalah karena sesuatu yang membuatku heran dari orang-orang yang buruk perjalanan hidupnya, yang menampak-nampakkan pengakuan nisbat kepada imam Ahmad bin Hanbal, padahal mereka demi Allah, bertentangan dengan imam Ahmad, lebih aku heran mereka begitu menganggungkan imam Ahmad di depan public akan tetapi menysesat-nyesatkan para imam lainnya di bukan depan public. Mereka lebih kufur daripada orang pengingkar, mereka menyesatkan akal-akal orang awam dan penutut ilmu yang lemah “[5]

Dan oleh sebab inilah, imam as-Subuki ketika menyebut ulama Hanabilah, beliau menyebutnya dengan Fudhala al-Hanabilah (Ulama utama / baik dari Hanabilah), karena memang faktanya ada oknum ulama menyimpang yang menisbatkan diri mereka kepada madzhab imam Ahmad bin Hanbal. Dalam salah satu ucapannya, as-Subuki mengatakan :

وهؤلاء الحنفية والشافعية والمالكية وفضلاء الحنابلة في العقائد يد واحدة كلهم على رأي أهل السنة والجـماعة يدينون لله تعالى بطريق شيخ السنة أبي الحسن الأشعري رحمه الله

“ Mereka ulama Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Fudhala Hanabilah dalam akidah adalah satu prinsip. Semua berdasarkan akidah Ahlus sunnah wal Jama’ah, mengamalkan agama Allah atas dasar manhaj syaikh sunnah yaitu Abul Hasan al-Asy’ari “[6]

Semoga Allah meninggikan derajat para Fudhala’ al Hanabilah seperti Ibrahim al Harbi, Abu Dawud, al Atsram, Abu al Husen al Munadi, Abu al Hasan at-Tamimi, Abu al Fadl at-Tamimi, Abu al Khaththab, Ibnu ‘Aqil, Ibnu al Jawzi, Ibnu Balban (Muhammad ibn Badruddin ibn Balban ad-Dimasyqi al Hanbali dan lainnya. Mereka adalah ulama’ hanabilah yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam (Ahlussunnah wal Jama’ah), dan mereka sangat toleran pada khilafiyah furu’iyah.

Berikut ini kami tampilkan fakta sejarah, di mana ulama mujassim Hanabilah hampir di setiap masa selalu membuat onar dan kerusuhan kepada ulama lainnya dan umat Muslim. Mereka mudah sekali membuat fitnah kepada ulama dan umat muslim lainnya yang tidak sepaham dengan mereka. Pangkal penyimpangan mereka tidak ada lain karena menyimpang dari manhaj imam Ahmad bin Hanbal dan merasa pemahaman mereka paling benar sendiri.

Dan kami akan menyebutkan fakta sejarah di mana mereka tanpa peduli apapun berani meracuni ulama-ulama Ahlus sunnah seperti imam Fakruddin ar-Razi dan lainnya hingga tewas.

    FITNAH PERTAMA :

Al-Imam Ibnu Jarir ath-Thabari versus Mujassimah Hanabilah.

Imam as-Sayuthi bercerita :

وفي بعض المجامع أن قاصا جلس ببغداد فروى في تفسير قوله تعالى { عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا } أنه يجلسه معه على عرشه فبلغ ذلك الإمام محمد بن جرير الطبري فاحتد من ذلك وبالغ في إنكاره وكتب على باب داره سبحان من ليس له أنيس ولا له في عرشه جليس فثارت عليه عوام بغداد ورجموا بيته بالحجارة حتى انسد بابه بالحجارة وعلت عليه

“ Di sebagian perkumpulan, sesungguhnya ada seorang pencerita duduk bermajlis di Baghdad, lalu ia membawakan riwayat tafsir ayat “ Semoga Tuhanmu membangkitkanmu dengan kedudukan yang terpuji “, sesungguhnya Allah akan mendudukkan Nabi bersamaNya di atas Arsy-Nya. Maka kabar ini sampai didengar oleh imam ath-Thabari sangat marah dari hal itu dan sangat mengingkarinya, maka beliau menulis di pintu rumahnya : “ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat (anis) dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “. Maka kaum awam Baghdad terprofokasi dan melempari beliau dengan batu hingga pintu rumahnya penuh dengan batu yang menutupinya “.[7]

Kisah ini juga disebutkan juga oleh al-Imam Yaqut al-Hamawi dalam kitab tarikhnya Mu’jam al-Udaba : 6/2450. Ibnu Atsir menyebutkannya dalam kitabnya al-Kamil fit Tarikh, as-Subuki menyebutkannya di ath-Thabaqat, Ibnu Katsir menyebutkannya di kitab Tarikhnya Al-Bidayah : 11/146, as-Suyuthi menyebutkan di Tahdzir al-Khawwash min Ahaadits al-Qashshash : 1/161 dan lainnya.

Kronologinya, saat itu imam Ibnu Jarir tiba di kota Baghdad, maka Abu Abdillah al-Jashshash, Jakfar bin ‘Arafah, al-Bayyadhi dan Hanabilah mendatangi beliau yang saat itu berada di masjid Jami’  hari Jum’at, lalu mereka bertanya tentang imam Ahmad bin Hanbal dan tentang hadits yang menjelaskan Nabi duduk bersama Allah di atas Arsy. Maka imam ath-Thabari menjawab, “ Imam Ahmad ikhtilafnya tidak dianggap, adapun hadits julus, maka itu adalah mustahil “, lalu beliau mengucapkan :

سبحان من ليس له أنيس, ولا له في عرشه جليس

 “ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “

Maka jawaban beliau ini didengar oleh kaum Hanabilah lainnya, segera mereka lari mendatangi imam Ibnu Jarir dan melempari beliau dengan benda-benda. Maka beliau pulang ke rumahnya dan menulis di pintu rumahnya : “ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “dan diikuti oleh banyak kaum Hanabilah dan melempari pintu beliau dengan batu sehingga rumah beliau tertutupi dengan gundukan batu. Kemudian kaum Hanabilah menghapus tulisan di pintu beliau itu dan menggantinya dengan tulisan : “ Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang tinggi,  kelak akan duduk di sisi Allah di atas Arsy-Nya “. Beliau berkholwat begitu lama dalam rumahnya hingga wafat di malam hari.[8]

Al-Hafidz Ibnu Katsir bercerita :

ودفِن في داره، لأن بعض عوامالحنابلة،ورعاعهم، منعوا من دفنه نهارًا، ونسبوه إلى الرفض، ومن الجهلة من رماه بالإلحاد… بل كان أحد أئمة الإسلام علمًا وعملا بكتاب الّله وسّنة رسوله

“ Dan beliau dimakamkan di dalam rumahnya, karena sebagian kaum awam dan rendahan Hanabilah, melarang pemakaman imam Ibnu Jarir di siang hari. Mereka menuduhnya rafidhah (syi’ah), ada juga kaum bodoh yang menuduh beliau dengan ilhad…padahal beliau adalah salah satu imam Islam yang alim dan mengamalkan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya “.[9]

Dalam kisah yang diutarakan dua ulama besar ini, jelas bahwasanya imam ibnu Jarir ath-Thabari memiliki keyakinan Allah suci dari jismiyyah dan jihah, Karena dalam konteks ini, ath-Thabari menolak pemahaman yang selama ini dipegang oleh sebagian ulama hanabilah yang mujassimah bahwa Allah duduk dan bersentuhan dengan Arsy.

Dalam kasus ini, al-Hafidz Ibnu Katsir menyebut musuh imam ath-Thabari dengan Kaum awam dan rendahan Hanabilah, menunjukkan saat itu imam Ibnu Jarir mendapat fitnah dari oknum atau kelompok ulama yang mengaku dan menisbatkan diri mereka kepada madzhab imam Ahmad bin Hanbal padahal mereka hanyalah kaum awam dan kaum rendahan.

    FITNAH KEDUA :

Pengikut Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali versus kaum muslimin.

Imam Ibnu Atsir (w. 630 H) bercerita dalam kitab tarikhnya :

وفيها وقعت فتنة عظيمة ببغداد بين اصحاب ابي بكر المروزي الحنبلي ، وبين غيرهم من العامة ، ودخل كثير من الجند فيها ، وسبب ذلك ان اصحاب المروزي قالوا في تفسير قوله تعالى [ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا ] هو ان الله سبحانه وتعالى يقعد النبي صلى الله عليه وسلم معه على العرش ، وقالت الطائفة الاخرى انما هو الشفاعة ، فوقعت الفتنة واقتتلوا ، فقتل بينهم قتلى كثيرة

“ Dan pada tahun 317 Hijriyyah, satu fitnah yang besar telah berlaku di Baghdad di antara pengikut Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali dan orang-orang lain daripada masyarakat umum. Dan ramai daripada tentera telah masuk ke dalamnya (Baghdad). Dan sebab bagi (fitnah) tersebut ialah bahawa sesungguhnya para pengikut al-Marwazi mentafsirkan firman Allah Ta’ala (Surah al-Isra’: 79):

“semoga Tuhanmu membangkit dan menempatkanmu pada hari akhirat di tempat yang terpuji.” bahawa sesungguhnya Allah [Maha Suci] akan meletakkan Nabi SAW bersamanya di atas Arash.Dan golongan yang lain pula berkata: Hanyasanya ia (tempat yang terpuji itu) adalah Shafaat.Maka berlakulah fitnah dan mereka saling berbunuhan, sehingga yang terbunuh di kalangan mereka itu sangat ramai.”[10]

Lihatlah wahai pembaca budiman yang mencari kebenaran, fitnah Tajsim yang timbul pada tahun 317H di Baghdad dari salah seorang Hanabilah Mujassimah iaitu Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali telah menyebabkan pertumpahan darah yang banyak berlaku di kalangan umat Islam, hasil daripada tafsiran menyelewengnya terhadap nas al-Quran.

    FITNAH KETIGA :

Imam Ibnu al-Atsir (w. 630 H) bercerita tentang keadaan Baghdad di tahun 323 Hijriyyah.

وفيها عظم أمر الحنابلة، وقويت شوكتهم، وصاروا يكسبون من دور القواد والعامة، وإن وجدوا نبيذا أراقوه، وإن وجدوا مغنية ضربوها وكسروا آلة الغناء، واعترضوا في البيع والشراء، ومشى الرجال مع النساء والصبيان، فإذا رأوا ذلك سألوه عن الذي معه من هو، فأخبرهم، وإلا ضربوه وحملوه إلى صاحب الشرطة، وشهدوا عليه بالفاحشة، فأرهجوا بغداد.

“ Disana [Baghdad] Hanabilah semakin kuat dan mempunyai kekuasaan. Mereka memainkan peran militer dan sipil. Jika mereka menemukan Nabidz [minuman yang dibuat dari perasan anggur atau kurma maka langsung dialirkan/dibuang, mereka memukul para penyanyi dan merusak alat musiknya. Jika ada seorang laki-laki dan wanita beserta anak-anak sedang berjalan bersama, maka lantas ditanya; siapakah itu?. Jika bisa menjawab, maka dilepaskan. Jika tidak, maka akan dipukul dan diserahkan ke polisi dan menuduhnya telah berbuat fakhisyah/ kejelakan. “[11]

Lebih lanjut beliau bercerita :

وزاد شرهم وفتنتهم، واستظهروا بالعميان الذين كانوا يأوون المساجد، وكانوا إذا مر بهم شافعي المذهب أغروا به العميان، فيضربونه بعصيهم، حتى يكاد يموت.

“ Fitnah itu semakin bertambah kejelekannya. Orang-orang awam yang berada di Masjid, ketika ada seseorang yang bermadzhab Syafi’i lewat depan mereka, maka akan dipukuli. Bahkan sampai hampir meninggal. “

Begitulah kelakuan ulama’ yang menyimpang dan sering buat ONAR, (sebagaimana kata Ibnu Katsir di awal) para ulama Awam dan rendahan dari madzhab Hanabilah, seperti dalam kasus perseteruan Imam Ath-Thabary dengan Ulama’ (awam) Hanabilah, yang sangat bencinya kepada Imam Ath-Thabary.

Sampai akhirnya Pemerintah turut campur, Khalifah ar-Radhi Billah Abu al-Abbas Ahmad bin al-Muqtadir Billah (w. 329 H) mengeluarkan putusan. Sebagaimana lanjutan cerita Ibnu Atsir berikut :

فخرج توقيع الراضي بما يقرأ على الحنابلة ينكر عليهم فعلهم، ويوبخهم باعتقاد التشبيه وغيره، فمنه تارة أنكم تزعمون أن صورة وجوهكم القبيحة السمجة على مثال رب العالمين، وهيئتكم الرذلة على هيئته، وتذكرون الكف والأصابع والرجلين والنعلين المذهبين، والشعر القطط، والصعود إلى السماء، والنزول إلى الدنيا، تبارك الله عما يقول الظالمون والجاحدون علوا كبيرا، ثم طعنكم على خيار الأئمة، ونسبتكم شيعة آل محمد – صلى الله عليه وسلم – إلى الكفر والضلال، ثم استدعاؤكم المسلمين إلى الدين بالبدع الظاهرة والمذاهب الفاجرة التي لا يشهد بها القرآن، وإنكاركم زيارة قبور الأئمة، وتشنيعكم على زوارها بالابتداع  وأنتم مع ذلك تجتمعون على زيارة قبر رجل من العوام !! ليس بذي شرف ولانسب ولاسبب برسول الله صلى الله عليه وسلم ، وتامرون بزيارته وتدعون له معجزات الانبياء وكرامات الاولياء !! ، فلعن الله تعالى شيطانا زين لكم هذه المنكرات وما أغواه ، وامير المؤمنين يقسم بالله جهدا اليه الوفاء به ، لئن لم تنتهوا عن مذموم مذهبكم ومعوج طريقتكم ليوسعنكم ضربا وتشريدا وقتلا وتبديدا ، وليستعملن السيف في رقابكم والنار في منازلكم ومحالكم


Point-point putusan ar-Radhi Billah bisa disimpulkan :

- Ar-Radhi Billah Mengutuk dan mengecam perilaku Hanabilah saat itu

- Mengutuk Aqidah Tasybih mereka, mereka menyangka bahwa wajah mereka yang jelak itu serupa dengan wajah Allah [subhanahu wa ta’ala amma yashifun], menyebutkan telapak tangan, dua kaki, naik ke langit, turun ke dunia.

- Mereka mencela orang-orang pilihan umat ini, menisbatkan pengikut keluarga Nabi Muhammad [red: Habib], kepada kekufuran dan kesesatan. Menyangka bahwa umat Islam telah masuk kepada kebid’ahan dan madzhab yang tercela.

- Mereka mengingkari ziarah kepada Qubur orang para Imam dan mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.

- Ar-Radhi Billah marah dan murka kepada Hanabilah dan mengatakan bahwa perbuatan mereka itu telah dihiasi oleh syaitan.

- Jika tidak berhenti dari perilaku mereka itu, maka ar-Radhi Billah dan pasukannya akan memerangi mereka. [12]

    FITNAH KEEMPAT :

Imam Ibnu al-Atsir (w. 630 H) bercerita tentang keadaan Baghdad di tahun 447 Hijriyyah :

في هذه السنة وقعت الفتنة بين الشافعية والحنابلة ببغداد ، ومقدم الحنابلة ابو يعلى بن الفراء وابن التميمي ، وتبعهم من العامة الجم الغفير !! ، وانكروا الجهر ببسم الله الرحمن الرحيم ، ومنعوا من الترجيع في الاذان ، والقنوت في الفجر ، ووصلوا الى ديوان الخليفة ولم ينفصل حال ، واتوا الى مسجد بباب الشعير فنهوا امامه عن الجهر بالبسملة ، فاخرج مصحفا وقال : ازيلوها من المصحف حتى لااتلوها ؟

Fitnah antara Fuqaha’ Syafi’iyah dan Hanabilah di Baghdad, yang dimotori Ulama Hanabilah yaitu Abu ‘Ali bin Al-Farra’ dan Ibnu At-Tamimy dan para pengikutnya. mereka mengingkari mengeraskan bissmillahirrahmanirrahim (pada surat Al-Fatihah), melarang mengulangi adzan (ketika sholat jumat) dan membaca qunut pada sholat Subuh. mereka mendatangi Khalifah dan kasus ini tidak dapat dihentikan. Sampai2 Ulama hanabilah datang ke masjid Bab Asy-Sya’ir, mereka melarang mengeraskan bacaan basmalah. Salah satu diantara mereka mengeluarkan sebuah mushaf Al-Qur’an dan berkata “hapuslah (bismillah) ini dari mushaf (al-Qur’an) sampai mereka tidak membacanya lagi)).[13]

Jika Ibnu al-Atsir (w. 630 H) menuliskan fitnah terjadi antara Hanabilah dan Syafi’iyyah, maka Ibnu Katsir (w. 774 H) menuliskan bahwa fitnah terjadi antara Hanabilah dengan Asya’irah. Kedua Ulama’ sejarawan disini sedang menceritakan kejadian di tahun yang sama dan tempat yang sama. Sebenarnya konfliknya sama, hanya beda sudut pandang. Antara Hanabilah dan Syafi’iyyah Asy’ariyyah.

    FITNAH KELIMA :

Al-Imam Ibnul Jauzi mengatakan :

وفي شوال وقعت الفتنة بين الحنابلة والأشعرية ، وكان السبب أنه ورد  إلى بغداد أبو نصر ابن القشيري ، وجلس في النظامية ، وأخذ يذم الحنابلة وينسبهم إلى التجسيم ،… ومال أبو إسحاق الشيرازي إلى نصرة القشيري

“ Dan di bulan Syawwal, terjadilah fitnah antara Hanabilah (oknum) dan Asy’ariyyah. Penyebabnya adalah kedatangan Abu Nashr Ibn Al-Quysairi di Baghdad dan duduk di an-Nizdhamiyyah, lalu mencela Hanabilah dan menisbatkan mereka dengan tajsim…imam Abu Ishaq asy-Syairazi lebih membela al-Qusyairi “[14]

Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali menceritakan :

وكتب إلى نظام الملك الوزير يشكو الحنابلة ، ويسأله المعونة ، فاتفق جماعة من أتباعه على الهجوم على الشريف أبي جعفر في مسجده والإيقاع به ، فرتب الشريف جماعة أعدهم لرد خصومة إن وقعت ، فلما وصل أولئك إلى باب المسجد رماهم هؤلاء بالآجر ، فوقعت الفتنة ، وقتل من أولئك رجل من العامة وجرح آخرون

“ Ia menulis surat kepada perdana menteri Nidzam al-Mulk dan mengaduhkan perihal Hanabilah, ia meminta biaya. Lalu kelompok pengikutnya sepakat untuk menyerang syarif Abu Jakfar di masjidnya. Maka syarif menyusun kelompok dan mempersiapkan untuk melawannya. Maka ketika mereka sampai di pintu masjid, mereka melemparinya dengan batu bata, dan terjadilah fitnah, maka terbunuhlah satu orang awam dari mereka dan banyak yang luka “.[15]

Bersambung pada pembahasan fakta pembunuhan ulama Hanabilah (yang mujassimah) kepada ulama Ahlus sunnah seperti imam Fakhruddin ar-Razi, Abu Bakar Furak dan lainnya. Dan tentang fakta ketasawwufan mayoritas ulama Hanabilah al-Fudhala.

[1] I’tiqad al-Imam Ahmad : 45
[2] Daf’u Syubah ast-Tasybih : 97
[3] Kamil fit Tarikh : 10/52
[4] Siyar A’lam an-Nubala : 19/76
[5] Daf’u Syubhah Man Syabbaha wa Tamarrada : 20
[6] Mu’id an-Ni’am wa Mubid an-Niqam : 62
[7] Al-Asrar al-Marfuu’ah fil Akbaar al-Maudhu’ah : 1/61
[8] Lihat kitab Mu’jam al-Udaba : 18/57-59
[9] Al-Bidayah wa an-Nihayah : 11/136-147
[10] Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal.129
[11] Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal. 129
[12] Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal. 131
[13] Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim as-Syaibani Izzuddin Ibn al-Atsir (w. 630 H), al-Kamil fi at-Tarikh, juz 8, hal. 325
[14] Al-Muntadzham, Ibnul Jauzi : 8/305
[15] Dzail ath-Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Rajab : 1/19

Terkait :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar