Pada
hari Senin dan Selasa (malam) 15-16 Maret 1993, jam 00.45 s/d 02.30
wib, saya melihat siaran langsung salat taraweh di masjidil Haram lewat
RCTI yang bekerja sama dengan SCTV dan PT Indosat. Ternyata dilakukan
setiap dua rakaat salam dengan jumlah 20 rokaat dan 3 witir 2 kali
salam.
Bacaan surat-suratan dalam salat taraweh panjang-panjang dan agak
pendek dalam salat witirnya. Sebelum salam pada I’tidal witir terakhir
(yang ganjil) membaca doa qunut selama sepuluh menit dengan suara
nyaring dan mengangkat kedua tangan. Sehungga pelaksanaan salat secara
keseluruhan memakan waktu satu jam empat puluh lima menit.
Pada
rakaat ke sembilan belas masuk ke dua puluh, imam tidak membaca surat
al-Fatihah, langsung membaca surat, kemudian ruku’, sujud, duduk antara
dua sujud, sujud, tahiyat, baru salam terakhir, dan tidak sujud sahwi,
(Jika tidak percaya, silahkan RCTI memutar ulang filmnya).
Yang kami tanyakan adalah:
1.Bagaimana caranya mengingatkan imam yang salah pada rukun qouliyah (rukun berupa bacaan)?
2. Apakah
sah salat seorang yang meninggalkan rukun baik qouliyah maupun rukun
fi’liyah (rukun berupa gerakan) dan tidak diganti dengan sujud?
3. Istri
saya haid pada bulan ramadlan. Pada hari keempat dikira telah berhenti
maka dia mandi sesuci. Pada hari kelima dan keenam dia puasa. Tetapi
pada hari ketujuh ternyata keluar lagi. Yang kami tanyakan apakah puasa
istri saya pada hari kelima dan keenam sah? dan tidak perlu diqodlo
lagi? jika tidak sah bagaimana? mohon penjelasan.
Jawaban:
1. Cara
mengingatkan imam yang salah pada rukun qouliyah, kalau yang
dimaksudkan adalah imam yang meninggalkan bacaan fatihah seperti yang
dicontohkan pada rokaat 19 masuk 20 pada salat taraweh di Masjidil Haram
tadi, bagi makmum laki-laki dengan membaca tasbih ( subhanallah)
dengan niat berdzikir (bukan niat mengingatkan imam). Bagi makmum
wanita dengan menepukkan punggung telapak tangan kiri pada bagian dalam
telapak tangan kanan. Sebagaimana dalam kitab At Tadzhib halaman 63
sebagai berikut
:وَإذَا أَنَابَهُ شَيءٌ فِى الصَّلاةِ سَبَّحَ. اى إِذَا حَصَلَ لإِمَامِهِ أو غَيْرِهِ شَيْءٌ وَأرَدَ اَنْ يُنَبِّهَهُ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ. لِمَا رَوَاه البُخَارِى (652) والمُسْلِم (421) عَنْ سَهْلِ ابْنِ سَعْدٍ: أنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ راَبَهُ شَيْءٌ فِى صَّلاَتِه فَليُسَبِّحْ. فَإِنَّهُ إذَا سَبَّحَ أُلْتُفِتَ إِلَيْهِ. وَإِنَّمَا تَصْفِيْقُ لِلنَّسَاءِ
Apabila terjadi
bagi imamnya atau lainnya sesuatu dan dia(orang yang sedang salat)
ingin mengingatkannya, maka dia membaca: Subhanallah, berdasar apa yang
al Bukhori dan Muslim telah meriwayatkannya dari Sahal bin Saad RA,
bahwa Rasulullah saw telah bersabda: ‘Barang siapa yang ragu-ragu dalam
suatu perkara yang ia ingin mengingatkannya, dalam waktu ia salat,
maka hendaklah ia membaca tasbih.
Karena sesungguhnya jika dia membaca
tasbih dia akan diperhatikan. Sesungguhnya bagi wanita adalah
menepukkan punggung telapak tangan kiri pada bagian dalam telapak
tangan kanan.’Akan tetapi, mungkin contoh yang Anda kemukakan tersebut
sebetulnya imam tidak meninggalkan bacaan fatihah, akan tetapi hanya
lupa membacanya dengan keras. Kalau begitu tidak perlu mengulangi
membaca dengan keras, karena mengeraskan bacaan itu hukumnya sunnat.
2.Sebagaimana
kita maklumi, karena telah disebutkan dalam semua kitab-kitab fiqh,
bahwa ‘rukun’ itu adalah apa yang harus dikerjakan selama menunaikan
ibadah. Apabila rukun tersebut ditinggalkan, maka ibadahnya menjadi
batal. Demikian pula halnya dengan salat, apabila salah satu rukunnya
ditinggalkan, maka salat tersebut menjadi batal.
3. Menurut
pendapat kami, puasa istri Anda pada hari kelima dan keenam sah dan
tidak wajib mengqodlo lagi sebab puasa tersebut:Dilakukan pada saat
darah haid tidak wujudBatas minimal dari waktu haid itu adalah satu
hari satu malam (24 jam) akan tetapi, jika waktu haid selama empat hari
tersebut keluar darah kurang dari 24 jam, maka puasanya tidak sah dan
harus mengqodlo.Namun demikian, sebaiknya Anda memperhatikan kebiasaan
waktu haid istri Anda. Jika kebiasaan waktu haid tujuh hari dan
keluarnya darah sering terputus, maka hari kelima dan keenam tersebut
berarti masih dalam masa haid, sehingga puasanya tidak sah dan wajib
mengqodlo.Perlu diperhatikan pula warna darah yang keluar pada hari
ketujuh tersebut. Jika warnanya tidak sama dengan yang keluar pada hari
keempat, maka puasanya sah, dan jika sama maka puasanya tidak sah
Sumber
: Koleksi Bahtsul Masail yang dimiliki oleh KH. A. Masduqi Machfudh,
termasuk arsip Kolom Bahtsul Masail dari majalah PWNU Jawa Timur Aula,
Bahtsul Masail Wilayah (PWNU) Jawa Timur, dan Bahtsul Masail pada
muktamar maupun pra-muktamar NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar