Jumat, 13 Februari 2015

Caranya mengingatkan Imam

Pada hari Senin dan Selasa (malam) 15-16 Maret 1993, jam 00.45 s/d 02.30 wib, saya melihat siaran langsung salat taraweh di masjidil Haram lewat RCTI yang bekerja sama dengan SCTV dan PT Indosat. Ternyata dilakukan setiap dua rakaat salam dengan jumlah 20 rokaat dan 3 witir 2 kali salam. 
Bacaan surat-suratan dalam salat taraweh panjang-panjang dan agak pendek dalam salat witirnya. Sebelum salam pada I’tidal witir terakhir (yang ganjil) membaca doa qunut selama sepuluh menit dengan suara nyaring dan mengangkat kedua tangan. Sehungga pelaksanaan salat secara keseluruhan memakan waktu satu jam empat puluh lima menit.
 
Pada rakaat ke sembilan belas masuk ke dua puluh, imam tidak membaca surat al-Fatihah, langsung membaca surat, kemudian ruku’, sujud, duduk antara dua sujud, sujud, tahiyat, baru salam terakhir, dan tidak sujud sahwi, (Jika tidak percaya, silahkan RCTI memutar ulang filmnya).
 
Yang kami tanyakan adalah:
1.Bagaimana caranya mengingatkan imam yang salah pada rukun qouliyah (rukun berupa bacaan)?
 
2. Apakah sah salat seorang yang meninggalkan rukun baik qouliyah maupun rukun fi’liyah (rukun berupa gerakan) dan tidak diganti dengan sujud?
 
3. Istri saya haid pada bulan ramadlan. Pada hari keempat dikira telah berhenti maka dia mandi sesuci. Pada hari kelima dan keenam dia puasa. Tetapi pada hari ketujuh ternyata keluar lagi. Yang kami tanyakan apakah puasa istri saya pada hari kelima dan keenam sah? dan tidak perlu diqodlo lagi? jika tidak sah bagaimana? mohon penjelasan.
 
Jawaban:
 
1. Cara mengingatkan imam yang salah pada rukun qouliyah, kalau yang dimaksudkan adalah imam yang meninggalkan bacaan fatihah seperti yang dicontohkan pada rokaat 19 masuk 20 pada salat taraweh di Masjidil Haram tadi, bagi makmum laki-laki dengan membaca tasbih ( subhanallah) dengan niat berdzikir (bukan niat mengingatkan imam). Bagi makmum wanita dengan menepukkan punggung telapak tangan kiri pada bagian dalam telapak tangan kanan. Sebagaimana dalam kitab At Tadzhib halaman 63 sebagai berikut
 

:وَإذَا أَنَابَهُ شَيءٌ فِى الصَّلاةِ سَبَّحَ. اى إِذَا حَصَلَ لإِمَامِهِ أو غَيْرِهِ شَيْءٌ وَأرَدَ اَنْ يُنَبِّهَهُ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ. لِمَا رَوَاه البُخَارِى (652) والمُسْلِم (421) عَنْ سَهْلِ ابْنِ سَعْدٍ: أنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ راَبَهُ شَيْءٌ فِى صَّلاَتِه فَليُسَبِّحْ. فَإِنَّهُ إذَا سَبَّحَ أُلْتُفِتَ إِلَيْهِ. وَإِنَّمَا تَصْفِيْقُ لِلنَّسَاءِ

 
Apabila terjadi bagi imamnya atau lainnya sesuatu dan dia(orang yang sedang salat) ingin mengingatkannya, maka dia membaca: Subhanallah, berdasar apa yang al Bukhori dan Muslim telah meriwayatkannya dari Sahal bin Saad RA, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: ‘Barang siapa yang ragu-ragu dalam suatu perkara yang ia ingin mengingatkannya, dalam waktu ia salat, maka hendaklah ia membaca tasbih. 
Karena sesungguhnya jika dia membaca tasbih dia akan diperhatikan. Sesungguhnya bagi wanita adalah menepukkan punggung telapak tangan kiri pada bagian dalam telapak tangan kanan.’Akan tetapi, mungkin contoh yang Anda kemukakan tersebut sebetulnya imam tidak meninggalkan bacaan fatihah, akan tetapi hanya lupa membacanya dengan keras. Kalau begitu tidak perlu mengulangi membaca dengan keras, karena mengeraskan bacaan itu hukumnya sunnat.
 
2.Sebagaimana kita maklumi, karena telah disebutkan dalam semua kitab-kitab fiqh, bahwa ‘rukun’ itu adalah apa yang harus dikerjakan selama menunaikan ibadah. Apabila rukun tersebut ditinggalkan, maka ibadahnya menjadi batal. Demikian pula halnya dengan salat, apabila salah satu rukunnya ditinggalkan, maka salat tersebut menjadi batal.
 
3. Menurut pendapat kami, puasa istri Anda pada hari kelima dan keenam sah dan tidak wajib mengqodlo lagi sebab puasa tersebut:Dilakukan pada saat darah haid tidak wujudBatas minimal dari waktu haid itu adalah satu hari satu malam (24 jam) akan tetapi, jika waktu haid selama empat hari tersebut keluar darah kurang dari 24 jam, maka puasanya tidak sah dan harus mengqodlo.Namun demikian, sebaiknya Anda memperhatikan kebiasaan waktu haid istri Anda. Jika kebiasaan waktu haid tujuh hari dan keluarnya darah sering terputus, maka hari kelima dan keenam tersebut berarti masih dalam masa haid, sehingga puasanya tidak sah dan wajib mengqodlo.Perlu diperhatikan pula warna darah yang keluar pada hari ketujuh tersebut. Jika warnanya tidak sama dengan yang keluar pada hari keempat, maka puasanya sah, dan jika sama maka puasanya tidak sah
 
Sumber : Koleksi Bahtsul Masail yang dimiliki oleh KH. A. Masduqi Machfudh, termasuk arsip Kolom Bahtsul Masail dari majalah PWNU Jawa Timur Aula, Bahtsul Masail Wilayah (PWNU) Jawa Timur, dan Bahtsul Masail pada muktamar maupun pra-muktamar NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar