Secara bahasa kiswah artinya pakaian. Selanjutnya kata ini sering
digunakan untuk menyebut kain yang menutupi ka`bah. Manusia sejak zaman
dahulu telah memiliki perhatian untuk memberikan kiswah pada ka`bah.
Realita ini menunjukkan betapa besar kecintaan mereka terhadap ka`bah
dan perhatian mereka terhadap kesucian dan kemuliaan bangunan yang
pertama kali didirikan di muka bumi ini.
Kiswah Sebelum Islam
Kiswah ka`bah telah ada sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana yang disebutkan Muhammad bin
Ishaq, beliau mengatakan:
Banyak ulama menceritakan kepadaku, bahwa orang yang pertama kali
memberi kiswah pada ka`bah adalah Tuba` As`ad al-Himyari.
Dia bermimpi
memasang kiswah ka`bah. Kemudian dia menutupi ka`bah dengan al-antha`
[permadani yang terbuat dari kulit]. Lalu dia bermimpi lagi, memberikan
kiswah untuk ka`bah. Kemudian dia memasang al-Washayil sebagai kiswah
ka`bah. Al-Washayil merupakan kain berwarna merah, bergaris, buatan
Yaman.
[al-Azraqi, Akhbar Makkah, Mauqi' Jami' al-Hadis, 1/301]
Setelah Tuba`, orang-orang di masa jahililyah bergantian memasang
kiswah. Mereka anggap hal ini sebagai tugas agama. Mereka diperbolehkan
memasang kiswah kapan saja dengan bahan apa saja. Diantara jenis kain
yang pernah digunakan untuk kiswah adalah al-Kasf (kain tebal),
al-Ma`afir (kain buatan daerah Ma`afir), al-Mala` (kain halus, tipis),
al-Washayil dan al-`Ashb, yanng keduanya merupakan kain buatan Yaman
yang ditenun dengan bambu.
Di masa jahiliyah, pemangku wewenang memasang kiswah ka`bah dipegang
oleh suku Quraisy. Mereka mewajibkan setiap kabilah untuk menanggung
biaya pengadaan kiswah sesuai kemampuan masing-masing. Ini terjadi di
zaman pemuka mereka yang bernama: Qushay bin Kilab, salah satu buyut
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai akhirnya datang Abu
Rabi`ah bin al-Mughirah, dengan kekayaannya, dia sendiri yang menanggung
biaya kiswah. Bahkan di saat kaum Quraisy sedang ditimpa paceklik.
Karena itu, masyarakat arab menyebutnya dengan al-Adl (sepadan). Karena
jasa dia memasang kiswah telah sepadan dan menyamai amanah memasang
kiswah yang menjadi tanggung jawab orang Quraisy. Untuk selanjutnya,
keturunan Abu Rabi`ah diberi nama Bani al-Adl. [al-Azraqi, Akhbar
Makkah, Mauqi' Jami' al-Hadis, 1/306]
Sementara orang yang pertama kali memberi kiswah dengan kain sutera
adalah Nutailah binti Janab, Ibunya Abbas bin Abdul Muthallib.
Kiswah Setelah Islam
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, beliau dan para
sahabat tidak memberikan kiswah untuk ka`bah, sebelum penaklukan kota
mekah. Karena orang musyrikin Quraisy tidak mengizinkan hal tersebut.
Setelah fathu mekah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengganti
kain kiswah yang menempel di ka`bah, hingga kiswah ini terbakar
disebabkan seorang wanita yang ingin mengasapi kiswah dengan wewangian.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantinya dengan kain
buatan Yaman.
Di masa Abu Bakr, Umar, dan Utsman radliallahu ‘anhum, mereka
memasang kiswah dari kain qabathi (kain berwarna putih halus buatan
Mesir). Semantara di masa khalifah Muawiyah radliallahu ‘anhu, beliau
mengganti kiswah dua kali dalam setahun. Di hari Asyura dipasang dengan
kain sutra dan di akhir Ramadhan dipasang dengan kain qabathi.
Di masa Yazid bin Muawiyah, Abdullah bin Zubair, dan Abdul Malik bin
Marwan, kiswah dipasang dua kali dalam setahun dengan bahan dari sutra.
Kiswah pertama dipasang dalam keadaan digulung dan dijahit. Kiswah ini
dipasang pada hari tarwiyah. Tujuannya agar tidak disobek oleh jamah
haji. Kiswah kedua dipasang tanpa digulung, pada hari `Asyura, setelah
jamaah haji meninggalkan mekah. Kemudian dilepas pada tanggal 27
Ramadhan, dan diganti dengan kain qubathi untuk menyambut idul fitri.
Di masa khalifah al-Makmun, kiswah dipasang sebanyak empat lapis. Di
lapis yang keempat beliau menggunakan kain warna putih. Di masa
an-Nashir al-Abbasi, kiswah dipasang dengan kain warna hijau, kemudian
beliau menggantinya dengan kain warna hitam. Sejak saat itu, kiswah
dengan kain warna hitam terus dipertahankan.
Pada tahun 810 H, dibuat kain penutup yang bermotif ukiran, dipasang
di bagian luar ka`bah, yang dinamakan al-Burq. Produksi dan pemasangan
kain ini sempat dihentikan antara tahun 816 sampai 818, dan baru dibuat
serta dijadikan kiswah kembali tahun 819 H hingga sekarang.
[Shafiyurrahman al-Mubarokfuri, Sejarah Mekah, Darus Salam, Riyadh, 1423 H, hal. 55]
Kiswah pada Masa Pemerintahan Saudi
Raja Abdul Aziz bin ?Abdurrahman Ali Su`ud sangat perhatian dengan
dua kota suci, Mekah dan Madinah. Beliau mendirikan gedung khusus untuk
pembuatan kiswah ka`bah di Mekah. Beliau juga menyediakan seluruh
kebutuhan pembangunan.
Proyek ini dilanjutkan putranya, raja Faisal bin Abdul Aziz. Beliau
memperbarui pabrik pembuatan kiswah. Pada tahun 1397 H, gedung baru di
daerah Ummul Jud Mekah al Mukarramah diresmikan. Gedung pembuatan kiswah
ini dilengkapi peralatan modern untuk mencetak kain tenun dengan
mempertahankan corak kerajinan tangan.
Referensi: [Shafiyurrahman al-Mubarokfuri, Sejarah Mekah, Darus Salam, Riyadh, 1423 H, hal. 57]
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala
yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi
sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR Muslim no. 2674)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar