PertanyaanAdakah Ijab Qabul harus Satu Nafas dalam Islam?
Assalamu’alaikum, Saya ada 2 prtnyaan pak ustadz
apakah benar dlm pengucapan ijab qabul pernikahan “saya trma nikah & kawin ny…..dst” itu wajib dlm 1x nafas diawal saja?
gmn klo di tngh2 pengucapan dy nafas lg yg k2x? apakah tdk sah ijab qabul ny? Trima kasih pak ustadz
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Salah satu syarat sah akad nikah yang sering kita dengar, jawaban sang suami ketika melakukan ijab qabul harus diucapkan sekali nafas. Dan tentu saja, ini adalah persyaratan yang sangat berat. Karena untuk mengucapkan kalimat yang cukup panjang, apalagi dalam kondisi ’nervous’ akan sangat sulit diucapkan dalam satu nafas. Barang kali karena alasan ini, banyak pemuda yang latihan ilmu pernafasan. Namun apapun itu, persyaratan satu nafas ketika ijab qabul adalah persyaratan yang terlalu berlebihan.
Untuk itu ada hal yang perlu diluruskan, bagaimana sejatinya penjelasan ulama tentang syarat dalam melakukan ijab qabul. Sebelumnya perlu dicatat tentang makna ijab qabul,
Ijab adalah pernyataan sang wali perempuan atau yang mewakili: Saya nikahkan anda… dst.
Qabul adalah jawaban sang suami atau yang mewakili: Saya terima nikahnya …dst
Berikut beberapa rincian keterangan ulama yang bisa membantu memahami syarat ijab qabul ini,
Pertama, ulama sepakat bahwa ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis. Dalam arti, antara ijab dan qabul dilakukan dalam konteks keadaan yang sama. Misalnya, di rumah, sang wali mengatakan kepada suami: ’Saya nikahkan anda dengan putriku …’ kemudian mereka berpisah. Lalu ketika ketemu di masjid, si Suami menjawab: ’Saya terima nikah putri bapak…’. Akad nikah semacam ini tidak sah.
Dalam kitab Fikih 4 madzhab dinyatakan,
اتفقوا جميعا على ضرورة اتحاد مجلس العقد فلو قال الولي : زوجتك ابنتي وانفض المجلس قبل أن يقول الزوج : قبلت ثم قال في مجلس آخر أو في مكان آخر لم يصح
”Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. Sehingga andaikan wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu dengan putriku’ lalu mereka berpisah sebelum suami mengatakan, ’Aku terima’. Kemudian di majlis yang lain atau di tempat lain, dia baru menyatakan menerima, ijab qabul ini tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
Kedua, ulama berbeda pendapat, apakah jawaban qabul harus segera disampaikan tanpa ada jeda, ataukah boleh ada jeda beberapa saat, selama masih dalam satu majlis. Dalam kitab Fikih 4 madzhab dinyatakan,
واختلفوا في الفور – يعني النطق بالقبول عقب الإيجاب بدون فاصل -
”Mereka berbeda pendapat tentang hukum al-faur (bersegera dalam menyampaikan qabul) – artinya menyampaikan qabul tepat setelah ijab, tanpa ada jeda.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
1. Ulama Hambali dan Hanafi tidak mempersyaratkan harus segera, selama ijab qabul masih dianggap terjadi dalam satu majlis. Sehingga ketika ada salah satu yang tidak konsentrasi ijab qabul dan melakukan aktivitas lain yang mengubah konteks pembicaraan, akad nikah tidak sah.
فاتفق الحنابلة والحنفية على أن الفور ليس بشرط مادام المجلس قائما عرفا أما إذا تشاغلا بما يقطع المجلس عرفا فإنه لا يصح
”Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa ’segera’ bukan syarat, selama masih dalam satu majlis. Namun jika salah satu sibuk melakukan aktivitas lain, yang memutus konteks pembicaraan, akad nikah tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
Imam Ibnu Qudamah – ulama hambali – mengatakan,
إذا تراخى القبول عن الإيجاب، صح، ما داما في المجلس، ولم يتشاغلا عنه بغيره؛ لأن حكم المجلس حكم حالة العقد
“Apabila kalimat qabul tidak langsung disampaikan setelah ijab, akad tetap sah. Selama masih dalam satu majlis, dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis adalah hukum yang sesuai konteks akad.” (al-Mughni, 7/81).
Kemudian Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad,
وقد نقل أبو طالب، عن أحمد، في رجل مشى إليه قوم فقالوا له: زوج فلانا. قال: قد زوجته على ألف. فرجعوا إلى الزوج فأخبروه، فقال: قد قبلت. هل يكون هذا نكاحا؟ قال: نعم.
Abu Thalib menukil dari Imam Ahmad, bahwa beliau ditanya, Ada seseorang (si A) yang didatangi sekelompok rekannya. Gerombolan ini mengatakan, ‘Nikahkan si B (dengan putrimu).’ Kemudian si A mengatajan, ‘Aku nikahkan si B dengan putriku, dengan mahar 1000 dirham.’ Kemudian gerombolan inipun segera menyampaikan kepada si B bahwa si A telah menikahkannya dengan putrinya. Lalu si B menjawab, ’Saya terima nikahnya.’
”Apakah akad nikah semacam ini sah?” jawab Imam Ahmad, ”Ya, sah.” (al-Mughni, 7/81).
2. Sementara ulama Syafiiyah dan Malikiyah berpendapat, harus segera (’ala al-Faur) dan tidak boleh ada pemisah, selain jeda ringan yang tidak sampai dianggap pemisah antara ijab dan qabul.
واشترط الشافعية والمالكية الفور واغتفروا الفاصل اليسير الذي لا يقطع الفور عرفا
”Syafiiyah dan Malikiyah mempersyaratkan harus segera. Namun tidak masalah jika ada pemisah ringan, yang tidak sampai dianggap telah memutus sikap ’segera’ dalam menyampaikan qabul.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
Karena itu, sebagian ulama syafiiyah melarang, ketika antara ijab dan qabul diselingi dengan ucapan apapun yang tidak ada hubungannya dengan akad nikah.
ان فصل بين الايجاب والقبول بخطبة بأن قال الولي: زوجتك، وقال الزوج: بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، قبلت نكاحها، ففيه وجهان: (أحدهما) وهو قول الشيخ أبي حامد الاسفراييني، أنه يصح، لان الخطبة مأمور بها للعقد، فلم تمنع صحته: كالتيمم بين صلاتي الجمع. (والثاني) لا يصح، لانه فصل بين الايجاب والقبول. فلم يصح.
”Jika antara ijab dan qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, Saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini ada dua pendapat ulama, (pertama) Nikah sah. Dan ini pendapat Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini. Karena bacaan hamdalah dan shalawat disyariatkan ketika akad, sehingga tidak menghalangi keabsahannya. Sebagaimana orang yang melakukan tayamum di sela-sela antara dua shalat yang dijamak. (kedua) tidak sah. Karena dia memisahkan antara ijab dan qabul, sehingga akad nikah tidak sah.”
(Fikih Sunah, Sayid Sabiq, 2/35).
Memahami keterangan di atas, sejatinya tidak ada keterangan ijab qabul harus satu nafas. Yang ada adalah harus satu majlis dan harus bersambung, menurut pendapat Syafiiyah dan Malikiyah. Meskipun boleh ada pemisah ringan, selama tidak sampai keluar dari sikap ’segera’.
Dan boleh tidak bersambung, menurut ulama Hambali dan Hanafi.
Karena itu, jika dalam kasus akad nikah ada gangguan sound sistem, kemudian ketika sang suami hendak mengucapkan qabul, tiba-tiba dia harus memperbaiki mikrofonnya, beberapa saat kemudian dia mengucapkan qabul, akad nikah tetap dinilai sah.
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar