Selasa, 31 Desember 2013

Hukum Bersumpah “Demi Tuhan…!”

Tanya:
Salam tadz…, semoga Allah menjaga para ustadz dan memberkahi ilmunya. Amieen.

Saat ini ucapan Aryawiguna; demi Tuhan, sekarang marak disebarkn di berbagai media. Sbenarnya secara islam, itu boleh gak sumpah kayak gitu. Krn aku prnah dengar tdk boleh bersumpah kecuali dg nama Allah. Padahal tuhan bukan nama Allah. Trim’s

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,Wa alaikumus salam, semoga Allah memberkahi kita semua.

Terkait sumpah ‘demi Tuhan’, ada dua hal yang perlu kita pahami,

Pertama, bersumpah dengan sifat Allah

Sumpah yang boleh dilakukan oleh seorang muslim adalah sumpah yang menyebut kata Allah, seperti ‘demi Allah’ atau salah satu nama Allah, seperti ‘demi Ar-Rahman’, atau salah satu sifat Allah, seperti ‘demi Keagungan Allah’.

Bersumpah yang menyebut kata ‘demi Allah’ atau salah satu nama Allah lainnya mungkin sudah sangat sering kita dengar, sehingga kita tidak akan banyak mempertanyakannya. Karena itu, yang perlu kita tekankan di sini adalah bersumpah dengan menyebut sifat Allah. Yang kami maksud sifat Allah, seperti keagungan Allah, rahmat Allah, firman Allah, dst.

Terdapat banyak dalil yang menyebutkan hal ini, sampai Imam Bukhari membuat satu bab khusus dalam shahihnya,

باب الحلف بعزة الله وصفاته وكلماته


“Bab tentang bersumpah dengan keagungan Allah, siafat-sifat-Nya, dan firman-Nya.”

Kemudian beliau membawakan beberapa hadis, diantaranya,

1. Hadis tentang penduduk surga yang terakhir masuk surga:

يَبْقَى رَجُلٌ بَيْنَ الجَنَّةِ وَالنَّارِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ اصْرِفْ وَجْهِي عَنِ النَّارِ، لاَ وَعِزَّتِكَ لاَ أَسْأَلُكَ غَيْرَهَا


“Tinggallah seseorang diantara surga dan neraka. Dia meminta: ‘Wahai Rabku, palingkan wajahku dari neraka, demi keagungan-Mu, saya tidak minta yang lainnya.’

2. Hadis tentang ucapan Nabi Ayyub ketika mengambil belalang emas,

وَعِزَّتِكَ لاَ غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ


“Demi keagungan-Mu, saya tidak pernah cukup untuk mendapatkan berkah-Mu”

[Shahih Bukhari: Bab tentang Sumpah dan Nadzar, 8/134]. Karena itulah, pendapat yang jauh lebih kuat dalam masalah ini, boleh bersumpah dengan menyebut sifat Allah. Ibnu Rusyd mengatakan,

وأما مَن منع الحلف بصفات الله وبأفعاله فضعيف


“Adapun pendapat yang melarang bersumpah dengan sifat atau perbuatan Allah adalah pendapat yang lemah.” (Bidayatul Mujtahid, 1/334)

Dalam beberapa hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersumpah dengan keterangan tentang Allah, yang hanya mungkin ada pada Dzat Allah, misalnya

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ


“Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya”

Sumpah semacam ini banyak disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari. Dan makna kalimat di atas, tidak lain hanya tertuju pada Allah.

Syaikh Bakr Abu Zaid menjelaskan satu kaidah dalam masalah sumpah,

قاعدة الشريعة المطردة ، أنه لا يجوز الحلف والقسم إلا بِاللهِ – تعالى – أو باسم من أسمائه ، أو صفة من صفاته – سبحانه – ؛ لأن الحلف يقتضي التعظيم الذي لا يشاركه فيه أحد ، وهذا لا يصرف إلا لله تعالى ؛ ولهذا كان الحلف بغير الله – تعالى – من المخلوقين كافة :شركاً بالله


Kaidah baku dalam syariat, bahwa tidak boleh bersumpah kecuali dengan kata ‘Allah’ atau salah satu nama Allah, atau salah satu sifatnya. Karena dalam sumpah, berarti unsur mengagungkan, dimana tidak boleh ada seorangpun yang menjadi sekutu di dalamnya. Dan pengagungan semacam ini hanya boleh ditujukan untuk Allah ta’ala. Oleh karena itu, bersumpah dengan menyebut makhluk selain Allah, sudah layak dikatakan syirik. (Mu’jam Al-Manahi Al-Lafdziyah).

Kedua, status kata ‘Tuhan’ dalam bahasa indonesia

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), kata tuhan didefinisikan sebagai, sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb.

Dalam sila pertama pancasila tertera: Ketuhanan yang Mahaesa. Padahal kalimat ini tidak diingkari oleh penganut agama selain islam.

Menimbang penggunaan masyarakat indonesia untuk kata ‘Tuhan’, kita bisa menyimpulkan bahwa makna kata ‘Tuhan’ ada 2: Sesembahan (sesuatu yang disembah) atau Pencipta alam semesta.

Pancasila disetujui oleh penduduk indonesia yang memeluk agama berbeda-beda. Yang tentu saja masing-masing agama memiliki sesembahan yang tidak sama. Sehingga, arti ‘tuhan’ yang tepat di sini bukan sesembahan tetapi pencipta. Karena mereka tidak mengakui keesaan sesembahan, sebagaimana yang diyakini orang islam.

Lain halnya untuk KBBI, makna kata ‘Tuhan’ yang lebih ditekankan adalah dzat yang disembah. Dan bagi kita makna kedua penggunaan ini tertuju hanya kepada Allah, tidak keluar dari itu.

Oleh karena itu, kesimpulan yang bisa kami berikan – Allahu a’lam – diperbolehkan bersumpah dengan menyebut; demi Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar