Suami curhat atau mengeluh pada istri
Kita tidak sedang membahas tentang istri yang mengadu dan mengeluh
kepada suami. Karena yang ingin meringankan himpitan tugas tak hanya
istri. Tetapi juga suami.
Saat itu tiba, bagaimana sikap istri. Dan apa sebenarnya yang ingin
didapatkan oleh suami. Dan apa pula pelajaran di balik ketegaran suami
yang ternyata masih perlu bentangan lembut tempat mencurahkan segala
keluhan.
Hal itu, pernah dilakukan oleh suami terbaik. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Saat itu sudah memasuki bulan terakhir di Tahun 6H. Muslimin
berjumlah 1400 orang, langsung dipimpin oleh Rasulullah berangkat keluar
Madinah menuju ke Mekah. Bukan untuk perang atau menyerang Mekah.
Tetapi untuk membuktikan mimpi Nabi dalam tidurnya bahwa muslimin
memasuki Kota Mekah untuk ibadah dengan tenang tanpa gangguan. Tentu ini
merupakan kabar gembira bagi seluruh muslimin yang merindukan kiblat
mereka.
Tetapi ternyata, mimpi Nabi tidak terbukti tahun itu dan baru
terbukti tahun berikutnya. Nabi tidak salah, karena beliau tidak
menyebut kapan mimpi tersebut akan terbukti. Muslimin dicegat oleh
Quraisy di luar Kota Mekah, tepatnya di Hudaibiyyah. Muslimin tidak bisa
memasuki Mekah untuk melaksanakan umroh.
Muslimin kecewa. Kekecewaan mereka bertambah besar begitu mengetahui
isi perjanjian antara Nabi dan Quraisy yang secara kasat mata
dimenangkan oleh Quraisy.
Umar bin Khattab salah seorang yang kecewa, mengisahkan hal
tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari, Sunan Abu
Dawud, Musnad Ahmad, Dalail Al Baihaqi, Mushonnaf Abdurrazzaq dan
lainnya.
Setelah Nabi selesai dari membuat perjanjian dengan Quraisy, beliau
berkata kepada para shahabat: Bangun, sembelihlah ternak yang kalian
bawa kemudian tahallullah (bercukur sebagai tanda selesainya ibadah umroh).
Tidak ada satupun shahabat yang bergerak.
Karena mereka berharap masih bisa memasuki kota Mekah dan tahallul setelah benar-benar melakukan umroh. Mereka kecewa.
Nabi mengulanginya lagi.
Kembali tidak satupun shahabat yang menyambut perintah Nabi.
Untuk ketiga kalinya Nabi mengeluarkan perintah.
Dan ternyata hingga kali ketiga pun, tidak seorangpun yang berdiri melaksanakan perintah Nabi. Ya, tidak seorang pun.
Pasti Nabi terkejut luar biasa. Karena shahabat Nabi, adalah orang
yang sangat ingin melaksanakan semua perintah Nabi. Bahkan, sesuatu yang
belum diperintah pun bisa mereka kerjakan saat mereka memahami Nabi
hanya dengan gerak tubuh dan mimik wajah Rasul. Tetapi tidak untuk kali
ini.
Kekecewaan memang bukan hal yang sederhana.
Tapi untuk Nabi, jelas hal ini mengagetkan. Tiga kali perintah, tanpa
sambutan. Tidak seorang pun. Tidak shahabat biasa, tidak pula shahabat
senior dan terbaik.
Kekecewaan bertemu dengan kekecewaan.
Nabi tidak punya solusi. Memang sesuatu yang sangat mengejutkan sering membuntukan pikiran.
Bahkan sekelas Rasul sekalipun.
Guratan wajah kecewa tidak bisa disembunyikannya. Di lapangan masalah
itu hadir. Tidak ada jalan lain kecuali kembali ke tempat peraduan
beliau. Siapa tahu solusi itu ada di sana. Ya, istrinya.
Saat itu istri yang dibawa adalah Ummu Salamah radhiallahu anha. Nabi masuk ke tenda istrinya sambil bergumam sangat kecewa,
“Celakalah muslimun. Aku perintahkan mereka untuk menyembelih dan bercukur tetapi tidak melaksanakan.”
Dalam riwayat lain, Nabi berkata kepada Ummu Salamah,
“Tidakkah kamu melihat orang-orang yang aku perintahkan itu tetapi
tidak ada yang melakukannya. Padahal mereka mendengar perkataanku dan
melihat wajahku!”
Jelas ini merupakan rangkaian kalimat kekecewaan. Hingga keluar dari
Nabi kalimat yang bahkan menurut Ummu Salamah perlu dikoreksi,
“Ya Rasulullah, jangan engkau caci mereka. Karena mereka sedang
terhantam kekecewaan yang besar atas kesulitan yang kau alami dalam
perjanjian damai dan mereka akan pulang tanpa hasil (ibadah umroh).
Ya Nabiyyalloh, keluarlah. Jangan bicara dengan siapapun hingga
kau sembelih binatangmu. Kemudian panggillah tukang cukurmu untuk
mencukurmu.”
Peluang solusi kini hadir. Dari istri untuk suami hebat yang sedang
buntu. Ummu Salamah tidak memperkeruh suasana. Ummu Salamah tidak
berkata, “Apa mereka tidak tahu kalau engkau Rasul yang harus
ditaati?” Ummu Salamah tidak justru membakar hati suami yang sedang
gundah dengan berkata, “Mereka memang celaka...”
Tidak. Tetapi Ummu Salamah adalah istri yang tenang dan penuh wibawa.
Dia justru mengingatkan suami yang merupakan orang besar itu dalam
kalimatnya, “Ya Rasulullah, jangan engkau caci mereka.”
Sebelum istri memberikan solusi, koreksi terhadap kesalahan tetap
dilakukan jika hal itu terjadi. Karena mencaci bukan solusi. Hanya
menambah keruhnya jiwa. Dan awan di hati semakin menggelayut tebal.
Ummu Salamah mencoba untuk memahamkan suaminya mengapa mereka melakukan hal mengecewakan tersebut, “Karena
mereka sedang terhantam kekecewaan yang besar atas kesulitan yang kau
alami dalam perjanjian damai dan mereka akan pulang tanpa hasil (ibadah
umroh).”
Setelah tugas pertama selesai, istri cerdas dan tenang itu memberi setitik pelita solusi, “Ya
Nabiyyalloh, keluarlah. Jangan bicara dengan siapapun hingga kau
sembelih binatangmu. Kemudian panggillah tukang cukurmu untuk
mencukurmu.”
Rasul tidak punya pilihan solusi lain. Kecuali yang datang dari hati
tenang seorang istri yang cerdas. Tetapi seberapa ampuh solusi itu?
Umar bin Khattab menceritakan,
“Rasul shallallahu alaihi wasallam keluar sambil menyingsingkan
bajunya. Beliau mengambil alat pemotong dan memotong binatang
sembelihannya dengan mengangkat suaranya: Bismillah, wallahu Akbar.
Setelah itu, beliau meminta tukang cukurnya untuk mencukur beliau.
Melihat hal itu, muslimin pun berlomba untuk menyembelih binatang
mereka dan saling berdesakan hingga hampir saling melukai di antara
mereka. Kemudian saling mencukur di antara mereka.
Subhanallah, ide sang istri benar-benar jitu.
Setelah membaca peristiwa ini, berhentilah untuk berpikir bahwa suami
hebat tidak perlu tempat mengadu, apalagi ‘hanya’ kepada seorang istri.
Sehebat apapun para suami, mereka hanya laki-laki yang tak lengkap
jiwanya tanpa sentuhan ketenangan dan kelembutan wanita.
Bagi para istri, jadilah tempat mengadu yang nyaman bagi suami.
Hitunglah Anda tidak mempunyai solusi bagi suami, tetapi setidaknya Anda
telah meringankan beban di kepala dan kegundahan di hati suami.
Apalagi jika Anda bisa menjadi seperti Ummu Salamah.
Subhanalloh, alangkah istimewanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar