Kamis, 26 Desember 2013

Amalan tanpa ilmu tidak terima

PERTANYAAN :
Apakh d trima,,ktka mlkkan ibdah yg blum mngtahui ilmu'y dn enggan untk b'tny.??

JAWABAN :

كما قال ابن رسلان وكل من بغير علم يعمل #  أعماله مردودة لا تقبل


BELAJARLAH sebelum BERAMAL agar TIADA TERSESAT JALAN

وأما السادس فهو فوقانه على سائر العلوم لقوله صلى الله عليه وسلم من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين ولقوله صلى الله عليه وسلم إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا قالوا وما رياض الجنة يا رسول الله قال حلق الذكر قال عطاء حلق الذكر هي مجالس الحلال والحرام كيف تشتري وكيف تصلي وكيف تزكي وكيف تحج وكيف تنكح وكيف تطلق وما أشبه ذلك والمراد معرفة كيفية الصلاة والزكاة والحج وذلك يكون بمعرفة أركانها وشروطها ومفسداتها إذ العبارة بغير معرفة ذلك غير صحيحة كما قال ابن رسلان وكل من بغير علم يعمل أعماله مردودة لا تقبل وعن ابن عمر رضي الله عنهما مجلس فقه خير من عبادة ستين سنة لقوله صلى الله عليه وسلم يسير الفقه خير من كثير العبادة


6. Ilmu Fiqh kedudukannya melebihi ilmu-ilmu lainnya berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam “Barangsiapa oleh Allah dikehendaki menjadi baik, Allah fahamkan terhadap agama”. (HR. Bukhori-Muslim dari Mu’awiyah ra.)

Dan sabda Nabi “Apabila kamu melewati taman-taman syurga, minumlah hingga puas. Para sahabat bertanya,”Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surga itu?” Nabi menjawab,”majlis-majlis ta’lim.” (HR. Al-Thabrani)

Imam Athaa’ berkata “Majlis-majlis ta’lim” ialah tempat perkumpulan membahas halal, haram, bagaimana cara jualbeli, cara shalat, cara zakat, cara haji, nikah, thalak dsb.
Artinya perkumpulan untuk mengetahui tatacara shalat, zakat, haji dan yang demikian hanya dapat diketahui dengan mengetahui rukun-rukun, syarat-syarat dan yang membatalkan setiap ibadah karena tanpa mengetahui yang semacam ini tidak dapat dikatakan benar seperti apa yang dikatakan oleh Ibn Ruslan :
”Dan setiap amal yang tanpa didasari ilmu # Amalan-amalannya tertolak tidak diterima”

Dari Ibn Umar ra disebutkan “Majelis ilmu lebih baik dari ibadah 60 tahun lamanya.” Berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam :

“Sedikit paham ilmu fiqih lebih baik dari banyak ibadah” (HR at-Thobroony)
I’aanah at-Thoolibiin I/14

Imam ‘Abdullah al-Haddad رضي الله عنه,. Menyebut di dalam kitabnya Risaalah al-Mu`aawanah:

واعلم أن من عبد الله بغير علم كان الضرر العائد عليه بسبب عبادته أكثر من النفع الحاصل له بها. وكم من عابد قد أتعب نفسه في العبادة و هو مع ذلك مصر على معصية يرى انها طاعة او انها غير معصية


Dan ketahuilah bahwasanya seseorang yang beribadat kepada Allah tanpa ilmu, maka kemudharatan yang kembali kepadanya sebab ibadatnya itu lebih banyak daripada manfaat yang terhasil baginya. Berapa ramai ahli ibadat yang memenatkan dirinya dalam ibadat sedangkan dia sebenarnya atas maksiat padahal dia beranggapan apa yang dilakukannya adalah ketaatan atau bukannya maksiat…..”

Sebagian Ahli Hikmah berkata :

العلم بغير عمل ذنب كبير- والعمل بغير علم ضلال شديد

والعمل مع العلم نور على نور – فطوبى للذي على هذين


Ilmu tanpa amal, dosa besar, manakala ‘amal tanpa ilmu, kesesatan yang amat sangat.
Dan ‘amal yang disertai ilmu itu adalah cahaya diatas cahaya. Maka beruntunglah bagi mereka yang memadukan keduanya (ilmu dan ‘amal)”

Bagaimana kalau amal tanpa ilmu, dan Ilmu tanpa amal

 Imam Ghazali berkata: “Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.”

Kenapa harus tahu ilmunya? Karena kalau kita mengerjakan sesuatu tidak tahu ilmunya, maka pekerjaan kita tidak ada nilainya dan tidak diterima oleh Allah SWT. Dalam kitab Zubad karangan Ibn Ruslan dikatakan: wa kullu man bi ghairi ilmin ya’malu // a’maluhu mardudatun la tuqbalu. Setiap orang yang mengamalkan sesuatu tanpa ilmu // maka amalnya ditolak, tidak diterima. Itu namanya amal-amalan, bukan amal yang sesungguhnya. Jelas sekali, kan?

Itu sebabnya, Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Rasulullah SAW bersabda; mencari ilmu itu wajib bagi setiap kaum muslim. Dasar kewajiban ini, karena Islam menginginkan umatnya mengerjakan sesuatu berlandaskan ilmu yang diketahuinya, sehingga apa yang dikerjakan sesuai dengan al-Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW. Sebab, ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah dan amal tanpa ilmu sama halnya perbuatan yang sia-sia.

Ilmu semata-mata masih belum dapat menjauhkan diri kita daripada maksiat, kerana ilmu yang tidak diamalkan tidak akan mampu menolong manusia melarikan diri daripada melakukan maksiat selama-lamanya.

Di samping itu, ilmu yang ada juga masih belum mampu mendorong kita untuk taat kepada Allah s.w.t. Ini kerana beramal dan taat kepada Allah itu datangnya daripada kesedaran diri bahawa ia akan menghadapi maut suatu hari nanti.

Seseorang itu juga tidak mampu menjauhkan dirinya daripada api neraka hanya dengan bergantung kepada pencapaian hidup dan ilmunya semata-mata.

Ia hendaklah diikuti dengan amalan yang didasari dengan ilmu yang telah dipelajarinya.

Apabila kita tidak beramal dengan ilmu yang ada pada diri kita, kita sudah tentu tidak dapat melepasi perhitungan Allah pada Hari Akhirat kelak.

Janganlah sampai kita menjadi orang yang menyesal dan meminta dikembalikan semula ke dunia, suatu perkara yang tidak mungkin terjadi. Sebagaimana firman Allah s.w.t. dalam surah as-Sajdah ayat 12 yang bermaksud :

Wahai Tuhan kami, kami telah melihat kebenaran di hadapan mata kami, kami telah mendengar dengan sejelas-jelasnya (akan perkara yang kami ingkari dahulu); maka kembalikanlah kami ke dunia agar kami mengerjakan perkara yang baik-baik. Sesungguhnya kami sekarang telah yakin.

Maka pergunakanlah masa di dunia ini sebaik- baiknya dengan menuntut ilmu dan beramal dengannya, dan jauhilah sikap hanya berbangga- bangga dengan amalan sedangkan ilmunya tiada.
(KITAB IHYA’ ULUMUDDIN – AL-GHAZALI)

Ketika Beramal Tanpa Ilmu


Sebagai seorang muslim tentu setiap kali mendirikan shalat lima waktu, atau shalat-shalat yang lainnya. Dia selalu meminta ditunjukan shirathul mustaqim. Yaitu jalan lurus yang telah lama dilalui oleh orang-orang yang telah diberi nikmat, dan dijauhkan dari jalan orang-orang maghdhubi `alaihim (orang-orang yang Engkau murkai), juga jalan orang-orang dhallin (orang-orang yang sesat). Dalam tafsiran, dua kelompok diatas disebutkan
[Dari hadits Nabi yang diriwayatkan oleh `Adi bin Hatim dan Abu Dzar serta yang lainnya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud , Thayalisi di Musnadnya, dan Tirmidzi di Jami`nya. Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Qur’anil `Adhim, 1/28, Maktabah `Ulum Wal Hikam, Madinah, 1993 dan Al Qurthubi, Al Jami` Li Ahkamil Qur`an, 1/104, Darul Kutub `Ilmiah, Beirut, 1993.].

bahwa orang-orang mahgdhubi ‘alaihim adalah Yahudi, sedangkan orang dhallin adalah Nashara.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,”Dan perbedaan antara dua jalan -yaitu agar dijauhi jalan keduanya-, karena jalan orang yang beriman menggabungkan antara ilmu dan amal. Adalah orang Yahudi kehilangan amal, sedangkan orang Nashrani kehilangan ilmu. Oleh karenanya, orang Yahudi memperoleh kemurkaan dan orang Nashrani memperoleh kesesatan. Barangsiapa mengetahui, kemudian tidak mengamalkannya, layak mendapat kemurkaan. Berbeda dengan orang yang tidak mengetahui. Orang-orang Nashrani, ketika mempunyai maksud tertentu, tetapi mereka tidak memperoleh jalannya, karena mereka tidak masuk sesuai dengan pintunya. Yaitu mengikuti kebenaran. Maka, jatuhlah mereka ke dalam kesesatan.”(Ibnu Katsir, Ibid)

Banyak orang yang menyangka, bahwa banyak amal dan ibadah sudah mendapat jaminan untuk hari akhiratnya, sekurang-kurangnya merupakan tanda kebenaran dan bukti keshalihan. Begitulah sering kita dengar, dan itulah fenomena yang terjadi di kalangan kaum muslimin.

Kalaulah kita mencoba untuk mengingat surat yang telah sering kita dengar ini, maka semua sangkaan dan dugaan kita selama ini, akan bisa kita ubah untuk hari besoknya. Dapat dibayangkan, seseorang yang mempunyai amalan sebanyak pepasiran di pantai, akan tetapi setelah ditimbang, dia bagaikan debu yang beterbangan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [Al Furqan:23].

Bukan saja amalannya tidak dianggap sebagai amalan yang diterima, bahkan dialah penyebab masuknya ke dalam api neraka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka).
[Al Ghasyiah:1- 4].

Berkata Ibnu Abbas,”Khusyu`, akan tetapi tidak bermanfaat amalannya,” diterangkan oleh Ibnu Katsir, yaitu dia telah beramal banyak dan berletih-letih, akan tetapi yang diperolehnya neraka yang apinya yang sangat panas [Ibnu Katsir, Ibid. hal. 4/503].

Oleh sebab itu, Imam Bukhari membuat bab di dalam kitab Shahih Beliau, Bab: Berilmu sebelum berucap dan beramal.”

KEUTAMAAN ILMU DALAM AL QURAN


Ayat yang menerangkan tentang keutamaan ilmu dan celaan terhadap orang yang beramal tanpa ilmu sangatlah banyak [4]. Allah Subhanahu wa Ta'ala membedakan antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh, bagaikan orang yang melihat dengan si buta.

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? [Ar Ra`ad:19].

Bahkan tidak sekedar buta, akan tetapi juga tuli dan bisu .

Di berbagai tempat dalam Al Qur’an Allah l mencela orang-orang yang bodoh, yaitu:

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Al Araf:187].

وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan kebanyakan mereka tidak berakal. [Al Maidah:103].

Bahkan mereka disamakan dengan binatang, dan lebih dungu daripada binatang:

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah, ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. [Al Anfal: 22].

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa orang-orang bodoh lebih buruk dari binatang dengan segala bentuk dan macamnya. Dimulai dari keledai, anjing, serangga, dan mereka lebih buruk dari binatang-bintang tersebut. Tidak ada yang lebih berbahaya terhadap agama para rasul dari mereka, bahkan merekalah musuh agama yang sebenarnya.

Lebih dari itu, bahwa syariat membolehkan sesuatu yang pada asalnya haram, karena yang satu berilmu dan yang satu lagi tidak berilmu. Yaitu dihalalkannya memakan daging hasil buruan anjing yang diajarkan berburu, berbeda dengan anjing biasa yang menangkap mangsanya.

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Mereka menanyakan kepadamu,"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah,"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisabNya." [Al Maidah:4] [5][5]. Lihat Miftah Darus Sa`adah, hal. 1/48-126, Darul Fikri, Beirut.

Kelompok yang disebut Khawarij

Sampai-sampai Nabi menyebutkan, bahwa amalan para sahabatnya jika dibandingkan dengan amalan mereka tidak ada apa-apanya. Shalat mereka, jika dibandingkan shalat kita tidak apa-apanya. Mereka orang-orang yang ahli ibadah. Siang harinya bagaikan singa yang bertempur, dan pada malam harinya bagaikan rahib ... Akan tetapi, apa akhir dari cerita mereka? Nabi telah mengabarkan kepada kita, bahwa Islam mereka hanya sebatas kerongkongan saja ... Mereka keluar dari Islam, sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya; mereka dikatakan anjing-anjing neraka. Barangsiapa yang berhasil membunuh mereka, akan mendapat ganjaran di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berazam, jika Beliau bertemu dengan zaman mereka, maka Beliau akan memeranginya, sebagaimana diperanginya kaum `Ad ...

Bukankah pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika salah seorang sahabat terluka, kemudian junub ketika musim dingin, dan dia bertanya kepada salah seorang diantara mereka. Apakah ada rukhsah untuk tidak mandi? Yang ditanya menjawab: tidak! Maka, mandilah sahabat tadi yang menyebabkannya meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar cerita ini, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam marah besar, dan berkata,”Sungguh kalian telah membunuhnya. Semoga kalian diberi balasan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mengapa kalian tidak bertanya jika tidak mengetahui? Karena obat dari tidak tahu ialah bertanya.”

Yang lebih menarik untuk mengkaji jama’ah ini ialah, karena mereka jama’ah bunglon. Berubah setiap hinggap, dan bertukar warna sesuai dengan lingkungannya. Apakah mereka ini tidak mempunyai pendirian yang kuat dan tidak mempunyai pondasi yang kokoh? Ataukah demikian metode dakwah mereka, yaitu mengumpulkan semua warna dan kelompok di bawah naungan kelompok mereka?





Hadist – Hadist Tentang Ilmu

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama [Orang-orang yang berilmu]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Fatir: 28)

Rasulullah Saw., bersabda:
طلب العلم فريضة على كل مسلم
“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam”
(Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

Nabi Muhammad saw.bersabda:
وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ ،وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ ،مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya : "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barang siapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim)

Hadis-Hadis tentang kewajiban menuntut ilmu

a.
اطْلُبُوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْدِ
“Carilah ilmu sejak bayi hingga ke liang kubur.”

“segala sesuatu yang ada jalannya dan jalan menuju surga adalah ilmu”(hr.dailany) “orang yang paling utama diantara manusia adalah orang mukmin yang mempunyai ilmu,dimana kalau dibutuhkan (orang) dia membawa manfaat /memberi petunjuk dan dikala sedang tidak dibutuhkan dia memperkaya /menambah sendiri pengetahuannya”.(HR.baihaqi)

b.
من يلتمس فيه سلك طرق علما  سهل الله طرق به الى الجنة
(رواه أبو داود)
“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Abu Dawud)

c. ، رَكْعَةٍ مِائَةَ تُصَلِّيَ اَنْ مِنْ لَّكَ خَيْرٌ اللَّهِ كِتَابِ مِنْ اَيَةً فَتُعَلِّمَ تَغْدَوْا لَأَنْ ، أَبَاذَرٍّ يَا
(ماجة ابن) رَكْعَةٍ أَلْفَ تُصَلِّيَ اَنْ مِنْ خَيْرٌ ،يُعْمَلْ لَمْ اَوْ بِهِ عُمِلَ الْعِلْمِ مِنَ بَابًا فَتُعَلِّمَ تَغْدُوْا وَلَأَنْ
“Hai Abu Dzar, Apabila kamu pergi dan menuntut ilmu satu ayat saja dari Al-Qur’an, itu lebih baik dari pada sholat 100 rakaat,dan sesungguhnya apabila kamu menuntut ilmu satu bab yang kamu ketahui, baik diamalkan atau tidak, lebih baik bagi mu dari pada sholat 1000 rakaat”.(HR. Ibnu Majah).

Akibat Beramal Tanpa Tuntunan

Akibat dari amalan yang tanpa tuntunan, amalan yang tidak ada dalilnya, hanya membuat amalan tersebut tertolak dan sia-sia.

Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada para sahabat pada hari Idul Adha setelah mengerjakan shalat Idul Adha. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ ، وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَلاَ نُسُكَ لَهُ
“Siapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih kurban seperti kurban kami, maka ia telah mendapatkan pahala kurban. Barangsiapa yang berkurban sebelum shalat Idul Adha, maka itu hanyalah sembelihan yang ada sebelum shalat dan tidak teranggap sebagai kurban.”

Abu Burdah yang merupakan paman dari Al Bara’ bin ‘Azib dari jalur ibunya berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنِّى نَسَكْتُ شَاتِى قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ، وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَكُونَ شَاتِى أَوَّلَ مَا يُذْبَحُ فِى بَيْتِى ، فَذَبَحْتُ شَاتِى وَتَغَدَّيْتُ قَبْلَ أَنْ آتِىَ الصَّلاَةَ
“Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,

شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu hanyalah kambing biasa (yang dimakan dagingnya, bukan kambing kurban).” (HR. Bukhari no. 955)

Coba perhatikan. Lihatlah bagaimanakah akibat dari beramal tanpa tuntunan. Jika ibadahnya asal-asalan, tanpa dasar ilmu dan tanpa dalil, beramal hanya atas dasar amalan itu baik, maka tidak akan diterima amalan tersebut. Perhatikanlah baik-baik apa yang terjadi pada sahabat di atas. Niatannya baik agar biasa sarapan dengan hasil kurbannya. Sayangnya, ia menyembelih sebelum waktunya. Akibatnya, kurbannya hanyalah dinilai daging biasa. Maka ibadah lainnya berlaku seperti itu. Jika suatu amalan tidak didasari dengan dalil yang shahih dari Al Qur’an dan hadits, maka amalan tersebut jadi sia-sia.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Orang yang melakukan amalan tanpa tuntunan benar-benar merugi, amalannya sia-sia belaka dan tidak diterima. Dalam ayat Al Qur’an disebutkan,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)

Ibnu Mas’ud pernah berkata pada orang yang amalannya mengada-ada, tanpa pakai tuntunan padahal niatan orang tersebut benar-benar baik,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi 1: 79. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [Al Furqan:23].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka). [Al Ghasyiah:1- 4].

Terakhir. Marilah menuntut ilmu, wahai para pemuda. Sesungguhnya dialah pintu kejayaan dan keselamatan.

Wallahualam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar