Tidak diragukan lagi, bahwasanya empat Imam madzhab dalam Islam
menghormati dan memuliakan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum. Hal ini
dapat dilihat di dalam buku-buku induk dalam akidah yang tersebar di
kalangan kaum muslimin.
Semua ini menunjukkan pemulian dan penghormatan mereka kepada para
Shahabat radihyallahu ‘anhum yang telah banyak berjasa dalam agama ini,
mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah Ta’ala untuk menemani
Nabi-Nya dan mendapatkan pujian langsung dari Rabb alam semesta
sebagaimana tersebut di dalam Al-Qur’an.
Bersamaan dengan hal itu, masih ada saja manusia durhaka yang
membenci dan menghina bahkan mengkafirkan Shahabat-shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada seorang muslim menyerukan dan
menjelaskan kesesatan bahkan kekafiran manusia-manusia durhaka yang
telah mencela bahkan mengkafirkan para Shahabat itu, maka tidak jarang
ia dituduh dengan berbagai tudingan dan celaan dengan alasan
“toleransi”.
Intinya, seorang muslim yang marah dan cemburu jika shahabat
radhiyallahu ‘anhum dicela adalah orang yang “intoleransi”?, benarkah
demikian? Mari kita simak apa kata empat Imam Madzhab berikut ini:
Pertama: Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’maan bin Tsaabit rahimahullah (wafat tahun 150 hijriyyah) mengatakan:
A. “Kami tidak menyebut seorangpun dari Shahabat Rasul kecuali dengan
kebaikan.” (Al-Fiqhu Al-Akbar, halaman 304) “kami tidak berlepas diri
dari seorangpun dari shahabat Rasulullallah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan kami tidak berloyalitas kepada salah seorang dari mereka
tanpa yang lainnya.” (ertinya beliau memuliakan seluruh shahabat
radhiyallahu ‘anhum). (Al-fiqhu Al-Abshath, halaman 40)
B. “satu jam kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam itu lebih baik dibandingkan amalan salah
seorang di antara kita dalam seluruh umurnya walaupun panjang umurnya.
(Manaaqiib Abu Hanifah karya Al-Makkiy, halaman 76)
C. “Kami mengikrarkan bahwa sesungguhnya manusia terbaik ummat ini
setelah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah; Abu
Bakar Ash-Shiddiiq, Umar, Utsman kemudian Ali, semoga Allah meridhai
mereka seluruhnya.” ( Syarh Al-Washiyyah karya Mulla Hasan, halaman 14)
D. “Manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah; Abu Bakar, Umar, Utsman kemudian Ali. Kemudian kita menahan
(lisan) dari seluruh Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
kecuali dengan ucapan yang baik.” (An-Nuur Al-Laami’ wa Al-Burhaan
As-Saathi’ karya An-Naashiriy, kitab ini masih dalam bentuk manuskrip di
Maktabah As-Sulaimaniyyah, Turkiy. Nomor 2973.
Kedua: Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah (wafat tahun 179 hijriyyah) mengatakan:
A. “Barangsiapa yang merendahkan salah seorang Shahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam atau dalam hatinya ada kedengkian terhadap
mereka, maka ia tidak berhak mendapatkan harta perang kaum muslimin,
kemudian beliau membaca ayat : orang-orang yang datang setelah mereka
mengatakan ‘wahai Rabb kami ampunilah dosa kami dan saudara-saudara kami
yang telah mendahului kami dalam keimanan dan janganlah Engkau berikan
kebencian dalam hati kami.’ (Al-Hasyr: 10). Maka barangsiapa yang
meremehkan mereka atau ada kebencian terhadap mereka di dalam hatinya,
maka ia tidak berhak mendapatkan harta perang.” (Hilyah Al-Auliyaa wa
Thobaqoot Al-Ashfiyaa karya Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Ashbahaaniy, 6/327)
B. Abu Nu’aim meriwayatkan dari seorang dari Abdullah bin Naafi’, ia
berkata: “dahulu kami bersama Malik, mereka pun menyebutkan seorang
laki-laki yang merendahkan Shahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi
wasallam, maka (Al-Imam Malik) membaca ayat ini: “Muhammad adalah
Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya sangat keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat
mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya. Pada
wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat
mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti
benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu
menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu
menyenangkan hati para penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan
hati orang-orang kafir.” (Al-Fath: 29), kemudian (Al-Imam) Malik
berkata: “barangsiapa yang terdapat kebencian dalam hatinya terhadap
salah seorang Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguuh
ayat ini telah menimpanya.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat 29 dalam surah Al-Fath di atas, berkata:
“dari ayat ini Al-Imam Malik mengeluarkan vonis kafir terhadap
(Syi’ah) Rofidhoh yang membenci Shahabat, ia berkata; ‘karena
mereka(Syi’ah Rofidhoh) membenci mereka(Shahabat), dan barangsiapa yang
membenci Shahabat maka ia adalah kafir berdasarkan ayat ini’, sebagian
kelompok dari kalangan ulama menyepakatinya dalam hal tersebut. Dan
hadit-hadits tentang keutamaan para shahabat dan larangan menjelekkan
mereka sangat banyak, maka cukuplah pujian dan keridhaan Allah atas
mereka”. (Tafsir Ibnu Katsir 7/362. Tepatnya pada tafsir ayat di atas).
Ketiga : Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’iy rahimahullah (wafat tahun 204 hijriyyah), berkata:
A. “Allah Tabaraka wa Ta’aala memuji Shahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam Al-Qur’an, Taurat dan Injil, dan telah berlalu
dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi berupa keutamaan yang tidak
didapatkan siapapun setelah mereka, maka Allah merahmati mereka dan
membahagikan mereka dengan mencapai derjat tertingginya orang-orang
jujug, para Syuhada dan orang-orang shalih. Mereka menyampaikan kepada
kita sunah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka
menyaksikan wahyu turun kepada beliau. Mereka mengetahui apa yang
diinginkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik secara umum
maupun khusus, pasti dan sebagai petunjuk. Mereka mengetahui
sunnah-sunnahnya sesuatu yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui,
mereka berada di atas kita dalam segala ilmu dan ijtihad, kewaraan, akal
dan perkara yang bisa dijangkau dengan ilmu dan diambil pendalilan
darinya, pendapat-pendapat mereka lebih mulia bagi kita dan lebih utama
untuk kita dibandingkan pendapat-pendapat kita sendiri bagi diri-diri
kita, wallahu a’lam.” (Manaaqib Asy-Syaafi’iy 1/442 karya Al-Imam
Al-Baihaqiy rahimahullah, cetakan pertama Daar At-Turots tahun 1406
Hijriyyah, Mesir).
B. Dari Robi’ bin Sulaiman berkata: “saya mendengar Asy-Syaafi’iy
berkata mendahulukan; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.” (Manaaqib
Asy-Syaafi’iy 1/432 karya Al-Imam Al-Baihaqiy rahimahullah, cetakan
pertama Daar At-Turots tahun 1406 Hijriyyah, Mesir).
C. Dari Muhammad bin Abdullah bin Abdulhakam berkata: saya mendengar
Asy-Syaafi’iy berkata “Manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudia Utsman,
kemudian Ali -semoga allah meridhai mereka-.” ((Manaaqib Asy-Syaafi’iy
1/433 karya Al-Imam Al-Baihaqiy rahimahullah, cetakan pertama Daar
At-Turots tahun 1406 Hijriyyah, Mesir).
D. Dari Yusuf bin Yahya bin Al-Buwaithiy berkata: saya bertanya
kepada Asy-Syaafi’iy apakah saya (boleh) shalat dibelakang Rofidhiy?
(maksudnya pengikut Syi’ah Rofidhoh), ia (Asy-Syafi’iy) berkata
“janganlah engkau shalat di belakang Rofidhiy, Qodariy dan Murji’iy”
(ketiga-tiganya adalah penganut ajaran sesat), saya berkata “sebutkan
sifat mereka kepada kami”, ia (Asy-Syafi’iy) berkata “barangsiapa yang
mengatakan keimanan adalah ucapan (saja) maka ia adalah Murji’iy, dan
barangsiapa yang mengatakan ‘sesungguhnya abu Bakar dan Umar bukan
Imam(Khalifah) maka ia adalah Rofidhiy, dan barangsiapa yang menjadikan
kehendak kepada dirinya maka ia adalah seorang Qodariy.” (Manuskrip
Dzammul Kalaam lembaran nomor: 213)
Keempat: Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (wafat 241 hijriyyah) berkata:
A. “Termasuk dari sunnah menyebut kebaikan seluruh para shahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menahan diri dari menyebut
aib mereka serta perselisihan yang terjadi di antara mereka. Barangsiapa
yang mencela para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau
salah seorang di antar mereka maka ia adalah seorang mubtadi’(Ahlul
bid’ah) pengikut (Syi’ah) Rofidhoh yang keji dan zalim Allah tidak
menerima taubat dan kewajibannya. Bahkan sebaliknya, mencintai mereka
adalah sunnah, mendoakan (kebaikan) bagi mereka adalah ibadah, mencontoh
mereka adalah sarana (kebaikan), dan mengambil atsar mereka adalah
keutamaan.” (Kitab As-Sunnah karya beliau, halaman 77-78)
B. Al-Imam Ahmad berkata kepada Musaddad: “engkau bersaksi bagi
sepuluh (shahabat ) masuk surga; Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah,
Az-Zubair, Sa’ad, Sa’iid, Abdurahman bin ‘Auf, Abu ‘Ubaidah bin Al-dan
Jarraah beserta orang yang dijamin oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam (masuk surga), kami bersaksi bahwa ia masuk surga.” (Manaaqib
Al-Imam Ahmad karya Ibnul Jauzy, halaman 170, cetakan Daar Al-Aafaaq
Al-Jadiidah).
C. Abdullah bin Ahmad berkata kepada ayahnya: “saya bertanya kepada
ayahku tentang para imam(khalifah), ia berkata “Abu Bakar, Umar, Utsman
kemudian Ali.” (As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, halaman 235, Daar
Ibnul Qoyyim, Dammaam tahun 1406 hijriyyah)
D. Abdullah bin Ahmad berkata: “saya bertanya kepada ayahku tentang
suatu kaum yang mengatakan “sesungguhnya Ali bukan Khalifah”, ia berkata
“ini adalah ucapan yang buruk dan jelek.” (As-Sunnah karya Abdullah bin
Ahmad, halaman 235, Daar Ibnul Qoyyim, Dammaam tahun 1406 hijriyyah)
“Barangsiapa yang tidak mengakui kekhalifahan Ali, maka ia lebih sesat
dari keledai ternaknya.” (Manaaqib Al-Imam Ahmad, halaman 163, cetakan
Daar Al-Aafaaq).
Berkata Al-Imam Abu Utsman Ash-Shobuniy rahimahullah: “Barangsiapa
yang mencintai dan loyal kepada mereka(para Shahabat) serta mendoakan
kebaikan bagi mereka, sungguh ia termasuk orang-orang yang beruntung,
dan barangsiapa yang membenci dan mencela mereka serta memvonis mereka
dengan vonisnya kaum Rofidhoh dan Khawarij, sungguh ia termasuk
orang-orang yang celaka.” (Akidah As-Salaf Ashhaabul Hadits, halaman
90).
[Dikutip dan disusun ulang dari kitab I'tiqod Al-Aimmah Al-Arba'ah,
karya Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumaiyyis dan tahqiq Jamal 'Azzuun
terhadap kitab I'tiqod Ahlissunnah, karya Al-Imam Al-Hafidz Abu Bakar
Ahmad bin Ibrohim Al-Ismaa'iliy]
Semoga Allah menjadikan kita seluruhnya termasuk golongan manusia
yang mencintai dan menghormati Shahabat Nabi shallallahu radhiyallahu
‘anhum.
Demikianlah sebagian dari ucapan para imam madzhab dalam Islam
terkait kecintaan dan penghormatan mereka kepada para Shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan itulah ajaran islam yang
sesungguhnya.
Jadi, wajar jika ummat Islam Indonesia marah dan bangkit membela
kehormatan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum, juga wajar jika ummat
Islam Indonesia menolak dan membasmi ajaran sesat bahkan kufur Syi’ah
Rofidhoh, walaupun secara lahiriyyah mereka (Syi’ah Rofidhoh)
menampakkan “cinta palsu” kepada ahlulbait sebagai langkah awal untuk
melegitimasi ajaran mereka.
kutipan di atas menunjukkan tidak adanya toleransi dalam perkara ini,
dan tentunya hal ini merupakan kecaman atas agama Syi’ah Rofidhoh yang
sering mencela bahkan mengkafirkan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum.
Para ulama Islam dari dulu hingga sekarang mengetahui dan mengerti
kejahatan dan bahaya Syi’ah Rofidhoh, sehingga mereka memberi peringatan
bagi ummat ini agar tidak tertipu dan ikut-ikutan dengan kaum sesat
Syi’ah Rofidhoh.
Kasus Suriah dan penyerangan kampung Dammaj, wilayah Sha’dah, Yaman
adalah bukti nyata kejahatan dan bahaya Syi’ah Rofidhoh, mereka
menyerang membabi-buta markaz ilmu Ahlussunnah yang didirikan oleh Ulama
Ahli hadits negeri Yaman Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah itu.
Bagaimana dengan Indonesia? Tidak menutup kemungkinan! Sejarah hitam
mereka tercatat dan tersimpan dengan baik di buku-buku sejarah
Ahlussunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar