Selasa, 31 Desember 2013

Hukum jasa mengawinkan binatang

Assalamu’alaikum,
Ustadz….apakah halal uang jasa dr hasil pacak hewan?
Dimana kita membayarkan uang karena hewan betina peliharaan kita dikawinkan dengan hewan jantan milik orang lain. Jazakumullahukhayr

Jawaban:
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَسْبِ الفَحْلِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli sperma pejantan. (HR. Bukhari 2284, Nasai 4671, Abu Daud 3429, dan yang lainnya).

Dalam riwayat lain, dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ ضِرَابِ الْجَمَلِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyewakan air mani pejantan. (HR. Muslim 1565).

Yang dimaksud dengan “melarang sperma pejantan” dalam hadits di atas mencakup dua pengertian:

Jual beli sperma pejantan.
   
Menyewakan pejantan untuk mengawini betina.

Ibnu Hajar mengatakan,

وعلى كل تقدير فبيعه وإجارته حرام لأنه غير متقوم ولا معلوم ولا مقدور على تسليمه

“Apapun maknanya, memperjual-belikan sperma jantan dan menyewakan pejantan itu haram karena sperma pejantan itu tidak bisa diukur, tidak diketahui, dan tidak bisa diserah-terimakan.” (Fathul Bari, 4/461)
Perbedaan Pendapat Ulama

Ulama berbeda pendapat tentang status larangan di atas,

Pertama, status larangan di atas adalah larangan haram. Artinya, pemilik hewan jantan atau pemilik sperma hewan jantan, sama sekali tidak dibenarkan mendapatkan upah atau bayaran apapun dari pemilik hewan betina yan dikawinkan.

An-Nawawi menyebutkan,

قال الشافعي وأبو حنيفة وأبو ثور وآخرون استئجاره لذلك باطل وحرام ولا يستحق فيه عوض ولو أنزاه المستأجر لا يلزمه المسمى من أجره ولا أجرة مثل ولا شئ من الأموال قالوا لأنه غرر مجهول وغير مقدور على تسليمه

As-Syafii, Abu Hanifah, dan Abu Tsaur, serta beberapa ulama lainnya mengatakan bahwa menyewakan hewan jantan untuk dikawinkan statusnya tidak sah dan haram. Pemiliknya tidak berhak mendapatkan ganti biaya. Meskipun penyewa itu mengawinkan hewan jantan (milik orang lain) dengan betina miliknya, dia tidak berkewajiban membayar upah yang telah dinyatakan di awal, tidak pula upah yang semisal atau harta apapun.

Mereka beralasan, karena semacam ini ada unsur gharar, tidak jelas, dan tidak bisa diserah-terimakan. (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, 10/230)

Kedua, larangan dalam hadis di atas, tidak sampai derajat haram, tapi larangan makruh dan sebatas anjuran untuk bersikap baik kepada sesama. Disamping hasil utama dari penyewaan jantan adalah terjadinya perkawinan antara jantan dengan betina, dan bukan semata anak.

An-Nawawi menyebutkan,

وقال جماعة من الصحابة والتابعين ومالك وآخرون يجوز استئجاره لضراب مدة معلومة أو لضربات معلومة لأن الحاجة تدعو إليه وهي منفعة مقصودة وحملوا النهي على التنزيه والحث على مكارم الأخلاق…

”Beberapa sahabat, tabiin, Imam Malik, dan beberapa ulama lainnya berpendapat, boleh menyewakan pejantan untuk dikawinkan dalam masa yang disepakati, atau untuk beberapa kali proses mengawini. Karena ada kebutuhan untuk melakukan proses itu, danmengawinkan binatang merupakan manfaat utamanya.

Mereka memahami larangan di atas, sebagai larangan makruh dan motivasi untuk memiliki akhlak yang baik. (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, 10/230)
Pendapat Yang Lebih Kuat

Ibnul Qayyim mengatakan,

والصحيح تحريمه مطلقا وفساد العقد به على كل حال ويحرم على الآخر أخذ أجرة ضرابه

“Yang benar, sewa pejantan adalah haram secara mutlak, dan akadnya batal, apapun skema transaksinya. Haram bagi pemilik pejantan untuk mengambil hasil dari menyewakan pejantan.

Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa alasan mengapa ini diharamkan,

وقد علل التحريم بعدة علل، إحداها : أنه لا يقدر على تسليم المعقود عليه فأشبه إجارة الآبق فإن ذلك متعلق باختيار الفحل وشهوته. الثانية : أن المقصود هو الماء وهو مما لا يجوز إفراده بالعقد فإنه مجهول القدر والعين

Ulama menjelaskan, alasan haramnya menyewakan pejantan,

Pertama, bahwa sperma pejantan tidak bisa diserah-terimakan. Sehingga statusnya sama dengan menyewakan budak kabur. Karena keluarnya sperma binatang tergantung dari syahwat dan naluri pejantan.

Kedua, tujuan utamanya adalah sperma, dan sperma termasuk benda yang tidak boleh dijual secara terpisah, karena takarannya dan kualitasnya tidak bisa diketahui.

أن ماء الفحل لا قيمة له ولا هو مما يعاوض عليه ولهذا لو نزا فحل الرجل على رمكة غيره فأولدها فالولد لصاحب الرمكة اتفاقا لأنه لم ينفصل عن الفحل إلا مجرد الماء وهو لا قيمة له

Sperma adalah benda yang tidak memiliki nilai, bukan pula benda yang layak dijual belikan. Karena itu, ketika ada hewan pejantan milik A yang mengiwini hewan betina milik B, kemudian menghasilkan anak. Maka anak hewan ini menjadi milik B, pemilik hewan betina dengan sepakat ulama. Karena anak ini tidak ada hubunganya dengan si jantan, selain sebatas sperma dan itu tidak ada harganya.(Zadul Ma’ad, 5/703).

Jika Bentuknya Hadiah, Boleh Diterima

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

أن رجلاً من كلاب سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن عسب الفحل، فنهاه، فقال: يا رسول الله: إننا نطرق الفحل فنكرم، فرخص له في الكرامة

Ada seseorang dari suku Kilab yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sperma binatang, beliaupun melarangnya.Lalu beliau bertanya: ’Kam sering mengawinkan jantan dengan betina, lalu kami mendapat hadiah.’ Lalu beliau memberi keringanan untuk menerima hadiah dan bukan sewa. (HR. Turmudzi 1274 dan dishahihkan al-Albani).

Dalam Tuhfah al-Ahwadzi penjelasan sunan Turmudzi dinyatakan,

وفيه دليل على أن المعير إذا أهدى إليه المستعير هدية بغير شرط حلت له

Hadis ini merupakan dalil bahwa pemilik barang jika mendapat hadiah dari orang yang meminjam, tanpa syarat di depan, hukumnya halal. (Tuhfah Ahwadzi, 4/412)

Pahala Meminjamkan Pejantan Tanpa Sewa

Dari Abu Amir Al-Hauzani dari Abu Kabsyah Al-Anmari. Abu Kabsyah datang ke rumah Abu Amir lalu mengatakan, “Pinjami aku kuda pejantanmu untuk mengawini kuda betina milikku, karena sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَطْرَقَ فَرَسًا، فَعَقَبَ لَهُ الْفَرَسُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ سَبْعِينَ فَرَسًا حُمِلَ عَلَيْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ لَمْ تُعْقِبْ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ فَرَسٍ حُمِلَ عليه في سبيل الله

“Barang siapa yang meminjamkan kuda pejantannya secara cuma-cuma, lalu kuda betina yang dibuahi itu berketurunan, maka pemilik kuda jantan tersebut akan mendapatkan pahala tujuh puluh kuda yang dijadikan sebagai binatang tunggangan di jalan Allah. Jika tidak berketurunan maka pemilik kuda pejantan akan mendapatkan pahala seekor kuda yang digunakan sebagai hewan tunggangan di jalan Allah.” (HR. Ibnu Hibban, no. 4765)

Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar