Jumat, 27 Desember 2013

Hukum dua Masjid untuk sholat jum'at di satu daerah

Hukam dua masjid di satu daerah
Tanya:
Assalaamu’alaikum wr.wb.
Ustadz ana mau nanya, kebetulan di RW ana ada sekitar 3 mesjid yang menyelenggarakan shalat jumat dan ketiga-tiganya tidak penuh (tapi mencapai jumlah minimal 40 jamaah lebih sesuai pendapat imam asy-syafi’i) , ada ustadz yang bilang bahwa jika kondisinya seperti itu (mesjid tidak sampai penuh meskipun mencapai jumlah minimal 40 jamaah) maka jumatan yang dianggap sah adalah jumatan yang paling dahulu takbiratul ihram untuk shalat jumat, maka dengan demikian 2 masjid lainnya yang kedahuluan takbiratul ihramnya dianggap tidak sah shalat jumatnya dan diharuskan menggantinya dengan shalat dhuhur, betulkah demikian? syukran atas jawabannya

Jawab:

Waalaikumussalam warahmatullah

[Memperhatikan pelaksanaan jum'at di masa Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam, di mana sholat jum'at hanya dilakukan di masjid Nabawy padahal ada mesjid-mesjid lain yang di lingkungan para shohabat untuk sholat lima waktu, juga memcermati makna syari'at dalam penegakan jum'at dan makna pelaksanaannya, yaitu untuk menyatukan kaum muslimin dan mendekat hubungan antara sesama mereka, dimana telah ada mesjid ditegakkan jum'at di sekitar kantor, serta memperhatikan bahwa Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam dan para shohabatnya tidak pernah melakukan jum'at di dalam perjalanan, bahkan hanya beliau lakukan di mesjid yang telah ditetapkan, maka seharusnya apa yang disebutkan dalam pertanyaan tidaklah terjadi dan seharusnya mereka menegakkan jum'at bersama kaum muslimin yang lainnya di mesjid yang telah ada.] (Dinukil dari milis an-nasihah: 8 jan 2009)

Adapun ucapan ustadz yang antum sebutkan tidaklah benar, karena selama ketiganya mendapatkan izin dari pemerintah untuk mendirikan jumat, memenuhi semua syarat dan rukun shalat jumat, maka insya Allah shalat jumatnya syah dan tidak perlu diulang.

Walaupun sepantasnya antum shalat di masjid yang paling pertama mendirikan jumat, yakni yang lebih dahulu dibangun daripada yang lainnya. Karena masjid yang belakangan dibangun bisa dikategorikan sebagai masjid tandingan yang seorang muslim sebaiknya tidak shalat di tempat tersebut. Wallahu a’lam.

Catatan :
Masjid yang kedua(yang bangun baru) desebut masjid diror.

Assalamu alaiykum wrwb..
para yai, dan asatidz/h yg terhomat sy mao nanya:

1. tentang Hukum.
- Batasan ﺣﺪﺩ hudud membangun masjid yang satu dengan yang lain? apakah per قريه perkampung 1 masjid? atau per dusun. sedangkan di kota itu kan bukan dusun tapi jalan/ gang seandainya ada dua masjid dalam satu kampung bagaimana hukm nya apakah bisa dipakai sholat jumat?.
lanjut ke masalah ke 2

2. hukm mushola di jadikan masjid. segitu ajah minta keterangnya ?.
wassalamu alaiykum wrwb.

=========

JAWABAN:

Wa’alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh.

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ.


Adakah batasan membangun masjid dalam sebuah perkampungan atau desa? Jika terdapat dua masjid dalam sebuah perkampungan, bolehkah kedua masjid tersebut dipergunakan untuk melaksanakan shalat Jum’ah menurut perspektif Fiqh? Dan bolehkan mushalla di jadikan masjid? Pertanyaan-petnyaan inilah yang disampaikan oleh sahabat fillah Raenaldy Abdillah yang masuk kedalam redaksi segenap anggota musyawirin MTTM. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatnya.

Maka dalam menanggapi pertanyaan yang disampaikan oleh sahabat fillah Raenaldy Abdillah tersebut diatas berdasar literatur yang terdapat didalam kitab-kitab klasik mu’tabar yang kami jadikan sebagai referensi, kami segenap anggota musyawirin MTTM memiliki pandangan dan kesimpulan sebagai berikut:

Tidak ada batasan untuk membangun masjid dalam sebuah perkampungan atau desa, maka diperbolehkan membangun masjid lebih dari satu namun kebolehan untuk membangun beberapa masjid dalam sebuah perkampungan tidak serta merta diperbolehkannya menyelenggarakan beberapa shalat Jum’at. Imam Syamsuddin Muhammad Ibnu Abi Al Abbas; Ahmad Ibnu Hamzah Ibnu Syihabuddin Al Ramli menyatakan:

Jika didalam sebuah negara atau desa terdapat dua masjid yang dapat menampung semua masyarakat guna melaksanakan shalat Juma’ah secara terpisah sedang di negara atau desa tersebut juga terdapat sebuah tempat (selain masjid) yang dapat menampung jama’ah secara keseluruhan, maka yang paling benar adalah berkumpul ditempat tersebut (selain masjid) demi menghindari terselenggaranya dua shalat Jum’at dalam satu negara atau desa. Namun apabila didalam negara atau desa tersebut tidak terdapat tempat yang dapat menampung jama’ah, maka diperbolehkan menyelenggarakan shalat Jum’at lagi diselain tempat yang telah terselenggara pelaksanaan shalat Jum’at. Imam Abdul Chamid Al Maki Al Syarwani dan Imam Ahmad Ibnu Qasim Al ‘Ubbadi menuturkan bahwa Imam Al Syafi’i masuk ke kota Baghdad sedang disana telah terselenggara dua atau tiga shalat Jum’at karena sulit untuk menampung jama’ah dalam satu tempat dan Imam Al Syafi’i tidak mengingkarinya. Imam Abdurrahman Ibnu Muhammad Ibnu Husain Ibnu ‘Amr Ba’alawi menegaskan bahwa diperbolehkannya menyelenggarakan lebih dari satu shalat Jum’at adalah dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Tempat tidak dapat menampung semua jama’ah.
2. Adanya permusuhan diantara dua kelompok sehingga sulit untuk dipertemukan dalam satu tempat.
3. Berada ditempat yang jauh sehingga tidak dapat mendengar adzan yang dikumandangkan atau berjarak yang apabila ditempuh sejak keluarnya fajar maka tidak mendapati palaksanaan shalat Jum’at.


Jika penyelanggaraan beberapa shalat Jum’at tersebut dikarenakan salah satu dari tiga hal tersebut diatas, maka semua shalat Jum’at yang terselenggara adalah sah baik takbiratul ihramnya Imam dilakukan secara bersamaan atau berurutan. Namun jika tidak memenuhi ketentuan tersebut diatas, maka yang sah diantara beberapa shalat Jum’at yang terselenggara adalah shalat Jum’at yang takbiratul ihram imamnya selesai lebih dahulu.
Menanggapi pertanyaan berikutnya: Bolehkan mushalla dijadikan masjid?, kami segenap anggota musyawirin MTTM memilik pandangan dan kesimpulan sebagai berikut:

Jika mushalla tersebut bukan mushalla waqaf, maka boleh diwaqafkan menjadi masjid.
Jika mushalla tersebut adalah mushalla waqaf, maka tidak boleh dirubah menjadi masjid.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami menyatakan bahwa tidak diperbolehkan merubah status barang waqaf, maka tidak diperbolehkan merubah status rumah yang diwaqafkan menjadi kebun atau menjadi kamar mandi juga tidak sebaliknya kecuali orang yang mewaqafkan memberikan hak sepenuhnya kepada Nadzir (Juru kunci) atas segala sesuatu yang dianggap maslahah untuk kepentingan barang waqaf. Didalam Fatawanya Imam Al Qaffal menyatakan bahwa boleh menjadikan tempat cukur rambut (Salon) menjadi toko roti. Kemudian Imam Abdul Karim Muhammad ibnu Abdul Karim Al Rafi’ dan Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya Ibnu Syaraf Al Nawawi (الشيخان) mengomentari pernyataan Imam Al Qaffal dengan menyatakan bahwa pernyataan Imam Al Qaffal tersebut adalah diarahkan pada perubahan fisik bangunan bukan fungsi. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya Ibnu Syaraf Al Nawawi dan Ulama’ Fiqh yang lain. Imam Al Subuki menuturkan: Diperbolehkan merubah barang waqaf dengan ketentuan tiga syarat yaitu:

1. Tidak merubah nama barang waqaf.
2. Tidak menghilangkan benda dari barang waqaf , maka diperbolehkan memindahkannya kerarah yang lain.

Wallahu a’lam bis shawab.


Dasar pengambilan (1) oleh @ Al-Ustadz Ro Fie:

قوله : في مكان مسجد أو غيره ) أي ولو مع وجود المسجد ، وعليه فلو كان في البلد مسجدان وكان أهل البلد إذا صلوا فيهما وسعاهم مع التعدد وكان هناك محل متسع كزريبة مثلا إذا صلوا فيه لا يحصل التعدد هل يتعين عليهم فعلها في الأولين أو الثانية ؟ فيه نظر ، والأقرب الثاني حرصا على عدم التعدد . نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج الجز 7. صفحة 24.



Dasar pengambilan (2) oleh @ Al-Ustadz Ibnu Hasyim Alwi:

الشَّرْطُ الثَّالِثُ أَنْ لَا يَتَقَدَّمَهَا وَلَا يُقَارِنَهَا جُمُعَةٌ في الْبَلَدِ لِأَنَّهُ صلى اللَّهُ عليه وسلم وَالْخُلَفَاءُ بَعْدَهُ لم يُقِيمُوا سِوَى جُمُعَةٍ وَاحِدَةٍ وَلِأَنَّ الِاقْتِصَارَ على وَاحِدَةٍ أَفْضَى إلَى الْمَقْصُودِ من إظْهَارِ شِعَارِ الِاجْتِمَاعِ وَاتِّفَاقِ الْكَلِمَةِ نعم إذَا كَثُرَ الناس وَعَسُرَ اجْتِمَاعُهُمْ في مَسْجِدٍ أو نَحْوِهِ فَالتَّعَدُّدُ جَائِزٌ لِلْحَاجَةِ بِحَسَبِهَا لِأَنَّ الشَّافِعِيَّ رضي اللَّهُ عنه دخل بَغْدَادَ وَأَهْلُهَا يُقِيمُونَ بها جُمُعَتَيْنِ وَقِيلَ ثَلَاثًا فلم يُنْكِرْ عليهم فَحَمَلَهُ الْأَكْثَرُ على عُسْرِ الِاجْتِمَاعِ . أسنى المطالب في شرح روض الطالب - (ج 1 / ص 248)



Dasar pengambilan (3) oleh @ Al-Ustadz Imam Al-Bukhori:

والحاصل من كلام الأئمة أن أسباب جواز تعددها ثلاثة : ضيق محل الصلاة بحيث لا يسع المجتمعين لها غالباً ، والقتال بين الفئتين بشرطه ، وبعد أطراف البلد بأن كان بمحل لا يسمع منه النداء ، أو بمحل لو خرج منه بعد الفجر لم يدركها ، إذ لا يلزمه السعي إليها إلا بعد الفجر اهـ. وخالفه ي فقال : يجوز بل يجب تعدد الجمعة حينئذ للخوف المذكور ، لأن لفظ التقاتل نص فيه بخصوصه ، ولأن الخوف داخل تحت قولهم : إلا لعسر الاجتماع . بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 164)



Dasar pengambilan (4) oleh Al_Ustad @ Ibnu Malik:

(قوله: ومن شروطها) أي صحة الجمعة. وهذا هو الشرط السادس كما مر التنبيه عليه. (وقوله: أن لا يسبقها بتحرم ولا يقارنها) الفعلان تنازعا قوله جمعة. والعبرة بتمام التحرم وهو الراء من أكبر. حاشية إعانة الطالبين . الجز 2. صفحة 73.



Dasar pengambilan (5) oleh @ Ibnu Malik:

لَا يَجُوزُ تَغْيِيرُ الْوَقْفِ عن هَيْئَتِهِ فَلَا يَجْعَلُ الدَّارَ بُسْتَانًا وَلَا حَمَّامًا وَلَا بِالْعَكْسِ إلَّا إذَا جَعَلَ الْوَاقِفُ إلَى النَّاظِرِ ما يَرَى فيه مَصْلَحَةَ الْوَقْفِ وفي فَتَاوَى الْقَفَّالِ أَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يُجْعَلَ حَانُوتُ الْقَصَّارِينَ لِلْخَبَّازِينَ قال الشَّيْخَانِ وَكَأَنَّهُ احْتَمَلَ تَغَيُّرَ النَّوْعِ دُونَ الْجِنْسِ ا هـ الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 3 / ص 153)



Dasar pengambilan (6) oleh @ Al-Ustadz Abdulloh Salam:

لَا يَجُوزُ تَغْيِيرُ الْوَقْفِ عَنْ هَيْئَتِهِ، فَلَا تُجْعَلُ الدَّارُ بُسْتَانًا، وَلَا حَمَّامًا، وَلَا بِالْعَكْسِ، إِلَّا إِذَا جَعَلَ الْوَاقِفُ إِلَى النَّاظِرِ مَا يَرَى فِيهِ مَصْلَحَةً لِلْوَقْفِ، وَفِي فَتَاوَى الْقَفَّالِ: أَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يَجْعَلَ حَانُوتَ الْقَصَّارِينَ لِلْخَبَّازِينَ، فَكَأَنَّهُ احْتَمَلَ تَغْيِيرَ النَّوْعِ دُونَ الْجِنْسِ روضة الطالبين وعمدة المفتين . الجز 5. صفحة361.


Dasar pengambilan (7) oleh @ Al-Ustadz Jojo Finger-looser ItmyLife:

وقال السبكي يجوز تغيير الوقف بشروط ثلاثة ان لايغير مسماه وان يكون مصلحة له كزيادة ريعه وان لاتزال عينه فلايضر نقلها من جانب الي اخر . قليوبي . الجز 3. صفحة 108.


Referensi Kitab:

Nihayah Al Muhtaj Ila Syarch Al Manhaj XII/ 24.
Asna Al Mathalib I/ 248.
Bughyah Al Mustarsyidin I/ 164.
Hasyiyah I’anah Al Thalibin II/ 73.
Al Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubra III/ 153.
Raudlah Al Thalibin Wa ‘Umdah Al Muftin V/ 361.
Qulyubi III/ 108.
 ----------------

Dua Shalat Jum’at dalam Satu Komplek

Assalmu’alaikum. Kiai bagaimana hukumnya di satu komplek ada dua shalat Jum’at, mana yang sah? Dua shalat yang terpisah ini diadakan baik karena berbeda madzab/ormas maupun karena jumlah warga tidak muat dalam satu masjid, bagaimana solusinya?
---

Wa’alaikum salam wr. wb.

Saudara penanya yang dirahmati Allah SWT. Ajaran Islam memang sangat menekankan agar para pemeluknya senantiasa memelihara dan menjaga persatuan. Namun dalam kenyataannya sering sekali terjadi perselisihan diantara mereka yang berujung perpecahan dan ketidak harmonisan hubungan yang sekian lama telah terjalin. Terkadang penyebab terjadinya perselisihan dan perpecahan ini bukan merupakan masalah-masalah penting dan mendasar dalam agama.

Saudara penanya yang kami hormati. Selanjutnya terkait dengan permasalahan yang anda sampaikan, yakni diselenggarakannya dua jum’atan dalam satu komplek atau perkampungan, kami mengacu hasil muktamar NU tahun 1984 di Situbondo yang menetapkan bahwa dalam mazhab Syafi’i, penyelenggaraan Jum’at lebih dari satu (ta’addud al-Jum’ah) diperbolehkan jika terdapat hajah.

Yang dimaksud hajah dalam pembahasan kali ini ialah: Sulit berkumpul (‘usr al-ijtima’) antara lain karena sempitnya masjid (dhaiq al-makan) atau adanya permusuhan (‘adawah), atau jauhnya pinggir-pinggir negeri (athraf al-balad).

Diantara referensi yang digunakan pada waktu itu adalah:

1. Shulh al-Jama’atain bi Jawaz Ta’addud al-Jum’atain karya Ahmad Khatib al-Minangkabawi

إِذَا عَرَفْتَ أَنَّ أَصْلَ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ عَدَمُ جَوَازِ تَعَدُّدِ الْجُمْعَةِ فِيْ بَلَدٍ وَاحِدٍ وَأَنَّ جَوَازَ تَعَدُّدِهِ أَخَذَهُ اْلأَصْحَابُ مِنْ سُكُوْتِ الشَّافِعِيِّ عَلَى تَعَدُّدِ الْجُمْعَةِ فِيْ بَغْدَادَ وَحَمَّلُوْا الْجَوَازَ عَلَى مَا إِذَا حَصَلَتِ الْمَشَقَّةُ فِي الاجْتِمَاعِ كَالْمَشَقَّةِ الَّتِيْ حَصَلَتْ بِبَغْدَادَ وَلَمْ يُضْبِطُوْهَا بِضَابِطٍ لَمْ يَخْتَلِفْ فَجَاءَ الْعُلَمَاءُ وَمَنْ بَعْدَهُمْ وَضَبَطَهَا كُلُّ عَالِمٍ مِنْهُمْ بِمَا ظَهَرَ لَهُ


وَبَنَى الشَّعْرَانِيُّ أَنَّ مَنْعَ التَّعَدُّدَ لِأَجْلِ خَوْفِ الْفِتْنَةِ وَقَدْ زَالَ. فَبَقِيَ جَوَازُ التَّعَدُّدِ عَلَى اْلأَصْلِ فِيْ إِقَامَةِ الْجُمْعَةِ وَقَالَ أَنَّ هَذَا هُوَ مُرَادُ الشَّارِعِ وَاسْتَدَلَّ عَلَيْهِ بِأَنَّهُ لَوْ كَانَ التَّعَدُّدُ مَنْهِيًّا بِذَاتِهِ لَوَرَدَ فِيْهِ حَدِيْثٌ وَلَوْ وَاحِدًا وَالْحَالُ أَنَّهُ لَمْ يَرِدْ فِيْهِ شَيْءٌ فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ سُكُوْتَ النَّبِيِّ كَانَ لِأَجْلِ التَّوْسِعَةِ عَلَى أُمَّتِهِ


Artinya: “Jika Anda tahu, bahwa dasar mazhab Syafi’i tidak memperbolehkan shalat Jum’at lebih dari satu di satu daerah. Namun kebolehannya telah diambil oleh para Ashhab dari diamnya Imam Syafi’i atas Jum’atan lebih dari satu di kota Baghdad, dan para Ashhab memahami kebolehannya pada situasi para jamaah sulit berkumpul, seperti kesulitan yang terjadi di Baghdad, mereka pun tidak memberi ketentuan kesulitan itu yang tidak (pula) diperselisihkan, lalu muncul para ulama dan generasi sesudahnya, dan setiap ulama menentukan kesulitan tersebut sesuai dengan pemahaman mereka.

As-Sya’rani menyatakan bahwa pencegahan jum’atan lebih dari satu adalah karena kekhawatiran tertentu dan hal itu sudah hilang. Kebolehan Jum’atan lebih dari satu itu juga berdasarkan hukum asal tentang pelaksanaan shalat Jum’at. Beliau berkata: “Inilah maksud (Nabi Saw.) pembawa syari’ah.” Beliau berargumen, bahwa bila pendirian shalat Jum’at lebih dari satu itu dilarang secara dzatnya, niscaya akan terdapat hadits yang menerangkannya, meskipun hanya satu. Sementara tidak ada satupun hadits yang menyatakan begitu. Maka hal itu menunjukkan bahwa diamnya Nabi Saw. Itu bertujuan memberi kelonggaran kepada umatnya.”

2. Bughyah al-Mustarsyidin karya Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi

وَالْحَاصِلُ مِنْ كَلَامِ الْأَئِمَّةِ أَنَّ أَسْبَابَ جَوَازِ تَعَدُّدِهَا ثَلَاثَةٌ ضَيِّقُ مَحَلِّ الصَّلَاةِ بِحَيْثُ لَا يَسَعُ اْلُمجْتَمِعِينَ لَهَا غَالِبًا وَالْقِتَالُ بَيْنَ الْفِئَتَيْنِ بِشَرْطِهِ وَبُعْدُ أَطْرَافِ الْبَلَدِ بِأَنْ كَانَ بِمَحَلٍّ لَا يُسْمَعُ مِنْهُ النِّدَاءِ أَوْ بِمَحَلٍّ لَوْ خَرَجَ مِنْهُ بَعْدَ الْفَجْرِ لَمْ يُدْرِكْهَا إِذْ لَا يَلْزَمُهُ السَّعْيُ إِلَيْهَا إِلَّا بَعْدَ الْفَجْرِ


Artinya; “Dan kesimpulan pendapat para imam adalah boleh mendirikan Jum’atan lebih dari satu tempat karena tiga sebab. (i) Tempat shalat Jum’at yang sempit, yakni tidak cukup menampung para jama’ah Jum’at secara umum. (ii) Pertikaian antara dua kelompok masyarakat dengan syaratnya. (iii) Jauhnya ujung desa, yaitu bila seseorang berada di satu tempat (ujung desa) tidak bisa mendengar adzan, atau di tempat yang bila ia pergi dari situ setelah waktu fajar ia tidak akan menemui shalat Jum’at, sebab ia tidak wajib pergi jum’atan melainkan setelah fajar.”

Demikian jawaban dari kami, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Jadi dua shalat Jum’at yang dilakukan di satu komplek hukumnya sama-sama sah karena tiga sebab di atas.

Namun saran kami, jika dua tempat shalat itu terlalu berdekatan dan dikhawatirkan saling mengganggu (misalnya karena suara microphone yang sama-sama keras), kami sarankan memilih salah satu masjid/tempat yang lebih layak. Jika alasan menyelenggarakan dua jumatan itu karena terlalu banyak warga sehingga satu masjid tidak muat, maka solusinya sebenarnya jamaah shalat Jum’at bisa melebar ke tanah lapang atau jalan raya yang masih bisa dimanfaatkan sementara waktu. Jadi lebih baik melaksanakan shalat Jumat di satu masjid/tempat saja. Dan tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan jika warga masyarakat komplek/kampung/perumahan saling duduk bersama untuk membahas kemaslahatan bersama.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar