Kebaikan itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ 31, Apabila
kamu menjauhi dosa-dosa besar yang telah dilarang bagimu untuk
mengerjakannya, maka Kami hapuskan dosa-dosamu yang kecil dan Kami
masukkan kamu kedalam tempat yang mulia (Surga).
Dari
ayat di atas, jelas terdapat dua macam dosa, yakni dosa besar dan dosa
kecil. Jelas pula bahwa Allah SWT berjanji bahwa jika seorang hamba
menjauhkan diri dari dosa-dosa besar, maka Allah SWT memaafkan
kesalahan/dosa kecil yang pernah dilakukannya. Haruslah kita ingat bahwa
terdapat prasyarat untuk terpenuhinya (janji Allah SWT itu) yakni,
semua yang fardlu (wajib) seperti halnya shalat, zakat, dan puasa, harus
tetap dikerjakan dengan tertib dan teratur, sambil terus berusaha
menjauhi dosa-dosa besar, sebab meninggalkan yang fardlu itupun
tergolong melakukan dosa besar. Jadi, jika seorang hamba melaksanakan
semua yang diwajibkan (fardlu) dan meninggalkan perbuatan dosa besar
maka Allah SWT akan memaafkan dosa-dosa kecilnya.
Apakah dosa itu? Apa sajakah dosa-dosa kecil itu? Dan, apa saja pulakah yang tergolong dosa-dosa besar?
Dosa
adalah segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak dan perintah
Allah SWT. Sampai disini belum dibedakan besar kecilnya dosa. Abdullah bin Abbas berkata, “ Setiap perbuatan menentang ajaran Islam adalah dosa besar.”
Oleh
karena itu, jika dosa-dosa kecil dilakukan berulang-ulang, secara
sembrono (serampangan), dan dikerjakan dengan terang-terangan, maka akan
terangkum menjadi suatu dosa besar. Seorang ulama menerangkan
pengaruh-pengaruh dosa kecil dan dosa besar dengan contoh berikut ini.
Ia mengibaratkan dengan perbandingan sengatan kalajengking kecil dengan
kalajengking besar. Juga ibarat rasa panas terbakar api kecil dibanding
dengan terbakar api yang besar. Semuanya terasa sangat sakit, namun
akibat yang ditimbulkan oleh yang besar menyisakan luka yang lebih
parah. Begitu juga, kedua jenis dosa itu sama berbahayanya, akan tetapi
kerusakan yang diderita akibat dosa besar lebih parah daripada dosa
kecil.
A. MENYEKUTUKAN ALLAH
1. Riwayat Hadits
ﺣﺪﻳﺙﺃﻧﺱﺭﺿﻲﺍﷲﻋﻧﻪﻗﺎﻞﺳﺋﻞﺭﺳﻭﻝﺍﷲﺻﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻳﻪﻮﺳﻟﻡﻋﻦﺍﻟﻛﺑﺎﺌﺭﻗﺎﻝ׃
ﺍﻻﺷﺭﺍﻙﺑﺎﺍﷲﻭﻋﻘﻭﻕ ﺍﻠﻮﺍﻟﺪﻳﻥﻭﻗﺗﻝﺍﻟﻧﻔﺱﻭﺷﻬﺎﺪﺓﺍﻟﺯﻭﺮ.
ﺍﺨﺭﺠﻪﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯﻓﻰ׃ ٥٢ ـ ﮐﺘﺎﺏﺍﻟﺷﻬﺎﺪﺍﺕ׃١٠ ـ ﺑﺎﺐﻣﺎﻗﻳﻝﻓﻰﺷﻬﺎﺪﺓﺍﻟﺯﻭﺭ.
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Hadits
Anas ra. Dimana ia berkata: “Rasulullah saw. ditanya tentang dosa-dosa
besar, kemudian beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, durhaka kepada
kedua orang tua, membunuh jiwa (manusia), dan saksi palsu.”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Persaksian” bab tentang apa yang dikatakan dalam saksi palsu.
2. Sababul Wurud
Dalam kitab Riyadhus Shalihi dijelaskan,
bahwa ketika Nabi menjelaskan tentang dosa syirik dan durhaka terhadap
kedua orang tua, beliau dalam keadaan bersandar, namun kemudian beliau
duduk untuk menunjukan betapa pentingnya masalah yang akan dibahasnya,
yaitu tentang dosa saksi palsu. Beliau terus mengulang-ulanginya, sampai
para sahabat berkata, “Semoga Rasulullah segera diam”.
3. Penjelasan (syarah) Hadits
Dalam
hadits di atas diterangkan empat macam dosa besar, yakni menyekutukan
Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh jiwa manusia tanpa hak dan
menjadi saksi palsu.
a. Musyrik (menyekutukan Allah)
Mempersekutukan
Allah atau syirik dikategorikan sebagai dosa yang paling besar yang
tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Orang yang syirik diharamkan untuk
masuk surga, sebagaimana firman Allah SWT :... ﺇﻧﻪﻤﻥﻴﺷﺮﻙﺑﺎﷲﻓﻘﺪﺣﺮﻡﷲﻋﻟﻴﻪﺍﻟﺟﻧﺔﻭﻣﺄﻭﻪﺍﻟﻧﺎﺭ... ﴿ﺍﻟﻣﺎﺋﺪﺓ׃٧٢﴾
Artinya: “Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga baginya dan ia ditempatkan di dalam neraka.” ( Q.S. Al-Ma’idah: 72)
Ada beberapa macam bentuk menyekutukan Allah SWT, di antaranya:
· mengagungkan
makhluk layaknya mengagungkan Allah SWT. Sikap seperti ini banyak
dialami oleh sebagian para pembantu, mereka sering mengagungkan seorang
pemimpin, atau para pejabat melebihi pengagungannya kepada Allah SWT –
Wal’iyadzubillah - Perbuatan ini merupakan syirik terbesar. Hal ini
menunjukan apabila seorang pemimpin atau tuan raja menyuruh sesuatu
ketika waktu shalat, maka ia akan berani meninggalkannya. Bahkan hingga
waktu shalat telah habis pula mereka tidak akan peduli.
· Dalam
masalah cinta. Seseorang mencintai orang lain sesama makhluk sama
besarnya atau melebihi rasa cintanya kepada Allah SWT. Engkau akan
melihat ia sering menuntut agar dirinya lebih dicintai dari pada Allah
SWT. Sikap seperti ini banyak ditemukan di kalangan orang-orang yang
dimabukasmara. Hatinya dipenuhi oleh cinta kepada selain Allah SWT.
· Sesuatu
yang tersembunyi, yang termasuk menyekutukan Allah SWT, yaitu riya.
Seseorang yang sedang melaksanakan shalat lalu ia memperbagus shalatnya
karena sedang dilihat oleh si fulan. Ia berpuasa hanya ingin dikatakan
ahli ibadah dan rajin berpuasa. Ia bersedekah hanya ingin dikatakan
sebagai orang yang dermawan, semua termasuk riya.
· Bentuk
syirik yang tersembunyi yaitu ketika hati dan akal pikiran seseorang
dipenuhi oleh dunia. Akal pikirannya, badan, tidur dan bangun semua
hanya untuk dunia, ia selalu berusaha mencari dunia tidak peduli halal,
haram, dusta, karena ia telah diperbudak dunia.
Walhasil,
bahwa di antara manusia ada yang menyekutukan Allah Ta’ala namun orang
tersebut tidak menyadarinya. Wahai saudara-saudara engkau merasakan
bahwa dunia telah menguasai hatimu dan engkau tak lagi memperdulikan hal
lain selain itu, maka ketika engkau bangun dari tidur semuanya akan
karena dunia. Maka ketahuilah bahwa hari-hari telah terisi dengan
kesyirikan.
b. Durhaka Kepada Orang Tua
Maksudnya
adalah tidak berbakti kepada keduanya. Setiap anak wajib berbakti
kepada kedua orang tuanya sesuai kemampuannya. Ia wajib menaati mereka
selama bukan untuk kemungkaran dan kemaksiatan kepada Allah SWT.
Dalam
Al-qur’an banyak sekali ayat yang menerangkan keharusan berbuat baik
terhadap orang tua. Menurut Ibn Abas, dalam Al-Qur’an ada tiga hal yang
selalu dikaitkan penyebutannya dengan tiga hal lainnya, sehingga tidak
dapat dipisahkan antara yang satu dan lainnya, yaitu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, dirikan shalat dan keluarkan zakat, bersyukur kepada
Allah dan kepada kedua orang tua.
Hal itu menandakan bahwa peran dan kedudukan orang tua sangat tinggi di hadapan Allah SWT, sehingga Rasulullah SAW. bersabda:
ﺮﺿﻰﺍﷲ ﻓﻰ ﺮﺿﻰﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻴﻦﻭﺴﺧﻁ ﺍﷲ ﻓﻰﺴﺧﻁ ﻟﻮﺍﻟﺪﻴﻦ.
﴿ﺮﻭﺍﻩﺍﻟﺘﺮﻤﺬﻯﻮﺍﻟﺤﺎﻛﻡ ﺑﺷﺮﻄ ﺍﻟﻤﺴﻟﻡ﴾
Artinya: “Keridaan
Allah itu terletak pada keridaan kedua ibu bapaknya dan kemurkaan Allah
itu terletak pada kemurkaan kedua ibu bapak pula”. (HR. Muslim, Hakim, dengan syarat Muslim)
c. Membunuh
Maksud
membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan
tanpa hak dengan sengaja. Orang yang berbuat seperti itu akan dimasukkan
ke neraka jahanam dan kekal di dalamnya. Sebagaimana firman Allah
dalam surat An-Nisa ayat 93 yang artinya: “Barang siapa yang membunuh
orang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam,
ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta
menyediakan azab yang besar baginya.”
Dan Nabi SAW. bersabda:
ﺇﺬﺍﺍﻟﺘﻘﻰﺍﻟﻤﺴﻟﻤﺎﻦﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ٬ ﻓﺎﻟﻘﺎﺘﻝﻭﺍﻟﻤﻘﺘﻭﻝﻓﻲﺍﻟﻨﺎﺭ٬ﻫﺫﺍﺍﻟﻘﺎﺗﻞ٬ ﻓﻣﺎﺒﺎﻞﺍﻟﻣﻘﺗﻭﻞ؟ ﻗﺎﻞ׃ ﻷﻨﻪﻛﺎﻦﺣﺭﻳﺻﺎﻋﻟﻰﻗﺗﻞﺻﺎﺣﺑﻪ.
Artinya:
“Jika dua orang lelaki Muslim berjumpa membawa pedangnya masing-masing
(dengan tujuan untuk saling membunuh), maka pembunuhnya dan yang
terbunuh akan sama-sama masuk neraka. Lalu beliau ditanya oleh seorang
sahabat: Ya Rasulullah, benarlah jika pembunuh ini masuk neraka, tetapi
mengapakah pula orang yang terbunuh itu turut sama masuk neraka? Nabi
SAW. menjawab: Sebab yang terbunuh itu berusaha pula untuk membunuh
kawannya yang telah membunuhnya itu.” (Riwayat Bukhari, Muslim dan
Ahmad)
Menurut
Imam Abu Sulaiman, cara yang demikian itu jika dalam bentuk saling
membunuh itu perlu kepada penjelasan. Sehingga jika ada dua orang
(kelompok) yang saling berusaha untuk membunuh yang lainnya atas dasar
fanatisme atau untuk mendapatkan harta keduniaan dan berebut pangkat.
Adapun orang yang membunuh untuk membela isterinya (keluarganya
diancam), maka orang-orang tersebut tidak termasuk hadits di atas.
d. Saksi Palsu
Imam An-Nawawi di dalam kitabnya Riyadhus Shalihinmencantumkan
“Bab Larangan Memberikan Kesaksian Palsu.” Penulis menjelaskan bahwa
kesaksian palsu adalah seseorang yang memberikan kesaksian suatu
peristiwa yang ia ketahui, tetapi bertentangan dengan kenyataannya.
Seseorang memberikan kesaksian sebuah kejadian dan ia tidak mengetahui
kesaksiannya sesuai dengan fakta yang sebenarnya atau justru
bertentangan dengan fakta yang sebenarnya. Seseorang mengetahui bahwa
kejadian sebenarnya adalah seperti ini, tetapi ia memberikan kesaksian
yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Ketiga macam bentuk persaksian
ini hukumnya haram dan seseorang tidak boleh memberikan kesaksian
kecuali sesuai dengan fakta yang ia ketahui dan dengan cara yang benar.
Dalam
riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi SAW. sangat memberi perhatian besar
pada persoalan ini. Hal itu ditunjukan dengan sikap beliau yang
sebelumnya duduk bersandar ketika mengucapkan dosa besar syirik dan
durhaka kepada kedua orang tua, dan beliau duduk tegak ketika
mengucapkan tentang perkataan dusta atau saksi palsu. Alasan perkara ini
mendapat perhatian khusus adalah karena perkataan dusta atau kesaksian
palsu sangat mudah terjadi pada manusia, serta sering diremehkan oleh
kebanyakan orang. Adapun syirik dijauhi oleh hati seorang muslim,
sedangkan durhaka kepada kedua orang tua tidak selaras dengan tabiat.
Sementara kepalsuan itu ditunjang oleh berbagai faktor, seperti
permusuhan, dengki dan lain-lain.
B. TUJUH MACAM DOSA BESAR
1. Riwayat Hadits
ﺣﺪﻳﺙﺍﺒﻰﻫﺭﻴﺭﺓﺭﺿﻰﺍﷲﻋﻧﻪ٬ﻋﻦﺍﻟﻧﺑﻰﺻﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻳﻪﻮﺳﻟﻡﻗﺎﻝ׃ﺍﺠﺗﻨﺑﻭﺍﺍﻟﺳﺑﻊﺍﻟﻣﻭﺑﻘﺎﺕ٬
ﻗﺎﻟﻭﺍﻴﺎﺮﺳﻭﻝﺍﷲﻭﻣﺎﻫﻦ؟ﻗﺎﻝ׃ﺍﻟﺷﺮﻙﺑﺎﷲ٬ﻭﺍﻟﺴﺤﺮ٬ﻭﻗﺗﻝﺍﻟﻨﻔﺲﺍﻟﺗﻰﺤﺮﻡﺍﷲﺍﻻﺑﺎﻟﺤﻕ٬ﻮﺍﻜﻝﺍﻟﺮﺑﺎ٬ﻮﺍﻜﻝﻣﺎﻞﺍﻟﻳﺗﻴﻡ٬ﻮﺍﻟﺗﻮﻟﻰﻴﻮﻡﺍﻟﺯﺤﻒ٬ﻮﻗﺫﻑﺍﻟﻤﺤﺻﻨﺎﺖﺍﻟﻤﻮﻤﻨﺎﺖﺍﻟﻐﺎﻓﻼﺕ.
ﺍﺨﺭﺠﻪﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯﻓﻰ ׃٥٥ـ ﮐﺘﺎﺏﺍﻟﻭﺻﺎﻴﺎ׃٢٣ـ ﺑﺎﺏﻗﻭﻝﺍﷲﺗﻌﺎﻟﻰ׃ﺍﻦﺍﻟﺬﻴﻥﻴﺄﻛﻟﻮﻦﺍﻤﻭﺍﻞ ﺍﻟﻴﺘﺎﻤﻰﻈﻟﻤﺎ.
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Hadits Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. dimana beliau bersabda: “
Jauhilah tujuh macam dosa yang membinasakan.”Para sahabat bertanya:
”Wahai Rasulullah, apakah ketujuh macam dosa itu?” Beliau menjawab:
“Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa (manusia) yang diharamkan
oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari
pada saat pertempuran (dalam jihad) dan menuduh (berbuat zina) kepada
wanita-wanita yang selalu menjaga diri, mukminat dan tidak pernah
berfikir (untuk berzina).”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Wasiat” bab tentang firman Allah SWT (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan aniaya . . . .“
2. Penjelasan (syarah) Hadits
Kebaikan
itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan
kejahatan dan dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka
pahalanya di sisi Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang
manfaatnya lebih rendah, maka pahalanya pun seimbang dengan kebaikan
tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan yang mudharatnya lebih besar,
maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang membinasakan dan siksanya
pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya lebih rendah dari
itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat terhapus dengan
jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah Ta’ala berfirman,
Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu
yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS
An-Nisa [4]: 31)
Dalam
hadis di atas, Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar menjauhi tujuh dosa
yang membinasakan. Tujuh dosa ini bukan berarti pembatasan (hanya tujuh
perkara) atas dosa-dosa yang membinasakan. Tetapi hal ini sebagai
peringatan atas dosa-dosa yang lainnya. Ketujuh dosa yang dimaksudkan
dalam hadis di atas, uraiannya adalah sebagai berikut.
- Musyrik (Mempersekutukan Allah)
Menyekutukan
Allah yaitu menyamakan dan mensejajarkan selain Allah dengan Allah
dalam segala hal yang menjadi kekhususan bagi-Nya Yang Maha Suci, Maha
Tunggal, Tempat Bergantung Segala Makhluk, dan Yang Maha Esa.
Menyekutukan
Allah SWT merupakan dosa yang paling besar. Bahkan Allah SWT tidak akan
mengampuni dosa musyrik yang terbawa mati. Allah SWT berfirman,
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (musyrik) itu, bagi siapa saja
yang Dia kehendaki. Dan siapa saja yang musyrik kepada Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa [4]: 48)
Ar-Raghib al-Ashfahani menyatakan bahwa kemusyrikan terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1) Syirik besar, yaitu menetapkan adanya sekutu bagi Allah SWT. Inilah bentuk dosa yang paling besar.
2) Syirik
kecil, yaitu memperhatikan selain Allah di samping memperhatikan-Nya
juga dalam beberapa urusan. Itulah ria dan nifaq. (Al-Ashfahani, hlm.
266)
Adanya
kemusyrikan dalam kategori musyrik kecil bukan karena beban dosanya
yang rendah, tetapi kemusyrikan ini merupakan bentuk kemusyrikan yang
seringkali terabaikan atau tidak terasa dalam perwujudannya. Tentang
kemusyrikan ini, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara yang
paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah musyrik yang paling kecil,
yakni ria.” (Muttafaq ‘Alaih)
- Sihir.
Sihir
termasuk ke dalam dosa yang besar karena di dalamnya terdapat upaya
iltibas (pencampur-adukan) dan menutupi apa yang sebenarnya. Bahkan
sihir ini bisa mengakibatkan penyesatan aqidah, baik dari sisi
penyebabnya maupun dari sisi perolehannya. Para ulama telah bersepakat
atas pengharaman sihir, pembelajaran dan pengajarannya. Bahkan Imam
Malik, Imam Ahmad, dan sekelompok para sahabat dan para tabiin
berpendapat bahwa saling berbagi sihir termasuk bagian kekufuran yang
pelakunya harus mendapat hukum eksekusi (dibunuh). Demikian juga upaya
mempelajari dan mengajarkan sihir kepada orang lain, karena hal itu
termasuk wasilah yang akan menjadi jalan terwujudnya sihir tersebut.
Namun
di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa jika mempelajari sihir
itu hanya sekadar ingin mengetahuinya dan sebagai upaya menjaga diri,
maka yang demikian itu tidak termasuk dalam kategori haram. Pernyataan
ini dianalogikan kepada orang-orang yang berusaha mengetahui hakikat
aliran-aliran sesat.
- Membunuh Jiwa.
Yang
dimaksud membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT dalam hadis di
atas adalah membunuh seorang muslim dengan sengaja, bukan karena suatu
hukuman tertentu seperti qishas atau rajam.
Pembunuhan
seperti ini termasuk juga ke dalam bagian dari dosa-dosa besar yang
dapat membinasakan para pelakunya. Melalui upaya pembunuhan, sang pelaku
telah menghilangkan rasa aman di lingkungannya, menebar rasa takut, dan
memutuskan ikatan persaudaraan sesama manusia, khususnya di kalangan
kaum muslimin. Bahkan Allah SWT mengisyaratkan bahwa membunuh satu orang
sama kedudukannya dengan membunuh semua orang. Keterangan ini tercantum
dalam ayat berikut.
Oleh
karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa siapa
saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan siapa saja yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (QS Al-Maidah
[5]: 32)
Hukum
ini, walaupun khitab-nya Bani Israil, bukanlah mengenai Bani Israil
saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa
membunuh seseorang itu bagaikan membunuh manusia seluruhnya, karena
orang-seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh
seseorang berarti juga membunuh keturunannya.
- Memakan Riba
Memakan
harta riba termasuk kezaliman kepada orang lain. Orang yang memakan
harta riba pada dasarnya telah memerangi Allah dan Rasul-Nya, dan ia
lebih pantas untuk mendapat siksa yang abadi di neraka. Bagaimana tidak
demikian, ketika orang lain berada dalam kesulitan, kefakiran, pailit
dalam ekonomi, padahal dalam kondisi apapun seseorang didorong untuk
mengeluarkan shadaqah, sementara pemakan riba demikian asyiknya
mempermainkan kemelaratan orang lain dengan menambah beban pembayaran
utang berlipat ganda dan dalam tempo yang terus-menerus.
Pada
hakikatnya, riba itu dapat menghanguskan harta kekayaan, menghilangkan
nilai-nilai keberkahan, dan mencabut rasa kasih sayang dari pribadi para
pelakunya. Dengan demikian, dalam riwayat lain, Rasulullah Saw melaknat
praktik riba dengan berbagai faktor pendorong dan pelakunya, baik yang
memakan harta riba, yang menjadi penulis dalam transaksinya maupun yang
menjadi saksi dalam proses transaksi riba tersebut.
Secara
umum, Islam melarang keras terhadap seseorang yang dalam usaha mencari
rezekinya (ma‘isyah) dengan cara yang haram, sedangkan transaksi ribawi
termasuk ke dalamnya. Rasulullah Saw telah bersabda, “Siapa saja yang
daging (di tubuhnya) berkembang dari usaha yang haram, maka api neraka
lebih utama bagi dirinya”. (HR al-Hakim)
- Memakan Harta Anak Yatim
Ketika
seorang anak menjadi yatim, karena ditinggal mati oleh orangtuanya,
Islam menganjurkan agar kaum muslimin, terutama kaum kerabatnya, dapat
menjaga dan mengurus harta mereka yang diperolehnya melalui proses
pewarisan. Pengurusan harta anak yatim ini terus berlangsung sampai usia
anak ini menjadi dewasa sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.
Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah (dewasa).
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara
harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah
kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah
kamu) tergesa-gesa (membelanja¬kannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja
(di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim) dan siapa saja yang miskin, maka bolehlah ia
memakan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan
harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang
penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu). (QS An-Nisa [4]: 6)
Tatkala
seorang pengurus, terutama bagi mereka yang serba berkecukupan, tidak
mampu menjaga dirinya dari memakan harta anak yatim, maka Allah SWT
mengancam mereka dengan ancaman yang sangat besar sesuai dengan ayat
berikut.
Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam
api yang menyala-nyala (neraka). (QS An-Nisa [4]: 10)
- Berpaling dari Barisan Perang
Yaitu
seseorang yang melarikan diri ketika kaum muslimin sedang memerangi
orang-orang kafir. Perbuatan ini termasuk dosa besar, termasuk tujuh
perbuatan yang akan membinasakan karena menimbulkan dua bahaya:
1. Akan menghancurkan semangat kaum muslimin
2. Orang-orang kafir semakin berani menekan kaum muslimin
Ketika kaum muslimin sudah mulai terdesak, maka orang-orang kafir akan semakin berani memerang kaum muslimin.
Barangsiapa
yang lari dari medan perang karena dua sebab ini, yaitu untuk bergabung
dengan batalyon lain. Contohnya ketika ada batalyon lain yang sedang
dikepung oleh musuh dan akan sangat berbahaya jika mereka dikuasai oleh
musuh. Maka ia bergerak (mundur) untuk membantunya, maka hal ini tidak
apa-apa, karena larinya menuju batalyon tersebut sangat menguntungkan.
Orang
yang lari dari medan perang dengan berbelok untuk (siasat) perang.
Contohnya seperti seorang mujtahid yang lari belok (mundur) untuk
memperbaiki senjata atau untuk memakai baju besinya dan lain-lain yang
termasuk dalam kepentingan berperang dan perbuatan ini tidak apa-apa.
- Menuduh Berzina
Menuduh berzina kepada wanita yang menjaga kehormatan dan wanita itu adalah orang yang terjaga keimanannya
yaitu menuduh berzina wanita yang baik-baik, yang lurus, yang telah
berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang beriman. Predikat-predikat
tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat. Dan pada
hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga
kesucian, menikah, dan berstatus merdeka.
Dalam surat an-Nur Allah melarang menuduh berzina seorang wanita yang baik-baik, dan menjelaskan sanksi hukuman atas perbuatan ini. Disebutkan dalam Shahih Muslim dengan Syarah an-Nawawi jilid II halaman 86, seorang ulama ahli tafsir Imam Abul Hasan al-Wahidiy dan lainnya mengatakan : "Menurut pendapat yang shahih ; batasan dosa besar itu tidak diketahui secara pasti. Bahkan di dalam syari’at
ada beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa
besar, dan ada juga beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan
sebagai dosa-dosa kecil, dan ada beberapa jenis perbuatan maksiat
lainnya tanpa ada penjelasan. Artinya, ini mencakup dosa-dosa besar
maupun dosa-dosa kecil. Hikmah dari tidak adanya penjelasan tersebut
ialah, supaya seseorang tetap menahan diri jangan sampai melakukan
semuanya, karena dikhawatirkan jangan-jangan hal itu termasuk dosa-dosa
besar." Menurut mereka, ini sama dengan masalah disembunyikannya kapan
terjadinya lailatul qadar, saat-saat istimewa pada hari jum’at,
saat-saat terkabulnya do’a pada malam hari, nama Allah yang agung, dan
hal-hal lain yang bersifat samar.
3. Intisasri / Kandungan Hadits
a. Perbuatan dosa yang dapat membinasakan diri dan orang lain harus senantiasa dihindari dan dijauhi.
b. Manusia
dilarang untuk menyekutukan Allah Swt. Dengan sesuatu apapun, karena
hal itu akan membinasakan diri baik dalam kehidupan di dunia maupun di
akhirat.
c. Sihir dan tenung merupakan perbuatan terlarang karena perbuatan tersebut adalah bersekongkol dan jin dan syetan.
d. Jiwa seseorang apalgi Muslim harus senantiasa dijaga dan haram hukumnya untuk mengambil nyawa orang lain tanpa alasan yang haq.
e. Kita dilarang untuk memakan harta riba dan harta anak yatim yang ada dalam tanggungan kita dan berada dalam pengasuhan kita.
f. Setiap
umat Islam dicela oleh Allah dan Rasul-Nya bagi siapapun yang melarikan
diri dari peperangan atau ia keluar dari barisan perang karena merasa
takut akan kematian.
g. Menuduh berzina kepada seorang muslimah dan mukminah adalah perbuatan yang amat dilarang oleh baginda Nabi.
h. Setiap
perbuatan dosa dan hal-hal yang telah jelas dilarang dalam agama akan
membinasakan kehidupan kita dan akan membawa kita pada jalan kerugian
dan peneysalan.
BAB III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Dosa-dosa
besar merupakan segala larangan yang berasal dari Allah maupun
Rasul-Nya. Dosa-dosa besar sangat banyak jumlahnya, diantaranya: syirik,
durhaka terhadap kedua orang tua, membunuh jiwa tanpa hak, saksi palsu,
sihir, menuduh mukminat berzina, membunuh anak karena takut miskin,
memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang,
berzina dengan istri tentang dan lainnya.
Dosa-dosa
besar di atas yang merupakan dosa dan kezhaliman yang paling besar
serta yang paling berat hukumannya, yaitu syirik. Allah telah
mengharamkan surga bagi orang yang menyekutukan-Nya dan telah disiapkan
baginya neraka sebagai tempat kembali. Sesungguhnya tidak ada penolong
bagi orang-orang yang zhalim.
Selain
itu, durhaka terhadap orang tua juga merupakan dosa besar dan termasuk
dosa yang membinasakan. Sudah sepatutnya kita harus taat terhadap
keduanya sesuai dengan syariat Islam.
Banyak
lagi dosa-dosa besar yang harus dihindari, karena berakibat buruk dan
dapat membinasakan diri sendiri juga orang lain selain yang telah
disebutkan di atas. Setiap orang Islam yang beriman wajib menghindarkan
diri dari dosa-dosa besar tersebut, agar tidak mendapat laknat dari-Nya.
Karena Allah menjanjikan surga-Nya untuk orang-orang yang menhindarkan
diri dari padanya dan Allah menghadiahkan neraka-Nya untuk orang-orang
yang mengerjakannya.
Muhammad
Abdul Aziz al-Khauli mendefinisikan dosa besar sebagai dosa yang
memiliki kemudharatan yang sangat besar dan pengaruh negatifnya di
masyarakat sangat besar pula. Hal demikian disebabkan karena mafsadat
dan ancamannya yang sangat besar terhadap dosa-dosa tersebut.
(Al-Khauli, tt: 112)
Jika
kita mengacu kepada berbagai definisi di atas, maka yang termasuk
dosa-dosa besar itu sangat banyak jumlahnya. Dengan demikian, tujuh dosa
yang membinasakan sesuai dengan sabda Rasul di atas bukan sebagai
pembatas bagi dosa-dosa besar tersebut. Tetapi hal itu disampaikan oleh
Rasulullah sebagai bentuk perhatiannya yang sangat besar terhadap
umatnya agar tidak terjerumus kepada dosa-dosa besar lain yang mafsadat,
hukuman, dan ancamannya seperti ketujuh dosa di atas.
Namun
demikian, dari sekian banyak dosa yang tergolong kepada dosa-dosa
besar, dosa musyrik menempati urutan paling atas (yang terbesar) dari
dosa-dosa besar lainnya. Adapun dosa-dosa besar lainnya yang tidak
tercantum dalam hadis di atas, tetapi menjadi kriteria dosa besar dalam
hadis yang lain, di antaranya adalah durhaka terhadap orangtua, membunuh
anak karena kekhawatiran menambah kemiskinan, persaksian palsu atau
dusta, khianat dalam perkara ghanimah, zina, mencuri, meminum minuman
keras, memisahkan diri dari al-jama’ah, menebar fitnah, melanggar
bai’at, dan tidak membersihkan air kencing.
B. SARAN
Para ulama (semoga Allah merahmati mereka) berpendapat, "Melakukan dosa kecil secara terus menerus dapat mengakibatkannya menjadi dosa besar". Diriwayatkan dari Amru Ibnul Ash, Abdulah Ibnu Abbas, dan lainnya, "Tidak
ada dosa besar sama sekali dengan (melakukan) istighfar, dan tidak ada
dosa kecil sama sekali dengan terus menerus melakukannya." Artinya,
bahwa dosa besar itu bisa terhapus dengan memohon ampunan kepada Allah
U, dan dosa kecil itu bisa berubah menjadi dosa besar jika dilakukan
terus menerus tanpa istighfar.
Ada juga yang berpendapat, "Yang
dimaksud dengan terus menerus melakukan dosa kecil ialah melakukannya
secara berulang-ulang, karena orang yang bersangkutan tidak memiliki
rasa kepedulian yang besar terhadap agama."
Adapun al-Imam Abu Amr ash-Shalah dalam fatwa-fatwanya mengatakan : "Dosa besar itu memiliki tanda-tanda, antara lain ; menuntut pemberlakuan sanksi hukuman atau hadd, diancam dengan siksa neraka dan lain sebagainya dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah, sementara orang yang melakukannya disebut fasik."
Daftar Pustaka
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000 masehi
Al-Minhaj syarh Sohih Muslim, Imam Nawawi, Dar Al-Ma’rifah
Jami Al-‘Ulum wa Al-Hikam, Ibnu Rojab, tahqiq Al-Arnauth
Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar, Syaikh Abdul Malik Romadhoni, maktabah Al-Asholah
Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm, cetakan pertama
Fawaid Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
Al-Ikhlash, Sulaiman Al-Asyqor, dar An-Nafais
Silsilah Al-Ahadits As-Sohihah, Syaikh Al-Albani
Aina Nahnu min Akhlak As-Salaf, Abdul Aziz bin Nasir Al-Jalil, Dar Toibah
Waqofaat ma’a kalimaat li Ibni Mas’ud, transkrip dari ceramah Syaikh Sholeh Alu Syaikh
Tazkiyatun Nufus, Ahmad Farid
Materi Hadits Tentang Islam, Hukum, Ekonomi, Sosial dan Lingkungan.DOSA BESAR DAN TAUBAT
I.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling
sempurna di antara makhluk-makhluk lainnya. Mereka diberi akal untuk berpikir,
memilih mana yang hak dan yang batil, tapi sering kali manusia tidak
menggunakan akalnya untuk berpikir apakah tindakan yang diambil itu perbuatan
yang dilarang agama atau tidak. Oleh karena itu, Allah berjanji akan melaknat
orang-orang yang berbuat kemungkaran. Allah juga akan memasukkannya ke dalam
api neraka yang sangat panas di akhirat nantinya. Pada pertemuan kali ini kami
akan membahas tentang dosa-dosa besar serta taubat, yang mana di antara lain,
tentang menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh tanpa alasan
yang dibenarkan, saksi palsu, tujuh macam dosa besar, istighfar 100 kali, Allah
gembira terhadap hamba-Nya yang bertaubat, dan taubat yang terlambat.
II.
HADIST
1.
Hadist Anas tentang menyekutukan Allah, durhaka kepada
orang tua, membunuh tanpa alasan yang dibenarkan, dan saksi palsu.
عَنْ أَ نَس رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قاَ لَ سُئِلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الْكَباَ ئِرِ قاَ لَ
الاشْرَا كُ بِا للَّهِ وَ عُقُوْ قُ الْوَا لِدَ يْنِ وَ قَتْلُ انَّفْسِ وَ
شَهاَ دَ ةُ الزُّوْرِ( أخرجه مسلم في كتاب الشهادات)
“Dari Anas
bin Malik r.a. berkata, ketika Nabi ditanya tentang dosa-dosa besar lalu beliau
menjawab: Syirik (mempersekutukan
Allah), durhaka terhadap kedua ayah-bunda, membunuh jiwa manusia dan saksi
palsu ”(HR.Muslim).[1]
2.
Hadist Abu Hurairah tentang tujuh macam dosa besar.
عَنْ أَ بِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلّمَ قاَلَ اجْتَنِبُوْ السَّبْعَ الْمُوْبِقاَتِ قاَلُوْاياَرَسُوْلَ اللَّهِ
وَماَهُنَّ قاَلَ الشِّرْ كُ باِللَّهِ وَالسِّحْرُوَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ
حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّباِلْحَق وَأَكْلُ الرِّباَوَاَكْلُ ماَلِ الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَناَتِ الْمُؤْمِناَتِ
الْغاَفِلاَتِ (أخرجه البخاري في كتاب الوصايا)
“Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW
bersabda: “ jauhilah oleh kalian tujuh hal yang membinasakan!” Para sahabat
bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah tujuh hal yang membinasakan itu?” Beliau
bersabda: “ Menyekutukan Allah, sihir, membunh jiwa yang diharamkan oleh Allah
kecuali karena hak, makan riba, makan harta anak yatim, melarikan diri sewaktu
jihad dan menuduh zina wanita-wanita mukmin yang senantiasa memelihara
dirinya.”(HR.Bukhari) [2]
3.
Hadist Abu Burdah tentang beristighfar 100 kali sehari.
عَنْ أَبِيْ بُرْدَة عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ
يَقُوْلُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَىَ اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنَّي أَتُوْبُ
إِلَى اللهِ وَ أَسْتَغْفِرُوْهُ فِيْ كُلِّ يَوْمِ مِائَةَ مَرَّةِ أَوْ أَكْثَرَ
مِنْ مِائَةِ مَرَّةِ.(رواه أحمد في
مسند الكوفيين)
“Dari Abi Burdah dari seorang laki-laki dari
sebagian sahabat Muhajirin beliau mengatakan kami telah mendengar Nabi Muhammad
bersabda: “ Wahai ingatlah manusia, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah dan
mohonlah pengampunan kami sekalian kepada-Nya, maka sesungguhnya kami bertaubat
kepada Allah dan kami mohon pengampunan kepada-Nya pada tiap hari 100 kali atau
lebih.”(HR.Ahmad)[3]
4.
Hadist Abu Hurairah tentang Allah gembira terhadap
hamba-Nya yang bertaubat.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَعَنْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ “قاَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنَّ
عَبْدِيْ بِيْ وَأَنَا مَعَهُ حَيْثُ يَذْكُرُنِيْ وَاللهِ لَلهُ اَفْرَحُ
بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ يَجِدُ ضَاّلَّتَهُ بِا لْفَلاَةِ. وَمَنْ
تَقَرِّبَ إِلَيَّ شِبْرًا، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعاً وَمَنْ تَقَرَّبَ
إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ باَعاً وَإِذَا أَقْبَلَ إِلَيَّ يَمْشِيْ
أَقْبَلْتُ إِلَيْهِ أُهَرْوِلُ (أخرجه مسلم في كتاب التوبة)
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “ Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar
berfirman: “ Aku menurut dugaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya ketika ia
ingat kepadaKu. Demi Allah, sungguh Allah lebih suka kepada taubat hamba-Nya
dari pada salah seorang di antaramu yang menemukan barangnya yang hilang di
padang. Barang siapa yang mendekatkan diri kepadaku sejengkal maka Aku
mendekatkan diri kepadanya sehasta. Dan barang siapa yang mendekatkan diri
kepadaKu sehasta, maka Aku mendekatkan diri kepadanya satu depa. Apabila ia
datang kepadaKu berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari kecil”.(HR.Muslim)[4]
5.
Hadist Abdullah Ibnu Umar tentang taubat yang
terlambat.
عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلّىَ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لَيَقْبَلُ تَوْبَةَ
اْلعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ (أخرجه إبن ماجه في كتاب الزهد)
“Dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya Allah menerima taubat
seorang hamba selama (ruh) belum sampai di tenggorokan.”(HR.Ibnu Majah)[5]
III.
PEMBAHASAN
1. Menyekutukan Allah, durhaka terhadap kedua
orang tua, membunuh tanpa alasan yang dibenarkan, dan saksi palsu.
-
Adapun dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah
dengan sesuatu. Dosa tersebut yaitu menyamakan sesuatu dengan Allah. Misalnya
menyembah kepada batu-batu pohon-pohon, matahari, bulan atau yang lainnya.[6]
-
Durhaka terhadap kedua orang tua adalah dosa besar yang
sangat dibenci oleh Allah SWT, sehingga adzabnya disegerakan Allah di dunia
ini. Hal itu mengingat betapa istimewanya kedudukan orang tua dalam ajaran
islam.[7]
-
Membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat maka
Allah tidak mau menerima taubatnya. Oleh sebab itu, apabila berkelahi dua orang
mukmin, yang membunuh dan yang terbunuh keduanya di neraka sebab orang-orang
mukmin itu bersaudara seharusnya membina cinta kasih dan persaudaraan.[8]
-
Kesaksian palsu dalam hadist ini adalah dosa yang besar.
Allah akan menempatkannya di neraka, namun demikian hal ini berlaku jika dia
tidak bertobat, jika dia bertobat dan dia menyesali dirinya, Allah menerima
taubatnya. [9]
2. Tujuh macam dosa besar.
a. Menyekutukan Allah, merupakan perbuatan yang
paling dibenci dan dimurkai oleh Allah S.W.T.
Macam- macam syirik yaitu:
1) Ramal , meramal bertentangan dengan tauhid,
karena dalam meramal ada perbuatan menisbatkan Allah S.W.T. kepada makhlukNya,
yang menyebabkan kepada keyakinan bahwa makhluk yang lemah itu mempunyai
pengaruh dalam takdir dan nasib.
2) Bersumpah kepada selain Allah S.W.T., berarti
mengagungkan dan berpaling dari Allah. Itu berarti memusuhi Allah dan
mengurangi kesempurnaan dan keagungan Allah.
3) Ruqyah adalah jampi-jampi yang denganya
digunakan oleh orang sakit, seperti sakit panas, ayan dan penyakit lainnya. Tetapi
menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani dalam buku putih Syeikh Abdul Qadir
Jaelani, boleh melakukan jampi-jampi,
jika yang digunakan untuk menjampi itu adalah ayat al-Qur’an.
4) Jimat [10]
b. Sihir : menciptakan suatu ilusi yang
seolah-olah nyata, tapi sebenarnya tidak nyata.[11]
c. Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah
kecuali karena hak.
d. Makan riba: Riba menurut bahasa adalah
tambahan, secara umum diartikan sebagai utang-piutang atau pinjam meminjam atau
barang yang disertai dengan tambahan bunga.
e. Makan harta anak yatim: orang yang makan harta
anak yatim dengan cara kejam maka sebenarnya ia memasukkan api ke dalam
perutnya dan api keluar dari mulutnya.
f. Melarikan diri sewaktu jihad: orang yang
melarikan diri pada waktu perang akan mendapat kemurkaan dari Allah dan
tempatnya adalah neraka jahanam.
g. Menuduh zina wanita-wanita mukmin yang
senantiasa memelihara dirinya: orang yang menuduh zina terhadap wanita
baik-baik, yang wanita itu tidak melakukan perzinaan, maka orang yang menuduh
itu akan mendapat kutukan, baik di dunia maupun di akhirat. [12]
3. Beristighfar 100 kali sehari.
Kita sebagai manusia tidak luput dari
kesalahan ataupun kekhilafan dari itu hendaklah kita berinstropeksi diri setiap
hari dan meminta ampun kepada Allah atas segala kesalahan kita. Dengan
beristighfar dan memohon ampun kepada Allah atas dosa kita minimal 100 kali
dalm sehari. [13]
4. Allah gembira terhadap hamba-Nya yang
bertaubat.
Taubat berakar dari akar taba yang
berarti kembali. Orang yang bertaubat kepada Allah adalah orang yang kembali
dari sesuatu menuju sesuatu, , kembali
dari larangan Allah menuju perintah-Nya , kembali dari segala yang dibenci
Allah menuju yang di ridhoi-Nya, kembali kepada Allah setelah meninggalkan-Nya,
dan kembali taat setelah menentang-Nya dan bertekat untuk tidak mengulanginya
lagi.[14]
Syarat taubat agar diterima disisi Allah,
adalah :
a) Menyesali atas pelanggaran yang dilakukan
b) Melepas dan meninggalkan semua kesalahan dalam
segala hal dan kesempatan.
c) Bertekad untuk tidak mengulangi lagi
kemaksiatan dan kesalahan yang telah dilakukan.[15]
5. Taubat yang terlambat.
Tidak ada istilah terlambat untuk kembali
kepada jalan kebenaran, kecuali kalau nyawa sudah berada ditenggorokkan atau
matahari sudah terbit dari barat, pintu taubat memang sudah tertutup. Maksudnya
Allah tetap menerima taubat seorang hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di
tenggorokkan. Oleh sebab itu, bersegeralah bertaubat sebelum maut datang
menjemput yang entah kapan.[16]
[1]
Imam Hafidz Ahmad bin ‘Ali bin Hajar, Fathul Bari juz 5 Syarah Shahih Al-
Bukhari, (ttp: Darul Fikri, tth), hlm. 261.
[4]
Imam Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim juz II, ( Lebanon: Darul Kutub
Al-Ilmiyah, 2008), hlm. 517.
[6]
Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usman Az-Dzahabi, Dosa-dosa Besar,
( Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hlm. 5.
[7]
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, ( Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam, 2007), hlm. 157.
[8]
Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2008), hlm. 12.
[9]
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadist-hadist Hukum, (
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2011), hlm. 626.
[10] Said bin
musfir Al-Qahtani, Buku Putih Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani, (Jakarta: Darul Falah, 2003), hlm.110-117
[12]
Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usman Az-Dzahabi, Dosa-dosa Besar,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hlm. 155.
[13]
Musthofa Syaikh Ibrahim Haqiqi, Tak Ada Kata Terlambat untuk Bertobat, (
Solo: Abyan, 2007), hlm. 39.
[14]
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, ( Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam, 2007), hlm. 60
[15]
Said bin musfir Al-Qahtani, Buku
Putih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, (Jakarta: Darul Falah, 2003), hlm.486-487
[16]
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, ( Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam, 2007), hlm. 59-61.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar