Jumat, 25 April 2014

KHILAFIYYAH BASMALAH DALAM SHALAT DAN DI LUAR SHALAT


Salah satu hukum fiqh yang sering di perdebatkan tanpa faidah adalah hukum membaca basmalah saat membaca surat al-Fatihah baik di dalam shalat maupun di luar shalat.
Sebagian dari saudara kita ada yang senang memperdalam wilayah khilafiyyah dan nafsu tampil beda, tanpa sadar ternyata hal tersebut menjadi penyebab perpecahan umat Islam.
Kerap kali kali kita mendengar ucapan sebagian orang "Jika shalat pakai basmalah itu pasti orang NU dan jika tanpa basmalah pasti orang Muhammadiyyah dll". Inilah salah satu ucapan yang menurut kami, menjadi biang keladi ketidak harmonisan umat Islam di tanah air. Hal itu muncul akibat kebodohan mereka dalam memahami fiqh Islam secara mendalam sehingga yang muncul adalah syahwat tampil beda lantaran ego dan fanatik buta. Klimaksnya, umat Islam menjadi terkotak-kotak akibat korban beda pandangan serta nafsu tidak dapat menghargai satu sama lain.
Syaikh Hasan Yamani berkata, "Sungguh seorang pencari ilmu ketika ilmu fiqh dan pandangannya tentang madzhab-madzhab bertambah, maka akan sedikit pengingkarannya terhadap masyarakat"
Hadits mengenai membaca basmalah saat membaca surat al-Fatihah mempunyai riwayat yang berbeda-beda. Secara kesimpulan dapat di klasifikasikan menjadi 3.
1. Riwayat Muslim dari Anas bahwa Rasulallah, Abu Bakar dan Umar dalam shalatnya tidak menyebut basmalah baik di awal atau akhir bacaan.
2. Riwayat Ahmad, an-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah bahwa Rasulallah, Abu Bakar dan Umar tidak mengeraskan membaca basmalah (lirih).
3. Riwayat an-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah dari Nu'aim al-Mujmir bahwa Abu Hurairah (hadits mauquf) dalam shalatnya membaca basmalah sebelum membaca surat al-Fatihah. Begitu juga riwayat ad-Daraqathni dari Abu Hurairah bahwa Rasulallah memerintahkan membaca basmalah saat membaca surat al-Fatihah .
Dari hadits-hadits di atas, khilafiyyah antar madzhab-madzhab Islam tidak dapat dihindarkan.
Menurut madzhab Malik, al-Auza'i dan Abu Hanifah, basmalah tidak termasuk dari bagian ayat surat al-Fatihah maupun surat yang lain. Menurut madzhab asy-Syafi'i dan sejumlah ulama, basmalah termasuk bagian ayat surat al-Fatihah dan surat-surat lain.
Sedangkan dalam lingkungan madzhab Ahmad, masih terjadi silang pendapat, dan pendapat masyhur di kalangan madzhab tersebut, basmalah tidak termasuk bagian ayat surat al-Fatihah . Dan tentu semua mempunyai argumen masing-masing.
Adapun hukum membacanya, madzhab Hanafi dan madzhab Hanbali mensyariatkan membacanya dengan lirih baik dalam shalat jahriyyah (Maghrib, Isya' dan Shubuh) atau sirriyyah (Zhuhur dan Ashar ).
Madzhab asy-Syafi'i mensyariatkan membacanya lirih saat dalam shalat sirriyyah dan membacanya keras saat dalam shalat jahriyyah. Sedangkan menurut madzhab Maliki, terjadi silang pendapat, sebagian mengatakan makruh membacanya dengan keras dan membacanya lirih di kalangan madzhab tersebut juga terjadi silang pendapat .
Menurut madzhab Maliki sendiri, membaca basmalah dalam shalat hukumnya bisa sunat apabila ada tujuan menjaga khilafiyyah ulama, sebagaimana di jelaskan oleh mayoritas ulama bahwa menjaga khilafiyyah adalah di syariatkan.
Dalam tafsir Zad al-Masir, Ibnul Jauzi mengatakan bahwa membaca keras basmalah yang menurut Syafi'iyyah di sunatkan adalah riwayat dari Mu'awiyyah, Atha' dan Thawus.
Lalu bagaimana dengan hukum sholat bagi pengikut madzhab asy-Syafi'i yang berma'mum dengan pengikut madzhab Hanafi yang tidak membaca basmalah? Menurut ulama-ulama fiqh, sebagaimana dalam kitab-kitabnya, masih terjadi perbedaan pendapat. Pendapat mayoritas ulama menilai tidak sah jama'ahnya, sedangkan pendapat lain mengatakan sah. Dan pendapat yang terakhir tersebut baik untuk di ikuti demi menjaga persatuan umat Islam yang kian hari semakin surut dan luntur.
Sah makmum dengan orang yang berbeda madzhab jika makmum mengetahui imam melakukan apa-apa yang wajib menurut makmum; demikian pula jika makmum tidak mengetahui. Jika imam yang berbeda tadi melakukan kesalahan dengan perkara yang wajib menurut aqidahnya makmum, maka tidak sah bermakmum dengannya menurut pendapat Syaikhain (Imam Nawawi dan Imam Rafi'i), dan hukumnya sah menurut Imam Qaffal. Imam Subki berkata: Pendapat yang dishahihkan oleh Syaikhain adalah pendapat mayoritas, akan tetapi pendapat Imam Qaffal lebih mendekati dalil dan perbuatan ulama salaf ". [ Kitab Ghoyatu Talkhisil Murad min Fatawa Ibni Ziyad, Hamisy Bughyatul Mustarsyidin halaman 99 ].

sumber :
https://www.facebook.com/PISS.KTB/posts/671321282921288

Baca Bismillah di Shalat

Hati-hati Memahami Hadits: Baca Bismillah di Shalat 
Banyak orang awam mengira kalau kembali ke Al Qur’an dan Hadits, niscaya tidak akan berpecah-belah karena akan satu pendapat. Ini adalah pendapat yang keliru. Kita memang harus merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits. Tapi berdasarkan pemahaman jumhur ulama yang faqih. Terutama pemahaman para ulama Mazhab yang hidup pada 3 generasi pertama terbaik di dalam Islam. Bukan berdasarkan pemahaman kita sendiri.
Jika mengacu pemahaman kita sendiri, jangankan hadits, penafsiran Al Qur’an pun bisa berbeda-beda. Tafsir Al Qur’an Islam Liberal akan beda dengan Wahabi. Tafsir Al Qur’an Wahabi pun beda dengan tafsir Al Qur’an Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang asli. Di Al Qur’an sudah dijelaskan kemungkinan beda penafsiran tersebut:
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [Ali 'Imran 7]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2013/01/09/jangan-berdebat/
Jika tidak percaya, mari kita kaji 1 studi kasus tentang Hadits-hadits yang membahas bacaan Bismillah di dalam Sholat yang dimuat di Kitab Bulughul Maram susunan Imam Ibnu Hajar Asqolani.
Bulughul Maram

Tidak Sah Sholat Tanpa membaca surat AL FATIHAH:

Hadits ke-131
Dari Ubadah Ibnu al-Shomit bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca Ummul Qur’an (al-fatihah).” Muttafaq Alaihi. 
Hadits ke-132
Dalam suatu riwayat Ibnu Hibban dan Daruquthni: “Tidak sah sholat yang tidak dibacakan al-fatihah di dalamnya.” 
Hadits ke-133
Dalam hadits lain riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban: “Barangkali engkau semua membaca di belakang imammu?” Kami menjawab: Ya. Beliau bersabda: “Jangan engkau lakukan kecuali membaca al-fatihah, karena sungguh tidak sah sholat seseorang tanpa membacanya.”
Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim di bawah menyatakan Nabi, Abu Bakar, dan Umar memulai sholat dengan “Alhamdulillah”. Bukan Bismillah. Imam Muslim menambahkan mereka tidak membaca Bismillah baik di awal bacaan mau pun di akhirnya:

Sholat Tanpa Bismillah:

Hadits ke-134
Dari Anas Ra bahwa Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar memulai sholat dengan (membaca) alhamdulillaahi rabbil ‘alamiin. Muttafaq Alaihi. 
Hadits ke-135
Muslim menambahkan: Mereka tidak membaca bismillaahirrahmaanirrahiim baik pada awal bacaan maupun akhirnya. 
Hadits ke-136
Dalam suatu riwayat Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah disebutkan: Mereka tidak membaca bismillaahirrahmaanirrahiim dengan suara keras.

Bulughul Maram 2

Shalat dengan Bismillah:

Hadits ke-137
Dalam suatu hadits lain riwayat Ibnu Khuzaimah: Mereka membaca dan amat pelan. (Pengertian ini –membaca dengan amat pelan– diarahkan pada pengertian tidak membacanya seperti pada hadits riwayat Muslim yang tentunya berbeda dengan yang menyatakan bahwa hadits ini ma’lul).
Hadits ke-138
Nu’aim al-Mujmir berkata: Aku pernah sembahyang di belakang Abu Hurairah r.a. Dia membaca (bismillaahirrahmaanirrahiim), kemudian membaca al-fatihah, sehingga setelah membaca (waladldlolliin) dia membaca: Amin. Setiap sujud dan ketika bangun dari duduk selalu membaca Allaahu Akbar. Setelah salam dia mengatakan: Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh aku adalah orang yang paling mirip sholatnya dengan Rasulullah SAW Riwayat Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah.
Hadits ke-139
Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu membaca al-fatihah maka bacalah bismillaahirrahmaanirrahiim, karena ia termasuk salah satu dari ayatnya.” Riwayat Daruquthni yang menggolongkannya hadits mauquf.
Sahih Bukhari dan Sahih Muslim adalah Kitab Hadits yang tersahih (secara sanad). Makanya disebut Sahihain. Sementara yang lain paling sekedar disebut Musnad atau Hadits biasa. Meski secara sanad sahih, belum tentu isinya (matan) sahih.
Di hadits Bulughul Maram ditegaskan sholat tanpa Al Fatihah itu tidak sah.
Imam Al Bukhari dalam Shahihnya, meriwayatkan bahwa Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu ditanya tentang bacaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia menjawab: “Adalah bacaan Beliau itu diberikan jarak yang panjang, kemudian dia membaca Bismillahirrahmanirrahim, dengan memanjangkan Bismillah, memanjangkan Ar Rahman dan memanjangkan Ar Rahim. (juga diriwayatkan oleh At Tirmidzi No. 2451, Ibnu Majah No. 4215)
Di sini meski mengacu kepada Al Qur’an dan Hadits, pendapat para ulama berbeda-beda. Ada yang berpendapat Nabi sholat tanpa membaca Bismillah, ada yang menyatakan baca Bismillah dengan suara perlahan, ada juga yang menyatakan Nabi membaca Bismillah dengan suara keras.
Pendapat Ulama pun tentang Bismillah dalam Al Fatihah berbeda-beda. Ada yang berpendapat Bismillah adalah bagian dari Al Fatihah. Ada pula yang berpendapat Bismillah bukan bagian dari Al Fatihah.
Semua sepakat Al Fatihah terdiri dari 7 ayat berdasarkan firman Allah:

وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ

Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.
“Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.” [Al Hijr 87]
Tapi pembagian ayat seperti:
Sirootholladzinaan’amta ‘alaihim Ghairil maghduubi’alaihim waladhdhoollliin
Apakah kalimat di atas 1 ayat atau 2 ayat jadi:
Sirootholladzinaan’amta ‘alaihim
Ghairil maghduubi’alaihim waladhdhoollliin
Pendapat para ulama beda-beda. Jika hanya 1 ayat, berarti Bismillah termasuk Al Fatihah. Tapi jika jadi 2 ayat, Bismillah tidak termasuk.
Jadi kalau ada yang beranggapan kalau kembali ke Al Qur’an dan Hadits PASTI pendapatnya sama dan TIDAK BEDA, itu keliru. Perbedaan itu biasa selama menyangkut masalah Furu’ (ranting) dan Khilafiyyah. Kalau tidak bisa mentoleransi perbedaan tsb, akan jadi kaum ekstrim yang akhirnya mengkafirkan sesama Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar