"أهل الحق جمعوا بين المعقول والمنقول أي بين العقل والشرع، واستعانوا في درك الحقائق بمجموعهما فسلكوا طريقًا بين طريقي الإفراط والتفريط، وسنضرب لك مثالاً يقرب من أفهام القاصرين ذَكره العلماء كما أن الله تعالى يضرب الأمثال للناس لعلهم يتذكرون، فنقول لذوي العقول: مثال العقل العين الباصرة، ومثال الشرع الشمس المضيئة، فمن استعمل العقل دون الشرع كان بمنزلة من خرج في الليل الأسود البهيم وفتح بصره يريد أن يدرك المرئيات ويفرق بين المبصَرات فيعرف الخيط الأبيض من الخيط الأسود، والأحمر من الأخضر والأصفر، ويجتهد في تحديق البصر فلا يدرك ما أراد أبدًا مع عدم الشمس المنيرة وإن كان ذا بصر وبصيرة، ومثال من استعمل الشرع دون العقل، مثال من خرج نهارًا جهارًا وهو أعمى أو مغمض العينين، يريد أن يدرك الألوان ويفرق بين الأعراض، فلا يدرك الآخر شيئًا أبدًا، ومثال من استعمل العقل والشرع جميعًا مثال من خرج بالنهار وهو سالم البصر، مفتوح العينين والشمس ظاهرة مضيئة، فما أجدره وأحقه أن يدرك الألوان على حقائقها، ويفرق بين أسودها وأحمرها وأبيضها وأصفرها".
“Golongan yang benar (Ahlul Haq) telah menyatukan antara Ma’qûl dan Manqûl, -atau antara akal dan syari’at- dalam meraih kebenaran. Mereka mempergunakan keduanya, yang dengan itulah mereka menapaki jalan moderat; jalan antara tidak berlebihan dan tidak teledor (Bayn Tharîqay al-Ifrâth Wa at-Tafrîth). Berikut ini kita berikan contoh sebagai pendekatan bagi orang-orang yang kurang paham; sebagaimana para ulama selalu membuat contoh-contoh untuk tujuan mendekatkan pemahaman, juga sebagaimana Allah dalam al-Qur’an sering menggambarkan contoh-contoh bagi manusia sebagai pengingat bagi mereka. Kita katakan bagi mereka yang memiliki akal; sesungguhnya perumpamaan akal sebagai mata yang melihat, sementara syari’at sebagai matahari bersinar. Siapa yang mempergunakan akal tanpa mempergunakan syari’at maka layakanya ia seorang yang keluar di malam yang gelap gulita, ia membuka matanya untuk dapat melihat dan dapat membedakan antara objek-objek yang ada di hadapannya, ia berusaha untuk dapat membedakan antara benang putih dari benang hitam, antara merah, hijau, dan kuning, dengan usaha kuatnya ia menajamkan pandangan; namun akhirnya dia tidak akan mendapatkan apapun yang dia inginkan, selamanya. Sementara orang yang mempergunakan akal dan syari’at secara bersamaan maka ia seperti orang yang keluar di siang hari dengan pandangan mata yang sehat, ia membuka kedua matanya di saat matahari memancarkan cahaya dengan terang, sudah tentu orang seperti ini akan secara jelas mendapatkan dan membedakan di antara warna-warna dengan sebenar-benarnya, ia dapat membedakan antara warna hitam, merah, putih, kuning dan lainnya”[1].
Maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menapaki jalan ini (menyatukan antara ma’qûl dengan manqûl); dan inilah jalan yang lurus, jalan Allah yang jelas. Siapa yang melenceng dari jalan ini maka ia akan jatuh dalam jalan setan yang bercabang-cabang dari berbagai arahnya; kanan dan kiri. Allah berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ (الأنعام: 153)
“Dan sesungguhnya ini jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah mengikuti jalan-jalan sesat yang banyak maka kalian akan tercerai-berai dari dari jalan-Nya” (QS. Al-An’am: 153)”.Dari sini diketahui dengan jelas bahwa kaum Musyabbihah Mujassimah adalah kaum yang sesat dalam akidah mereka, mereka tidak sejalan dengan ajaran-ajaran syari’at dan jalan logika sehat; ketika mereka mengatakan bahwa Allah duduk di arsy, atau kadang mereka berkata: Allah bertempat atau bersemayam di arsy. Bahkan sebagian dari mereka ada yang berkata bahwa Allah menyisakan bagian sedikit dari arsy untuk Ia dudukan Nabi Muhammad bersama-Nya di hari kiamat nanti. Termasuk dalam hal ini perkataan sesat mereka yang menyebutkan bahwa Dzat Allah bertempat di atas arsy tanpa menempel dengan arsy itu sendiri. Lebih parah lagi; ada sebagian mereka berkata bahwa Allah meletakan kaki-Nya di neraka Jahannam, Na’ûdzu billâh. Serta berbagai keyakinan sesat mereka lainnya dalam akidah tasybîh dan tajsîm dengan menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan dengan mengikuti prasangka yang mereka khayalkan.
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita di atas jalan Ahlussunnah Wal Jama’ah; kelompok lurus dan moderat sebagai kelompok yang selamat (al-Firqah an-Nâjiyah), kaum yang ketika berbicara dalam masalah-masalah tauhid mereka menjadikan akal sehat sebagai bukti bagi kebenaran teks-teks syari’at yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
Oleh ; Ustadz Kholilurrahman Abu Fateh, Lc. MA (al-Hafidz).
[1] Hazz al Ghalashim Fi Ifham al Mukhashim, h. 94
Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2014/04/fungsi-akal-sebagai-bukti-kebenaran.html#ixzz30HZ8Xn5k
Tidak ada komentar:
Posting Komentar