KISAH NYATA TAUBATNYA IBNU TAYMIYAH DI HADAPAN ULAMA ASWAJA
Ibnu taimiyyah BERITA FAKTA SEJARAH:
Kisah Taubatnya Ibnu Taimiyah di Tangan Para Ulama Aswaja, Kemudian Kembali Menyimpang Hingga Wafatnya
Berita Fakta – Sedikit saya akan mengungkap fakta sejarah yang jarang
dikupas yaitu tentang kisah taubatnya seorang figur yang menjadi cikal
bakal ajaran wahhabiyah yaitu Ibnu Taimiyyah Al-Harrani. Fakta sejarah
ini telah ditulis oleh banyak ulama Ahlus sunnah wal jama’ah yang hidup
sezaman dengan Ibnu Taimiyyah bahkan di antara mereka adalah mantan
murid dari Ibnu Taimiyyah, seperti Adz-Dzahabi dan Ibnu Syakir.
Para ulama yang menulis sejarah Ibnu Taimiyyah adalah orang-orang yang
hidup semasa dengan Ibnu Taimiyyah, mereka menyaksikan, bertemu langsung
dan bahkan ada yang berguru kepadanya sebelum Ibnu Taimiyyah menyimpang
dari ajaran salaf kemudian membebaskan diri setelah mengetahui Ibnu
Taimiyyah menyimpang dari ajaran mayoritas umat muslim. Maka mereka para
ulama tersebut lebih mengetahui sejarah dan ajaran Ibnu Taimiyyah
ketimbang kita dan para wahhabi sekarang ini.
Sebelumnya ada baiknya kita mengetahui sedikit komentar para ulama Ahlus sunnah wal jama’ah tentang ajaran Ibnu Taimiyyah :
قال المحدث الحافظ الفقيه ولي الدين العراقي ابن الشيخ الحفاظ زين الدين
العراقي : انه خرق الاجماع في مسائل كثيرة قيل تبلغ ستين مسألة بعضها في
الاصول و بعضها في الفروع خالف فيها بعد انعقاد الاجماع عليها. ( الاجوبة
المرضية على المسألة المكية)
Seorang Ahli Hadits yang mendapat gelar
Al-Hafidz Al-Faqih, Waliyuddin Al-Iraqi bin Syaikh Al-Haffadz Zainuddin
Al-Iraqi berkata ” Sesungguhnya Ibnu Taimiyyah telah merusak mayoritas
umat muslim di dalam banyak permasalahan, dikatakan mencapai 60
permasalahan sebagian mengenai akidah dan sebagian lainnya mengenai
furu’. Ia telah menyalahi permasalahan-permasalahan yang telah
disepakati oleh umat Islam “. (Al-Ajwibatul Mardhiyyah ‘alal mas-alatil
makkiyyah)
قال الشيخ ابن حجر الهيتمي ناقلا المسائل التي خالف فيها
ابن تيميه اجماع المسلمين ما نصه : وان العالم قديم بالنوع ولم يزل مع
الله مخلوقا دائما فجعله موجبا بالذات لا فاعلا بالاختيارتعالى الله عن
ذالك, وقوله بالجسمبة والجهة والانتقال و انه بقدر العرش لااصغر ولا اكبر ,
تعالى الله عن هذا الافتراء الشنيع القبيخ والكفر البراح الصريح. (الفتاوى
الحديثية ص: ١١٦)
Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitamy berkata dengan
menukil permasalahan-permasalahan Ibnu Taimiyyah yang menyalahi
kesepakaran umat Islam, yaitu : (Ibnu Taimiyyah telah berpendapat) bahwa
Alam itu bersifat dahulu dengan satu macam, dan selalu makhluk bersama
Allah. Ia telah menyandarkan alam dengan Dzat Allah Swt bukan dengan
perbuatan Allah scra ikhtiar, sungguh Maha Luhur Allah dari penyifatan
yang demikian itu. Ibnu Taimiyyah juga berkeyakinan adanya jisim pada
Allah Swt, arah dan perpindahan. Ia juga berkeyakinan bahwa Allah tidak
lebih kecil dan tidak lebih besar dari Arsy. Sungguh Allah maha Suci
atas kedustaan keji dan buruk ini serta kekufuran yang nyata
“.(Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 116)
وقال ايضا ما نصه : واياك ان
تصغي الى ما في كتب ابن تيمية وتلميذه ابن القيم الجوزية وغيرهما ممن اتخذ
الهه هواه واضله الله على علم و ختم على سمعه وقلبه وجعل على بصره غشاوة
فمن يهديه من بعدالله. و كيف تجاوز هؤلاء الملحدون الحدود و تعدواالرسوم
وخرقوا سياج الشربعة والحقيقة فظنوا بذالك انهم على هدى من ربهم وليسوا
كذالك. (الفتاوى الحديثية ص:۲۰۳)
Beliau Syaikh Ibnu Hajar juga
berkata ” Maka berhati-hatilah kamu, jangan kamu dengarkan apa yang
ditulis oleh Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah dan
selain keduanya dari orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya dan Allah telah menyesatkannya dari ilmu serta menutup
telinga dan hatinya dan menjdaikan penghalang atas pandangannya. Maka
siapakah yang mampu member petunjuk atas orang yang telah Allah jauhkan
?. Bagaimana orang-orang sesat itu telah melampai batasan-batasan
syare’at dan aturan, dan mereka pun juga telah merobek pakaian syare’at
dan hakikat, mereka masih menyangka bahwa mereka di atas petunjuk dari
Tuhan mereka, padahal sungguh tidaklah demikian “.(Al-Fatawa
Al-Haditsiyyah : 203)
Seorang ulama besar Syaikh Abu Al-Hasan Ali
Ad-Dimasyqi Rh berkata dari ayahnya bahwasanya belia bercerita ” Ketika
kami sedang duduk di majlis Ibnu Taimiyyah, dan ia berceramah hingga
sampai pada pembahasan ayat Istiwa, ia berkata ” Allah Swt beristiwa di
atas arasy-Nya seperti istiwaku ini “, maka manusia kaget dan segera
melompat ke arah Ibnu Taimiyyah dengan satu lompatan dan menurunkanya
dari kursi kemudian orang-orang segera menampar dan memukulnya dengan
sandal-sandal mereka dan selainnya. Mereka membawa Ibnu Taimiyyah ke
salah satu hakim, maka berkumpullah di majlis tersebut para ulama dan
mereka mulai mengintrogasinya ” Apa dalil dari yang telah engkau katakan
tadi ? “, Ibnu Taimiyyah menjawab ” Firman Allah Swt ; Ar-Rahmaanu
‘alal arsyis tawaa “, maka para ulama tertawa dan tahulah mereka bahwa
ibnu taimiyyah adalah orang bodoh. Yang tidak mengetahui kaidah-kaidah
ilmu.
Kemudian para ulama bertanya lagi untuk memastikan urusannya ” Apa pendapatmu tentang firman Allah :
فاينما تولوا فثم وجه الله ”
Dimanapun kamu menghadap maka di sanalah wajah Allah ” ?
Maka Ibnu
Taimiyyah menjawab dengan jawaban yang meyakinkan bahwa ia termasuk
orang bodoh yang sebenarnya, ia tidak mengetahui apa yang ia katakan dan
ia telah tertipu oleh pujian orang-orang awam padanya dan beberapa para
ulama jumud yang kosong dari ilmu yang berdasarkan dalil-dalil.
(Al-Maqoolat As-Sunniyah : 36)
Sangat banyak kritikan para ulama
Aswaja (Ahlus sunnah wal jama’ah) kepada Ibnu Taimiyyah mengenai
ajaran-ajarannya yang menyimpang dari mayoritas ulama dan umat Islam,
bahkan para ulama sempat mengarang kitab-kitab untuk membantaha
ajaran-ajarannya dan demi menyelamatkan umat Islam dari kesesatannya.
Di antaranya :
1. Al-Qâdlî al-Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama’ah asy-Syafi’i (w 733 H).
2. Al-Qâdlî Ibn Muhammad al-Hariri al-Anshari al-Hanafi.
3. Al-Qâdlî Muhammad ibn Abi Bakr al-Maliki.
4. Al-Qâdlî Ahmad ibn Umar al-Maqdisi al-Hanbali.
5. Ke empat ulama yang juga menjabat qodhi inilah yang merekomendasikan
fatwa untuk memenjarakan Ibnu Taimiyyah. Dan sempat berpindah-pindah
penjara.
6. Syekh Shaleh ibn Abdillah al-Batha-ihi, Syekh
al-Munaibi’ ar-Rifa’i. salah seorang ulama terkemuka yang telah menetap
di Damaskus (w 707 H).
7. Syekh Kamaluddin Muhammad ibn Abi al-Hasan
Ali as-Sarraj ar-Rifa’i al-Qurasyi asy-Syafi’i. salah seorang ulama
terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. • Tuffâh
al-Arwâh Wa Fattâh al-Arbâh
8. Ahli Fiqih dan ahli teologi serta
ahli tasawwuf terkemuka di masanya; Syekh Tajuddin Ahmad ibn ibn
Athaillah al-Iskandari asy-Syadzili (w 709 H).
9. Pimpinan para
hakim (Qâdlî al-Qudlât) di seluruh wilayah negara Mesir; Syekh Ahmad ibn
Ibrahim as-Suruji al-Hanafi (w 710 H) • I’tirâdlât ‘Alâ Ibn Taimiyah Fi
‘Ilm al-Kalâm.
10. Pimpinan para hakim madzhab Maliki di seluruh
wilayah negara Mesir pada masanya; Syekh Ali ibn Makhluf (w 718 H). Di
antara pernyataannya sebagai berikut: “Ibn Taimiyah adalah orang yang
berkeyakinan tajsîm, dan dalam keyakinan kita barangsiapa berkeyakinan
semacam ini maka ia telah menjadi kafir yang wajib dibunuh”.
11.
Syekh al-Faqîh Ali ibn Ya’qub al-Bakri (w 724 H). Ketika suatu waktu Ibn
Taimiyah masuk wilayah Mesir, Syekh Ali ibn Ya’qub ini adalah salah
seorang ulama terkemuka yang menentang dan memerangi berbagai faham
sesatnya.
12. Al-Faqîh Syamsuddin Muhammad ibn Adlan asy-Syafi’i (w
749 H). Salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn
Taimiyah yang telah mengutip langsung bahwa di antara kesesatan Ibn
Taimiyah mengatakan bahwa Allah berada di atas arsy, dan secara hakekat
Dia berada dan bertempat di atasnya, juga mengatakan bahwa sifat Kalam
Allah berupa huruf dan suara.
13. Imam al-Hâfizh al-Mujtahid
Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H). • al-I’tibâr Bi Baqâ’
al-Jannah Wa an-Nâr. • ad-Durrah al-Mudliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn
Taimiyah. • Syifâ’ as-Saqâm Fî Ziyârah Khair al-Anâm. • an-Nazhar
al-Muhaqqaq Fi al-Halaf Bi ath-Thalâq al-Mu’allaq. • Naqd al-Ijtimâ’ Wa
al-Iftirâq Fî Masâ-il al-Aymân Wa ath-Thalâq. • at-Tahqîq Fî Mas-alah
at-Ta’lîq. • Raf’u asy-Syiqâq Fî Mas’alah ath-Thalâq.
14.
Al-Muhaddits al-Mufassir al-Ushûly al-Faqîh Muhammad ibn Umar ibn Makki
yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Murahhil asy-Syafi’i (w 716 H). Di
masa hidupnya ulama besar ini telah berdebat dan memerangi Ibn Taimiyah.
15. Imam al-Hâfizh Abu Sa’id Shalahuddin al-’Ala-i (w 761 H). Imam
terkemuka ini mencela dan telah memerangi Ibn Taimiyah. Lihat kitab
Dakhâ-ir al-Qashr Fî Tarâjum Nubalâ’ al-’Ashr karya Ibn Thulun pada
halaman 32-33. • Ahâdîts Ziyârah Qabr an-Naby.
16. Pimpinan para
hakim (Qâdlî al-Qudlât) kota Madinah Imam Abu Abdillah Muhammad ibn
Musallam ibn Malik ash-Shalihi al-Hanbali (w 726 H).
17. Imam Syekh
Ahmad ibn Yahya al-Kullabi al-Halabi yang dikenal dengan sebutan Ibn
Jahbal (w 733 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. • Risâlah Fî Nafyi
al-Jihah.
18. Al-Qâdlî Kamaluddin ibn az-Zamlakani (w 727 H). Ulama
besar yang semasa dengan Ibn Taimiyah ini telah memerangi seluruh
kesesatan Ibn Taimiyah, hingga beliau menuliskan dua risalah untuk itu.
Pertama dalam masalah talaq, dan kedua dalam masalah ziarah ke makam
Rasulullah.
19. Al-Qâdlî Shafiyuddin al-Hindi (w 715 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri.
20. Al-Faqîh al-Muhaddits Ali ibn Muhammad al-Baji asy-Syafi’i (w 714
H). Telah memerangi Ibn Taimiyah dalam empat belas keyakinan sesatnya,
dan telah mengalahkan serta menundukannya.
21. Sejarawan terkemuka
(al-Mu-arrikh) al-Faqîh al-Mutakallim al-Fakhr ibn Mu’allim al-Qurasyi
(w 725 H). • Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu’tadî
22. Al-Faqîh
Muhammad ibn Ali ibn Ali al-Mazini ad-Dahhan ad-Damasyqi (w 721 H). •
Risâlah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah Fî Mas-alah ath-Thalâq. • Risâlah
Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah Fî Mas-alah az-Ziayârah
23. Al-Faqîh Abu al-Qasim Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad asy-Syirazi (w 733 H). • Risâlah Fi ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah
24. Al-Faqîh al-Muhaddits Jalaluddin al-Qazwini asy-Syafi’i (w 739 H).
25. As-Sulthan Ibn Qalawun (w 741 H). Beliau adalah Sultan kaum
Muslimin saat itu, telah menuliskan surat resmi prihal kesesatan Ibn
Taimiyah.
26. Al-Hâfizh adz-Dzahabi (w 748 H) yang merupakan murid
Ibn Taimiyah sendiri. • Bayân Zaghl al-’Ilm Wa ath-Thalab. • an-Nashîhah
adz-Dzahabiyyah.
27. Al-Mufassir Abu Hayyan al-Andalusi (745 H). • Tafsîr an-Nahr al-Mâdd Min al-Bahr al-Muhîth
28. Syekh Afifuddin Abdullah ibn As’ad al-Yafi’i al-Yamani al-Makki (w 768 H).
29. Al-Faqîh Syekh Ibn Bathuthah, salah seorang ulama terkemuka yang telah banyak melakukan rihlah (perjalanan).
30. Al-Faqîh Tajuddin Abdul Wahhab ibn Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 771 H). • Thabaqât asy-Syâfi’iyyah al-Kubrâ
31. Seorang ulama ahli sejarah terkemuka (al-Mu-arrikh) Syekh Ibn Syakir al-Kutubi (w 764 H). • ‘Uyûn at-Tawârikh.
32. Syekh Umar ibn Abi al-Yaman al-Lakhmi al-Fakihi al-Maliki (w 734
H). • at-Tuhfah al-Mukhtârah Fî ar-Radd ‘Alâ Munkir az-Ziyârah
33.
Al-Qâdlî Muhammad as-Sa’di al-Mishri al-Akhna’i (w 750 H). • al-Maqâlât
al-Mardliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ Man Yunkir az-Ziyârah al-Muhammadiyyah,
dicetak satu kitab dengan al-Barâhîn as-Sâthi’ah karya Syekh Salamah
al-Azami.
34. Syekh Isa az-Zawawi al-Maliki (w 743 H). • Risâlah Fî Mas-alah ath-Thalâq.
35. Syekh Ahamad ibn Utsman at-Turkimani al-Jauzajani al-Hanafi (w 744
H). • al-Abhâts al-Jaliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Taimiyah.
36. Imam
al-Hâfizh Abdul Rahman ibn Ahmad yang dikenal dengan Ibn Rajab
al-Hanbali (w 795 H). • Bayân Musykil al-Ahâdîts al-Wâridah Fî Anna
ath-Thalâq ats-Tsalâts Wâhidah.
37. Imam al-Hâfizh Ibn Hajar
al-Asqalani (w 852 H). • ad-Durar al-Kâminah Fî A’yân al-Mi-ah
ats-Tsâminah. • Lisân al-Mizân. • Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri. •
al-Isyârah Bi Thuruq Hadîts az-Ziyârah.
38. Imam al-Hâfizh Waliyuddin al-Iraqi (w 826 H). • al-Ajwibah al-Mardliyyah Fî ar-Radd ‘Alâ al-As-ilah al-Makkiyyah.
39. Al-Faqîh al-Mu-arrikh Imam Ibn Qadli Syubhah asy-Syafi’i (w 851 H). • Târîkh Ibn Qâdlî Syubhah.
40. Al-Faqîh al-Mutakallim Abu Bakar al-Hushni penulis kitab Kifâyah
al-Akhyâr (829 H). • Daf’u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad Wa Nasaba
Dzâlika Ilâ Imam Ahmad.
41. Salah seorang ulama terkemuka di daratan Afrika pada masanya; Syekh Abu Abdillah ibn Arafah at-Tunisi al-Maliki (w 803 H).
42. Al-’Allâmah Ala’uddin al-Bukhari al-Hanafi (w 841 H). Beliau
mengatakn bahwa Ibn Taimiyah adalah seorang yang kafir. Beliau juga
mengkafirkan orang yang menyebut Ibn Taimiyah dengan Syekh al-Islâm jika
orang tersebut telah mengetahui kekufuran-kekufuran Ibn Taimiyah.
Pernyataan al-’Allâmah Ala’uddin al-Bukhari ini dikutip oleh Imam
al-Hâfizh as-Sakhawi dalam kitab adl-Dlau’ al-Lâmi’.
43. Dan masih banyak lagi ulama yang lainnya.
Sekarang marilah kita simak penuturan seorang ulama yang sezaman dengan
Ibnu Taimiyyah yaitu Ibnu Syakir Al-Kutuby dalam salah satu kitab
tarikhnya juz 20 yang telah diabadikan oleh seorang ulama besar dari
kalangan Ahlus sunnah yang terkenal di seluruh penjuru dunia yaitu
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Astqolani dalam kitabnya ” Ad-Duroru Al-Kaaminah
” dan beliau juga penyarah kitab Shohih Bukhori yang dinamakan Fathu
Al-Bari. Berikut penuturan beliau yang begitu panjang namun saya singkat
dengan tanpa menghilangkan maksud tujuannya :
Sidang Pertama :
”Di tahun 705 di hari ke delapan bulan Rajab, Ibnu Taimiyyah disidang
dalam satu majlis persidangan yang dihadiri oleh para penguasa dan para
ulama ahli fiqih di hadapan wakil sulthon. Maka Ibnu Taimiyyah ditanya
tentang aqidahnya, lalu ia mengutarakan sedikit dari aqidahnya. Kemudian
dihadirkan kitab aqidahnya Al-Wasithiyyah dan dibacakan dalam
persidangan, maka terjadilah pembahasan yang banyak dan masih ada sisa
pembahasan yang ditunda untuk sidang berikutnya.
Dan di tahun 707
hari ke-6 bulan Rabi’ul Awwal hari kamis, Ibnu Taimiyyah menyatakan
taubatnya dari akidah dan ajaran sesatnya di hadapan para ulama Ahlus
sunnah wal jama’ah dari kalangan empat madzhab, bahkan ia membuat
perjanjian kepada para ulama dan hakim dengan tertulis dan tanda tangan
untuk tidak kembali ke ajaran sesatnya, namun setelah itu ia pun masih
sering membuat fatwa-fatwa nyeleneh dan mengkhianati surat perjanjiannya
hingga akhirnya ia mondar-mandir masuk penjara dan wafat di penjara
sebagaimana nanti akan diutarakan ucapan dari para ulama.
Berikut ini pernyataan Ibnu taimiyyah tentang pertaubatannya :
الحمد الله، الذي أعتقده أن في القرءان معنى قائم بذات الله وهو صفة من
صفات ذاته القديمة الأزلية وهو غير مخلوق، وليس بحرف ولا صوت، وليس هو حالا
في مخلوق أصلا ولا ورق ولا حبر ولا غير ذلك، والذي أعتقده في قوله: ?
الرحمن على آلعرش آستوى ? [سورة طه] أنه على ما قال الجماعة الحاضرون وليس
على حقيقته وظاهره، ولا أعلم كنه المراد به، بل لا يعلم ذلك إلا الله،
والقول في النزول كالقول في الاستواء أقول فيه ما أقول فيه لا أعرف كنه
المراد به بل لا يعلم ذلك إلا الله، وليس على حقيقته وظاهره كما قال
الجماعة الحاضرون، وكل ما يخالف هذا الاعتقاد فهو باطل، وكل ما في خطي أو
لفظي مما يخالف ذلك فهو باطل، وكل ما في ذلك مما فيه إضلال الخلق أو نسبة
ما لا يليق بالله إليه فأنا بريء منه فقد تبرأت منه وتائب إلى الله من كل
ما يخالفه وكل ما كتبته وقلته في هذه الورقة فأنا مختار فى ذلك غير مكره.
(كتبه أحمد بن تيمية) وذلك يوم الخميس سادس شهر ربيع الآخر سنة سبع وسبعمائة.
”Segala puji bagi Allah yang aku yakini bahwa di dalam Al-Quran
memiliki makna yang berdiri dengan Dzat Allah Swt yaitu sifat dari
sifat-sifat Dzat Allah Swt yang maha dahulu lagi maha azali dan al-Quran
bukanlah makhluq, bukan berupa huruf dan suara, bukan suatu keadaan
bagi makhluk sama sekali dan juga bukan berupa kertas dan tinta dan
bukan yang lainnya. Dan aku meyakini bahwa firman Allah Swt “ الرحمن على
آلعرش آستوى adalah apa yang telah dikatakan oleh para jama’ah (ulama)
yang hadir ini dan bukanlah istawa itu secara hakekat dan dhohirnya, dan
aku pun tidak mengetahui arti dan maksud yang sesungguhnya kecuali
Allah Swt, bukan istawa secara hakekat dan dhohir seperti yang
dinyatakan oleh jama’ah yang hadir ini. Semua yang bertentangan dengan
akidah I ni adalah batil. Dan semua apa yang ada dalam tulisanku dan
ucapanku yang bertentangan dari semua itu adalah batil. Semua apa yang
telah aku gtulis dan ucapkan sebelumnya adalah suatu penyesatan kepada
umat atau penisbatan sesuatu yang tidak layak bagi Allah Swt, maka aku
berlepas diri dan menjauhkan diri dari semua itu. Aku bertaubat kepada
Allah dari ajaran yang menyalahi-Nya. Dan semua yang aku dan aku ucapkan
di kertas ini maka aku dengan suka rela tanpa adanya paksaan “
Telah menulisnya : (Ahmad Ibnu Taymiyyah)
Kamis, 6-Rabiul Awwal-707 H.
Di atas surat pernyaan itu telah ditanda tangani di bagian atasnya oleh Ketua hakim, Badruddin bin jama’ah.
Pernyataan ini telah disaksikan, diakui dan ditanda tangani oleh :
- Muhammad bin Ibrahim Asy-Syafi’i, beliau menyatakan :
اعترف عندي بكل ما كتبه بخطه في التاريخ المذكور
(Aku mengakui segala apa yang telah dinyatakan oleh Ibnu Taymiyyah ditanggal tersebut)
- Abdul Ghoni bin Muhammad Al-Hanbali :
اعترف بكل ما كتب بخطه
(Aku mengakui apa yang telah dinyatakannya)
- Ahmad bin Rif’ah
- Abdul Aziz An-Namrowi :
أقر بذلك (Aku mengakuinya)
- Ali bin Miuhammad bin Khoththob Al-Baji Asy-Syafi’I :
أقر بذلك كله بتاريخه (Aku mengakui itu dengan tanggalnya)
- Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al-Husaini :
جرى ذلك بحضوري في تاريخه (Ini terjadi di hadapanku dengan tanggalnya)
- Abdullah bin jama’ah (Aku mengakuinya)
- Muhammad bin Utsman Al-Barbajubi :
أقز بذلك وكتبه بحضوري (Aku mengakuinya dan menulisnya dihadapanku)
Mereka semua adalah para ulama besar di masa itu salah satunya adalah
syaikh Ibnu Rif’ah yang telah mengarang kitab Al-Matlabu Al-’Aali ”
syarah dari kitab Al-Wasith imam Ghozali sebanyak 40 jilid.
Ibnu Taymiyyah Kembali Menyimpang
-------------------------------------------
Namun faktanya Ibnu Taymiyah tidak lama melanggar perjanjian tersebut
dan kembali lagi dengan ajaran-ajaran menyimpangnya. Sampai-sampai
dikatakan oleh seorang ulama :
لكن لم تمض مدة على ذلك حتى نقض ابن تيمية عهوده ومواثيقه كما هو عادة أئمة الضلال ورجع إلى عادته القديمة في الإضلال. ”
Akan tetapi tidak lama setelah itu Ibnu Taimiyyah melanggar perjanjian
dan pernyataannya itu sebegaimana kebiasaan para imam sesat dan ia
kembali pada kebiasaan lamanya di dalam menyesatkan umat “
Sidang kedua :
Diadakan hari jum’ah hari ke-12 dari bulan Rajab. Ikut hadir saat itu
seorang ulama besar Shofiyuddin Al-Hindiy. Maka mulailah pembahasan,
mereka mewakilkan kepada syaikh Kamaluddin Az-Zamalkani dan akhirnya
beliau memenangkan diskusi itu, beliau telah membungkam habis Ibnu
Taimiyyah dalam persidangan tersebut. Ibnu Taimiyyah merasa khawatir
atas dirinya, maka ia memberi kesaksian pada orang-orang yang hadir
bahwa ia mengaku bermadzhab Syafi’i dan beraqidah dengan aqidah imam
Syafi’i. Maka orang-orang ridho dengannya dan mereka pun pulang.
Sidang ketiga :
Sebelumnya Ibnu Taimiyyah mengaku bermadzhab Syafi’I, namun pada
kenyataannya ia masih membuat ulah dengan fatwa-fatwa yang aneh-aneh
sehingga banyak mempengaruhi orang lain. Maka pada akhir bulan Rajab,
para ulama ahli fiqih dan para qodhi berkumpul di satu persidangan yang
dihadiri wakil shulthon saat itu. Maka mereka semua saling membahas
tentang permasalahan aqidah dan berjalanlah persidangan sbgaiamana
persidangan yang pertama.
Setelah beberapa hari datanglah surat
dari sulthon untuk berangkat bersama seorang utusan dari Mesir dengan
permintaan ketua qodhi Najmuddin. Di antara isi surat tersebut berbunyi ”
Kalian mengetahui apa yang terjadi di tahun 98 tentang aqidah Ibnu
Taimiyyah “. Maka mereka bertanya kepada orang-orang tentang apa yang
terjadi pada Ibnu Taimiyyah. Maka orang-orang mendatangkan aqidah Ibnu
Taimiyyah kepada qodhi Jalaluddin Al-Quzwaini yang pernah dihadapkan
kepada ketua qodhi imamuddin. Maka mereka membincangkan masalah ini
kepada Raja supaya mengirim surat untuk masalah ini dan raja pun
mnyetujuinya.
Kemudian setelah itu Raja memerintahkan syamsuddin
Muhammad Al-Muhamadar Ibnuuntuk mendatangi Ibnu Taimiyyah dan ia pun
berkata kepada Ibnu Taimiyyah ”Raja telah memerintahkanmu untuk pergi
esok hari. Maka Ibnu Taimiyyah berangkat ditemani oleh dua Abdullah dan
Abdurrahman serta beberapa jama’ahnya.
Sidang keempat :
Maka
pada hari ketujuh bulan Syawwal sampailah Ibnu Taymiyyah ke Mesir dan
diadakan satu persidangan berikutnya di benteng Kairo di hadapan para
qodhi dan para ulama ahli fiqih dari empat madzhab. Kemudian syaikh
Syamsuddin bin Adnan Asy-Syafi’I berbicara dan menyebutkan tentang
beberapa fasal dari aqidah Ibnu Taimiyyah. Maka Ibnu Taimiyyah memulai
pembicaraan dengan pujian kepada Allah Swt dan berbicara dengan
pembicaraan yang mengarah pada nasehat bukan
pengklarifikasian.
Maka dijawab ” Wahai syaikh, apa yang kau bicarakan kami telah
mengetahuinya dan kami tidak ada hajat atas nasehatmu, kami telah
menampilkan pertanyaan padamu maka jawablah ! “. Ibnu Taimiyah hendak
mengulangi pujian kepada Allah, tapi para ulama menyetopnya dan berkata ”
Jawablah wahai syaikh “. Maka Ibnu Taimiyyah terdiam “.
Dan para
ulama mengulangi pertanyaan berulang-ulang kali tapi Ibnu Taimiyyah
selalu berbeli-belit dalam berbicara. Maka seorang qodhi yang bermadzhab
Maliki memerintahkannya untuk memenjarakan Ibnu Taimiyyah di satu
ruangan yang ada di benteng tersebut bersama dua saudaranya yang ikut
bersamanya itu.
Begitu lamanya ia menetap di penjara dalam
benteng tersebut hingga ia wafat dalam penjara pada malam hari tanggal
22, Dzulqo’dah tahun 728 H.
Sejarah ini telah ditulis oleh para
ulama di dalam banyak literaul kitab yang mu’tabar di antaranya kitab
Ad-Duraru Al-Kaminah karya Ibnu Hajar, kitab Nihayah Al-Arab Fi Funun
Al-Adab karya As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H cetakan Dar
Al-Kutub Al-Misriyyah dan yang lainnya.
Demikianlah sejarah
singkat Ibnu Taymiyah seorag figur inspirator munculnya ajaran wahhabi
dan seorang ulama andalan yang dijadikan rujukan oleh para ulama
wahhabi.
Semoga hal ini menjadi renungan bagi para pengikut wahhabi… sebab ini semua adalah fakta sejarah.
--------------------------------------------
http://ummatipress.com/kisah-nyata-taubatnya-ibnu-taymiyah-di-hadapan-ulama-aswaja.html