Minggu, 16 November 2014

Bid'ah dengan politik.

Saat ini kita hidup di era bid'ah. Era di mana isu bid'ah menjadi perbincangan "wajib" di hampir kebanyakan majelis keagamaan yang digelar di beberapa tempat. Topik tentang bid'ah ini seperti harus selalu diangkat karena dipandang dapat mengancam eksistensi Islam sebagai ajaran yang berasal dari Allah SWT. Bahkan, karena dianggap "wajib", pembicaraan tentang bid'ah itu mengalahkan perhatian untuk menyelamatkan sebagian umat Islam yang nyaris terjerumus ke dalam kekufuran karena lemahnya daya saing ekonomi.

Banyak catatan yang ingin saya sampaikan di sini seputar "sosialisasi tema bid'ah" yang sering diperdengarkan secara luas: Relasi isu bid'ah dengan politik.
Sebagaimana yang terbaca di dalam banyak keterangan sejarah, kemunculan isu bid'ah dipicu oleh ketegangan politik yang terjadi pada abad ke-2 Hijriyyah. Satu abad sebelumnya, Nabi Muhammad shalawatullah wa salaamuhu alaihi telah mengingatkan para sahabat akan munculnya fenomena tersebut,  oleh al-Nawawi di dalam Riyadhus Shalihin bab fi al-amri bi al-Muhafadzatu alas Sunnah wa aadabiha:

اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَاِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ وَاِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَتَرَى اِخْتِلاَفًا كَثِيْرًا عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّواجِذِ وَاِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْاُمُوْرِ فَاِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Aku berwasiat kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah, serta mendengar dan memberikan ketaatan, meskipun kalian diperintah oleh seorang budak dari Habsyah. Sungguh siapa saja di antara kalian yang dipanjangkan umjurnya akan melihat banyak pertentangan. Tetaplah berpegang kepada sunnahku dan sunnah para pemimpin yang mendapat petunjuk dan bimbingan, peganglah sunnah-sunnah itu erat-erat. Berhati-hatilah terhadap semua yang baru karena sesungguhnya semua yang baru (bid'ah) itu adalah kesesatan 
(HR Abu Dawud dan al-Turmudzi, beliau menyatakan Hasan Shahih, hadits nomor 157 Riyadhus Shalihin)
 
Mari kita baca secara seksama bagaimana arah ucapan Nabi yang disebutkan di dalam hadits di atas. Pertama, Nabi Muhammad berwasiat kepada umatnya untuk selalu memelihara ketaatan kepada Allah. Jelas ini merupakan nasihat pokok semua Nabi kepada umat-umatnya.

Kedua
, Nabi saw berbicara tentang ketaatan yang di dalam hal ini dikaitkan dengan kepemimpinan. Penyebutan identitas "budak habsyah" sebagai pemimpin di dalam hadits di atas menegaskan sikap Nabi Muhammad yang menolak semua bentuk diskriminasi serta penegasan beliau tentang pentingnya penghormatan terhadap proses kepemimpinan yang norma-normanya telah diatur di dalam ajaran Islam.

Ketiga
, setelah itu Nabi Muhammad mengungkap adanya fenomena perpecahan terjadi, yang disebabkan karena persoalan kepemimpinan.

Keempat
, perintah Nabi Muhammad kepada para sahabat untuk mengikuti jalan yang dilalui Nabi saw dan para pemimpin yang mendapat petunjuk.

Kelima
, bahwa situasi perpecahan tersebut berpotensi mendorong munculnya hal-hal baru dalam agama. Keterkaitan penyebutan kata bid'ah, di dalam perintah mengikuti sunnah Nabi saw dan sunnah para khalifah menjelaskan bahwa yang dinamakan bid'ah adalah semua yang menyalahi prinsip-prinsip yang telah dibangun Nabi saw dan yang dipahami oleh para sahabat.

Sejarah kemudian mencatat bagaimana aliran-aliran di tubuh umat Islam muncul hampir sebagian besarnya karena didorong oleh motif politik. Dapat disebut di sini, Syiah yang muncul karena ketidakpuasan pendukung Ali ibnu Abu Thalib terhadap hasil konsensus di Saqifah Bani Sa'ad yang mendorong naiknya Abu Bakar radhiyallahu anhu sebagai khalifah.

Setelah munculnya, kelompok Syiah--dalam jumlah yang masih minoritas ketika itu--muncul pula Musailamah al-Kazzab, Sajjah Tamimiyah dan Thulaihah al-Khuwailid yang mendeklarasikan kenabian mereka setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.

Perlu dicatat juga di sini, deklarasi nabi-nabi palsu sesungguhnya didasari oleh motivasi politik dari mereka yang menganggap bahwa perluasan Islam ke seluruh daratan Arab sesungguhnya didasari oleh motif ekspansi suku Quraisy dengan membonceng ajaran Islam. 

Puluhan tahun setelah munculnya fenomena nabi-nabi palsu, muncul kelompok Khawarij yang sebelumnya adalah pendukung Ali ibnu Abu Thalib dalam pencalonan khalifah, karena ketidakpuasan mereka terhadap sikap Ali ibnu Abu Thalib di dalam Perang Shiffin yang menerima hasil perundingan dan mengantarkan Muawiyah ibnu Abu Sufyan menjadi khalifah yang legitimate. (bersambung)

Oleh : KH. Abdi Kurnia Djohan

Related Articles

Tidak ada komentar:

Posting Komentar