Jumat, 22 Mei 2015

Sejarah membaca Amin

Untuk kata amin yang diucapkan ketika selesai membaca surat Al-Fatihah bukan merupakan bagian dari Al-Qur’an tetapi disunnahkan bagi kita untuk membacanya ketika selesai membaca surat Al-Fatihah, sebagaimana sbada Rasulullah SAW:

علمني جبريل آمين عند فراغي من قراءة سورة الفاتحة

“Jibril mengajarkan kepadaku agar membaca amin ketika aku selesai membaca surat Al-Fatihah.”Al-Baihaqi dan beberapa ulama lainnya mengatakan tentang bacaan amin sewaktu shalat jahriyah (shalat yang bacaan Al-Fatihahnya dikeraskan) yaitu imam membacanya dengan jelas (dapat didengar oleh ma’mum), sebagaimana riwayat dari Wail bin Hujr, adalah Rasulullah SAW jika selesai membaca :


وَلاَ الضَّآلِّيْنَ

beliau mengucapkan amin dengan mengeraskan suaranya dan ma’mum mengucapkan juga bersamaan dengan imamnya.

Dalam salah satu hadits, Nabi SAW bersabda :

إذا قام الإمام ولا الضـــــــــالين، فقولوا آمين، فإن الملائكة يقول آمين، فإن الإمام يقول آمين، ومن وافق تأمينه تأمين الملائكة غفرله ماتقدم من ذنبه

“Apabila imam selesai mengucapkan :

ولا الضـــــــــالين

maka ucapkanlah amin karena para malikat juga mengucapkan amin barang siapa yang ketika membaca amin bertepatan dengan malikat ketika membaca amin, maka dosanya yang lalu diampuni oleh Allah".
Menurut Asy-Syaikh Al-Jarjaniy sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Al-Amaliy akan diampuni dosanya baik yang telah lalu maupun yang belakangan/akan datang.
Sumber : Kitab Tarikh Damsyik, dalam sebuah hadits riwayat Ibnu 'Asakir dari Syaddad bin Aus.

Rahasia dan keutamaan surat al fatihah

Ibnu Dharis meriwayatkan dari Abi Qibalah, Nabi SAW bersabda :

من شاهد فاتحة الكتاب حين تستفتح كمن شهد فتحا في سبيل الله، ومن شهدها حين تختم كان كمن شهد الغنائم حين تقسم

“Barang siapa menyaksikan fatihatul kitab ketika mulai dibaca maka dia seperti seseorang yang menyaksikan peperangan di jalan Allah, dan barang siapa menyaksikannya ketika ditutup maka dia seperti orang yang menyaksikan ketika harta rampasan dibagikan”. Dalam kitabnya Tarikh Damsyik, Ibnu Asakir meriwayatkan sebuah hadits dari Syaddad bin Aus, RAsulullah SAW bersabda :

إذا أخذا أحدكم مضجعه ليرقد، فليقرأ بأم الكتاب وسورة، فإن الله يوكل به ملكا يهب معه إذاهب

“Apabila seseorang diantara kalian hendak mulai tidur, maka bacalah ummul kitab (surat fatihah) dan salah satu dari surat dalam Al-Qur’an, maka Allah akan mewakilkan untuknya malaikat yang akan bangun bersamanya jika dia bangun.”

Para ulama berpendapat bahwa surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan bismillaahirrahmaanirrahiim merupakan salah satu ayat dari surat Al-Fatihah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Daruquthniy dan Imam Bukhari dalam kitab tarikhnya dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

إذا قرأتم الحمدلله فاقرأوا بسم الله الرحمن الحيم، لأنها أم القران وام الكتاب والسبع المثاني بسم الله الرحمن الرحيم إحدى اياتها

“Jika Engkau membaca Alhamdulillah (surat Al-Fatihah) bacalah bismillaahirrahmaanirrahiim karena merupakan induk Al-Quran daj kerupakan Sab’ul Matsani dan bismillaahirrahmaanirrahiim adalah salah satu dari ayatnya”. Untuk kata amin (آمين) yang diucapkan ketika selesai membaca surat Al-Fatihah bukan merupakan bagian dari Al-Qur’an tetapi disunnahkan bagi kita untuk membacanya ketika selesai membaca surat Al-Fatihah, sebagaimana sbada Rasulullah SAW :

علمني جبريل آمين عند فراغي من قراءة سورة الفاتحة

“Jibril mengajarkan kepadaku agar membaca amin (آمين) ketika aku selesai membaca surat Al-Fatihah”. Al-Baihaqi dan beberapa ulama lainnya mengatakan tentang bacaan amin (آمين) sewaktu shalat jahriyah (shalat yang bacaan Al-Fatihahnya dikeraskan) yaitu imam membacanya dengan jelas (dapat didengar oleh ma’mum), sebagaimana riwayat dari Wail bin Hujr, adalah Rasulullah SAW jika selesai membaca wa ladhdhooliin beliau mengucapkan amin (آمين) dengan mengeraskan suaranya dan ma’mum mengucapkan juga bersamaan dengan imamnya. Dalam salah satu hadits, Nabi SAW bersabda :

إذا قام الإمام ولا الضـــــــــالين، فقولوا آمين، فإن الملائكة يقول آمين، فإن الإمام يقول آمين، ومن وافق تأمينه تأمين الملائكة غفرله ماتقدم من ذنبه

“Apabila imam selesai mengucapkan wa ladhdhooliin maka ucapkanlah آمين , karena para malikat juga mengucapkan آمين , barang siapa yang ketika membaca آمين bertepatan dengan malikat ketika membaca آمين , maka dosanya yang lalu diampuni oleh Allah.”

Menurut Asy-Syaikh Al-Jarjaniy sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Al-Amaliy akan diampuni dosanya baik yang telah lalu maupun yang belakangan/akan datang.

[ Hikayat ] Dalam kitab Zadul Musafirin diceritakan bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada khalifah Umar bin Khattab yang isinya : Aku baca di kitab Injil bahwa siapa yang membaca satu surat yang tidak terdapat didalamnya 7 huruf, yaitu tsa (ث),kha (خ), zha (ظ), fa (ف), za (ز), jim (ج) dan syin (ش), siapa yang membaca surat ini maka Allah akan mengharamkan tubuhnya tersentuh api neraka, maka kami mencarinya dalam kitab Zabur, dan kitab Taurat tetapi tidak kami temukan, apakah surat itu terdapat pada kitab kalian? Setelah membaca surat ini khalifah Umar mengumpulkan pada sahabat dan menceritakan tentang isi surat dari kaisar tersebut, maka salah seorang sabahat Ubay bin Ka’ab mengatakan bahwa yang dimaksud oleh kaisar itu adalah surat Al-Fatihah, setelah mendengar itu khalifa Umar langsung mengirimkan jawabannya, tidak lama setelah mengetahui itu kaisar tersebut masuk Islam. 

AMIN,AMIIN,AAMIN,AMIEN, YANG BETUL AAMIIN...

Bismillahirrahmanirrahim……
maaf sering kita membahas masalah ini digroup ataupun dimajelis tapi ga salahnya kita bahas lagi digroup ini

Sudah Benarkah Ucapan “Aamiin...” Kita ???

1. ”AMIN” (alif dan mim sama-sama pendek), artinya AMAN, TENTRAM<p> 2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek), artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN
3. ”AMIIN” (alif pendek & mim panjang), artinya JUJUR TERPERCAYA<p> 4. “AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang), artinya YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI

Bismillah. . . Mungkin artikel ini tidaklah seberapa penting buat sebagian orang, tapi buat saya pribadi teramat sangatlah penting sekali (lengkap amat kalimatnya ). Banyak saya temui diantara teman-teman FB ini yang menurut saya salah dalam penulisan Aamiin. Ada yang menulis “amin“, “amiin”, “aamin” bahkan tidak jarang juga ada yg menulis “Amien” Seperti kita ketahui Lafaz Aamiin diucapkan didalam dan diluar salat, diluar salat, aamiin diucapkan oleh orang yang mendengar doa orang lain.

Aamiin termasuk isim fiil Amr, yaitu isim yang mengandung pekerjaan. Maka para ulama jumhur mengartikannya dengan Allahummas istajib (ya Allah ijabahlah). Makna inilah yang paling kuat dibanding makna-makna lainnya seperti bahwa aamiin adalah salah satu nama dari asma Allah
Subhanahu wata’alaa.

Membaca aamiin adalah dengan memanjangkan a (alif) dan memanjangkan min, apabila tidak demikian akan menimbulkan arti lain.

Dalam Bahasa Arab, ada empat perbedaan kata “AMIN” yaitu :
1. ”AMIN” (alif dan mim sama-sama pendek), artinya AMAN, TENTRAM
2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek), artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN
3. ”AMIIN” (alif pendek & mim panjang), artinya JUJUR TERPERCAYA
4. “AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang), artinya YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI

أي إستجب دعاءى

"YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI"

Terus Bagaimana dengan pengucapan/Penulisan “Amien“ ???
Sebisa mungkin untuk yang satu ini (Amien) dihindari, karena Ucapan “Amien” yang lazim dilafadzkan oleh penyembah berhala (Paganisme) setelah do'a ini sesungguhnya berasal dari nama seorang Dewa Matahari Mesir Kuno: Amin-Ra (atau orang Barat menyebutnya Amun-Ra)

Marilah kita biasakan menggunakan kaidah bahasa yang benar dan jangan pernah menyepelekan hal yang sebenarnya besar dianggap kecil. Sekilas penjelasan yang singkat ini mudah-mudahan bermanfaat

Riwayat Hadits dari Anas bin Malik,bahwa Nabi Muhammad saw bersabda : " Perhatikanlah ketika
Nabi Musa a.s munajat kepada ALLAH swt. Lalu ALLAH swt berfirman : " Hai Musa, kelak Aku akan berikan kapada Umat Muhammad saw 4 Huruf :

1. Huruf Pertama dari Kitab Taurat,

2. Huruf Kedua dari Kitab Zabur,

3. Huruf Ketiga dari Kitab Injil,

4. Huruf Keempat dari Kitab Al-Qur'an.

Lalu Nabi Musa bertanya : " Ya Tuhanku, Huruf apakah yang 4 macam itu ?" dan ALLAH swt menjawab:

Ke empat macam Huruf itu adalah Alif, Mim,Ya dan Nun. Yang di singkat menjadi " AaMiiN". Maka barang siapa mengucapkan AaMiiN seperti membaca 4 buah kitab - kitab yang di sebutkan di atas, yaitu Taurat,Zabur,Injil dan Al-Qur'an.

Maka dikatakannya bahwa
1. Huruf Alif tertulis di Tiang Arsy ALLAH
2. Huruf Mim tertulis di Tiang Kurs.
3. Huruf Ya tertulis di Lauhil Mahfuzh.
4. Huruf Nun tertulis di Batang Qalam.

Maka barangsiapa mengucapkan AaMiiN, maka dengan Izin ALLAH dan dengan Kekuasaan-Nya keempat macam Kitab itu bergerak dan secara otomatis dapat berkata-kata meminta Ampun ke Hadirat ALLAH Yang Maha Kuasa untuk orang yang mengucapkan AaMiiN itu.

Kemudian ALLAH swt berfirman : " Saksikanlah oleh kamu sekalian pada saat ini benar - benar Aku telah mengampuni Dosa hambaku, karena memang sifatku Yang Maha Pengampun.

Teman - teman semuanya ini sebagai bahan Renungan juga bukan maksud saya untuk mengajari tapi tidak ada salahnya saya membagi Ilmu yang saya dapatkan dari belajar agama & Membaca Buku. Kita harus hati- hati dalam mengucapkan dan menulis AaMiiN karena kalau salah mengucapkan dan menulisnya secara Otomatis akan berubah Maknanya atau Artinya.

Adapun cara yang paling baik untuk mengucapkannya ialah suara "A" harus dibaca panjang dan suara "Min" pun harus di baca Panjang,misalnya " AaMiiN".

1. Jika di baca AaMiN artinya : Berimanlah ( A-nya di panjangkan dan Min-nya di pendekan ).

2. Jika di baca AMIIN artinya : Orang yang di percaya ( A-nya di pendekkan,MIN-nya di panjangkan ).

3. Jika di baca AAMIIN artinya : Terimalah Permohonanku (A-nya Panjang,MIN-nya Panjang).

Maka jika Anda mengucapkan dan Menulis AMIIN seperti point ke dua,maka artinya bukan mohon do'a supaya di terima, tapi melainkan Anda malahan Bilang," Percaya, Percaya." Apalagi kalau dalam tulisan yang menulis AAAAMMMMMIIIIIIIIINNNN itu Anda artikan sendiri apa artinya karena saya juga tidak mengetahui artinya.

Dalam bahasa Arab, Kalimah Aamiin termasuk Isim fill Amr yaitu isim yang mengandung pekerjaan. Para Ulama Jumhur mengartikannya dengan ‘Allahummas istajib’ (Ya Allah ijabahlah) Makna inilah yang paling kuat dibanding makna yang lainnya. Seperti ucapan ‘Aamiin adalah salah satu nama dari Asma Allah.

Makna aamiin adalah dengan memanjangkan ‘A’ (alif) dan memanjangkan ‘mim’. Apabila tidak demikian maka akan menimbulkan arti lain.!!

itulah gunanya bisa berbahasa arab yg benar karena kitab suci AL'QURAN berbahasa arab moga bermamfaat buat saudara saudari semua

Seputar Mengucapkan Amin dalam Sholat

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.

Sholat merupakan rukun islam yang kedua, sebagaimana terdapat dalam hadits Jibril ‘alaihissalam,

يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِى عَنِ الإِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً


“Wahai Muhammad beritahukanlah aku apa itu Islam?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Islam adalah engkau bersyahadat bahwasanya tiada sesembahan yang benar disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, engkau mengerjakan sholat, engkau menunaikan zakat (wajib bagimu[1]), engkau berpuasa pada Bulan Romadhon, engkau melaksanakan haji ke Mekkah jika engkau mampu[2]”.

Bahkan Sholat merupakan pembeda orang kafir dan orang muslim, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam,

 إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya (pemisah) bagi seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan sholat”[3].

Sehingga sedemikian pentingnya sholat dalam islam. Jika kita membaca kitab-kitab hadits maka akan sangat banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan sholat dan kedudukannya dalam islam.

Namun yang menjadi topik tulisan ringkas ini adalah masalah seputar mengucapkan Amin dalam sholat.

[Dalil disyariatkannya mengucapkan “Amin”]

Dalil disyariatkannya mengucapan amin adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

إِذَا قَالَ الإِمَامُ ( غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ) فَقُولُوا آمِينَ

“Jika Imam telah mengucapkan (غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ) maka ucapkanlah amin”[4].

Demikian juga dalam hadits yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan,

كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا انْتَهَى مِنْ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ قَالَ : ( آمِيْن ) يَجْهَرُ وَيَمُدُّ بِهَا صَوْتَهُ   

“Adalah merupakan kebiasaan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam jika telah selesai membaca surat al fatihah beliau mengucapkan amin dengan mengeraskan suaranya dan memanjangkannya”[5].

Dan masih banyak hadits hadits lain yang menunjukkan hal ini. Allahu a’lam.

[Letak ucapan “Amin”]

Kapankah diucapkan amin? Pertanyaan ini pernah ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah. Beliau kemudian menjawab,

Adapun bagi Imam maka ketika ia telah selesai membaca (وَلاَ الضَّالِّينَ) demikian juga bagi orang yang sholat sendirian. Sedangkan bagi makmum maka para ulama berselisih pendapat. sebagian ulama mengatakan jika imam telah selesai mengucapkan amin, mereka berdalil dengan dhohir sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ,

إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا   

“Jika Imam telah selesai mengucapkan amin maka ucapkanlah amin”[6].

Mereka mengatakan hal ini sebagaimana sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

إِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا

“Jika Imam telah bertakbir maka bertakbirlah”[7].

Adalah merupakan sebuah hal yang sudah diketahui anda tidaklah melakukan takbir jika imam hingga imam selesai bertakbir sehingga makna sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam (إِذَا أَمَّنَ) adalah jika telah selesai mengucapkan amin. Namun pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena maksudnya telah dijelaskan dalam lafadz yang lain

إِذَا قَالَ الإِمَامُ ( غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ) فَقُولُوا آمِينَ

“Jika Imam telah mengucapkan (غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ) maka ucapkanlah amin”[8].

Sehingga makna (إِذَا أَمَّنَ) adalah jika telah sampai waktu dimana ucapan amin akan diucapan yaitu setelah imam mengucapkan

 (غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ)


Akan tetapi terkadang sebagian orang melakukan kesalahan dalam mengucapkan amin padahal belumlah sampai lidah imam pada huruf nun (dari وَلاَ الضَّالِّينَ ) maka hal yang demikian jelas menyelisihi sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dan termasuk perbuatan mendahului imam[9]. Allahu a’lam pendapat terakhir inilah yang lebih kuat.

[Hukum ucapan “Amin”]

Para ulama’ berselisih pendapat tentang hukum mengucapkan amin. Al Imam Malik rohimahullah berpendapat hukumnya tidaklah disyariatkan bagi imam, hal ini merupakan salah satu riwayat pendapat beliau. Beliau berpendapat demikian karena menafsirkan lafadz hadits

إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا

“Jika Imam telah selesai mengucapkan amin maka ucapkanlah amin”[10]

dengan menafsirkan maksud hadits di atas dengan penafsiran jika imam telah sampai pada saat pengucapan amin. Sedangkan Al Imam Asy Syafi’i dan Al Imam Ahmad bin Hambal berpendapat hukumnya sunnah bagi imam makmum dan orang yang sholat sendirian, mereka berdalil dengan dhohir hadits di atas dan selainnya. Sedangkan Dhohiriyah berpendapat wajib mengucapkan amin bagi setiap orang yang sholat, baik imam, makmum ataupun orang yang sholat sendirian[11]. Kemudian Ibnu Hazm mengatakan hukumnya wajib bagi makmum sedangkan imam dan orang yang sholat sendirian maka hukumnya sunnah[12].

Sedangkan Penulis Shohih Fiqh Sunnah berpendapat wajibnya mengucapkan amin bagi setiap orang yang sholat baik sholatnya dengan bacaan dikeraskan atau dipelankan[13]. Allahu A’lam inilah pendapat yang lebih kuat.

[Fadhilah mengucapkan “Amin”]

Diantara kemurahan Allah Al Kariim, Allah memberikan fadhilah yang besar dari amalan yang terlihat ringan di lisan ini melalui hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

إِذَا قَالَ الإِمَامُ ( غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ) فَقُولُوا آمِينَ . فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Jika Imam telah mengucapkan

 (غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ)
maka ucapkanlah amin. Karena sesungguhnya barangsiapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin malaikat maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (yang tingkatnya di bawah kesyirikan)”[15].

Demikianlah pembahasan singkat seputar ucapan amin ini, mudah-mudahan kita dapat mengamalkannya sehingga dapat memperoleh faidah yang agung ini. Amin

[1] Kami tuliskan demikian karena sebagian orang menyangka bahwa zakat yang wajib baginya hanyalah zakat fitri (atau lebih dikenal di daerah kita dengan zakat fitrah) padahal ia memiliki harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan telah memenuhi syarat-syarat wajib dikeluarkannya.
[2] HR. Muslim no. 1.
[3] HR. Muslim no. 256.
[4] HR. Bukhori no. 4475 dan Muslim no. 410.
[5] HR. Bukhori dalam kitab Juz Qiro’ah beliau, Abu Dawud, Tirmidzi, Darimi, Daruquthni, Al Baihaiqi, Ahmad dari Jalur Sufyan. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani dalam Ashlu Shifat Sholatin Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam. Silakan melihat takhrij beliau yang panjang lebar dalam kitab tersebut hal. 373-381/I cet. Maktabah Ma’arif, Riyadh, KSA..
[6] HR. Bukhori no. 780, Muslim no. 410.
[7] HR. Bukhori no. 734, Muslim no. 414.
[8] HR. Bukhori no. 782, 4475 dan Muslim no. 410.
[9] Lihat Asy Sayhrul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ hal. 548-549/I terbitan Kitab Al ‘Alimiy, Beirut, Lebanon.
[10] HR. Bukhori no. 780, Muslim no. 410.
[11] Lihat Taisir ‘Alam oleh Syaikh Abdurrohman Alu Bassam hal. 156 terbitan Maktabah Ar Rusyd, KSA.
[12] Lihat Shohih Fiqh Sunnah oleh Abu Malik Kamal bin Sayd hal.333/I, terbitan Maktabah Taufiqiyah, Kairo, Mesir.
[13] Idem.
[14] Lihat At Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an oleh Abu Zakariya Yahya bin Syarof An Nawawi rohimahullah hal. 124 dengan tahqiq Abu Abdillah Ahmad bin Ibrohim Abul ‘Ainain, terbitan Maktabah Ibnu Abbas, Mesir.
[15] HR. Bukhori no. 782, 4475 dan Muslim no. 410.
Terkait :

Ingat hanya untuk pengetahuan saja

Taurat, Zabur dan Injil


A. Kitab Taurat

Kitab Taurat adalah kumpulan firman-firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Musa as. Kitab ini berlaku hanya bagi Nabi Musa as. dan Bani Israil. Firman Allah SWT. “Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa. ” (QS. Al Baqarah: 87). “Dan Kami berikan kepada Musa kitab Taurat dan Kami jadikan kitab Taurat petunjuk bagi Bani Israil.” (QS. Al Isra’: 2).

Kitab Taurat ini hanyalah salah satu bagian dari Kitab suci agama Yahudi yang disebut Biblia/Al Kitab (terdiri dari Thora, Nabiin, dan Khetubiin). Di kemudian hari orang Kristen menamainya Perjanjian Lama (Old Testament). Konon Taurat yang tertuang dalam Perjanjian Lama tersebut berasal dari Nabi Musa as. dan dibagi menjadi lima kitab:

1. Kitab Kejadian (Genesis) yang mengisahkan kejadian alam semesta, kejadian Adam dan Hawa serta dikeluarkannya mereka dari surga, dan turunnya Adam , dan sejumlah Nabi sampai Yusuf as.

2. Kitab Keluaran (Exodus) yang mengisahkan tentang keluarnya Bani Israil dari Mesir yang dipimpin Nabi Musa as. akibat penindasan Fir’aun, keberadaan Musa di Padang Tih, Semenanjung Sinai selama 40 tahun, munajat Musa as. terhadap Yahwe (Allah SWT), sampai turunnya Sepuluh Perintah.

3. Kitab Imamat (Leviticus) yang berisi kumpulan hukum/syariat dalam agama Yahudi.

4. Kitab Bilangan (numbers) yang menerangkan jumlah keturunan dua belas Bani Israil pada zaman Nabi Musa as.

5. Kitab Ulangan (Deuteronomy) yang berisi pengulangan kisah kepergian Bani Israil dari Mesir dan pengulangan kumpulan peraturan.

Kata Taurat berasal dari bahasa Ibrani: “Thora” yang berarti syariat atau hukum. Kitab Taurat itu sendiri memang diturunkan dalam bahasa Ibrani. Nama Taurat disebut dalam Al Qur’an sebanyak delapan belas kali. Isi pokok kitab ini adalah Sepuluh firman atau Perintah (Ten Commandements) Allah SWT yang diterima oleh Nabi Musa as. ketika berada di puncak gunung Thursina.

Sepuluh Firman atau Perintah yang mencakup asas-asas akidah (keyakinan) dan asas-asas syariat (kebaktian) itu termuat dalam kitab Keluaran pasal 20: 1-17 dan Kitab Ulangan pasal 5: 1-21. Sepuluh Perintah Allah SWT tersebut sebagai berikut:

1. keharusan mengakui ke-Esa-an Allah dan mencintai-Nya.

2. larangan menyembah patung atau berhala, sebab Alllah SWT tidak dapat diserupakan dengan makhluk-makhluk-Nya baik yang ada di langit, di darat, maupun di air.

3. perintah menyebut nama Allah SWT dengan hormat

4. perintah memuliakan hari Sabat (sabtu)

5. perintah menghormati ayah-ibu

6. larangan membunuh sesama manusia

7. larangan berbuat cabul (mendekati zina)

8. larangan mencuri

9. larangan berdusta (menjadi saksi palsu)

10. larangan berkeinginan memiliki atau menguasai barang orang lain dengan cara yang tidak benar.

Selain Sepuluh Firman atau Perintah Allah SWT tersebut, Nabi Musa as. juga menerima wahyu lain tentang cara melaksanakan sholat, berqurban, upacara, dan lain sebagainya. Dalam menyiarkan ajaran tersebut, Nabi Musa as., dibantu oleh saudaranya, Nabi Harun as.

Hanya saja, yang patut disesalkan, beberapa waktu lamanya setelah Nabi Musa as. wafat, isi kitab Taurat telah diubah oleh pemuka Yahudi. Sebagian firman Allah SWT dalam kitab tersebut mereka gelapkan, sebagaimana telah diberitakan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an. “Dan mereka tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya saat mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.” Jawablah (ya Muhammad): “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembarann-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan apa yang kamu dan bapak-bapak kamu belum ketahui.” Katakanlah: “Allah (telah menurunkannya)”. Kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS. Al An’am: 91) Maksudnya Nabi Muhammad saw disuruh meninggalkan orang-orang yang mempermainkan agama setelah menyampaikan petunjuk yang benar.

Di antara isi Kitab Taurat yang diubah adalah tentang kerasulan Muhammad dan sifat-sifatnya. Firman Allah SWT. “Apakah kamu (umat Muhammad) masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal sebagian mereka telah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 75) Ayat ini menegaskah bahwa di antara orang Yahudi ada yang mengubah isi Taurat, antara lain yang berhubungan dengan kerasulan Muhammad saw.

Setelah adanya perubahan isi dalam kitab Taurat tersebut, masihkah kita wajib mempercayainya? DSalah satu cara menyikapi kitab Taurat seperti yang diterangkan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia karya Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: Djambatan, 1992.

“… Oleh karena itu keimanan umat Islam dengan Taurat sebagai satu di antara kitab-kitab suci yang diwahyukan sebelum Al-Qur’an, sudah cukup dalam bentuk membenarkan berita Al-Quran dan hadits Nabi, bahwa dulu Nabi Musa menerima firmann-firman Tuhan, yang dinamakan dengan Taurat. Sebagian firman-firman yang disampaikan kepada Musa itu disebutkan dalam Al-Quran dan apa yang disebutkan Al-Quran itu tentu dipercaya sebagai bagian dari kandungan Taurat”.

B. Kitab Zabur

Kitab Zabur adalah kumpulan firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Dawud as. Firman Allah SWT. “Dan Kami berikan (kitab) Zabur kepada Dawud.” (QS. Al Isra’: 55)

Kata zabur (bentuk jamaknya zubur) berasal dari zabaraayazburu-zabr yang berarti menulis. Makna aslinya adalah kitab yang tertulis. Zabur dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan mazmuur (jamaknya mazamir), dan dalam bahasa Ibrani disebut mizmor (nyanyian rohani yang dianggap suci).

Kitab Zabur berisi kumpulan mazmur, yakni nyanyian rohani yang dianggap suci (Inggris: Psalm) yang berasal dari Nabi Dawud as. 150 nyanyian yang terkumpul dalam kitab ini berkisah tentang seluruh peristiwa dan pengalaman hidup Nabi Daud as. mulai dari mengenai kejatuhannya, dosanya, pengampunan dosanya oleh Allah, sukacita kemenangannya atas musuh Allah, kemuliaan Tuhan, sampai kemuliaan Mesias yang akan datang. Jadi kitab ini sama sekali tidak mengandung hukum-hukum atau syariat (peraturan agama), karena Nabi Dawud as. diperintahkan oleh Allah SWT mengikuti peraturan yang dibawa oleh Nabi Musa as.

Secara garis besarnya, nyanyian rohani yang disenandungkan oleh Nabi Daud as. terdiri dari lima macam:

1. ratapan dan doa individu;

2. ratapan-ratapan jamaah;

3. nyanyian untuk raja;

4. nyanyian liturgy kebaktian untuk memuji Tuhan; dan

5. nyanyian perorangan sebagai rasa syukur.

Nyanyian pujian dalam Kitab Zabur antara lain, Mazmur:146

1. besarkanlah olehmu akan Allah. Hai Jiwaku pujilah Allah.

2. maka aku akah memuji Allah seumur hidupku, dan aku akan nyanyi pujian-pujian kepada Tuhanku selama aku ada.

3. janganlah kamu percaya pada raja-raja atau anak-anak Adam yang tiada mempunyai pertolongan.

4. maka putuslah nyawanya dan kembalilah ia kepada tanah asalnya dan pada hari itu hilanglah segala daya upayanya.

5. maka berbahagialah orang yang memperoleh Ya’qub sebagai penolongnya dan yang menaruh harap kepada Tuhan Allah.

6. yang menjadikan langit, bumi dan laut serta segala isinya, dan yang menaruh setia sampai selamanya.

7. yang membela orang yang teraniaya dan yang memberi makan orang yang lapar. Bahwa Allah membuka rantai orang yang terpenjara.

8. dan Allah membukakan mata orang buta, Allah menegakkan orang yang tertunduk, dan Allah mengasihi orang yang benar.

9. bahwa Allah akan berkerajaan kelak sampai selamaalamanya dan Tuhanmu, hai Zion! Zaman berzaman. Besarkanlah Allah olehmu.

Mazmur (nyanyian rohani yang dianggap suci) itulah yang kini dimuat dalam Perjanjian Lama. Menurut Dr. F.L. Bakker, pendeta Kristen dari Belanda dan penulis buku Sejarah Kerajaan Allah (judul aslinya: Geschiedenis der Gods Openbaring) dari 150 nyanyian rohani dalam Perjanjian Lama itu, hanya 73 di antaranya yang berasal dari Nabi Dawud as. (yakni mazmur 3-9, 11-32, 34-41, 51-65, 68-70, 86, 101, 103, 108-110, 122, 124, 131, 138-145). Selebihnya adalah mazmur dari putra-putra Korah (yaitu mazmur: 42, 44-49, 84, 85, 87, 88), mazmur Asaph (50, 73-83), mazmur Ma’a lot (120-134), dan mazmur Haleluyah (104-106, 111-113, 115-117, 135, 146-150).

C. Kitab Injil

Injil adalah kitab yang berisi firman-firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Isa as. (Yesus Kristus), putra dari Maryam. Firman Allah SWT. “Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, di dalamnya (berisi) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Kitab Taurat, serta menjadi petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah: 46)

Kata Injil semula berasal dari bahasa Yunani euangelion yang berarti kabar gembira. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi Injil. Makna dari kabar gembira yang dimaksud adalah karena Nabi Isa as. menggembirakan para umatnya dengan berita akan kedatangan Muhammad saw sebagai utusan Allah SWT yang terakhir untuk seluruh alam. Nabi Isa as. mengajarkan Injil kepada para pengikutnya hanya selama tiga tahun. Tepatnya sejak usia 30 sampai usia 33 tahun. Lalu ia diangkat/diselamatkan oleb Allah SWT dari pengejaran kaum Yahudi yang ingin menyalibnya.

Dalam berdakwah Isa almasih dibantu oleh dua belas orang muridnya yang dalam Islam dikenal dengan sebutan Hawariyyun (murid-murid Nabi Isa yang sangat setia). Mereka ialah:

1. Andreas
2. Simon Petrus
3. Barnabas
4. Matius
5. Yahya bin Zabdi
6. Ya’kub bin Zabdi
7. Thadeus
8. Yahuda
9. Bartholomeus
10. Pilipus
11. Ya’kub bin Alpius
12. Yahuda Iskariot

Isi yang terkandung dalam Injil ini berbeda dengan kitab-kitab terdahulu. Kitab Taurat mengajarkan tentang Tauhid (ke-Esa-an Allah SWT), dan Kitab Zabur mengajarkan puji-pujian (zikir dan doa) kepada Allah SWT, sedangkan Injil mengajarkan tentang pembersihan jiwa-raga dari kekotoran (nafsu duniawi). Dengan kata lain, Injil mengajak manusia untuk hidup zuhud, yakni pola hidup yang tidak mengutamakan hal-hal yang bersifat duniawi.

Sebagai umat Islam kita wajib mempercayai bahwa Injil merupakan kitab dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Isa as. Akan tetapi umat Kristen berpendapat lain. Menurut mereka, Injil adalah kisah atau laporan yang disusun oleh para pengikut Isa Almasih tentang kehidupan Almasih, termasuk tentang pengajarannya kepada Bani Israil atau Bangsa Yahudi agar mereka beragama secara benar.

Penting untuk kita ketahui, bahwa Injil yang beredar sekarang ini berbeda dengan aslinya. Kalau begitu dari manakah Injil yang ada saat ini? Tidak lain karya orang-orang Yahudi yang ditulis beberapa waktu lamanya setelah Nabi Isa as. wafat. Pada mulanya beredar puluhan Injil, namun dalam Synodes (muktamar gereja-gereja) di Nicaea, – suatu tempat di Asia Kecil, dekat Konstantinopel – pada tahun 325 M yang diadakan oleh Kaisar Constantinus, diputuskan hanya empat injil yang sah.

1. Injil Matius karya Santo Matius yang disebut juga Lewi anak Alpius, seorang Yahudi yang mula-mula bekerja sebagai pegawai pemungut pajak.

2. Injil Markus karya Markus bin Maryam. Sesungguhnya Markus adalah nama gelar, sedangkan namanya sendiri adalah Yohana atau Yahya. Semula ia seorang beragama Yahudi, kemudian masuk Kristen di tangan Petrus. Riwayat lain mengatakan bahwa penulis Injil Markus adalah guru markus, ialah Petrus.

Markus adalah kemenakan dari Barnabas, yang juga penulis Injil. Berdua mereka mengembara (untuk berdakwah) mengabarkan Injil ke Roma, Afrika Utara dan akhirnya menetap di Mesir. Ia meninggal dunia karena dibunuh oleh para penyembah berhala pada tahun 62 M.

Markus, menurut Ibnu Batrik yang juga penulis Masehi, tidak mengakui ketuhanan Yesus. Pahamnya ini diikuti oleh pemeluk Nasrani di daerah dakwahnya seperti Afrika Utara, Mesir, dan Habsy. ltulah sebabnya Najasi, Raja Habsyi pada masa Nabi Muhammad saw. juga percaya sepenuhnya bahwa Isa anak Maryam bukanlah Tuhan, melainkan Nabi dan Rasul sebagaimana Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul Tuhan yang lain.

3. Injil Lukas dikarang oleh Lukas, seorang tabib kelahiran Antiokia, Yunani. Sumber lain mengatakan, bahwa ia seorang tukang gambar. Ia murid Paulus, dan keduanya tidak pernah bertemu dengan Yesus. Dengan demikian baik Lukas maupun Paulus bukanlah murid Yesus.

4. Injil Yahya. Menurut Encyclopedia Britanica, Injil Yahya ditulis pada tahun 100 M oleh seorang ketua Gereja bernama Yahya atau John the Presbyter yang tinggal di Episus. Jelaslah bahwa Injil Yahya bukan karya Yahya bin Zabid Murid Yesus, sebab ia terbunuh pada tahun 70 M.

Prof. Stadlein menegaskan bahwa Injil Yahya dikarang oleh seorang mahasiswa dari perguruan Iskandariyah pada abad kedua masehi. Pendapat inilah yang cukup beralasan. Mengapa? Injil Yahya mengajarkan ketuhanan Yesus, di mana ajaran tersebut mula-mula datang dari mazab Iskandariyah yang kemudian disahkan oleh Kongres Nicea pada tahun 325 M semasa Kaisar Constantinus.

Yang jelas Injil Yahya sengaja ditulis untuk menegaskan tentang ketuhanan Yesus. Tentang sejarah penulisan Injil Yahya ini lebih lengkap dan jelas diterangkan dalam buku Kuliah Aqidah Lengkap karya Drs. Humaidi Tatapangarsa (terbitan Bina Ilmu, Surabaya).

Bahwa Injil Yahya mengajarkan ketuhanan Yesus memang dapat dimaklumi, sebab ia ditulis oleh pengarangnya memang untuk tujuan itu atas desakan dari orang-orang disekitarnya.

Seorang penulis Masehi dari Libanon, Jerjis Zuwen mengatakan: “Sesungguhnya Syirbantus dan Abisu beserta pengikut mereka di waktu mengajarkan agama Masehi berpendapat bahwa Al-Masih tidak lain adalah seorang manusia dan dia tidak ada sebelum ibunya Maryam. Oleh karena itu pada tahun 96 M berkumpullah semua pendeta Asia dan lain-lain di tempat Yahya. Mereka mengharapkan agar Yahya menulis tentang Al-Masih dan menyerukan sebuah Injil yang belum ditulis oleh ahli-ahli Injil yang lain. Lalu ditulisnya dengan cara tersendiri tentang ketuhanan Allsih.”

Penulis Masehi lainnya, Yusuf Al-Dubai Al-Khauri menerangkan pula. “Sesungguhnya yahya mengarang Injilnya pada penghabisan hidupnya atas permohonan pendeta-pendeta Asia. Penyebabnya adalah karena di sana terdapat beberapa golongan yang mengingkari ketuhanan Masih. Mereka meminta kepadanya agar ditegaskan ketuhanan Al-Masih itu dan disebutkan apa-apa yang ditinggalkan oleh Matius, Markus dan Lukas dalam Injil-injil mereka.”

Jadilah Injil Yahya adalah satu-satunya Injil – di antara keempat Injil – yang diakui sah oleh kalangan gereja, yang secara tegas mengajarkan ketuhanan Yesus.

Injil-injil selain yang keempat itu dinyatakan sebagai injil Apocrypha (injil-injil yang tidak sah, yang dilarang terbit dan harus dimusnahkan). Injil-injil yang dinyatakan tidak sah tersebut, antara lain:

1. Injil Andreas
2. Injil Apeles
3. Injil Barnabas
4. Injil Duabelas
5. Injil Ebionea
6. Injil Ibrani
7. Injil Marcion
8. Injil Maria
9. Injil Mathias
10. Injil Nicodemus
11. Injil Orang-orang Mesir
12. Injil Philip
13. Injil Thomas
14. Injil Yakobus
15. Injil Yudas Iskariot

Sebagai umat Islam, bagaimanakah seharusnya kita menyikapi keempat Injil (karya Matius, Markus, Lukas, dan Yahya) yang ada sekarang ini? Umat Islam cukuplah mempercayai bahwa Allah SWT pernah menurunkan Kitab Injil kepada nabi Isa as. Akan tetapi Injil yang murni atau benar-benar berisi kumpulan firman Allah SWT kini sudah tidak ada lagi. Maka kita sebagai umat Islam dilarang mempercayai isi keempat Injil tersebut.

Ditegaskan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia karya Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: Djambatan, 1992.

Berdasarkan keterangan Al Qur’an dan dengan menganalogikan Injil dengan Al Qur’an, maka umat Islam memandang bahwa Injil yang seharusnya menjadi pegangan umat Kristen haruslah satu versi seperti Al Qur’an, ia harusiah merupakan himpunan murni firman-firman Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Isa AI-Masih dan kemudian ia sampaikan kepada para pengikutnya. Injil itu seharusnya berbahasa Aramea, karena Nabi Isa Almasih dan kaumnya berbahasa Aramea.

Di antara semua Injil yang tersebut di atas – baik yang sah maupun tidak – sesungguhnya Injil Barnabas yang menarik perhatian, terutama bagi umat Islam. Isi Injil Barnabas banyak persamaannya dengan yang diberitakan Al-Quran. Sebab dalam kitab tersebut, antara lain, diterangkan juga:

1. Yesus tidak disalib, yang disalib sebenarnya Yudas Iskariot yang telah diserupakan oleh Tuhan – rupa dan suaranya – dengan rupa dan suara Yesus. Sedang Yesus sendiri loncat bersama malaikat dan terus diangkat ke hadirat Allah SWT (Pasal 215, 216, dan 217).

2. Yesus bukan anak Allah, bukan pula Tuhan, tetapi seorang Rasul (utusan) Allah.

3. Bahwa putra Nabi Ibrahim as. yang akan disembelih karena perintah Allah SWT adalah Ismail, bukan Ishaq seperti yang tersebut dalam Perjanjian lama yang ada sekarang ini.

4. Mesias (yang dimaksudkan di sini “pembebas dunia” atau “juru selamat”) atau Almasih yang dinanti-nantikan itu bukan Yesus akan tetapi Muhammad, Nabi dan Rasul Allah yang terakhir.

Hanya saja, yang patut disesalkan, Injil Barnabas oleh pihak Gereja digolongkan sebagai Injil yang tidak sah, sehingga ditarik dari peredaran dan dimusnahkan. Tetapi pada tahun 1709, Cremer Toland, seorang penasihat Raja Prusia menemukan naskah tertua Injil Barnabas dalam bahasa Italia yang semula tersimpan rapi di perpustakaan seorang terkemuka di Amsterdam. Dari naskah berbahasa Itali itulah dibuat terjemahannya ke bahasa lain seperti bahasa Inggris, Spanyol dan Arab.

Penerjemahan Injil Barnabas dari bahasa Itali ke Bahasa Arab dilakukan oleh Dr. Kholil Sa’adah pada tahun 1908 dan dimuat dalam majalah Al Manar terbitan Mesir. Datl Injil Barnabas berbahasa Arab itulah, Husein Abubakar dan Abubakar Basymeleh menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Dikutip dari berbagai macam sumber di Internet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar