Rabu, 29 Juli 2015

Kewajiban Ihdad Bagi Wanita Yang Suaminya Meninggal

A. Pengertian Ihdad

Salah satu kewajiban bagi seorang perempuan yang suaminya telah meninggal, selain ber-iddah adalah ber-Ihdad. Ihdad secara bahasa adalah menegah, sedangkan secara istilah adalah menegah diri dari dua perkara :

1. Berhias, yaitu dengan meninggalkan/atau tidak memakai pakaian yang dicelupkan (berwarna) baik terbuat dari sutera atau lainnya. Tidak memakai perhiasan emas, perak dan sejenisnya, tidak memakai anting telinga, cincin atau sejenisnya, yang kesemuanya membawaki kepada bertambahnya kecantikan atau kebagusansi perempuan. Tidak boleh memakai beberapa perkara (mulai perhiasan dari emas, perak, dst) di atas adalah pada waktu siang hari, adapun pada malam hari, maka hanya dimakruhkan jika bukan karena hajat, adapun karena hajat, maka tidak dimakruhkan pula memakai yang demikian pada malam hari. Sedangkan pakaian yang dicelupkan (berwarna) keharamannya berlaku pada siang dan malam harinya. Keluar dari ketentuan tidak boleh memakai pakaian yang di atas adalah pakaian yang dicelupkan (berwarna) yang terbuat dari Qatun (kapas) atau kain wool (bulu domba), maka boleh untuk dipakai oleh perempuan yang sedang melakukan ihdad. Selanjutnya, yang tidak boleh dihiasi oleh perempuan yang ber-ihdad adalah hanya pada tubuhnya, adapun selain tubuhnya maka hukumnya boleh, seperti tempat tidur atau kursi perempuan misalnya.

2. Wangi-wangian, perempuan yang sedang menjalani masa ihdad juga di wajibkan untuk menahan diri dari memakai wangi-wangian baik pada badan, pakaian atau makanan, atau celak yang yang tiada di haramkan, adapun memakai celak yang diharamkan seperti memakai celak dari jenis tanaman bakung (aloe-ing), maka haram secara mutlak. Keharaman memakai wangi-wangian berlaku baik pada malam hari atau pada siang harinya. Dhabit atau ketentuan Wangi-wangian yang haram digunakan adalah wangi-wangian yang diharamkan bagi orang yang ber-ihram dan tidak mewajibkan fidiyah saat memakainya. Wajib pula untuk segera meninggalkannya di saat mau memasuki masa iddah.

B. Waktu Pelaksaaan Ihdad
Waktu pelaksaan ihdad adalah selama masa iddah perempuan tersebut, yaitu selama 4 bulan 10 hari, pada seluruh waktunya, baik siang atau malam, kecuali perhiasan emas, perak, luk-luk, cincin, anting telinga, maka boleh untuk digunakan pada malam hari, tetapi tetap dimakruhkan.

C. Hal-hal yang dilarang Pada Saat Ihdad
1. Memakai baju berwarna.
2. Memakai wangi-wangian.
3. Memakai perhiasan (emas, perak, luk-luk dan sejenisnya)
4. Memakai meminyaki rambut kepala, tidak haram pada seluruh tubuh.
5. Memakai celak.
6. Dan lain sebagainya, yang dapat membuatnya terlihat cantik dan menarik perhatian orang lain.

D. Hukum Ihdad
Hukum ihdad bagi perempuan yang meninggal suami adalah wajib selama masa iddah, sedangkan bagi perempuan yang ber-iddah bukan karena suaminya meninggal, tetapi karena ba’in dengan sebab khulu’, pasakh, atau talak 3, demikian juga talak raj’i, jika perempuan tersebut tidak mengharap kembali dengan lelaki mantan suaminya, maka hukumnya adalah sunat, selama tidak lebih dari 3 hari. Perempuan juga dibolehkan untuk ber-ihdad seandainya yang meninggal adalah bapak, anak atau ajnabi, dengan catatan perempuan tersebut merasa gundah dengan sebab meninggalnya orang tersebut. Kewajiban lainnya bagi perempuan yang ber-iddah dan ber-ihdad adalah menetap dalam rumah yang ditinggali oleh suaminya tersebut, maksudnya rumah dimana perempuan tersebut berada ketika suaminya meninggal (rumah yang mereka tinggali), jika memang rumah tersebut layak baginya. Dan dibolehkan bagi perempuan tersebut untuk keluar rumah pada siang hari untuk berbelanja seumpama makanan, benang atau mencari kayu bakar, tidak boleh pada malam hari. Tetapi dibolehkan kepada perempuan tersebut untuk keluar pada malam hari dengan tujuan kepada tetangga yang rumahnya berseblahan (melengket) dengan rumah perempuan tersebut untuk beberapa keperluan, atau sekedar berbicara, dengan syarat melakukan hal (kadar lamanya perempuan dirumah tetangganya) tersebut masih dikategorikan kepada adat. Syarat selanjutnya, tidak ada orang lain dirumah perempuan tersebut yang bias diajak bicara. Dan yang terakhir dia harus kembali dan bermalam dirumahnya. Hukum keluar rumah bagi perempuan yang ber-iddah dan ber-ihdad adalah haram dan dosa besar, sebagimana yang telah disebutkan oleh Ibnu hajae dalam kitab Azzawajir. Adapun perempuan yang tertalak raj’i, maka boleh untuk keluar rumah dengan izin suaminya yang menceraikannya, atau karena keperluan sebagaimana yang telah disebutkan. Wallahua’lam.

Sumber;
Ibrahim Al Bajuri, Hasyiyah bajuri hal 175-177.
Zainuddin Al Malibary, Fathul Muin, hal 43-46 jilid 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar