Rabu, 25 Juni 2014

Posisi Imam Memimpin Doa Bersama Setelah Shalat

Assalamu’alaikum wr. Wb. Saya ingin menanyakan soal posisi imam setelah shalat? Orang tua kita  dulu bahkan sampai saat ini  jika setelah ngimami, tidak menghadap ke makmum. Tetapi sambil memimpin dzikir jahar (suara keras), tetap mengahap kiblat. Posisi ini  sekarang dipermasalahkan oleh beberapa sebagian orang. Mohon penjelasannya. (Wiwik suwito, Jln. Alamsyah RPN Km.3  Kotabumi - Lampung Utara)

Jawaban
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah swt. Terkait dalil atau dasar hukum tentang dzikir doa bersama sudah dijelaskan di rubrik bahtsul masail sebelumnya.
Adapun mengenai posisi imam setelah membaca istighfar tiga kali lalu lalu membaca, “Allahumma antas salam wa minkas salam…..” disunnahkan baginya untuk mengubah posisinya bergeser atau berputar menghadap ke arah makmum. Di antara hikmahnya adalah untuk memberitahuan bahwa imam telah selesai melakukan shalat atau tidak dianggap oleh yang lainnya (orang yang baru datang) bahwa imam masih dalam kondisi shalat.
Karenanya, ada yang menyatakan bahwa jika setelah imam selesai melakukan shalat kemudian istgihfar dan membaca: “Allahumma antas salam wa minkas salam..”, dan setelah itu tetap menghadap kiblat dihukumi makruh.
Namun perlu dicatat bahwa hukum makruh ini berlaku jika tidak ada halangan, seperti adanya jamaah perempuan. Sedang jika ada halangan seperti adanya jamaah perempuan yang kita jumpai di banyak masjid maupun mushalla di kampung-kampung, maka tidak mengapa jika imam setelah shalat tetap menghadap ke kiblat.
Silaka menyimak penjelasan berikut ini:
عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ: اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ (رواه مسلم
“Dari Tsauban ra ia berkata: Bahwa Rasulullah saw ketika telah selesai shalat meminta ampun (istighfar) sebanyak tiga kali, kemudian membaca: Allahumma anta as-salam wa minka as-salam…” (H.R. Muslim)
   وَ) يُكْرَهُ (مُكْثُهُ) أَيْ: الْإِمَامِ (كَثِيرًا) بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ (مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ وَلَيْسَ ثَمَّ) بِفَتْحِ الْمُثَلَّثَةِ، أَيْ: هُنَاكَ (نِسَاءٌ) لِحَدِيثِ عَائِشَةَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْك السَّلَامُ تَبَارَكَتْ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ"  (منصور بن يونس البهوتي ، شرح منتهى الإرادات، بيررت-عالم الكتب، الطبعة الأولى، 1414 هـ/ 1993م، ج، 1، ص. 283
“Dan dimakruhkan tetapnya imam dalam waktu yang lama menghadap kiblat sepanjang di situ tidak ada jamaah perempuan. Hal ini didasarkan kepad hadits yang diriwayatkan A’isyah ra: Bahwa Nabi saw ketika telah selesai mengucapkan salam beliau tidak tidak duduk kecuali sekedar beliau membaca: Allahumma anta as-salam, wa minka as-salam tabarakta ya dzal jalali wa al-ikram”. (Manshur bin Yunus al-Bahuti, Syarh Muntaha al-Iradat, Alam al-Kutub, cet ke-1, 1414 H/1993 M, juz, 1, h. 283).
Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan kepada penanya, semoga dengan penjelasan yang sederhana bisa membantu menguraikan persoalan yang ada. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar