Rabu, 25 Juni 2014

Pemimpin Hadist.

Hadits atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat signifikan, baik secara structural menduduki posisi kedua setelah al-qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (ekspanasi) terhadap ayat-ayat al-qur’an yang bersifat umum, global atau mutlaq. Secara tersirat, al-qur’an pun mendukng ide tersebut. Antaran lain firman Allah swt. “dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,” ( QS. An-Nahl: 44)
Adanya perintah agar Nabi saw menjelaskan kepada umat manusia mengenai al-qur’an, baik melalui ucapan, perbuatan atau taqrirnya. Dan hadits berfungsi sebagai bayan (penjelas) terhdapa al-qur’an.
Mengenai pentingnya hadits (as-sunnah) dalam ajaran Islam, Nabi saw sendiri pernah bersabda melalui hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik, yaitu:
قال النبى صلى الله عليه وسلم: تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما، كتاب الله وسنة رسوله
(امام مالك)
“Aku tinggalkan untuk kamu sekalian dua hal. Jika kalian mau berpegang teguh kepadanya niscaya kamu sekalian tidak akan sesat selama-lamanya, dua hal itu adalah kitab Allah (al-qur’an) dan sunnah Rasul-Nya (al-Hadits). (HR Imam Malik)
PEMBAHASAN

Hadits Tentang Pemimpin Memikul Tanggung Jawab
حديث عبد الله بن عمر رضي الله عنهما. ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: كللكم راع فمسؤل عن رعيته فالامير الذي على الناس راع وهو مسؤل عنهم. والرجل راع على اهل بيته وهو مسؤل عنهم. والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤلة عنهم. والعبد راع على مال سيده وهو مسؤل عنه، الا فكلكم راع و كللكم مسؤل عن رعيته
- اخرجه البخارى فى 490 كتاب العتق: 17- باب كرهية التطاول على الرقيق
Hadits Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir(Kepala Negara) yang mengurus keadaan rakyat adalah pemimpin. Ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya di rumahnya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya. Ia akan diminta pertanggungjawaban tentang hal mereka itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta benda tuannya, ia kan diminta pertanggungjawaban tentang harta tuannya. Ketahuilah, kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya.[1]
Dalam sejarah riyadhus shalihin dijelaskan, bahwa seorang wajib menegakkan keadilan dalam diri dan keluarganya, dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Adil dalam dirinya dengan tidak memberatkan pada sesuatu yang tidak dieprintahkan Allah, dia harus memperhatikannya hingga kepada masalah kebaikan, jangan memberatkan dan membebankannya terhadap sesuatu yang tidak mampu dilakukannya.
Demikian juga wajib bersikap adil bagi seorang suami terhadapkeluarganya. Seperti orang yang memiliki dua orang istri, ia wajib bersikap adil diantara keduanya. Dan wajib pula bersikap adil kepada anak-anaknya. Begitu pula bagi seorang istri yang juga seorang pemimpin dalam rumah suaminya. Baik dalam menjaga harta suaminya dan tidak menghambur-hamburkannya.[2]

Hadits Tentang Pemimpin Pelayan Masyarakat
حديث معقل بن يسار عن الحسن، ان عبيد الله بن زياد عاد معقل بن يسار فى مرضه الذي مات فيه، فقال له معقل: انى محدئك هديئا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ما من عبد استرعاه الله وعية فلم يحطلها بنصيحة الا لم يجد رائحة الجنة
- اخرجه البخارى فى 930 كتاب الاحكام: 8- باب من استرعى رعية فلم ينصح
Hadits ma’qil bin Yasar, dari hasan bahwasanya Ubaidillah bin yazid mengunjungi Ma’qil bertanya kepadanya: bahwasanya saya akan ceritakan kepadamu suatu hadits yang saya dengar dari Rasulullah saw saya mendengar nabi saw bersabda: “tidak ada seorang hamba yang diberi tugas oleh Allah untuk memelihara segolongan rakyat, lalu ia tidak melakukan sesuai dengan petunjuk, melainkan ia tidak memperoleh bau saya”[3]
Dalam syarah riyadhus shalihin yang dijelaskan oleh syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, wajib bagi seorang yang memegang tonggak kepemimpinan untuk bersikap lemah lembut kepada rakyatnya, berbuat baik an selalu memperhatikan kemaslahatan mereka dengan mempekerjakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Menolak bahaya yang menimpa mereka. Karena seorang pemimpin akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah ta’ala.
selengkapnya silahkan donwload di:

[1] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu Wal Marjan, (Semarang: Al-Ridha, 1993), Hal. 562-563 [2] Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalhin, Jilid 2, Cet. 2, (Jakarta Timur: Darussunnah Press, 2009), Hal. 1030-1031
[3] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Op. Cit., Hal. 263-264

Tidak ada komentar:

Posting Komentar