Menurut
kacamata kami, ragam tipikal para kiai penerus perjuangan para nabi
tersebut bermacam-macam. Kajian tersebut memang “tidak ilmiah” karena
hasil dari perenungan dan pengalaman, Berikut hasilnya.
1. Kiai Panggung
Kiai ini sebagian waktunya habis di jalan dan ceramah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam berdakwah, kiai NU terkenal dengan bahasa yang santun, humoris dan dalam. Pembahasannya pun tidak melangit; hujan dalil quran dan hadits, namun dengan perumpamaan, tradisi, budaya dan komunikasi yang apik dan mengena.
2. Kiai Dampar
Kiai ini sebagian waktunya habis untuk mengajar santri-santrinya. Ia rajin muthalaah kitab kuning dan fasih berbicara agama sampai akar-akarnya, substansinya. Biasanya, karena sudah menikmati dan mencintai ilmu, para santri atau orang kepercayaan yang diminta menggarap sawah, ladang atau tokonya. Kiai seperti ini jarang terlihat di panggung, namun ia menjadi sumber rujukan dan alim dalam pemahaman.
3. Kiai Mistik
Kiai yang masuk tipikal ini adalah kiai yang tahu babakan mistik dan ilmu kedigdayaan. Iajadog, nggak mempan dibacok. Masyarakat yang sedang sakit apapun biasanya datang ke sang kiai untuk minta air yang sudah di jopa-japu. Kiai tipikal ini masih banyak, bahkan masih sering mengisi “kekuatan” ketika Banser di baiat.
4. Kiai Politisi
Kiai ini tersebar di beberapa partai, parlemen atau menjadi pemimpin. Ini wajar mengingat pesantren juga banyak mengkaji urusan politik, seperti ushul fiqh/ fiqh siyasah, mantiq (logika), filsafat dan maqashidus syariah. Kitab politik yang terkenal antara lain Muqaddimah milik Ibnu Khaldun. Jangan heran kalau banyak kiai juga ikut berpolitik praktis sebagai jalan ibadah dan mewujudkan kesejahteraan sosial. Oleh karena baginda nabi pun demikian, ikut serta dalam pemerintahan.
5. Kiai Budayawan
Kiai dengan tipikal ini biasanya disukai kalangan jalanan dan anak muda. Ia pandai bergaul, berpuisi dan menyampaikan pesannya lewat sastra atau seni dan budaya.
6. Kiai Kharismatik
Ini adalah kiai yang sudah mencapai maqam tertentu. Kiai dalam kategori ini sudah cerai dengan dunia. Ia tidak mencari dunia, namun dunialah yang mendekat kepadanya. Ia sangat dihormati karena karamahnya. Biasanya kiai yang masuk kategori ini “weruh sak durunge winaruh”, mengerti sebelum kejadian.
Itulah beberapa tipikal kiai. Kadang, bahkan tipikal itu menjadi satu dalam sosok kiai, atau memiliki mampuan ganda. Ada juga yang memiliki ahli bidang-bidang tertentu seperti pertanian, arsitektur, ilmu alat (nahwu/sharaf), falaq dan lain sebagainya.
7. Kiai Mushola.
Kiai ini setiap hari mengimami di mushola, beliau membimbing umat di kampung dengan punuh hikmat, walau dengan sebatas kemampuan yang ada. Mereka degan ihlas mencurahkan jiwa, raga serta harta untuk berjuang di masyarakat.
Itulah kiai-kiai NU, mengajari dan memberi teladan kepada masyarakat. Tanpa digaji negara. Mereka ada saat masyarakat membutuhkan, mulai dari pernikahan, kelahiran, sunatan, kematian, mengaji, cari hutang, ada konflik sampai soal-soal besar kebangsaan dan kenegaraan.
Kiai-kiai ini mendapat gelar bukan karena ijasah, bukan pula memproklamirkan diri. Namun peran mereka diakui masyarakat sebagai pengayom dan pelindung. Mereka mengajari santri dan masyarakat dengan tulus. Mendoakan tiap habis shalat, dan tidak pernah putus hubungannya hanya karena santri sudah tamat.
Semoga bermanfaat.
1. Kiai Panggung
Kiai ini sebagian waktunya habis di jalan dan ceramah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam berdakwah, kiai NU terkenal dengan bahasa yang santun, humoris dan dalam. Pembahasannya pun tidak melangit; hujan dalil quran dan hadits, namun dengan perumpamaan, tradisi, budaya dan komunikasi yang apik dan mengena.
2. Kiai Dampar
Kiai ini sebagian waktunya habis untuk mengajar santri-santrinya. Ia rajin muthalaah kitab kuning dan fasih berbicara agama sampai akar-akarnya, substansinya. Biasanya, karena sudah menikmati dan mencintai ilmu, para santri atau orang kepercayaan yang diminta menggarap sawah, ladang atau tokonya. Kiai seperti ini jarang terlihat di panggung, namun ia menjadi sumber rujukan dan alim dalam pemahaman.
3. Kiai Mistik
Kiai yang masuk tipikal ini adalah kiai yang tahu babakan mistik dan ilmu kedigdayaan. Iajadog, nggak mempan dibacok. Masyarakat yang sedang sakit apapun biasanya datang ke sang kiai untuk minta air yang sudah di jopa-japu. Kiai tipikal ini masih banyak, bahkan masih sering mengisi “kekuatan” ketika Banser di baiat.
4. Kiai Politisi
Kiai ini tersebar di beberapa partai, parlemen atau menjadi pemimpin. Ini wajar mengingat pesantren juga banyak mengkaji urusan politik, seperti ushul fiqh/ fiqh siyasah, mantiq (logika), filsafat dan maqashidus syariah. Kitab politik yang terkenal antara lain Muqaddimah milik Ibnu Khaldun. Jangan heran kalau banyak kiai juga ikut berpolitik praktis sebagai jalan ibadah dan mewujudkan kesejahteraan sosial. Oleh karena baginda nabi pun demikian, ikut serta dalam pemerintahan.
5. Kiai Budayawan
Kiai dengan tipikal ini biasanya disukai kalangan jalanan dan anak muda. Ia pandai bergaul, berpuisi dan menyampaikan pesannya lewat sastra atau seni dan budaya.
6. Kiai Kharismatik
Ini adalah kiai yang sudah mencapai maqam tertentu. Kiai dalam kategori ini sudah cerai dengan dunia. Ia tidak mencari dunia, namun dunialah yang mendekat kepadanya. Ia sangat dihormati karena karamahnya. Biasanya kiai yang masuk kategori ini “weruh sak durunge winaruh”, mengerti sebelum kejadian.
Itulah beberapa tipikal kiai. Kadang, bahkan tipikal itu menjadi satu dalam sosok kiai, atau memiliki mampuan ganda. Ada juga yang memiliki ahli bidang-bidang tertentu seperti pertanian, arsitektur, ilmu alat (nahwu/sharaf), falaq dan lain sebagainya.
7. Kiai Mushola.
Kiai ini setiap hari mengimami di mushola, beliau membimbing umat di kampung dengan punuh hikmat, walau dengan sebatas kemampuan yang ada. Mereka degan ihlas mencurahkan jiwa, raga serta harta untuk berjuang di masyarakat.
Itulah kiai-kiai NU, mengajari dan memberi teladan kepada masyarakat. Tanpa digaji negara. Mereka ada saat masyarakat membutuhkan, mulai dari pernikahan, kelahiran, sunatan, kematian, mengaji, cari hutang, ada konflik sampai soal-soal besar kebangsaan dan kenegaraan.
Kiai-kiai ini mendapat gelar bukan karena ijasah, bukan pula memproklamirkan diri. Namun peran mereka diakui masyarakat sebagai pengayom dan pelindung. Mereka mengajari santri dan masyarakat dengan tulus. Mendoakan tiap habis shalat, dan tidak pernah putus hubungannya hanya karena santri sudah tamat.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar