Diriwayatkan,
Suatu ketika Kholifah Ali bin Abi Tholib di tanya, Wahai amirul mukminin, mengapa sewaktu islam di pimpin rasulullah terasa tenang dan damai, tapi semenjak engkau yang memimpin banyak terjadi keributan dan pembrontakan?".
Kholifah Ali menjawab, "Iya, karena dahulu yang di pimpin rasulullah orangnya seperti saya, sementara ketika aku yang memimpin masyarakatnya seperti kamu".
Disebutkan dalam riwayat Shahih Bukhari bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika dihujat oleh Khawarij beliau berkata: “Putuskanlah apa yang hendak kalian putuskan, karena aku membenci perpecahan dan perbedaan pendapat, aku menginginkan persatuan. Dan jika tidak maka aku lebih memilih untuk wafat menyusul para sahabatku.” Dan itulah awal sejarah demo yang banyak terjadi di zaman sekarang ini, maka janganlah menjadi pengikut ajaran orang-orang yang mendemo Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib Kw. ketika menerima khilafah setelah ayahnya wafat, maka khilafah pun ia serahkan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan demi menghindari perpecahan diantara kaum muslimin. Maka dalam hal ini Sayyidina Hasan lebih memilih untuk mengalah dan menyerahkan kekuasaan demi menjaga agar tidak terjadi pertumpahan darah diantara kaum muslimin.
Kemudian Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib Kw. yang datang untuk memenuhi undangan. Namun setelah beliau tiba di Karbala, disampaikan kepada Yazid bin Mu’awiyah bahwa Sayyidina Husain datang untuk berperang dan merebut kepemimpinan. Sungguh sebuah kedustaan yang nyata, karena jika Sayyidina Husain datang untuk berperang atau untuk merebut kepemimpinan maka beliau tidak akan membawa serta istri dan anak-anaknya serta keluarganya bersamanya. Sehingga Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib dibantai di padang Karbala.
Dan sampai pada keturunannya, al-Imam Ahmad al-Muhajir, dimana ketika di Baghdad banyak terjadi khilaf, pecah-belah dan perebutan kekuasaan, maka al-Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir bersama keluarganya pindah ke Tarim Hadhramaut. Karena di daerah tersebut ada penguasa Tarim seorang muslim yang membela Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Dan banyak orang yang mengecam al-Imam Ahmad al-Muhajir, sehingga ada seorang alim yang bermimpi Rasulullah Saw. dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, al-Imam Ahmad telah meninggalkan kami dan pindah ke Hadhramaut, sedangkan kami berada dalam pertikaian dan perselisihan.” Maka Rasulullah Saw. menjawab: “Aku gembira dengan apa yang telah diperbuat oleh Ahmad bin Isa.”
Sehingga al-Imam Ahmad menetap di Hadhramaut dan terus memiliki keturunan hingga sampai pada masa al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi. Beliau mematahkan pedangnya di hadapan keluarga dan para sahabatnya seraya berkata: “Keluargaku dan para sahabatku serta orang-orang yang mengikutiku, sejak saat ini aku tidak lagi akan berdakwah dengan kekerasan.”
Oleh sebab itu jalan dakwah para habaib adalah dengan kedamaian. Sehingga dari Hadhramaut muncullah para penyeru ke jalan Islam menuju Gujarat yang akhirnya sampai ke pulau Jawa. Mereka datang dengan jalan kedamaian seperti yang dicontohkan oleh para leluhurnya. Dan kita kenal 9 orang yang berhasil menyebarkan Islam di Nusantara ini, mereka tidak memiliki pasukan, senjata atau kekuatan lainnya. Namun mereka dapat menyebarkan Islam di segala penjuru nusantara sehingga penduduk Indonesia mengenal kalimat “Laa ilaaha illaa Allah”, dan jadilah Indonesia ini negara muslimin terbesar di dunia, karena kedamaian yang disebarkan melalui para penyebar dakwah di tanah air. Demo, Meneladani kaum Khawarij untuk Menggulingkan Pemerintah.
Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan juga di demo
Wallahu 'alam
Suatu ketika Kholifah Ali bin Abi Tholib di tanya, Wahai amirul mukminin, mengapa sewaktu islam di pimpin rasulullah terasa tenang dan damai, tapi semenjak engkau yang memimpin banyak terjadi keributan dan pembrontakan?".
Kholifah Ali menjawab, "Iya, karena dahulu yang di pimpin rasulullah orangnya seperti saya, sementara ketika aku yang memimpin masyarakatnya seperti kamu".
Disebutkan dalam riwayat Shahih Bukhari bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika dihujat oleh Khawarij beliau berkata: “Putuskanlah apa yang hendak kalian putuskan, karena aku membenci perpecahan dan perbedaan pendapat, aku menginginkan persatuan. Dan jika tidak maka aku lebih memilih untuk wafat menyusul para sahabatku.” Dan itulah awal sejarah demo yang banyak terjadi di zaman sekarang ini, maka janganlah menjadi pengikut ajaran orang-orang yang mendemo Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib Kw. ketika menerima khilafah setelah ayahnya wafat, maka khilafah pun ia serahkan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan demi menghindari perpecahan diantara kaum muslimin. Maka dalam hal ini Sayyidina Hasan lebih memilih untuk mengalah dan menyerahkan kekuasaan demi menjaga agar tidak terjadi pertumpahan darah diantara kaum muslimin.
Kemudian Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib Kw. yang datang untuk memenuhi undangan. Namun setelah beliau tiba di Karbala, disampaikan kepada Yazid bin Mu’awiyah bahwa Sayyidina Husain datang untuk berperang dan merebut kepemimpinan. Sungguh sebuah kedustaan yang nyata, karena jika Sayyidina Husain datang untuk berperang atau untuk merebut kepemimpinan maka beliau tidak akan membawa serta istri dan anak-anaknya serta keluarganya bersamanya. Sehingga Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib dibantai di padang Karbala.
Dan sampai pada keturunannya, al-Imam Ahmad al-Muhajir, dimana ketika di Baghdad banyak terjadi khilaf, pecah-belah dan perebutan kekuasaan, maka al-Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir bersama keluarganya pindah ke Tarim Hadhramaut. Karena di daerah tersebut ada penguasa Tarim seorang muslim yang membela Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Dan banyak orang yang mengecam al-Imam Ahmad al-Muhajir, sehingga ada seorang alim yang bermimpi Rasulullah Saw. dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, al-Imam Ahmad telah meninggalkan kami dan pindah ke Hadhramaut, sedangkan kami berada dalam pertikaian dan perselisihan.” Maka Rasulullah Saw. menjawab: “Aku gembira dengan apa yang telah diperbuat oleh Ahmad bin Isa.”
Sehingga al-Imam Ahmad menetap di Hadhramaut dan terus memiliki keturunan hingga sampai pada masa al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi. Beliau mematahkan pedangnya di hadapan keluarga dan para sahabatnya seraya berkata: “Keluargaku dan para sahabatku serta orang-orang yang mengikutiku, sejak saat ini aku tidak lagi akan berdakwah dengan kekerasan.”
Oleh sebab itu jalan dakwah para habaib adalah dengan kedamaian. Sehingga dari Hadhramaut muncullah para penyeru ke jalan Islam menuju Gujarat yang akhirnya sampai ke pulau Jawa. Mereka datang dengan jalan kedamaian seperti yang dicontohkan oleh para leluhurnya. Dan kita kenal 9 orang yang berhasil menyebarkan Islam di Nusantara ini, mereka tidak memiliki pasukan, senjata atau kekuatan lainnya. Namun mereka dapat menyebarkan Islam di segala penjuru nusantara sehingga penduduk Indonesia mengenal kalimat “Laa ilaaha illaa Allah”, dan jadilah Indonesia ini negara muslimin terbesar di dunia, karena kedamaian yang disebarkan melalui para penyebar dakwah di tanah air. Demo, Meneladani kaum Khawarij untuk Menggulingkan Pemerintah.
Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan juga di demo
Dalam
sejarah Islam, aksi demo pertama kali dilakukan oleh kelompok
pemberontak yang ingin menggulingkan khilafah yang sah, khalifah
Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallohu anhu. Adapun dalang utama
dibalik aksi demo pertama tersebut adalah seorang Yahudi yang licik yang
sudah lama menebarkan virus kebencian di kalangan umat Islam saat itu.
Para pendemo menuntut Amirul Mukmimin Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan untuk mundur dari jabatannya atau jika tidak mau maka akan mati dibunuh. Para pendemo melancarkan aksinya dengan mengepung rumah Sayyidina Utsman bin Affan dan memberikan ultimatum, mengundurkan diri atau dibunuh.
Menanggapi fitnah para pendemo, Sayyidina Utsman bin Affan tetap pada pendiriannya yang tidak mau menanggalkan kekhalifahannya. Beliau teringat pesan Rasulullah SAW yang memang sudah diketahuinya bahwasanya nanti akan datang fitnah yang menimpanya. Ketika fitnah itu datang, Rasulullah berwasiat agar beliau tetap berada pada posisinya dan bersabar. Adalah hal yang mudah baginya untuk menumpas habis para pendemo yang memberontak itu. Sahabat-sahabat Nabi SAW pun sudah bersiap diri menawarkan bantuan untuk memberantas para pendemo tetapi ditolaknya. Sayyidina Utsman bin Affan tidak ingin menjadi orang pertama yang menumpahkan darah di kalangan umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW. Ia kembali teringat wasiat Rasulullah SAW untuk tetap bersabar menghadapi fitnah tersebut. Ia pun sudah mengetahui dirinya nanti akan dibunuh seperti yang diberitahukan oleh Rasulullah SAW semasa hidup.
Seakan tidak mau kalah, para pendemo terus menerus melancarkan aksinya melakukan pengepungan sampai berlanjut hingga 40 hari. Sementara Sayyidina Utsman tetap bersabar berpegah teguh pada pendiriannya yang tidak mau melawan dan tidak mau menanggalkan jabatannya. Ini dilakukan semata-mata demi sang kekasih yakni Rasulullah SAW bukan karena dirinya takut terhadap para pendemo yang memberontak.
Hingga pada suatu hari, di akhir hari pengepungan, Sayyidina Utsman bin Affan membuka dan membiarkan pintu rumahnya terbuka. Beliau kemudian duduk dan mengambil mushaf al-Quran dan membacanya. Para pendemo pun melihat Sayyidina Utsman yang sedang membaca al-Qur’an melalui bilik pintu rumahnya. Kesempatan emas ini dimanfaatkan para pendemo untuk masuk ke dalam, sampai akhirnya membunuh Sayyidina Utsman.
Sayyidina Utsman bin Affan gugur syahid di tangan para pendemo kaum pemberontak. Saat itu, Sayyidina Utsman sedang berpuasa dan sedang membaca Kalam Mulia al-Quran. Sang istri yang melihat segera bergegas menolong hingga akhirnya jari jemarinya pun terpotong di tangan para pendemo. Ya Allah, sungguh Engakau telah muliakan Dzun Nurrain.
Berkata Ibn Abbas Radhiyallohu ‘Anhu: “Aku duduk bersama Rasul SAW, maka datanglah Utsman bin Affan RA, maka Rasul SAW berkata padanya: Wahai Utsman, engkau akan dibunuh sedang engkau sedang membaca surat Al Baqarah, dan darahmu akan menciprat pada ayat FASAYAKFIIKAHUMULLAH WAHUWASSAMI’UL ‘ALIIM (Yang artinya: Maka Allah akan mencukupkan kalian dengan kecukupan dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui). Engkau akan dibangkitkan sebagai pemimpin di hari kiamat, dan akan cemburu padamu penduduk Barat dan Timur, dan engkau akan memberi syafaat sebanyak rakyat Rabi’ah dan Mudharr (Rabi’ah dan Mudharr adalah dua qabilah arab yg banyak jumlahnya).”
Para pendemo menuntut Amirul Mukmimin Khalifah Sayyidina Utsman bin Affan untuk mundur dari jabatannya atau jika tidak mau maka akan mati dibunuh. Para pendemo melancarkan aksinya dengan mengepung rumah Sayyidina Utsman bin Affan dan memberikan ultimatum, mengundurkan diri atau dibunuh.
Menanggapi fitnah para pendemo, Sayyidina Utsman bin Affan tetap pada pendiriannya yang tidak mau menanggalkan kekhalifahannya. Beliau teringat pesan Rasulullah SAW yang memang sudah diketahuinya bahwasanya nanti akan datang fitnah yang menimpanya. Ketika fitnah itu datang, Rasulullah berwasiat agar beliau tetap berada pada posisinya dan bersabar. Adalah hal yang mudah baginya untuk menumpas habis para pendemo yang memberontak itu. Sahabat-sahabat Nabi SAW pun sudah bersiap diri menawarkan bantuan untuk memberantas para pendemo tetapi ditolaknya. Sayyidina Utsman bin Affan tidak ingin menjadi orang pertama yang menumpahkan darah di kalangan umat Islam sepeninggal Rasulullah SAW. Ia kembali teringat wasiat Rasulullah SAW untuk tetap bersabar menghadapi fitnah tersebut. Ia pun sudah mengetahui dirinya nanti akan dibunuh seperti yang diberitahukan oleh Rasulullah SAW semasa hidup.
Seakan tidak mau kalah, para pendemo terus menerus melancarkan aksinya melakukan pengepungan sampai berlanjut hingga 40 hari. Sementara Sayyidina Utsman tetap bersabar berpegah teguh pada pendiriannya yang tidak mau melawan dan tidak mau menanggalkan jabatannya. Ini dilakukan semata-mata demi sang kekasih yakni Rasulullah SAW bukan karena dirinya takut terhadap para pendemo yang memberontak.
Hingga pada suatu hari, di akhir hari pengepungan, Sayyidina Utsman bin Affan membuka dan membiarkan pintu rumahnya terbuka. Beliau kemudian duduk dan mengambil mushaf al-Quran dan membacanya. Para pendemo pun melihat Sayyidina Utsman yang sedang membaca al-Qur’an melalui bilik pintu rumahnya. Kesempatan emas ini dimanfaatkan para pendemo untuk masuk ke dalam, sampai akhirnya membunuh Sayyidina Utsman.
Sayyidina Utsman bin Affan gugur syahid di tangan para pendemo kaum pemberontak. Saat itu, Sayyidina Utsman sedang berpuasa dan sedang membaca Kalam Mulia al-Quran. Sang istri yang melihat segera bergegas menolong hingga akhirnya jari jemarinya pun terpotong di tangan para pendemo. Ya Allah, sungguh Engakau telah muliakan Dzun Nurrain.
Berkata Ibn Abbas Radhiyallohu ‘Anhu: “Aku duduk bersama Rasul SAW, maka datanglah Utsman bin Affan RA, maka Rasul SAW berkata padanya: Wahai Utsman, engkau akan dibunuh sedang engkau sedang membaca surat Al Baqarah, dan darahmu akan menciprat pada ayat FASAYAKFIIKAHUMULLAH WAHUWASSAMI’UL ‘ALIIM (Yang artinya: Maka Allah akan mencukupkan kalian dengan kecukupan dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui). Engkau akan dibangkitkan sebagai pemimpin di hari kiamat, dan akan cemburu padamu penduduk Barat dan Timur, dan engkau akan memberi syafaat sebanyak rakyat Rabi’ah dan Mudharr (Rabi’ah dan Mudharr adalah dua qabilah arab yg banyak jumlahnya).”
Wallahu 'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar