Senin, 14 September 2015

Puasa fidyah dan qodho

•• Qadha PUASA ••

Seseorang yang memiliki tanggungan Qadha Puasa Ramadhan baik yang ditinggalkan karena udzur atau pun bukan wajib mengganti puasa tersebut dihari-hari yang diperbolehkan menjalankan puasa.

HARI-HARI YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN MENJALANI PUASA

~ Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
~ Hari TASYRIQ (tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah)
~ Hari-hari yang telah ia tentukan untk puasa NADZAR
~ Hari Syak (30 Sya'ban) kecuali bagi orang yang sebelumnya telah membiasakan berpuasa semacam senin kamis

YANG DIPERBOLEHKAN BERBUKA PUASA (mokel-java-pent)

• Lanjut Usia dan orang sakit

Berdasarkan ijma’ kaum muslimin, seseorang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu lagi untuk berpuasa, baik pada bulan Ramadhan atau lainnya dibolehkan untuk tidak berpuasa dan tidak diwajibkan untuk mengqadha’nya melainkan ia harus membayar fidyah yang diberikan pada orang-orang miskin. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah 184. Menurut Ibnu Abbas, ayat ini menerangkan tentang orang yang sudah lanjut usia yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka ia wajib membayar fidyah kepada satu orang miskin tiap satu hari.

Ketentuan ini juga berlaku bagi orang sakit yang tidak diharap lagi kesembuhannya, berdasar firman Allah “..dan sekali-kali Dia (Allah) tidak menjadikan bagi kamu dalam agama suatu kesempitan.” [QS. Al-Hajj 78]

Dan bagi mereka yang kira-kira masih bisa sembuh maka wajib mengqadha’ tanpa membayar fidyah.

• Lapar dan dahaga yang tak tertahankan lagi

Seseorang yang tertimpa lapar atau dahaga yang tak tertahankan lagi, sekiranya jika ia berpuasa akan menemui kepayahan luar biasa, maka ia boleh membatalkan puasa dan wajib mengqadha’nya. Bahkan ia wajib membatalkan puasanya jika menduga akan menemui madharrat sehingga merusak mekanisme (syaraf) tubuh. Firman Allah: “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan. [QS. Al Baqarah 195]

• Dalam keadaan dipaksa

Mayoritas ulama (berbeda dari Syafi’iyah) berpendapat bahwa seseorang yang dipaksa/diperkosa boleh membatalkan puasanya dan ia wajib mengqadha’nya. Dan jika ada seorang perempuan di gauli secara paksa atau dalam keadaan tidur, ia (si perempuan) wajib mengqadha’nya puasanya.

Ketentuan-ketentuan lain :

1. Pekerja berat Imam Abu Bakar Al-Ajiri mengatakan bahwa jika ia mengkhawatirkan kondisinya karena pekerjaan berat yang ia lakukan maka dia boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadha’nya. Namun, mayoritas ulama mengatakan bahwa mereka tetap wajib berpuasa dan jika ternyata ditengah hari dia tidak mampu lagi melanjutkan puasanya, barulah ia membatalkannya dan wajib mengqadha’ nya. Sebagaimana firman Allah “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, karena sesungguhnya Allah Maha Peenyayang kepadamu.” [Surat Annisa 29]

2. Penyelamat seseorang yang tenggelam Ulama Hanbali mengatakan bahwa ia boleh berbuka dan tidak wajib membayar fidyah jika tidak mampu menahan masuknya air, jika ia mampu menahannya maka ia tidak diperbolehkan berbuka.

• Wanita hamil dan menyusui

Semua Ulama sepakat tentang adanya rukhsah (keringanan) bolehnya wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa dibulan Ramadhan, namun mereka berbeda pendapat mengenai cara mengganti puasanya. Berikut adalah pendapat-pendapat yang ada :

>> Versi Imam Hanafi

Wanita hamil atau menyusui yang tidak berpuasa dibulan Ramadhan (baik karena menghawatirkan dirinya sendiri atau bayinya atau bahkan keduanya) kewajibannya hanya meng-Qodho puasa yang mereka tinggalkan tersebut tanpa harus membayar Fidyah (tebusan), Tendensi Beliau Hadits Anas bin Malik al-Ka’bi menuturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menggugurkan puasa dan separoh sholat dari musafir, dan menggugurkan puasa saja dari wanita hamil dan menyusui.”(HR. Imam Ahmad, 4/374; at-Tirmidzi, 3/94; an-Nasâ’i, 4/190).

Pendapat Imam Auza’i, Zuhri dan At tsauri dalam masalah ini sama dengan pendapat Imam Hanafi.

>> Versi Imam Maliki

Wanita hamil yang tidak berpuasa dibulan Ramadhan kewajibannya hanya meng-Qodho puasa yang mereka tinggalkan tersebut tanpa harus membayar Fidyah, alasannya karena wanita hamil disamakan dengan orang sakit. Tendensi ketetapan hukum ini adalah firman Allah swt
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” (QS. Albaqaarah Ayat 184)

Sedangkan Wanita menyusui yang tidak berpuasa dibulan Ramadhan kewajibannya meng-Qodho puasa yang mereka tinggalkan tersebut serta harus membayar Fidyah berdasarkan firman Allah swt

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Albaqaarah Ayat 184)

Yang dimaksud dalam ayat tersebut menurut Imam Malik adalah Wanita menyusui dan orang tua renta.

>> Versi Imam Syafi’I dan Imam Hambali

Wanita hamil atau menyusui yang tidak berpuasa dibulan Ramadhan wajib meng-Qodho puasa yang mereka tinggalkan tersebut tanpa harus membayar Fidyah dengan catatan apabila faktornya karena menghawatirkan terhadap dirinya sendiri, atau menghawatirkan terhadap dirinya sendiri dan anaknya, Tendensi ketentuan ini adalah firman Allah swt.
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” (QS. Albaqaarah Ayat 184)

Imam Syafi’I menyamakan wanita hamil atau menyusui dengan orang sakit sedang orang sakit pada ayat diatas (saat tidak berpuasa) tidak diwajibkan membayar fidyah.

Jika faktor wanita hamil atau menyusui yang tidak berpuasa murni karena menghawatirkan anak yang ia kandung atau ia susui maka dia wajib meng-Qodho puasa yang mereka tinggalkan tersebut sekaligus membayar Fidyah hal ini karena berdasarkan Hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Daud ra dan Imam baehaqi

“Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” ( HR. Abu Dawud)

Dan berdasarkan perkataan Ibnu ‘Umar ra. ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata,

“Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (HR. al-Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih)

(Jika dikonversikan dalam bentuk liter satu mud adalah 0,6875 liter atau 687,5 mililiter berupa makanan pokok).
_________________________________

QADHA PUASA YANG TERTUNDA

Ada beberapa perbedaan pendapat yang berkembang seputar tanggungan puasanya seseorang yang belum diqadha hingga datangnya bulan ramadhan berikutnya,

• Versi Imam Hanafi

Mengqadha sesuai berapa hari puasa yang ditinggalkan (baik menunda qadha'nya karena udzur/tidak)

Berdasarkan dhahirnya Firman Allah

“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” (QS. Albaqaarah Ayat 184)

• Versi Imam Syafi’I, Maliki dan Imam Hambali

Mengqadha sesuai berapa hari puasa yang ditinggalkan ditambah membayar Fidyah bila menunda qadhanya karena tanpa adanya udzur berdasarkan sabda Rasulullah saw

"Barangsiapa yang memutuskan puasa dibulan ramadhan dan tidak mengqadha'nya sampai datang bulan ramadhan berikutnya maka dia wajib berpuasa untuk hari itu, kemudian baru puasa qadha dan memberi makanan setiap hari terhadap orang miskin (HR Baehaqi)

Namun pijakan Imam syafi'i dalam wajibnya mengqadha ditambah fidyah dalam masalah ini bukan berpijak pada hadits dhaif ini melainkan berdasarkan ijma ulama.

• Versi Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Sa'id bin Zubair

Tanggungan qadha puasanya berubah menjadi membayar fidyah bukan qadha puasa lagi berdasarkan Hadits Nabi

"Apabila tanggungan qadha puasa masih tetap (belum dipenuhi) hingga datangnya bulan puasa berikutnya maka dia wajib membayar kafarat (HR Baehaqi)
____________________________________
Dinukil dari Kitab Madzahib Al-Arba'ah 1/902-905



اختلف العلماء في حكم الحامل والمرضع إذا أفطرتا على عدة أقوال :

القول الأول : عليهما القضاء فقط ، وهذا مذهب الإمام أبي حنيفة رحمه الله . وقال به من الصحابة علي بن أبي طالب رضي الله عنه .

القول الثاني : إن خافتا على أنفسهما فعليهم القضاء فقط ، وإن خافتا على ولديهما فعليهما القضاء وإطعام مسكين عن كل يوم ، وهو مذهب الإمامين الشافعي وأحمد . وحكاه الجصاص عن ابن عمر رضي الله عنهما .

القول الثالث : عليهما الإطعام فقط ، ولا قضاء عليهما . وقال به من الصحابة عبد الله بن عباس رضي الله عنهما ، وحكاه ابن قدامة في المغني (3/37) عن ابن عمر أيضاً رضي الله عنهما.

روى أبو داود (2318) عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا قَالَ أَبُو دَاوُد يَعْنِي عَلَى أَوْلادِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا. قال النووي : إسناده حسن .

وَأَخْرَجَهُ الْبَزَّارُ وَزَادَ فِي آخِرِهِ : وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقُولُ لأُمِّ وَلَدٍ لَهُ حُبْلَى : أَنْتَ بِمَنْزِلَةِ الَّتِي لا تُطِيقُهُ فَعَلَيْك الْفِدَاءُ , وَلا قَضَاءَ عَلَيْك , وَصَحَّحَ الدَّارَ قُطْنِيُّ إسْنَادَهُ . قاله الحافظ في "التلخيص" .

--------------------------------------------------
Wanita hamil dan atau menyusui, jk tdk berpuasa, cukup membayar fidyah tanpa mengqodlo'i puasanya



SEKILAS TENTANG FIDYAH

PERTANYAAN :
Assalamu'alaykum.Pertanyaan titipan
_ Kapankah waktu yg tepat untuk membayar FIDYAH??
_ Dan siapa saja yg berkewajiban membayar FIDYAH ??
_ Dan kepada siapa FIDYAH itu wajib diserahkan.  Matur nuhun jawaban nya :)

Masalah ~> teman sy namax mb ayu beliau bkerja di LN tepatnya taiwan..beliau bermksud membyar fidyah krn merasa 2 kali puasanya d bulan ramadhan kurang sempurna.. (tnggal d rmh majikan mau ga mau bntu majikan cuci +klutek2 babi,dan dlm rumah majikan ada anjing nya yg otomatis kena air liurnya dan ke2 hwan tsb adlh haram.) oleh sbb itu ia merasa puasax 2 kali bln ramadhan (30+30=60 hri kurang sempurna) dan kmudian dia berniat membyar fidyah..tapi ktk dia mengunjungi slh 1 pesantren..yai pesantrenx blang kdu mbyar sgitu.. tanpa d ksh thu hitung2 an nya...tp krn trlalu bxk (seperti kurang wajar),tman sy tdk jd membyar..dan memberkan sdkit sdekah...next...gurunya mb ayu td blang "ndak usah d byar dlu.." smpai skrg pun tmen sy blum membyarx krn tdk d perbolehkan oleh gurunya td..
nah..kalau tdk jd membyr fidyah..bgaimana dgn niat awalnya td.....apa tdk apa2 niatnya tdk d laksnakan..dan bgaimana puasanya yg dia rasa kurang sempurna td?


JAWABAN :
1. Diperkenankan memilih antara membayarnya diakhir bulan Ramadhan atau setelah terbitnya fajar disetiap hari ramadhan (yang ia tinggalkan puasanya).
2. Orang tua renta, orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya dan wanita hamil atau menyusui saat meninggalkan puasa karena mengkhawatirkan anaknya karena disamping wajib Qadha bagi wanita tersebut juga diwajibkan membayar fidyah.

untuk keterangan lebih lanjut silahkan buka Dokumen Photo PISS (https://www.facebook.com/photo.php?fbid=220965771284633&set=o.196355227053960&type=3&theater)

Dan orang yang meninggal dunia sebelum mengqadhai puasa karena tanpa adanya udzur, maka wajib bagi ahli warisnya memberikan sehari satu mud atas puasa yang ditinggalkan si Mayit.

Dan fidyah tidak disyariatkan dalam kasus mereka yang telah menjalani puasa namun karena hati-hati mereka juga membayar fidyah.
3. Fakir Miskin

تعجيل الفدية :
13 - اختلف الفقهاء في مسألة ما إذا كان يجوز للشيخ العاجز والمريض الذي لا يرجى برؤه تعجيل الفدية ، فأجاز الحنفية دفع الفدية في أول الشهر كما يجوز دفعها في آخره . (1) وقال النووي : اتفق أصحابنا على أنه لا يجوز للشيخ العاجز والمريض الذي لا يرجى برؤه تعجيل الفدية قبل دخول رمضان ، ويجوز بعد طلوع فجر كل يوم ، وهل يجوز قبل الفجر في رمضان ؟ قطع الدارمي بالجواز وهو الصواب . (2)
__________
(1) حاشية ابن عابدين 2 / 119 .
(2) المجموع للنووي 6 / 260 .

TA’JIIL (MEMPERCEPAT WAKTU PEMBAYARAN) FIDYAH
Ulama Fiqh berbeda pendapat mengenai masalah Ta’jil Fidyah yang dikerjakan oleh orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya, Kalangan hanafiyah memperkenankan pembayaran Fidyah dilakukan oleh keduanya diawal bulan ramadhan seperti diperkenannkannya membayarnya diakhir bulan.
Imam An-nawawy berkata “Pengikut Madzhab Syafi’i sepakat bahwa bagi orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya tidak boleh menunaikan pembayaran fidyah sebelum memasuki bulan ramadhan dan boleh ditunaikan setelah terbitnya fajar disetiap hari ramadhan (yang ia tinggalkan puasanya), Apakah boleh ditunaikan sebelum terbitnya fajar ? Imam ad-Daroomi memastikan kebolehannya dan inilah pendapat yang benar.
Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 32/68

Dalam Kitab Fataawa ar-Romly dijelaskan :


قال الرملي الشافعي رحمه الله: ويتخير في إخراجها بين تأخيرها وبين إخراج قيمة كل يوم فيه أو بعد فراغه، ولا يجوز تعجيل شيء منها لما فيه من تقديمها على وجوبه. انتهى.
  Imam ar-Romly dari madhab As-Syafi’i berpendapat “Dalam pelaksanaan pembayaran fidyah diperkenankan memilih waktunya antara mengakhirkannya (di akhir bulan ramadhan) dan antara mengeluarkan nilai harga fidyahnya disetiap hari atau setelah selesainya tiap hari ramadhan dan tidak diperbolehkan mempercepat pembayarannya karena artinya mendahulukan pelaksanaannya sebelum waktu diwajibkannya”


  { فرع } اتفق أصحابنا علي أنه لا يجوز للشيخ العاجز والمريض الذى لا يرجى برؤه تعجيل الفدية قبل دخول رمضان ويجوز بعد طلوع فجر كل يوم وهل يجوز قبل الفجر في رمضان قطع الدارمي بالجواز وهو الصواب وقال صاحب البحر فيه احتمالان لوالده وليس بشئ ودليله القياس علي تعجيل الزكاة

CABANG
Pengikut Madzhab Syafi’i sepakat bahwa bagi orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya tidak boleh menunaikan pembayaran fidyah sebelum memasuki bulan ramadhan dan boleh ditunaikan setelah terbitnya fajar disetiap hari ramadhan (yang ia tinggalkan puasanya).
Pengarang Kitab al-bahr berkata ”Didalamnya mengandung dua kemungkinan dan ini bukanlah sesuatu masalah dengan dikiyaskan pada ta’jil az-zakat”
Al-majmuu’ Alaa Syarh al-Muhadzdzab VI/260


  ( كمفطر لكبر ) لا يطيق معه الصوم ، أو يلحقه به مشقة شديدة فإنه يجب عليه لكل يوم مد قال تعالى { وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين } المراد لا يطيقونه ، أو يطيقونه حال الشباب ثم يعجزون عنه بعد الكبر وروى البخاري أن ابن عباس وعائشة كانا يقرآن وعلى الذين يطوقونه ومعناه يكلفون الصوم فلا يطيقونه وكالكبير مريض لا يرجى برؤه... ( ، أو ) كذات ( حمل ، أو مرضع ) ولو لولد غيرها بأجرة ، أو دونها وقد أفطرتا فإنه يجب على كل منهما لكل يوم مد

(Keterangan seperti orang yang meninggalkan puasa karena ketuaannya) yang tidak kuat baginya menjalankan puasa, atau saat puasa ia menemukan kesulitan yang teramat sangat, maka wajib baginya setiap hri satu mud.
Allah berfirman “Dan atas orang yang tidak kuat menjalaninya wajib mengeluarkan fidyah makanan untuk orang-orang miskin” artinya tidak kuat menjalani puasa atau saat muda ia kuat kemudian setelah tua ia tidak kuat...
Seperti halnya orang tua renta adalah orang sakit yang tidak lagi diharapkan kesembuhannya.
(atau bagi wanita hamil dan menyusui) meskipun menyusui anak orang lain karena diberi upah atau karena lainnya dan mereka berdua meninggalkan puasa maka wajib bagi mereka mengeluarkan setiap hari satu mud (disamping mengqadhai puasanya).
Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah VII/148


  ومن مات قبل أن يقضي فلا يخلو إما أن يفوته الصيام بعذر أو بغير عذر وعلى الأول فإن تمكن من القضاء بأن خلا عن السفر والمرض ولم يقض يأثم ويخرج من تركته لكل يوم مد

Barangsiapa meninggal dunia sebelum ia mengqadhai puasanya maka adakalanya peninggalan qadha tersebut karena udzur atau tanpa udzur...
Bila ada kesempatan baginya menjalani qadha namun ia enggan melaksanakannya (hingga ia meninggal) maka ia berdosa dan ahli warisnya mengeluarkan harta peninggalannya setiap hari yang ia tidak puasai satu mud.
I’aanah at-Thoolibiin II/237.
Wallaahu A'lamu Bis Showaab.



Link : https://www.facebook.com/groups/piss.ktb/permalink/823023114387165/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar