Kamis, 24 September 2015

Meluruskan Pemahaman Syeikh Ali Jaber Tentang Qurban





Sebuah video kontroversial seputar penyelenggaraan ibadah qurban beredar di jejaring media Youtube. Video berjudul “Meluruskan Kesalahpahaman Seputar Qurban – Ceramah Syekh Ali Jaber” membuat masyarakat khususnya orang awam resah dan kembali bertanya-tanya perihal hukum dan persoalan ibadah qurban. Bahkan video itu sampai menimbulkan fitnah di tengah masyarakat sebagaimana diungkapkan oleh akun Rustin Faisal yang mengatakan:


Dengan beradarnya video ceramah Syekh Ali Bajeber (Jaber) di tengah masyarakat, banyak orang-orang awan yang salah dalam pemahaman. Sehingga yang terjadi sekarang ada beberapa tukang jual sapi yang sudah dipesan untuk dibeli atau pengurus masjid yang sudah biasa dia berkorban di masjid itu dengan seekor sapi untuk sekeluarga, merasa kecewa dan bingung karena dibatalkan (pembelian sapinya atau qurban sapinya) dengan (diganti) membeli seekor kambing, dan disalurkan ke masjid/ majelis ta’lim dengan niat untuk (qurban) sekeluarga dengan tanpa nama perorangan. Ketika ditanya darimana hukumnya, orang tersebut bilang dari ceramahnya Syekh Ali Bajeber (Jaber) yang dia anggap lebih ‘alim dan mengerti daripada ulama-ulama yang ada di kampung/ daerahnya. Inilah realita yang terjadi di tengah masyarakat awam kita“.

Video yang diunggah oleh akun Muhammad Setiawan pada 5 September 2015 itu sebenarnya adalah video lama yang terjadi setahun yang lalu, tepatnya pada 3 Oktober 2014 saat Syekh Ali Jaber berceramah di Masjid Ar-Rahim, Menara 165 ESQ, Jakarta. Video ini kemudian diedarkan di dunia maya oleh beberapa website menjelang Hari Raya Idul Adha 1436 H (September 2015), diantaranya tercatat ada website Bersama Islam, PKS Piyungan, dan beberapa blog gratisan dengan isi dan judul yang sama “Meluruskan Pemahaman Tentang Qurban Oleh Syeikh Ali Jaber”.
Dalam video berdurasi 10 menit 34 detik itu, Syekh Ali Jaber membuka pernyataannya dengan mengatakan bahwa pemahaman masyarakat Indonesia tentang qurban masih banyak yang salah. Syekh asal Arab Saudi yang sering tampil di beberapa televisi nasional ini bahkan “menuduh” umat Islam di Indonesia adalah umat Islam keturunan, yang asal tahu saja, yang jauh dari pemahaman. Seolah-olah muslim Indonesia itu asal-asalan, asal denger, asal lihat, dan tidak punya dasar dalil yang kuat. Innalillah…
Lebih lanjut, Syekh Ali Jaber mencoba “meluruskan” pemahaman tentang hitungan hewan qurban yang dianggapnya keliru. Dikatakan qurban itu hitungannya per keluarga bukan per orang. Jika dalam satu keluarga itu ada 45 anggota keluarga yang terdiri dari 1 suami, 4 istri, dan 40 anak, maka cukup berkurban wajib 1 ekor kambing saja, tidak lebih dari itu kewajibannya. Sehingga 1 ekor Sapi untuk 7 orang itu pemahaman yang sebenarnya keliru. Kemudian saat penyembelihannya kita cukup dengan Bismillah atas namaku dan keluarga, tidak perlu menyebutkan data nama keluarga yang berkurban. Selain itu, Syekh Ali Jaber juga menyatakan hukum qurban itu adalah wajib, sampai beberapa kali berkata wajib: wajib sapi, wajib satu ekor kambing, dan lain-lain.
Untuk selengkapnya, berikut kami sajikan transkip cuplikan perkataan Syekh Ali Jaber dalam video tersebut:
“Memang persoalan qurban, Saya jujur saja selama di Indonesia masih banyak salah pemahaman terhadap qurban. Dan Saya pernah berkata memang Islam kita di Indonesia Islam Keturunan. Yah, jadi asal tahu saja (sambil tertawa cengengesan), tapi dari segi pelajaran, mohon maaf ya kita terlalu jauh, jauh terhadap pemahaman. Yang saya maksud kita melaksanakan sesuatu tapi kita sudah belajar sudah tahu, bukan hanya asal, eh.. saya dengar, eh.. saya lihat saya bukan sebatas itu tapi kita punya dasarnya. Dan ini kelemahannya, diantaranya qurban.
Saya pernah mendengar, bukan, malah sering mendengar soal qurban dihitungkan per orang. Jadi keluarga, suami istri sama lima anak, berarti jumlah tujuh (orang) wajib (satu) sapi. Kalau, apa namanya, kurang daripada itu atau misal suami istri tidak mampu boleh ini tahun qurban kambing atas nama suami, tahun depan atas nama istrinya (sambil cengengesan). Ini hal keliru sebenarnya. Yang dihitungkan soal qurban beda sama aqiqah dan beda sama zakat fitrah. Zakat fitrah sama aqiqah terhitung per orang. Aqiqah laki-laki 2 kambing, untuk perempuan 1 (kambing). Kalau tidak mampu boleh. Kalau ada kembar laki sama perempuan berarti tiga kambing, tapi kalau tidak mampu boleh 1 kambing, gak masalah. Dan gak ada istilah sekarang saya qurban tapi nanti sisanya seolah-olah ada hutang sama Allah. Sesuai kemampuan kita, diantaranya qurban.
Qurban hitungannya per keluarga bukan per orang. Buktinya Rasul shollallohu ‘alaih wa sallam dan juga cerita Nabi Ibrahim. Ketika Nabi Ibrahim mau sembelih Nabi Isma’il, Allah turunkan apa? Pengganti sembelihan Nabi Isma’il dengan ekor kambing dari surga, berapa ekor kambing? Satu. Padahal Nabi Ibrahim punya istri dua dan anak. Ada istri Siti Hajar dan Sarah, kemudian anaknya Isma’il dan Ishaq, berarti semuanya berapa? Lima (orang). Kenapa Allah tidak turunkan lima ekor kambing (untuk lima orang)? Karena hitungannya memang satu keluarga (bukan per orang).
Yang kedua, Rasul sendiri sembelih dua kambing. Pertama, Bismillah atas nama Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad. Padahal kita tahu keluarga Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam termasuk keluarga besar, sebelas istri belum lagi anaknya laki-laki sama perempuan, ada yang hidup maupun sudah mati. Sudah termasuk semua, yang hidup maupun mati. Yang kedua, Rasul sembelih sembelihan yang kedua atas namaku dan ummatku. Ummatnya berapa miliyar? Cuman satu ekor kambing. Kenapa Rasul shollallohu ‘alaih wa sallam berqurban atas nama dirinya dan ummatnya? Saya mengambil salah satu di sini tentang sayangnya Rasul kepada ummatnya. Jadi, saya selalu berkata orang miskin yang tidak mampu berkurban seharusnya bangga di hari qurban karena Rasul sudah kurbankan duluan atas nama dia. Jadi, terimakasih ya Rasulallah, ingatkan kita yang kita tidak mampu (berkurban) Rasul sudah (kurbankan). Bahkan kalau Rasul sudah qurban atas nama ummatnya yang tidak mampu berarti sudah terkabul. Kita aja belum tahu qabul atau tidak kalau kita berkurban, tapi kalau Rasul sudah terjamin maqbul. Oleh sebab itu, hitungan qurban itu adalah satu keluarga. Misal, bapak punya istri, punya anak. Itu kalau mampu (satu ekor) sapi silahkan. Mampu seribu sapi silahkan. Kalau soal kemampuan gak ada masalah. Tapi kalau soal kewajiban, nggak ada wajib lebih daripada satu ekor kambing. Satu ekor kambing. Misal, kalau bapak punya istri empat, misal misal, cuman ini misal, istrinya empat. Setiap istri anaknya sepuluh. Berarti jumlah berapa? Anak empat puluh, istri empat, berarti empat puluh empat, sama bapak (jadinya) empat puluh lima. Wajib satu ekor kambing saja, cukup untuk semuanya. Tapi kalau soal mampu ya silahkan, mau seribu kambing boleh, mau seribu sapi boleh, nggak ada yang melarang kalau soal kemampuan.
Dan kalau kita mau sembelih (ucapkan) Bismillah atas namaku dan keluarga. Tidak perlu bawa data-data nama keluarga. Jadi sebutkan, tukang sembelihnya capai menunggu sampai sebutkan nama-nama. Nggak perlu. Sudah Bismillah atas namaku dan keluarga, termasuk atas namaku dan keluarga, (adalah) termasuk orangtua yang sudah meninggal. Termasuk orangtua yang sudah meninggal karena kita adalah hasil daripada orangtua. Itu sudah termasuk, tidak perlu kita sebutkan. Ada sebagian ulama membolehkan kalau kita mampu mau khusus kambing atas nama orangtua tidak masalah, kalau kita mampu. Tapi kalau kita tidak mampu, itu sudah termasuk orangtua kita bersama keluarga besar kita. Ini salah satu kenikmatan dan ini juga termasuk sedekah yang berguna bagi orang yang sudah meninggal di keluarga kita. Wallohu Ta’ala”.
Menanggapi pernyataan di atas, Anggota Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (LBM PWNU Jatim), Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin berkomentar. Dalam akun Facebooknya, Alumni Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Mojo, Kediri ini menjawab tuduhan Syekh Ali Jaber seputar masalah qurban yang diamalkan umat Islam di Indonesia.
Pertama, Syekh Ali Jaber mengatakan hukum qurban adalah wajib. Mantan Ketua LBM PCNU Surabaya ini menjawab:
“Boleh Anda berpendapat seperti itu, namun pendapat seperti ini dibantah oleh ahli hadits bermadzhab Syafi’iyyah yaitu Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari.
Diantara hadits yang menunjukkan qurban adalah sunah sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:كُتِبَ عَلِيَّ النَّحْرُ وَالذَّبْحُ وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ (رواه الطبراني)


Yang artinya: Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda: Menyembelih qurban wajib bagiku dan tidak diwajibkan bagi kalian (Hadits Riwayat al-Thabrani). Hadis ini juga memiliki banyak jalur riwayat meskipun dhaif.

Terbukti juga seorang sahabat berkata:

قَالَ اِبْن عُمَر : هِيَ سُنَّة وَمَعْرُوف (رواه البخاري)


Yang artinya: Ibnu Umar berkata: Qurban adalah sunah dan telah diketahui (Hadits Riwayat al-Bukhari).

Imam Syafii juga berkata:

قَالَ الشَّافِعِي وَبَلَغَنَا أَنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا كَانَا لاَ يُضَحِّيَانِ كَرَاهِيَةَ أَنْ يُرَى أنَّهَا وَاجِبَةٌ (مختصر المزني مع الأم 8/ 283)


Yang artinya: Telah sampai kepada kami bahwa Abu Bakar dan Umar (pernah) tidak menyembelih qurban karena khawatir akan dianggap wajib (Mukhtashar al-Muzani 8/283).

Oleh karenanya ahli hadits Imam al-Tirmidzi berkesimpulan:

قَالَ التِّرْمِذِيّ : الْعَمَل عَلَى هَذَا عِنْد أَهْل الْعِلْم أَنَّ الْأُضْحِيَّة لَيْسَتْ بِوَاجِبَةٍ


Yang artinya: Menurut para ulama bahwa qurban tidak wajib.

Pertanyaan untuk Syekh: Apakah seperti yang diamalkan Muslim Indonesia ini salah, Syekh?”

Kedua, terkait hitungan qurban yang dikatakan Syekh Ali Jaber per-keluarga, bukan per-orang. Dikatakan, jika dalam satu keluarga itu ada 45 anggota keluarga yang terdiri dari 1 suami, 4 istri, dan 40 anak, maka cukup berkurban wajib 1 ekor kambing saja, tidak lebih dari itu kewajibannya. Ustadz Ma’ruf Khozin pun angkat bicara mengenai hitungan qurban ala Syekh ini dan berkata:

“Syekh Ali Jaber ini mengambil dari beberapa pendapat ulama berikut:

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ


Yang artinya: Inilah (satu kambing untuk 1 keluarga) yang diamalkan oleh sebagian ulama. Ini adalah pendapat Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahwaih.

Namun Imam al-Tirmidzi masih melanjutkan:

وَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لاَ تُجْزِئُ الشَّاةُ إِلاَّ عَنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَهُوَ قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ وَغَيْرِهِ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ. (سنن الترمذى – ج 6 / ص 136)


Yang artinya: Menurut sebagian ulama yang lain, 1 kambing tidak cukup kecuali untuk 1 orang. Ini adalah pendapat Abdullah bin Mubarak dan ulama lainnya (Sunan al-Tirmidzi, 6/136).

Pendapat Ibnu Mubarak inilah yang sejalan dengan madzhab Syafi’iyyah dan diamalkan oleh Muslim Indonesia. Imam al-Nawawi berkata:

(فرع) تَجْزِئُ الشَّاةُ عَنْ وَاحِدٍ وَلَا تَجْزِئُ عَنْ أَكْثَرَ مِنْ وَاحِدٍ لَكِنْ إِذَا ضَحَّى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ تَأَدَّى الشِّعَارَ فِي حَقِّ جَمِيْعِهِمْ وَتَكُوْنُ التَّضْحِيَةُ فِي حَقِّهِمْ سُنَّةَ كِفَايَةٍ (المجموع ج 8 / ص 397)


Yang artinya: Kambing mencukupi untuk 1 orang dan tidak mencukupi untuk 1 orang lebih. Namun, jika ada 1 orang menyembelih kambing untuk 1 keluarga, maka ia telah melakukan syiar untuk keluarganya dan qurban menjadi sunah kifayah bagi mereka (al-Majmu’, 8/397).

Pertanyaan untuk Syekh: Apakah Muslim Indonesia ini memang Islam Keturunan yang hanya taklid, ataukah sudah menjadi amaliah sejak masa ulama Salaf, Syekh?”

Terakhir, Syekh Ali Jaber mengatakan bahwa penyembelihan qurban cukup dengan menyebut Bismillah atas namaku dan keluargaku, tidak perlu menyebutkan nama keluarga satu persatu, dan di dalamnya juga sudah termasuk untuk orangtua yang sudah meninggal. Maka dijawab oleh Ustadz Ma’ruf Khozin dengan indah melalui sebuah hadits riwayat Imam al-Baihaqi sebagai berikut:

“Perihal menyebut nama seperti yang Anda sampaikan memang sudah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi yang terjadi di negeri kami, hewan yang disembelih biasanya tidak disembelih sendiri, melainkan diwakilkan kepada orang lain untuk menyembelih. Maka wakil tersebut sah-sah saja menyebut nama-nama pemilik qurban:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا : لاَ يَذْبَحُ أُضْحِيَّتَكَ إِلاَّ مُسْلِمٌ وَإِذَا ذَبَحْتَ فَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ (سنن البيهقى – ج 2 / ص 27)


Yang artinya: Ibnu Abbas berkata: “Hanya orang muslim yang menyembelih qurbanmu. Jika kamu menyembelih, ucapkan: Bismillah, Ya Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah terimalah qurban si fulan… (Hadits Riwayat al-Baihaqi).”


Sebelumnya, respon serupa juga dihadirkan oleh Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon Jawa Barat, KH Yahya Zainul Maarif, atau yang akrab disapa Buya Yahya. Melalui video berdurasi singkat yang diunggah oleh akun Al-Bahjah TV pada 20 September 2015 dengan judul “Buya Yahya | Koreksi Tentang Qurban”, beliau menyatakan perlunya menjelaskan masalah tentang qurban tersebut menurut madzhab Imam Syafi’i yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia agar tidak menimbulkan fitnah di kalangan ummat.

Buya Yahya memaparkan bahwasanya menurut madzhab Imam Syafi’i hukum menyembelih qurban adalah sunnah yang sangat dikukuhkan (sunnah muakkad), bukan wajib sebagaimana dikatakan Syekh Ali Jaber. Menurut madzhab Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal juga sama, hukumnya sunnah yang dikukuhkan. Sedangkan Imam Abu Hanifah menghukumi wajib tetapi ada syarat-syarat tertentu.

Dan hukum sunnah berkurban ini ada dua, yaitu sunnah ‘ainiyyah dan sunnah kifayah, sebagaimana diungkapkan oleh Buya Yahya. Sunnah ‘ainiyyah artinya setiap kepala (setiap orang) disunnahkan untuk menyembelih satu qurban jika mampu. Sedangkan sunnah kifayah ini dijelaskan bahwa jika satu keluarga sudah ada yang melakukan qurban satu, maka permintaan bagi yang lain sudah tidak ada, tetapi jika ada yang melakukannya tetap dihukumi sunnah.
Mengenai hitungan qurban yang dikatakan Syekh Ali Jaber per-keluarga, bukan per-orang, sehingga qurban 1 sapi untuk 7 orang dikatakan keliru dan tidak benar, Buya Yahya menjawab dengan mengetengahkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalilnya adalah hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ


“Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (Hadits Riwayat Muslim).

Untuk selengkapnya silahkan simak video Koreksi Tentang Qurban bersama Buya Yahya berikut ini:



KH MISBAHUL MUNIR KHOLIL MENJAWAB SYEKH ALI JABER
KH Misbahul Munir Kholil, Pengasuh Pondok Pesantren Ilmu Qur'an Al Misbah Jakarta yang juga Alumni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur, Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PP LDNU), dan Pengurus Komiisi Fatwa MUI DKI Jakarta menjawab ceramah Syekh Ali Jaber seputar permasalahan qurban.



Penjelasan Qurban 1 Kambing untuk 1 Keluarga









Didalam Mughnil Muhtaj juz 4 hal. 359 cetakan Daarul Fikr menjelaskan bahwa:

“Dipandang dari hukum asalnya, kambing yang telah ditentukan untuk qurban, maka hanya cukup untuk 1 orang saja. Namun, ketika ada seseorang yang menyembelih 1 kambing diniati untuk dirinya dan keluarganya, atau dia menyembelih kambing untuk dirinya dan orang lain, maka hal itu diperbolehkan”. Karena adanya hadist Nabi SAW riwayat Muslim: bahwasanya Nabi SAW menyembelih dua kambing, dan beliau berdo’a: “Ya Allah, terimalah (kambing kurban ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad dan umat Muhammad”. Ini menjelaskan bahwa udhiyah (qurban) adalah sunnah kifayah (jika 1 orang melakukannya maka gugurlah kesunnahan yang lain) dan 1 orang tersebut mewakili ahli keluarga seperti hukum memulai mengucapkan salam dan menjawab hamdalah bagi yang bersin.

Di dalam kitab Majmu’ Imam Nawawi menjelaskan bahwa:

Termasuk yang diambil dalil dari pendapat ini adalah hadist shohih di dalam kitab Al-Muwattho’: Bahwa Abu Ayyub Al-Anshory berkata, “Suatu hari kita menyembelih kurban satu kambing, yang mana hal itu dilakukan oleh satu laki-laki dan diperuntukkan untuk dirinya dan keluarganya. Setelah itu para masyarakat saling berlomba melakukan hal tersebut, hingga hal itu menjadi sebuah kebanggan. Akan tetapi pahala dari kurban sebenarnya adalah untuk orang yang menyembelih itu saja. Karena dialah yang melakukannya. Sebagaimana orang yang menggugurkan kewajiban fardhu kifayah, maka yang mendapatkan pahala juga hanya yang melakukan saja.

Di dalam kitab Ianatut Tholibin juz 2 hal. 330 cetakan Al-Haramain menjelaskan bahwa:

Jika salah satu anggota keluarga sudah qurban maka satu keluarga sudah tidak ada lagi tuntutan dan semua sudah mendapat kesunnahan yang walaupun disunnahkkan bagi tiap individu di keluarga tersebut.

Di jelaskan dalam kitab Tuhfah: yang dimaksud sunnah kifayah adalah gugur tuntutan kesunnahan bagi yang lain untuk mengerjakannya namun dari segi pahala tetap orang yang melakukan qurban yang mendapatkan pahalanya bukan yang lainnya.

KESIMPULAN:

Di dalam madzhab kita Madzhab Syafi’i, ulama Syafiiyah membagi hukum kesunnahan qurban menjadi 2:

Sunnah ‘Ainiyah (jika ada satu orang melakukan qurban maka yang lain belum gugur kesunnahannya)

Sunnah kifayah (jika ada satu orang yang melakukan qurban maka yang lain sudah gugur kesunnahannya, namun pahala tetap untuk satu orang yang melakukannya)

Semoga bermanfaat. 

Terkait :
Masalah Qorban dalam islam

Datangi MUI Pusat, Syekh Ali Jaber Minta Bimbingan dan Mohon Maaf Kepada Umat Islam Indonesia



Datangi MUI Pusat, Syekh Ali Jaber Minta Bimbingan dan Mohon Maaf Kepada Umat Islam Indonesia
Pada Selasa kemarin (29/9/2015), Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhammad Cholil Nafis, Ph.D menerima tamu Syeikh Ali Jaber di Kantor MUI Pusat. Kiai Cholil Nafis menyampaikan bahwa kedatangan Syekh Ali Jaber tersebut untuk menjelaskan isi ceramahnya yang menimbulkan polemik di masyarakat beberapa waktu lalu (Baca: Meluruskan Pemahaman Syeikh Ali Jaber Tentang Qurban dan Video: Meluruskan Kesalahpahaman Syekh Ali Jaber Seputar Qurban).
Menurut Kiai Cholil, ada beberapa hal yang disampaikan Syekh Ali Jaber.
Pertama, Syekh Ali Jaber meminta arahan dan bimbingan kepada MUI terkait aktivitas dakwahnya di Indonesia. “Meminta arahan dan bimbingan MUI berkenaan dengan aktifitas dakwahnya di Indonesia. Jika ada kesalaha siap memperbaiki,” kata dia.
Kedua, Syekh Ali Jaber meminta maaf kepada MUI dan Umat Islam di Indonesia jika ada kata-kata yang meresahkan. Memang menurut Cholil, dengan latar belakangnya yang berasal dari Madinah bisa terjadi kesalahpahaman dari pemilihan kata yang dilakukan Syekh Ali Jaber yang sudah menjadi WNI pada 2011. “Mungkin karena tak begitu fasih bahasa Indonesia sehingga ucapannya bisa disalahpahami.,” kata dia.
Kiai Cholil menyarankan agar Syekh Ali Jaber menggunakan tutur kata yang lebih halus dan lebih bijak sesuai dengan budaya Indonesia.
“Ya mungkin harus lebih halus dan disesuaikan dengan budaya Indonesia. Tutur katanya mungkin belum pas, jadi ada salah paham. Harus lebih halus dan lebih bijak,” ujar Cholil.
Ketiga, tidak ada niatan Syekh Ali Jaber berkenaan dengan ucapannya untuk mendiskreditkan masyarakat muslim Indonesia. “Hal itu semata-mata menirukan apa yang pernah didengarnya,” lanjut Cholil.
Keempat, soal tawassul dan qurban tak ada niat untuk masuk masalah khilafiyah. “Kalau ada ucapan yang berbeda pendapat mohon diluruskan oleh MUI dan asatidz,” terang Cholil.
Kelima, siap melakukan dan bekerjasama dengan siapapun khsususnya dengan para asatidz demi persatuan umat Islam dan menyebar dakwah yang damai.
Kiai Cholil yang mewakili MUI Pusat menyarankan Syekh Ali Jaber agar dalam berdakwah untuk menghindari masalah khilafiyah.
“Kami menyarankan dalam berdakwah menghindari khilafiyah, ya silakan dia mempunyai dalil tapi jangan sampai menjadi kontra produktif,” tutur Cholil.
Dan berikut adalah penjelasan lengkap KH Muhammad Cholil Nafis terkait polemik ceramah Syekh Ali Jaber, sebagimana tertulis dalam akun Facebooknya:
Walhamdulillah tadi siang (Rabu, 29 September 2015) saya di MUI Pusat menerima tamu Syaikh Ali Jabir berkenaan dengan beberapa polemik di sosial media. Syaikh Ali Jabir menyatakan beberapa hal kepada MUI:
  1. Meminta arahan dan bimbingan MUI berkenaan dengan aktifitas dakwahnya di Indonesia. Jika ada kesalahan siap memperbaiki.
  2. Mohon maaf kepada MUI dan masyarakat Indonesia jika ada kata-kata yang meresahkan. mungkin karena tak begitu fasih bahasa Indonesia sehingga ucapannya bisa disalahpahami.
  3. Tidak ada niatan berkenaan dengan ucapannya untuk mendiskreditkan masyarakat muslim Indonesia. Hal itu semata-mata menirukan apa yang pernah didengarnya.
  4. Soal tawassul dan qurban tak niat untuk masuk masalah khilafiyah sehingga kalau ucapan yang berbeda pendapat mohon diluruskan oleh MUI dan asatidz.
  5. Siap melakukan dan bekerjasama dengan siapapun khsususnya dengan para asatidz demi persatuan umat Islam dan menyebar dakwah yang damai.
Inilah poin-posn Silaturrahim Syaikh Ali Jabir dengan Pengurus Komisi Dakwah yg baru saja dikukuhkan.
MUI menyambut baik dan menghargai ketulusan Syaikh Ali Jabir yang dengan tawadhu’ meminta bimbingan kepada MUI dan memohon maaf kepada masyarakat. Akhlak da’i harus menjadi teladan kepada umat. Mudah-mudahan antar da’i dapat saling mengingatkan dengan cara yang baik dan sopan sehingga tidak membingungkan umat.
Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat
Cholil Nafis, Ph D.
Keterangan Foto: Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhammad Cholil Nafis, Ph.D bersama Syeikh Ali Jaber di Kantor MUI Pusat (29/9/2015).
(Berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar