Selasa, 01 September 2015

Pemikiran Mu’tazilah dan Liberal di Tubuh Hizbut Tahrir

Ideologi Mu’tazilah dan Liberal di Tubuh Hizbut Tahrir

Ideologi Mu’tazilah dan Liberal di Tubuh Hizbut Tahrir
Dalam sejarah pemikiran Islam, Mu’tazilah merupakan aliran yang dikenal paling tangguh dan hebat dalam arena dialog dan perdebatan. Mu’tazilah terkenal sebagai aliran yang mendahulukan akal daripada nash Al-Quran dan Hadits. Di tangan Mu’tazilah teks-teks Al-Quran dan Hadits menjadi berkurang sakralitasnya karena harus dikoreksi terlebih dahulu dengan perisai rasio dan nalar. Namun, pada akhir abad keenam hijriah, Mu’tazilah dibabat habis sampai punah oleh para ulama pengikut madzhab Asy’ari.

Kini, Mu’tazilah sudah tiada, namun ajarannya masih banyak diadopsi oleh firqoh liberal dan Hizbut Tahrir. Seperti halnya mu’tazilah, liberal dan Hizbut Tahrir juga tidak segan-segan melakukan desakralisasi terhadap Al-Quran dan Hadits, sebagaimana pernyataan pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani yang dimuat dalam kitab-kitabnya sebagai berikut:

«وهذه الأفعال ـ أي أفعال الإنسان ـ لا دخل لها بالقضاء ولا دخل للقضاء بها، لأن الإنسان هو الذي قام بها بإرادته واختياره، وعلى ذلك فإن الأفعال الاختيارية لا تدخل تحت القضاء» اهـ 

الشخصية الإسلامية الجزء الأول باب القضاء والقدر: ص94 ـ 95

“Segala perbuatan manusia tidak terkait Qadla (kepastian Allah), karena setiap manusia dapat menentukan kemauan dan keinginannya sendiri, maka segala perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan dan kehendak manusia tidak masuk dalam Qadla'”. (asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah juz.1 bab Qadla’ wal Qodar hal.94-95 Cetakan Darul Ummah)

Dalam kitab yang sama juz.1 hal. 98 bab al-Hudaa wad Dholalah, Syaikh Taqiyuddin berkata:

«فتعليق المثوبة أو العقوبة بالهدى والضلال يدل على أن الهداية والضلال هما من فعل الإنسان وليسا من الله» اهـ 

(الشخصية الإسلامية الجزء الأول : باب الهدى والضلال ص 98)

“Jadi, mengkaitkan pahala sebagai balasan bagi kebaikan, dan siksa sebagai balasan dari kesesatan, menunjukkan bahwa petunjuk dan kesesatan adalah murni perbuatan manusia itu sendiri, bukan berasal dari Allah”.

Jika yang dimaksud dengan penegakan Khilafah al-Islamiyyah adalah sebagaimana yang dimaksud oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani diatas, maka kami harus berfikir seribu kali, karena kami di pesantren dididik dan diajari untuk kritis dalam membaca sebuah literatur. Ternyata setelah kami mempelajari dengan teliti bersama rekan-rekan aktivis bahtsul masail PCNU Jember, kami tidak bisa menerima dengan cara taqlid buta terhadap pendapat-pendapat Syaikh Taqiyuddin seperti di atas yang tidak sejalan dengan al-Quran dan Hadits.
Tentu saja pernyataan an-Nabhani di atas mengingkari nash Al-Quran dan Hadits yang secara tegas menyatakan adanya Qadla dan Qadar Allah, bahkan meyakini adanya Qadla dan Qadar merupakan salah satu rukun iman yang sudah menjadi keyakinan kaum muslimin. Allah ta’alaa berfirman:

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا

“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya”. (Quran Surat al-Furqon: 2)

Anda tentu tahu dan bisa menilai sendiri bahwa pendapat yang tidak sejalan dengan Al-Quran dan Hadits, seperti tidak percaya kepada Qadla dan Qadar Allah, itu sebenarnya adalah ajaran Liberal yang sejati.

DIALOG AHLUSSUNNAH ASWAJA VS MU'TAZILAH HTI

Pada tanggal 23 Sya’ban 1428 H/ 5 September 2007 M, beberapa pengurus PCNU Pasuruan dan Sayyidil Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf selaku Musytasyar PCNU Pasuruan berdialog dengan salah satu tokoh DPP HTI di Ponpes Sunniyah Salafiyah Kraton, setelah membuat janji terlebih dahulu dengan DPP HTI. Dalam dialog tersebut jelas sekali perbedaan faham antara ahlussunnah wal jamaah dengan HTI, khususnya terkait masalah Qadla dan Qadar, Tokoh HTI ini berterus terang mengakui secara lisan bahwa HTI memang tidak mengikuti rumusan Imam Asy’ari dan Imam Maturidi sebagaimana dianut ahlussunnah wal jama’ah. Rekaman dialog terdokumentasi dengan baik di Ponpes Sunniyah Salafiyah Pasuruan. Alhasil, Hizbut Tahrir nyata-nyata berseberangan dengan ahlussunnah wal jamaah. Pun demikian ini hanyalah sedikit dari penyimpangan mereka, masih banyak fakta-fakta yang belum terungkap.

Salaamun ‘alaa manittaba’al hudaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar