Download ebooknya di sini:
http://www.elhooda.net/…/download-risalah-fiqih-qurban-di-…/
I. PENGERTIAN QURBAN
Qurban bahasa Arabnya adalah الأضحية (al-udhiyah) diambil dari kata أَضْحَى (adh-ha).
Makna أَضْحَى (adh-ha) adalah permulaan siang setelah terbitnya
matahari dan dhuha yang selama ini sering kita gunakan untuk sebuah nama
sholat, yaitu sholat dhuha di saat terbitnya matahari hingga menjadi
putih cemerlang.
Adapun الأضحية (al-udhiyah/ qurban) menurut
syariat adalah sesuatu yang disembelih dari binatang ternak yang berupa
unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang
disembelih pada hari raya Idul Adha dan Hari Tasyriq. Hari Tasyriq
adalah hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijah.
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ (رواه الدارقطنى و البيهقى)
“Semua hari-hari Tasyriq adalah (waktu) menyembelih qurban” (Hadits
Riwayat Ad-Daruquthni dan Al Baihaqi didalam As-Sunanul Kubro).
II. HUKUM QURBAN
Hukum menyembelih qurban menurut madzhab Imam Syafi’i dan jumhur Ulama
adalah sunnah yang sangat diharap dan dikukuhkan. Ibadah Qurban adalah
termasuk syiar agama dan yang memupuk makna kasih sayang dan peduli
kepada sesama yang harus digalakkan.
Dan sunnah disini ada 2 macam :
- Sunnah ‘Ainiyah, yaitu: Sunnah yang dilakukan oleh setiap orang yang mampu.
- Sunnah Kifayah, yaitu: Disunnahkan dilakukan oleh sebuah keuarga
dengan menyembelih 1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada di
dalam rumah.
Hukum Qurban menurut Imam Abu Hanifah adalah wajib
bagi yang mampu. Perintah qurban datang pada tahun ke-2 (dua) Hijriyah.
Adapun qurban bagi Nabi Muhammad SAW adalah wajib, dan ini adalah hukum
khusus bagi beliau.
Kapan qurban menjadi wajib dalam madzhab Imam Syafi’i dan jumhur Ulama?
Qurban akan menjadi wajib dengan 2 hal:
- Dengan bernadzar, seperti: Seseorang berkata, “Aku wajibkan atasku
qurban tahun ini.” Atau “Aku bernadzar qurban tahun ini.” Maka saat itu
qurban menjadi wajib bagi orang tersebut.
- Dengan menentukan,
maksudnya: Jika seseorang mempunyai seekor kambing lalu berkata,
“Kambing ini aku pastikan menjadi qurban.” Maka saat itu qurban dengan
kambing tersebut adalah wajib.
Dalam hal ini sangat berbeda
dengan ungkapan seseorang: “Aku mau berqurban dengan kambing ini. “ Maka
dengan ungkapan ini tidak akan menjadi wajib karena dia belum
memastikan dan menentukan. Dan sangat berbeda dengan kalimat yang
sebelumnya, yaitu “Aku jadikan kambing ini kambing qurban.”
Dan mohon diperhatikan hal ini, karena hal ini sangat penting.
III. WAKTU MENYEMBELIH QURBAN
Waktu menyemblih qurban itu diperkirakan dimulai dari: Setelah
terbitnya matahari di hari raya qurban dan setelah selesai 2 roka’at
sholat hari raya Idul Adha ringan dan 2 khutbah ringan (mulai matahari
terbit + 2 rokaat + 2 khutbah), maka tibalah waktu untuk menyemblih
qurban. Bagi yang tidak melakukan sholat hari raya ia harus
memperkirakan dengan perkiraan tersebut atau menunggu selesainya sholat
dan khutbah dari masjid yang ada di daerah tersebut atau sekitarnya. Dan
waktu menyembelih qurban berakhir saat terbenamnya matahari di hari
tasyrik tanggal 13 Dzulhijjah.
Sebaik-baik waktu menyembelih qurban adalah setelah sholat dan khutbah hari Idul Adha.
عَنِ البَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ تَمَّ نُسُكُهُ،
وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ (رواه البخارى : 5545 )
Dari
Barra’ bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban setelah shalat
Idul Adha, maka sembelihannya telah sempurna dan ia sesuai dengan sunnah
kaum muslimin.” (Hadits Riwayat Bukhari no. 5545).
Catatan penting:
Jika seseorang menyembelih sebelum waktunya, atau sudah kelewat
waktunya, misalnya: menyembelih di malam hari raya raya idul adha atau
menyembelih setelah terbenamnya matahari tanggal 13 hari Tasryiq maka
sembelihan itu tidak menjadi qurban dan menjadi sedekah biasa. Maka
hendaknya bagi panitia qurban untuk memperhatikan masalah ini.
عَنِ البَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ
نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ
أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ نَحَرَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا هُوَ
لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسْكِ فِي شَيْءٍ (رواه
البخارى : 965 )
Dari Barra’ bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Sesungguhnya hal pertama
yang kita mulai pada hari ini adalah kita melaksanakan shalat (Idul
Adha), kemudian kita pulang dan menyembelih. Barangsiapa melakukan hal
itu niscaya ia telah sesuai dengan as-sunnah. Adapun barangsiapa
menyembelih hewan sebelum shalat Idul Adha, maka sembelihannya tersebut
adalah daging yang ia berikan untuk keluarganya, bukan termasuk daging
hewan kurban (untuk mendekatkan diri kepada Allah).” (Hadits Riwayat
Bukhari no. 965).
IV. SYARAT ORANG YANG BERQURBAN
1. Seorang muslim / muslimah
2. Usia baligh
Baligh ada 3 tanda, yaitu:
a. Keluar mani (bagi anak laki-laki dan perempuan) pada usia 9 tahun hijriah.
b. Keluar darah haid usia 9 tahun hijriah (bagi anak perempuan)
c. Jika tidak keluar mani dan tidak haid maka di tunggu hingga umur 15
tahun. Dan jika sudah genap 15 tahun maka ia telah baligh dengan usia
yaitu usia 15 tahun
Dan jika ada anak yang belum baligh maka
tidak diminta untuk melakukan qurban, akan tetapi sunnah bagi walinya
untuk berqurban atas nama anak tersebut.
3. Berakal, maka orang
gila tidak diminta untuk melakukan kurban, akan tetapi sunnah bagi
walinya untuk berqurban atas nama orang gila tersebut.
4. Mampu.
Mampu disini adalah punya kelebihan dari makanan pokok, pakaian dan
tempat tinggal untuk dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Adha dan
hari Tasyriq.
Maka bagi siapapun yang memenuhi syarat-syarat tersebut, sunnah baginya untuk melakukan ibadah qurban.
V. MACAM-MACAM BINATANG YANG BOLEH DIJADIKAN QURBAN
1. Unta, diperkiraan umurnya 5 – 6 tahun.
2. Sapi, atau Kerbau diperkirakan umurnya 2 tahun ke atas.
3. Kambing / Domba dengan bermacam- macam jenisnya, diperkirakan umurnya 1- 2 tahun.
VI. HIMBAUAN PEMILIHAN BINATANG QURBAN
Dihimbau (tapi tidak wajib): Gemuk dan Sehat, dengan warna apapun.
VII. SIFAT-SIFAT BINATANG YANG TIDAK BOLEH DIJADIKAN QURBAN
1. Bermata sebelah / buta
2. Pincang yang sangat
3. Yang amat kurus, karena penyakit.
4. Berpenyakit yang parah
وَعَنِ اَلْبَرَاءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَامَ
فِينَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: – “أَرْبَعٌ لَا
تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا,
وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ
ظَلْعُهَ وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي”
( رَوَاهُ اَلْخَمْسَة. وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان )
Dari Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami dan
berkata, “Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1)
buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas
sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus
sampai-sampai seolah tidak berdaging dan bersum-sum.” (Dikeluarkan oleh
yang lima (empat penulis kitab sunan ditambah dengan Imam Ahmad).
Dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Keterangan:
Boleh
berqurban dengan Kambing / Sapi/ Unta BETINA. Harap diperhatikan: Banyak
masyarakat yang menganggap bahwa qurban dengan sapi /kambing /unta
betina adalah tidak sah.
VIII. KESUNNAHAN DALAM MENYEMBELIH QURBAN
1. Dalam keadaan bersuci
2. Menghadap qiblat
3. Membaca:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ….
“بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ….
Dan setelah itu berdoa :
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّى
Kalau untuk mewakili nama orang :
(disebut namanya) اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ
4. Kesunnahan lain saat menyembelih qurban, hendaknya: Mulai awal bulan
Dzulhijah tanggal 1 hingga saat menyembelih qurban agar tidak memotong/
mencabut rambut atau kukunya, seperti yang disabdakan Nabi SAW:
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ
يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ (رواه مسلم)
“Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin
menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari
rambut dan kukunya.” (Hadits Riwayat Muslim).
5. Jika bisa, menyembelih sendiri bagi yang mampu.
6. Mempertajam kembali pisaunya
7. Mempercepat cara penyembelihan
8. Membaca Bismillah dan Takbir (seperti yang telah disebutkan) sebelum membaca doa.
9. Di depan warga, agar semakin banyak yang mendo’akannya.
10. Untuk qurban yang sunnah (bukan nadzar) disunnahkan bagi yang
nadzar untuk mengambil bagian dari daging qurban biarpun hanya sedikit.
IX. CARA MEMBAGI DAGING QURBAN
- Jika qurban wajib karena nadzar: Maka semua dari daging qurban harus
dibagikan kepada fakir miskin. Dan jika orang yang berqurban atau orang
yang wajib dinafkahinya ikut makan, maka wajib baginya untuk
menggantinya sesuai dengan yang dimakannya.
- Adapun jika qurban
sunnah: Maka tidak disyaratkan sesuatu apapun dalam pembagiannya,
asalkan ada bagian uintuk orang fakir miskin, seberapaun bagian
tersebut. Dan dianjurkan untuk bisa membagi menjadi 3 bagian. 1/3 untuk
keluarga, 1/3 untuk dihidangkan tamu, 1/3 untuk dibagikan kepada fakir
miskin. Dan semakin banyak yang dikeluarkan tentu semakin besar
pahalanya.
X. HUKUM MENJUAL DAGING QURBAN
Hukum menjual
daging qurban adalah haram sebelum dibagikan. Adapun jika daging qurban
sudah dibagi dan diterima, maka bagi si fakir yang menerima daging
tersebut boleh menjualnya dan juga boleh menyimpannya. Begitu juga
kulitnya, tidak diperkenankan untuk dijual atau dijadikan upah bagi yang
menyembelih, akan tetapi bagi seorang tukang sembelih boleh menerima
kulit serta daging qurban sebagai bagian haknya akan tetapi tidak boleh
daging dan kulit tersebut dijadikan upah.
Maaf Syaikh Ali Jabir.....
Tulisan ini untuk menjawab tuduhan Syaikh Ali Jabir seputar masalah Qurban yang diamalkan umat Islam di Indonesia:
(SAJ) : “Hukum Qurban adalah wajib”
Jawaban: Boleh anda berpendapat seperti itu, namun pendapat seperti ini
dibantah oleh ahli hadis bermadzhab Syafiiyah yaitu Imam al-Hafidz Ibnu
Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari.
Diantara hadis yang menunjukkan Qurban adalah sunah sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:كُتِبَ عَلِيَّ
النَّحْرُ وَالذَّبْحُ وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ (رواه الطبراني)
“Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Menyembelih qurban wajib
bagiku dan tidak diwajibkan bagi kalian” (HR al-Thabrani). Hadis ini
juga memiliki banyak jalur riwayat meskipun dhaif
Terbukti juga seorang sahabat berkata:
قَالَ اِبْن عُمَر : هِيَ سُنَّة وَمَعْرُوف (رواه البخاري)
“Ibnu Umar berkata: Qurban adalah sunah dan telah diketahui” (Riwayat al-Bukhari)
Imam Syafii juga berkata:
قَالَ الشَّافِعِي وَبَلَغَنَا أَنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا كَانَا لاَ يُضَحِّيَانِ كَرَاهِيَةَ أَنْ يُرَى أنَّهَا
وَاجِبَةٌ (مختصر المزني مع الأم 8/ 283)
"Telah sampai kepada kami
bahwa Abu Bakar dan Umar (pernah) tidak menyembelih Qurban karena
khawatir akan dianggap wajib" (Mukhtashar al-Muzani 8/283)
Oleh karenanya ahli hadis Imam al-Tirmidzi berkesimpulan:
قَالَ التِّرْمِذِيّ : الْعَمَل عَلَى هَذَا عِنْد أَهْل الْعِلْم أَنَّ الْأُضْحِيَّة لَيْسَتْ بِوَاجِبَةٍ
“Menurut para ulama bahwa Qurban tidak wajib”
Saya bertanya kepada Syaikh: “Apakah seperti yang diamalkan Muslim Indonesia ini salah, Syaikh?
(SAJ): “Hitungan Qurban itu per-keluarga, bukan per-orang. Misal, 1
keluarga ada 45 anggota keluarga (1 ayah, 4 istri dan 40 anak) maka
cukup kewajibannya 1 kambing saja”
Jawaban: Syaikh Ali Jabir ini mengambil dari beberapa pendapat ulama berikut:
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ.
“Inilah (satu kambing untuk 1 keluarga) yang diamalkan oleh sebagian
ulama. Ini adalah pendapat Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahwaih”
Namun Imam al-Tirmidzi masih melanjutkan:
وَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لاَ تُجْزِئُ الشَّاةُ إِلاَّ عَنْ
نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَهُوَ قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ
وَغَيْرِهِ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ. (سنن الترمذى - ج 6 / ص 136)
“Menurut sebagian ulama yang lain, 1 kambing tidak cukup kecuali untuk 1
orang. Ini adalah pendapat Abdullah bin Mubarak dan ulama lainnya”
(Sunan al-Tirmidzi, 6/136)
Pendapat Ibnu Mubarak inilah yang sejalan dengan madzhab Syafiiyah dan diamalkan oleh Muslim Indonesia. Imam al-Nawawi berkata:
(فرع) تَجْزِئُ الشَّاةُ عَنْ وَاحِدٍ وَلَا تَجْزِئُ عَنْ أَكْثَرَ مِنْ
وَاحِدٍ لَكِنْ إِذَا ضَحَّى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ تَأَدَّى
الشِّعَارَ فِي حَقِّ جَمِيْعِهِمْ وَتَكُوْنُ التَّضْحِيَةُ فِي
حَقِّهِمْ سُنَّةَ كِفَايَةٍ (المجموع ج 8 / ص 397)
“Kambing mencukupi
untuk 1 orang dan tidak mencukupi untuk 1 orang lebih. Namun jika ada 1
orang menyembelih jambing untuk 1 keluarga, maka ia telah melakukan
syiar untuk keluarganya dan Qurban menjadi sunah kifayah bagi mereka”
(al-Majmu’, 8/397)
Saya bertanya kepada Syaikh: “Apakah Muslim
Indonesia ini memang Islam Keturunan yang hanya taklid, ataukah sudah
menjadi amaliah sejak masa ulama Salaf, Syaikh?”
(SAJ):
“Menyembelihnya menyebut Bismillah atas namaku dan keluargaku, tidak
perlu menyebutkan nama satu persatu, di dalamnya sudah termasuk untuk
orang tua yang sudah meninggal”
Jawaban: Perihal menyebut nama
seperti yang anda sampaikan memang sudah dilakukan oleh Rasulullah.
Tetapi yang terjadi di negeri kami, hewan yang disembelih biasanya tidak
disembelih sendiri, melainkan diwakilkan kepada orang lain untuk
menyembelih. Maka wakil tersebut sah-sah saja menyebut nama-nama pemilik
qurban:
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا : لاَ
يَذْبَحُ أُضْحِيَّتَكَ إِلاَّ مُسْلِمٌ وَإِذَا ذَبَحْتَ فَقُلْ بِسْمِ
اللَّهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ (سنن
البيهقى - ج 2 / ص 27)
Ibnu Abbas berkata: “Hanya orang muslim yang
menyembelih qurbanmu. Jika kamu menyembelih, ucapkan: Bismillah, Ya
Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah terimalah qurban si fulan...”
(HR al-Baihaqi)
Agar diketahui oleh semua Panitia Qurban di Masjid / Musholla
dimanapun anda berada bahwa KULIT HEWAN QURBAN baik itu sapi, unta,
maupun kambing TIDAK BOLEH dijadikan UPAH tukang jagal / tukang potong
hewan Qurban tersebut, sebagaimana Hadits Shahih melalui Sahabat Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu'anhu :
أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ
بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا، وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا» ، قَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا.
“Aku (Ali bin Abi Thalib) pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam untuk mengurusi penyembelihan untanya, dan agar membagikan
seluruh bagian dari sembelihan unta tersebut, baik yang berupa daging,
kulit tubuh maupun pelana. Dan aku tidak boleh memberikannya kepada
jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam redaksi
lainnya, Imam Ali berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.”
(HR. Muslim).
Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Imam Nawawi dalam Raudhatuth Thalibin wa Umdatul Muftiyyin, Jilid 2, halaman 222 mengatakan,
وَلَا أَنْ يُعْطِيَ الْجَزَّارَ شَيْئًا مِنْهُمَا أُجْرَةً لَهُ، بَلْ
مُؤْنَةُ الذَّبْحِ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمَهْدِيِّ كَمُؤْنَةِ
الْحَصَادِ. وَيَجُوزُ أَنْ يُعْطِيَهُ مِنْهُمَا شَيْئًا لِفَقْرِهِ، أَوْ
يُطْعِمَهُ إِنْ كَانَ غَنِيًّا. (روضة الطالبين وعمدة المفتين 3/ 222(
“Ia (orang yang berqurban) tidak boleh memberikan kepada tukang
sembelih dari daging qurban dan hadyu (hewan yang disembelih di tanah),
sebagai ongkos penyembelihan. Namun, biaya penyembelihan dibebankan
kepada orang yang berqurban, seperti ongkos panen. Boleh bagi orang yang
berqurban untuk memberi tukang sembelih itu dari qurban dan hadyu,
karena kefakiran tukang sembelih itu, atau memberi tukang sembelih itu
makan, jika tukang sembelih itu orang yang kaya.”
Semoga bermanfaat