Selasa, 11 Agustus 2015

Tujuh Benda yang Berasal dari Surga

TUJUH BENDA PUSAKA YANG BERASAL DARI SURGA

حاشية إعانة الطالبين (2/ 335)


(تنبيه)

خمسة أشياء خرجت من الجنة مع آدم عود البخور، وعصا موسى من شجر الآس وأوراق التين التي كان يستتر بها آدم والحجر الاسود وخاتم سليمان

ونظمها بعضهم في قوله

وآدم معه أهبط العود والعصا * * لموسى من الآس النبات المكرم

وأوراق تين واليمين بمكة * * وختم سليمان النبي المعظم


وزاد بعضهم: الحجر الذي ربطه نبينا على بطنه، ومقام إبراهيم، وهو الحجر الذي كان يقف عليه لبناء البيت فيرتفع به حتى يضع الحجر، ويهبط حتى يتناوله من إسماعيل، وفيه أثر قدميه

5 benda yang keluar dari surga bersama Nabi Adam :
1 - kayu dupa
2 - tongkat musa yang berasal dari pohon Aas
3 - lembaran daun-daun dari pohon Atthin yang digunakan Nabi Adam untuk menutupi badan/auratnya
4 - hajar aswad
5 - cincin sulaiman

sebagian ulama' ada yang menadzomkannya :
Adam diturunkan dari surga membawa kayu dupa,tongkat musa yg terbuat dari pohon Aas,yaitu tanaman yag mulya,
dan daun-daun pohon atthin dan hajar aswad yang dimakkah dan cincin Nabi agung Sulaiman AS

sebagian ulama' menambahkan 2 benda lagi yaitu :
6 - batu yang digunakan Nabi SAW untuk mengikat perutnya
7 - makam ibrahim yaitu berupa batu tempat berpijak Nabi Ibrahim ketika membangun Baitullah,
saat beliau bermaksud meletakkan batu bangunan maka batu yang digunakan berpijak itu bisa terbang mengangkat tubuh Nabi Ibrahim dan setelah selesai meletakkan batu bangunan,maka batu ini juga turun mengantarkan beliau untuk mengambil batu bangunan lagi dari Nabi Ismail AS. dan pada batu ini terdapat bekas telapak kaki Nabi Ibrahim AS .

WALLOHU A'LAM

Pada saat nabi adam diturunkan oleh allah ke dunia ada beberapa benda yang juga diturunkan beserta beliau, Diantara benda-benda tersebut adalah :

1. Hajar aswad

(حجر الاسود)

Batu hitam ini berasal dari surga yang terbuat dari permata yang sangat putih melebihi putihnya susu, namun cahaya putih yang ada padanya telah padam dikarenakan banyaknya dosa anak-cucu adam. sebagaimana dikatakan dalam hadis:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ »

Dari ibnu ‘abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata bahwa rasulullah SAW bersabda ,”hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut lebih putih dari pada susu, dosa manusia yang membuat batu tersebut menjadi hitam.”(HR. Turmidzi)

2 . Batu Maqam Nabi Ibrahim

(مقام ابرهيم)

Yaitu batu yang membantu nabi ibrahim dalam proses pembuatan baitullah (ka'bah), batu ini mempunyai kelebihan berupa naik dan turun, ketika nabi ibrahim perlu meletakkan batu-batuan dan tanah pada tempat yang tinggi dari ka'bah maka nabi hanya cukup berdiri diatas batu maqam tersebut, sehingga batu tersebut megangkat nabi ke atas, dan ketika selesai maka ia turun pula dengan sendirinya ke bawah hingga mendekati nabi ismail yang berada di bawah untuk mengambil batu- batuan bangunan, di batu tersebut masih tersisa bekasan kedua tapak nabi ibrahim, batu yang berasal dari surga ini dulunya juga memancarkan cahaya putih sama seperti Hajar aswad, namun allah telah memadamkan cahayanya karena seandainya cahaya tersebut masih ada, digabungkan dengan cahaya Batu Hajar Aswad maka akan menerangi seluruh bagian yang ada di antara ufuk timur dan ufuk barat.

3. Kayu dopa

(عود البخور)

Kayu ini salah satu jenis kayu yang mempunyai wangi-wangian yang sangat harum, di daerah indonesia biasa disebut kayu kemenyan ataupun dopa, cara penggunaannya cukup sederhana yaitu dengan cara membakarnya sehingga asap dari kayu tersebut akan menyebarkan bau wangi, sunat bagi kita membakar kayu bukhur (kemenyan) di ketika berzikir kepada allah, di majelis ilmu dan pula di samping si mayit karena manakala ada bau yang tidak sedap dari si mayit dapat ditutup oleh bau kayu kemenyan tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab Al-Majmu' Syarah Muhazzab juzu' 3 hal 160.
Di antara keutamaan kayu ini adalah dapat mencegah datangnya kutu pada pakaian, sebagaimana dikatakan oleh imam jalaluddin As sayuti :” siapa yang membakar kayu kemenyan kemudian diasapkan pada pakaian insyaallah terhindar pakaiannya dari pada kutu selamanya”

4. Tongkat Nabi Musa

(عصا موسى)

Tongkat ini bukan tongkat biasa karena tongkat ini berasal dari surga, terbuat dari kayu Aas (الآس) yang merupakan tanaman mulia. Tongkat yang pernah berubah menjadi ular yang sangat besar dan membelah laut merah ini merupakan salah satu dari 9 mu'jizat yang allah berikan dari surga kepada nabi musa as.

5.Daun-daunan Pohon Tin

(اورق التين)

Di ketika nabi Adam as memakan buah khuldi, maka seketika itu pula terlepaslah pakaian nabi adam tanpa sehelai benang pun di tubuh beliau, kemudian nabi adam pun mengambil dedaunan yang ada di surga untuk menutupi tubuhnya karena malu, namun dedaunan tersebut malah menjauh dari beliau, tapi ada satu dedaunan yang merasa iba kepada nabi Adam yaitu daun-daun pohon Tin, karena daun Tin tidak sanggup melihat kondisi nabi adam pada saat itu . inilah daun-daunan yang sangat berjasa bagi nabi Adam as. sehingga daun Tin ini allah berikan kelebihan padanya berupa buah yang manis tanpa berbiji.

6. Cincin Nabi Sulaiman As

(ختام سليمان)

Cincin ini merupakan mu'jizat yang allah berikan kepada Nabi Sulaiman As, dalam hadis dikatakan bahwa cincin ini terdapat ukiran tulisan

 لا إله إلا الله محمد رسول الله 

kelebihan cincin ini apabila dipakai oleh nabi Sulaiman maka tunduk dan patuhlah segala makhluk kepada beliau seperti para jin, setan, angin dan lain sebagainya.
Apabila beliau melapaskan cincin tersebut maka hilanglah pengaruh tunduk dan patuh tersebut. 

7. Batu-batuan yang Nabi Muhammad Saw ikat di Perut Beliau batu ini adalah batu-batu yang berukuran kecil yang oleh nabi diikatkan pada ari perutnya ketika beliau sedang dalam keadaan lapar, karena dengan melakukan hal tersebut dapat mengurangi rasa laparyang beliau rasakan.

Sumber : 
I'anatut talibin hal 295 jilid 2. 
Syarqwi 'alat tahrir hal 472 jilid 1. 
Tafsir jalalaini hal 442 jilid 3

Semoga bermanfaat.

Ket Hajar Aswad

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab : 21)

Ayat diatas memberikan petunjuk pada umat islam untuk menjadikan nabi sebagai suriu tauladan dan panutan, dan diantara hal yang diajarkan nabi adalah mencium hajar aswad, sebagaimana dijelaskan oleh Sayyidina Umar bin Khoththob radhiyallahu anhu ketika beliau mencium hajar aswad kemudian berkata:


وَاللهِ، لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّكَ حَجَرٌ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

“Demi Allah, aku tahu bahwa kamu adalah sebongkah batu, jika bukan karena aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menciummu, tentu aku tak akan menciummu”. (HR. Bukhari Muslim)

Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan, perkatan Umar adalah dorongan agar kaum muslimin menjadikan Nabi sebagai panutan, karena Nabi adalah orang yang paling diutamakan untuk diikuti.

Beliau menambahkan bahwa hadits diatas merupakan dalil disunahkannya mencium hajar aswad ketika thowaf. Dan ini merupakan pendapat madzhab syafi’i dan mayoritas ulama’.  Wallahu a’lam.
 

Referensi :
1. Syarah Shohih Muslim Lin-Nawawi,  Juz : 9  Hal : 16
2. Al-Majmu’,  Juz : 8  Hal : 29

Ibarot :
Syarah Shohih Muslim Lin-Nawawi,  Juz : 9  Hal : 16


قوله (قبل عمر بن الخطاب الحجر ثم قال أم والله لقد علمت أنك حجر ولولا أني رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبلك ما قبلتك) وفي الرواية الأخرى وإني لأعلم أنك حجر وأنك لا تضر ولا تنفع هذا الحديث فيه فوائد منها استحباب تقبيل الحجر الأسود في الطواف بعد استلامه -إلى أن قال- وأما قول عمر رضي الله عنه لقد علمت أنك حجر وإني لأعلم أنك حجر وأنت لا تضر ولا تنفع فأراد به بيان الحث على الاقتداء برسول الله صلى الله عليه وسلم في تقبيله ونبه على أنه أولا الاقتداء به لما فعله


Al-Majmu’,  Juz : 8  Hal : 29


ويستحب أن يقبله لما روى ابن عمر ان عمر رضي الله عنه قبل الحجر ثم قال والله لقد علمت أنك حجر ولولا إني رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبلك ما قبلتك

Hajar Aswad, Kisah Sebongkah Batu Dari Surga
 
Hajar Aswad, dahulu berbentuk satu bongkahan. Namun setelah terjadinya penjarahan yang terjadi pada tahun 317H, pada masa pemerintahan al Qahir Billah Muhammad bin al Mu’tadhid dengan cara mencongkel dari tempatnya, Hajar Aswad kini menjadi delapan bongkahan kecil. Batu yang berwarna hitam ini berada di sisi selatan Ka’bah.

A. Asal Usul Hajar Aswad

Perlu diketahui bahwa hajar aswad adalah batu yang diturunkan dari surga. Asalnya itu putih seperti salju. Namun karena dosa manusia dan kelakukan orang-orang musyrik di muka bumi, batu tersebut akhirnya berubah jadi hitam.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِى آدَمَ »

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut begitu putih lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam”. ( HR. Tirmidzi no. 877)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَكَانَ أَشَدَّ بَيَاضاً مِنَ الثَّلْجِ حَتَّى سَوَّدَتْهُ خَطَايَا أَهْلِ الشِّرْكِ.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hajar aswad adalah batu dari surga. Batu tersebut lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam.” (HR. Ahmad 1: 307. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa lafazh ‘hajar Aswad adalah batu dari surga’ shahih dengan syawahidnya. Sedangkan bagian hadits setelah itu tidak memiliki syawahid yang bisa menguatkannya. Tambahan setelah itu dho’if karena kelirunya ‘Atho’)

Keadaan batu mulia ini di hari kiamat sebagaimana dikisahkan dalam hadits,


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْحَجَرِ « وَاللَّهِ لَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ يَشْهَدُ عَلَى مَنِ اسْتَلَمَهُ بِحَقٍّ »

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai hajar Aswad, “Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang benar-benar menyentuhnya.” (HR. Tirmidzi no. 961, Ibnu Majah no. 2944 dan Ahmad 1: 247. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan dan Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).

B. Keutamaan Hajar Aswad

Apa saja keistimewaan Hajar Aswad dan Rukun Yamani? Kenapa setiap orang yang berthowaf dianjurkan untuk mengusapnya? Simak penjelasan Yahya bin Syarf An Nawawi Asy Syafi’i rahimahullah berikut ini.

An Nawawi rahimahullah menjelaskan:
Ketahuilah bahwa Ka’bah itu memiliki empat rukun. Pertama adalah rukun Hajar Aswad. Kedua adalah rukun Yamani. Rukun Hajar Aswad dan rukun Yamani disebut dengan Yamaniyaani. Adapun dua rukun yang lain disebut dengan Syamiyyaani.

Rukun Hajar Aswad memiliki dua keutamaan, yaitu: [1] di sana adalah letak qowa’id (pondasi) Ibrahim ‘alaihis salam, dan [2] di sana terdapat Hajar Aswad. Sedangkan rukun Yamani memiliki satu keutamaan saja yaitu karena di sana adalah letak qowa’id (pondasi) Ibrahim. Sedangkan di rukun yang lainnya tidak ada salah satu dari dua keutamaan tadi. Oleh karena itu, Hajar Aswad dikhususkan dua hal, yaitu mengusap dan menciumnya karena rukun tersebut memiliki dua keutamaan tadi. Sedangkan rukun Yamani disyariatkan untuk mengusapnya dan tidak menciumnya karena rukun tersebut hanya memiliki satu keutamaan. Sedangkan rukun yang lainnya tidak dicium dan tidak diusap. Wallahu a’lam.

Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392, 9/14

C. Apakah Kaum Musilimin Menyembah Ka’bah dan Hajar Aswad?

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : “Bagaimana membantah orang atheis yang mengatakan, “Wahai kaum muslimin, kalian sendiri menyembah batu (hajar Aswad) dan berputar mengelilinginya! Lantas kenapa kalian menyalah-nyalahkan yang lain menyembah berhala dan patung/gambar?”

Syaikh Shalih Al-Fauzan memberikan jawaban sebagai berikut,
Ini jelas kebohongan yang nyata, kami sama sekali tidak menyembah batu (Hajar Aswad), melainkan kami menyentuhnya dan menciumnya sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Ini artinya kami lakukan hal tersebut dalam rangka ibadah dan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencium Hajar Aswad adalah bagian dari ibadah sebagaimana kita wuquf di ‘Arofah, bermalam di Muzdalifah dan thawaf keliling baitullah (Ka’bah).  Juga kita mencium Hajar Aswad dan menyentuhnya atau memberi isyarat padanya, itu semua adalah bentuk ibadah pada Allah, bukan berarti menyembah batu tersebut. Lebih dari itu, kita bisa beralasan dengan apa yang dilakukan oleh Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhuu ketika mencium Hajar Aswad. Ketika itu beliau mengatakan,


 إِنِّي لأَعْلَمُ أََنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وُلاَ تَنْفَعُ ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ الله ِ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلتُكَ . متفق عليه

“Memang aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tidak dapat mendatangkan manfaat atau bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, aku tentu tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari 1597 dan Muslim 1270)

Oleh karena itu, masalah ini adalah berkaitan dengan bagaimana umat Islam mengikuti tuntunan Nabinya dan bukan menyembah batu (Hajar Aswad).
Jadi, sebenarnya mereka yang menyebarkan isu demikian telah merencanakan kebohongan atas umat Islam, kita sama sekali tidak menyembah Ka’bah. Bahkan yang kita sembah adalah Rabb pemilik Ka’bah. Begitu pula kita melakukan thawaf keliling Ka’bah dalam rangka ibadah pada Allah ‘azza wa jalla karena Allah-lah yang memerintahkan kita untuk melakukan seperti itu. Kita melakukan demikian hanya menaati Allah ‘azza wa jalla dan mengikuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. ['Aqidatul-Haaj Fi Dhouil Kitaab was Sunnah, Syaikh Sholeh Al Fauzan, hal.22-23.]

Hikmah thawaf telah dijelaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dengan sabdanya,


إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللهِ

“Sesungguhnya Thawaf di Ka’bah, Sa’i di antara Shafa dan Marwah, dan melontar jumroh itu dijadikan untuk menegakkan dzikrullah (Berdzikir kepada Allah).”

Pelaku Thawaf yang mengitari Baitullah itu dengan hatinya ia melakukan pengagungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala yang menjadikannya selalu ingat kepada Allah, semua gerak-geriknya, seperti melangkah, mencium dan beristilam kepada hajar dan sudut (rukun) yamani dan memberi isyarat kepada hajar aswad sebagai dzikir kepada Allah Ta’ala, sebab hal itu bagian dari ibadah kepada-Nya. Dan setiap ibadah adalah dzikir kepada Allah dalam pengertian umumnya. Adapun takbir, dzikir dan do’a yang diucapkan dengan lisan adalah sudah jelas merupakan dzikrullah; sedangkan mencium hajar aswad itu merupakan ibadah di mana seseorang menciumnya tanpa ada hubungan antara dia dengan hajar aswad selain beribadah kepada Allah semata dengan mengagungkan-Nya dan mencontoh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hal itu, sebagaimana ditegaskan oleh Amirul Mu’minin, Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu ketika beliau mencium hajar aswad mengatakan,


 إِنِّي لأَعْلَمُ أََنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وُلاَ تَنْفَعُ ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ الله ِ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلتُكَ . متفق عليه

“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau (hajar aswad) tidak dapat mendatangkan bahaya, tidak juga manfa’at. Kalau sekiranya aku tidak melihat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”

Ket Maqom Ibrahim

Ibnu KatsĨr Rahimahullãh dalam Bidayah dan Qashãsu Al-Anbiyã’-nya mengatakan "Makam Nabi Ibrahim As, makam Nabi Ishaq, dan makam Nabi Ya’kub terdapat dalam satu bangunan persegi empat yang dibangun ulang (diperbaharui) oleh Nabi Sulaiman As,- yaitu di daerah Ḫabrũn sekarang namanya menjadi Al-Khalĩl. Ini berdasarkan riwayat riwayat yang mutawatir, dari masa ke-masa, dari zaman Israĩl sampai zaman sekarang." Desa ini terletak di Palestina.

Ibnu Asyãkir meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, “di atas makam Nabi Ibrahim As terdapat batu besar yang bertulisakan syair:

إِلَهِيْ جَهُوْلًا أَمَلَهُ ** يَمُوْتُ مَنْ جَا أَجَلُهُ

Wahai Tuhan-ku, dalam kebodohan angan-angannya Seseorang akan mati,- pada saat tiba ajalnya

وَمَنْ دَنَا مِنْ حَتِفِهِ ** لَمْ تُغْنِ عَنْهُ حِيَلُهُ

Siapa dekat dengan kematiannya Tiada mampu (menolong)-darinya kecerdikannya

وَكَيْفَ يَبْقَى آخِرُهُ ** مَنْ مَاتَ عَنْهُ أَوَّلُهُ

Bagaimana bisa kematian diakhirkan? Padahal orang yang mati telah ditentukan pada awal penciptaannya

وَالْمَرْءُ لَايُصْحِبُهُ ** فِي الْقَبْرِ إِلَّا عَمَلُهُ

Seseorang tiada yang menemaninya Dipemakamannya, kecuali amal perbuatannya

NB:
Lafal “maqãmu ibrãhĨm”,- pada QS Ali Imran [03], ayat 97. Maksudnya bukan berari Makam (kuburan) Nabi IbrãhĨm, seperti anggapan beberapa orang, Akan tetapi bermakna batu tempat yang dipakai tumpuan(pijakan) kaki Nabi IbrãhĨm ketika membangun Ka'bah Makkan Al-Mukarramah (Bakkah).

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

"Sesungguhnya, rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah), yang diberkahi, dan menjadi petunjuk bagi semua manusia." – (QS.3Ali Imran:96)

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya, Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." – (QS.3 Ali Imran : 97)

Ket Kayu dupa
Bau Kemenyan Disukai Nabi
Sering kali kita jumpai pembakaran kemenyan di tempat-tempat tertentu (misalnya makam para wali). Dan juga sering dijumpai pada acara-acara tertentu (seperti doa sedekah bumi) yang dilakukan secara islami dengan menggunakan bahasa Arab. Bagi sebagian warga bau kemenyan diidentikan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan, dan ada pula yang merasa terganggu dengan bau kemenyan. Bagaimanakah sebenarnya hukum menggunkan kemenyan?
Baik dalam kehidupan sosial bermasyarakat maupun dalam urusan beribadah?

Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, setinggi kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal ini itba’ dengan Rasulullah saw. beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Beberapa hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits:

اذا جمرتم الميت فأوتروا

Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ganjilkanlah (HR. Ibnu Hibban dan Alhakim)

Addailami juga menerangkan

جمروا كفن الميت

Artinya: Ukuplah olehmu kafan maayit

Dan Ahmad juga meriwayatkan:

اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا

Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali

Bahkan beberapa sahabat berwasiat agar kain kafan mereka diukup

أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود

Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu

Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda

جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم (رواه الطبرانى)

Artinya; Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci. (HR. Al-Thabrani).

Hadits-hadits di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah mentradisi di zaman Rasulullah saw dan juga para sahabat. Hanya saja media wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi. Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal keduanya merupakan pengharum ruangan andalan pada masanya.

Di satu sisi persinggungan dengan dunia pasar yang semakin bebas menyebabkan selera ‘wangi’ jadi bergeser. Yang harum dan yang wangi kini seolah hanya terdapat dalam parfum, bay fress dan fress room. Sedangkan bau kemenyan dan dupa malah diidentikkan dengan dunia klenik dan perdukunan.
Al-Haafiz Ibnu Hajar, beliau berkata tatkala menjelaskan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَلِجُ الْجَنَّةَ صُوْرَتُهُمْ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لاَ يَبْصُقُوْنَ فِيْهَا وَلاَ يَمْتَخِطُوْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطُوْنَ آنِيَتُهُمْ فِيْهَا الذَّهَبُ أَمْشَاطُهُمْ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَمَجَامِرُهُمْ الألوة ورشحهم الْمِسْكُ وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُ سُوْقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ مِنَ الْحَسَنِ وَلَا اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوْبُهُمْ قَلْبُ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا

“Rombongan yang pertama kali masuk surga bentuk mereka seperti bentuk rembulan di malam purnama, mereka tidak berludah, tidak beringus, tidak buang air. Bejana-bejana mereka dari emas, sisir-sisir mereka dari emas dan perak, pembakar gaharu mereka dari kayu india, keringat mereka beraroma misik, dan bagi setiap mereka dua orang istri, yang Nampak sum-sum betis mereka di balik daging karena kecantikan. Tidak ada perselisihan di antara mereka, tidak ada permusuhan, hati-hati mereka hati yang satu, mereka bertasbih kepada Allah setiap pagi dan petang” (HR Al-Bukhari no 3073)

Ibnu Hajar berkata, “Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

 وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ  

“Masing-masing mereka mendapatkan dua istri”,
 Yaitu istri dari para wanita dunia. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari sisi yang lain dari Abu Huroiroh secara marfuu’ tentang sifat penghuni surge yang paling rendah kedudukannya bahwasana ia memiliki 72 bidadari selain istri-istrinya yang dari dunia” (Fathul Baari 6/325)

Dalam riwayat yang lain

أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَالَّذِيْنَ عَلَى آثَارِهِمْ كَأَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً قُلُوْبُهُمْ عَلَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ لاَ تَبَاغُضَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَحَاسُدَ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ يُرَى مُخُ سُوْقِهِنَّ مِنْ وَرَاءِ الْعَظْمِ وَاللَّحْمِ

“Rombongan yang pertama kali masuk surga dalam bentuk rembulan di malam purnama, dan rombongan berikutnya seperti bintang yang bersinar paling terang, hati-hati mereka satu hati, tidak ada kebencian dan saling dengki diantara mereka. Masing-masing mereka mendapatkan dua istri dari bidadari, yang Nampak sum-sum betis-betis bidadari-bidadari tersebut di balik tulang dan daging (karena cantiknya)” (HR Al-Bukhari no 3081 dan Muslim no 7325)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إِنَّ لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ سِتَّ خِصَالٍ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَيُحَلَّى حُلَّةَ الْإِيمَانِ وَيُزَوَّجَ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ وَيُجَارَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيَأْمَنَ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ

“Bagi orang yang mati syahid di sisi Allah enam keutamaan, ia diampuni tatkala pertama kali darahnya muncrat, ia melihat tempat duduknya di surga, ia dihiasi dengan gaun keimanan, dan ia dinikahkan dengan 72 bidadari, ia diselamatkan dari adzab qubur, dan diamankan tatkala hari kebangkitan” (HR Ahmad no 17182, At-Thirmidzi no 1663,  dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 3213)

Perselisihan di atas adalah mengenai jumlah minimal bidadari yang akan diperoleh para lelaki penghuni surgea. Tentunya jika seorang mukmin menghendaki lebih dari dua bidadari maka akan dikabulkan oleh Allah berdasarkan keumuman firman Allah

وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. (QS Fusshilat : 31)

Juga firman Allah

يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِصِحَافٍ مِنْ ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الأنْفُسُ وَتَلَذُّ الأعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٧١)

Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya". (Az-Zukhruf : 71)

Ket Tongkat nabi Musa
AWALNYA adalah sebuah tongkat biasa, ini tercermin dari pengakuan pemiliknya ketika ditanya : “Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?” (QS: 20:17). Yang ditanya-pun menjawab: “…Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” (QS 20:18).

Namun setelah diberi mukjizat oleh Yang Maha Kuasa, berbagai persoalan besar terselesaikan melalui tongkat ini.

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى

"(Lalu Rabb bertanya:) 'Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?'." – (QS..Thoha:17)

قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى

"Berkata Musa: 'Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya'." – (QS..Thoha:18)
   
Ketika berhadapan dengan para tukang sihir pilihan Fir’aun, Musa diberi petunjuk untuk menggunakan tongkatnya: “…Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.”(QS: 20; 68-69)

قُلْنَا لا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الأعْلَى

"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu-lah yang paling unggul (menang)." – (QS.Thoha :68)

وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى

"Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya, apa yang mereka perbuat itu adalah tipu-daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang'." – (QS.Thoha:69)

Ketika Musa dan kaumnya terjepit di antara lautan dan musuh yang mendekat, Musa diberi petunjuk untuk menggunakan tongkatnya: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (QS 26 :63)

فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ

"Lalu Kami wahyukan kepada Musa: 'Pukullah lautan itu dengan tongkatmu'. Maka terbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar." – (QS.As Syu'ara:63)

Kerika terjadi krisis air-pun sekali lagi Musa diberi petunjuk untuk menggunakan tongkatnya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS: 2 :60)

وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ

"Dan (ingatlah), ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: 'Pukullah batu itu, dengan tongkatmu'. Lalu memancarlah darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rejeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi, dengan berbuat kerusakan." – (QS.Al Baqoroh:60)

Allah, Tuhan yang sama yang memberi Nabi Musa ‘Alaihi Salam mukjizat melalui tongkatnya – tentu sangat kuasa untuk memberi mukjizat kepada siapapun yang dikehendakiNya dan kapan-pun Dia kehendaki. Untuk kita yang hidup di akhir jaman ini – mukjizat itu-pun disesuaikan dengan jaman kita. Bukan lagi berupa tongkat, tetapi sebuah sumber ilmu yang tidak akan habis digali, sumber petunjuk yang tidak akan pernah menyesatkan siapa saja yang mengikutinya.

Ketika umat ini tersihir dengan kemajuan teknologi umat yang lain, keperkasaan ekonomi umat yang lain dan tekanan politik pemikiran umat yang lain – maka waktunya umat ini untuk menggunakan ‘tongkat – mukjizatnya’ – yaitu kembali kepada petunjuk-petunjuk yang ada di Al-Qur’an untuk meraih keunggulan dan mengalahkan segala bentuk sihir modern yang kita hadapi ini.

Ketika umat ini terjepit di antara musuh-musuh yang semakin mendekat siap meng-kooptasi segala aspek kehidupan kita, di tengah keterbatasan ilmu dan sumber daya lainnya yang kita miliki – maka kinipun waktunya kita kembali pada ‘tongkat –mukjizat’ kita, kembali ke Al-Qur’an untuk mencari solusi yang bisa jadi belum pernah terbayangkan oleh kita sebelumnya. Solusi yang bisa membelah lautan-pun dimungkinkan melalui Mai’ya Robbi – Tuhanku bersamaku.

Ketika dunia menghadapi berbagai krisis pangan, energi dan air (FEW – Food, Energy and Water), maka kita-pun waktunya kembali ke ‘tongkat - mukjizat’ untuk mampu mengeluarkan air (juga pangan dan energi) – bahkan dari tempat yang tidak terduga sekalipun – ‘air yang memancar dari bebatuan’.

Ini semua dimungkinkan karena Allah sendiri yang sudah menjanjikan kita solusi atau jawaban atas segala permasalahan yang kita hadapi : “ …dan Kami turunkan kepadamu Kitab Al-Qur’an sebagai penjelasan (jawaban) bagi segala hal…”. (QS 16 :89)

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

"(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi (rasul) atas (perbuatan) mereka, dari (kalangan) mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat, bagi orang-orang yang berserah diri." – (QS.An-Nahl:89)

Bayangkan bila di tangan kita ada tongkatnya Nabi Musa – seperkasa apa kita saat ini?. Padahal ‘tongkat’ itupun bener-bener ada di tangan kita kini – hanya saja tentu sesuai jamannya – tidak secara harfiah berbentuk tongkat. Dia berupa Kitab yang di dalamnya memberikan jawaban atas segala hal yang kita hadapi atau perlukan saat ini.

Sesuai jamannya pula, penggunaan ‘tongkat’ ini tidak lagi dengan cara dipukulkan seperti pada jamannya Nabi Musa – tetapi dengan cara yang paling sesuai untuk jaman modern ini, yaitu dengan dibaca, dihafalkan, dipahami, diamalkan dan juga diajarkan. Lima hal ini yang perlu rame-rame kita budayakan (kembali) kini.

Di tangan kita ada mukjizat yang tidak kalah dengan mukjizat tongkatnya Nabi Musa, diberikan oleh Allah – Tuhan yang sama dengan Tuhan-nya Nabi Musa – maka seyogyanya umat ini siap menghadapi Fir’aun-Fir’aun siapapun Fir’aun itu di jaman kini. Seyogyanya umat ini bisa keluar dari seluruh ancaman dan problema jaman, mulai dari ancaman musuh, kendala alam sampai krisis pangan , energi dan air. InsyaAllah kita bisa.isa.

1 komentar: