Minggu, 30 April 2017

Bedakan Antara Ilmu, pengetahuan, dan Wawasan

NAMUN ...mengertilah apa-apa yg didapat dari membaca itu bukanlah ILMU, tapi WAWASAN/PENGETAHUAN, maka tidak boleh buat pedoman.

Karena agama itu hubungan persambungan amaliyah dari ulama yang bersand sambung samapai rasulullah.


ILMU hanya bisa didapat & diperoleh dengan satu JALAN yaitu BELAJAR (MENGAJI) dengan seorang Guru (Ulama yang punya sanad ilmu).
BUKU adalah sebuah tulisan yg bernuansa ILMU, BUKU bukanlah Syara'..., Tapi dalam kenyataannya BUKU banyak dijadikan Pusaka, melebihi ilmu apalagi hanya mengandalkan TERJEMAH.
Ilmu itu bukan pada BUKU, tapi ilmu itu apa yg ada dalam Dada (Hati)

العلم في الصدور لا في الستور

"Ilmu itu terletak didada buka di buku"

Jadi apa yg didapat dari Membaca itu adalah sebuah pengetahuan (wawasan) BUKAN keilmuan.
Makanya yg di wajibkan oleh agama adalah MENUNTUT, MENCARI, dan atau MENIMBA ILMU, bukannya MEMBACA ILMU.

طلب العلم فريضة

"Menuntut Ilmu itu Wajib"

@* TIDAK ADA PERINTAH WAJIB MEMBACA :

قرأة العلم فريضة

"Membaca ilmu itu wajib"

Nabi Saw pun perintah اطلب العلم (Tuntutlah ilmu...) BUKAN bacalah ilmu, tami membaca sarana untuk menggapai ilmu yang kemudian ilmu itu disanadkan kepada para 'Alim Ulama' yang sampai sanadnya kepada Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup.
Karena membaca yang tidak disanadkan Kyai, berakibat "Bacaannya sama tapi pemahamannya bisa berbeda".

"Wallohu A'lam Bish Showab"


PEPELING ATAU PERINGAN PENTING :

SILAHKAN membaca !!!
Karena itu memang hal baik, TAPI INGAT jangan tinggal MENGAJI (mengkaji atau memahami)

MEMBACA AL-QUR'AN DAN HADITS tidak sama dan bukan berarti MENGAJI AL QUR'AN DAN HADITS.

MEMBACA AL QUR'AN tidak sama dengan MENGAJI AL QUR'AN.

Banyak yg salah kaprah ... dalam keseharian misalnya, ada seorang anak ditanya :

* Ayah sedang apa?
- Sang anak menjawab; ayah sedang mengaji.
Padahal sebenarnya SEDANG MEMBACA.
Mengaji (mengkaji) itu menyerab atau mengambil ilmu dari yang dibaca

Contoh ayat sama tapi pemahaman berbeda :

1. Saat melakukan aksinya membunuh sayidina 'Ali suami Siti Fatimah, Ibnu Muljam juga tidak berhenti merapal Surat Al Baqarah ayat 207:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Pertanyaanya, Masak membunuh sesama muslim kok menggapai ridho Allah? Aneh kan?

2. Pada ayat-ayat musbihat.
3. Surat Al-Baqarah Ayat 22 >> Ada yang memahami bumi itu datar, ada yang memahami bumi itu bulat :

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui".
Memang secara tekstual, bunyi ayat-ayat di atas mengatakan bahwa bumi ini terhampar, seumpama firasy, karpet, atau tempat tidur. Namun, apakah sesederhana itu sajakah memahamkan ayat Al-Qur’an….? Apakah memahamkan al-Qur’an yang agung cukup secara tekstual saja, kemudian mengabaikan arti kontekstualnya…?
Kalau demikian, yakni Al-Qur’an hanya difahamkan secara tekstual saja, maka pasti akan hilanglah kehebatan dan keagungan Al-Qur’an itu. Padahal ada banyak ayat suci Al-Qur’an dan hadis yang mendudukkan derajat orang-orang berpengetahuan berada beberapa tingkat di atas orang awam. Dalam hal ini, pemahaman kontekstual jelas memerlukan daya nalar yang lebih tinggi dibandingkan sekedar pemahaman tekstual saja. Dengan demikian, pantaslah kiranya jika Allah dalam Al-Qur’an dan Nabi dalam banyak hadis beliau, memuji dan menyatakan bahwa orang yang berilmu pengetahuan, yang memakai akal dan nalar, memiliki derajat yang tinggi jauh berbeda dengan orang awam.

4. (Ad-Dhuha ayat 7) >> Wahabi berani menyesatkan Nabi.

ﻭَﻭَﺟَﺪَﻙَ ﺿَﺎﻟًّﺎ ﻓَﻬَﺪﻯ


NASHIRUDDIN AL-ALBANI: NABI SAW SESAT SEBELUM NUZUL WAHYU
Dalam:
- Kitab: "FATAWA AL-ALBANI".
- Karya: Nashiruddin Al-Albani.
- Halaman: 432.

→ Nashiruddin Al-Albani telah Menghukum Atas Baginda Nabi Muhammad Saw sebagai Sesat dan Sesat dari Kebenaran.
Mari kita lihat pada teks Fatwa Nasiruddin Al-Albani yang Menghukum Baginda Nabi Muhammad Saw sebagai Sesat:
” Saya Katakan kepada mereka yang bertawassul dengan Wali dan orang Shalih bahwa,
Saya Tidak Segan sama sekali Menamakan dan Menghukum Mereka sebagai SESAT dari Kebenaran,
Tidak ada Masaalah untuk Menghukum Mereka sebagai Sesat dari Kebenaran,
DAN INI SEJALAN (Sama) DENGAN PENGHUKUMAN ALLAH ATAS NABI MUHAMMAD SEBAGAI SESAT SEBELUM NUZUL WAHYU (sebelum turunnya Wahyu)
(Ad-Dhuha ayat 7)″.
● Dalam Fatwa tsb Al-Albani mencantumkan Surat Ad-Dhuha Ayat 7.
☆ Sedangkan Didalam Tafsir Ibnu Katsir tentang Ayat tsb,
Beliau mengatakan:
"Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

ﻭَﻭَﺟَﺪَﻙَ ﺿَﺎﻟًّﺎ ﻓَﻬَﺪﻯ ﻛَﻘَﻮْﻟِﻪِ : ﻭَﻛَﺬﻟِﻚَ ﺃَﻭْﺣَﻴْﻨﺎ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺭُﻭﺣﺎً ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻧﺎ ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺖَ ﺗَﺪْﺭِﻱ ﻣَﺎ ﺍﻟْﻜِﺘﺎﺏُ ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﺈِﻳﻤﺎﻥُ ﻭَﻟﻜِﻦْ ﺟَﻌَﻠْﻨﺎﻩُ ﻧُﻮﺭﺍً ﻧَﻬْﺪِﻱ ﺑِﻪِ ﻣَﻦْ ﻧَﺸﺎﺀُ ﻣِﻦْ ﻋِﺒﺎﺩِﻧﺎ

Dan demikianlah Kami wahyukan kepada wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab(Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu,
Tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. (Asy-Syura: 52),
Hingga akhir ayat.
Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa Makna yang dimaksud ialah sesungguhnya Nabi Saw, Pernah tersesat di lereng-lereng pegunungan Mekah saat Beliau Masih Kecil, kemudian ia dapat pulang kembali ke rumahnya.
Menurut pendapat yang lain: Sesungguhnya Beliau pernah tersesat bersama pamannya di tengah jalan menuju ke negeri Syam.
Saat itu Nabi Saw, mengendarai unta di malam yang gelap,
Lalu datanglah iblis yang menyesatkannya dari jalur jalannya. Maka datanglah Malaikat Jibril yang langsung meniup iblis hingga terpental jauh sampai ke negeri Habsyah.
Kemudian Jibril meluruskan kembali kendaraan Nabi Saw, Ke jalur yang dituju.
Keduanya diriwayatkan oleh Al-Bagawi.
◎ Nah..!!, Sekarang bagaimana Al-Albani Ahli Hadas tsb, mempergunakan firman Allah pada Bukan Tempatnya.
◎ Amat jelas dan Gamblang Al-Albani Mengatakan Sesat Kepada Baginda Nabi Saw Dari Kebenaran Sebelum Nuzul Wahyu..!!.


DGN SANAD TANPA MENUKIL KITAB LEBIH UTAMA DARI PADA MENUKIL KITAB TANPA SANAD.
Alkisah seorang ustad wahabi S3 yg memiliki perpustakaan berisi ribuan kitab berdebat dgn santri kampung dgn fasilitas seadanya dan kitab seadanya, tapi ilmu dari guru yg memiliki sanad kepada ulama salaf.
si ustad berkata : "Makna istawa adalah istaqarra (menetap), ini akidah ulama salaf".
kemudian puluhan hujjah dikeluarkan oleh si ustad dari kitab kitab yg ia miliki.

Santri diam sambil berpikir, dia merasa ada yg janggal, krn gurunya didalam menjelaskan masalah akidah tidak pernah sekalipun menyebut lafadz "istaqarra" sebagai makna "istawa", si santri tau betul bahwa gurunya memiliki sanad kepada ulama salaf.
Sontak si santri berkata : "Datangkan satu saja perkataan ulama salaf yg sohih, yg menyebut lafadz istaqarra didalam ucapannya sebagai makna istawa, jika ada, demi allah saya akan mengikuti akidah ustad".

Si ustad mulai mengeluarkan keringat dingin, dia kebingungan, menjawab pertanyaan si santri, dia buka laptopnya, dia cari di google, tidak ketemu juga, si ustad mulai panik dan akhirnya muter muter seperti gangsing....
adakah yg bisa bantu ustad di dalam kisah tersebut....
silahkan...

"Wallohu A'lam Bish Showab"

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar