Beberapa syabab HTI sering kali menuliskan bahwa para Wali (Wali Songo) penyebar dakwah Islam di Nusantara merupakan utusan Khalifah, sehingga disimpulkan Walisongo adalah pejuang Khilafah (seperti HT). Hal itu mereka gunakan untuk kembali melakukan propaganda agar umat Islam di Nusantra tertarik terhadap perjuangan Khilafah ala HTI, khususnya untuk menarik simpati kalangan NU yang memang cara dakwah NU menteladani dakwah Wali Songo.
Tanpa Pertumpahan Darah
Dalam masa 50 tahun Wali Songo berdakwah, masyarakat sepanjang pesisir utara pulau Jawa telah memeluk agama Islam tanpa pertumpahan darah. Dakwah Wali Songo yang membuahkan hasil gemilang tersebut disebabkan karena kecepatan adaptasi Wali Songo dengan penduduk setempat. Demikian pernah disampaikan oleh penulis buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto. [1]
Dakwah Walisongo ini selanjutnya diteladani oleh para ulama di Nusantara, khususnya ulama-ulama NU untuk mendakwahkan ajaran Islam yang damai, Rahmatan lil-Alamiin. Dalam dakwahnya, NU senantiasa menghargai kebudayaan dan tradisi-tradisi masyarakat. Sebab hal itulah yang menjadi kunci keberhasilan dakwah Wali Songo. Dakwah kultural membuka jalan masuk Islam secara masal dalam masa relatif singkat.
Walisongo, NU dan Khilafah
Bila HTI selalu mempropagandakan Khilafah, lain halnya dengan ormas Islam Ahlussunnah wal Jama'ah terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama. Meksipun NU dalam dakwahnya menteladani dakwah Walisongo tetapi NU tidak pernah menyerukan berdirinya Khilafah.
KH Miftachul Akhyar, ulama NU Jawa Timur pernah mengatakan, bahwa sikap para tokoh Nahdlatul Ulama (NU) atas gerakan penegakan khilafah islamiyah bukan tanpa alasan. NU telah belajar sejarah dan tidak gegabah meneriakkan penegakan khilafah secara membabi-buta di tengah masyarakat Islam Indonesia.
Bila melihat sejarah masa lalu, sebenarnya kelahiran NU pada tahun 1926 masih ada kaitan erat dengan konflik khilafah dunia. Kala itu (1924) Saudi Arabia baru saja dikuasai kelompok Wahabi ingin menjadi tuan rumah Muktamar Dunia Islam dan ingin meneruskan sistem Khilafah yang terputus di Turki pascajatuhnya Daulah Utsmaniyah oleh hegemoni Barat. Namun sayang, saat itu para kiai pesantren “ditilap” oleh kelompok yang seide dengan Wahabi di Indonesia dari calon utusan yang mewakili umat Islam Indonesia. Peristiwa menyakitkan itu tidak pernah dilupakan oleh NU. Selain itu, dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, banyak ditemukan organisasi yang punya latar belakang Islam, tetapi sikapnya tidak islami. Itulah salah satu sebab yang melatar-belakangi Hadratusy Syeikh KH Hasyim Asy’ari mendirikan NU. [2]
Pendiri-pendiri NU pun tidak pernah bercita-cita mendirikan Khilafah. KH. Abdul Wahab Hasbullah (salah satu pendiri NU) dalam sebuah pidatonya berpandangan bahwa Indonesia adalah negara sah secara hukum Islam, sedangkan Khilafah sudah tidak mungkin lagi ditegakkan karena syarat seorang Imam setingkat mujtahid sudah tidak ada lagi. (BACA: Khilafah Dalam Pidato Pendiri NU KH. Abdul Wahab Hasbullah)
KH. Abdul Wahab Hasbullah pun pernah mengikuti pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955. [3] Saat itu, Nahdlatul Ulama dibawah kepemimpinan KH. Abdul Wahab Hasbullah menjelma menjadi partai politik setelah keluar dari Masyumi. NU berhasil meraih kemenangan. Nahdlatul Ulama’ sebagai partai politik membuat kagum dan dikenal serta disegani oleh setiap orang di kawasan Indonesia, bahkan oleh dunia internasional, khususnya dalam peran NU menumpas PKI.
Putra KH Hasyim Asy'ari yaitu KH. Wahid Hasyim juga pernah menjadi panitia tim persiapan Kemerdekaan Indonesia. Rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila sebagai pengganti dari "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" tidak terlepas dari peran KH. Wahid Hasyim. [3] Penghapusan 7 kata itu juga atas restu dari KH. Hasyim Asy'ari, dan telah sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. [4]
Komite Hijaz yang merupakan cikal bakal Nahdlatul Ulama (NU) bukanlah perjuangan untuk mendirikan Khilafah, tetapi untuk mempertahankan keberagaman madzhab dalam Islam. Sehingga dari awal berdirinya NU memang tidak pernah bercita-cita mendirikan Khilafah, bahkan NU berpandangan bahwa Indonesia merupakan negara yang telah sah secara syariat Islam sehingga perlu diperjuangkan dan dipertahankan.
Kiprah dakwah Islamiyah dari NU memang sangat sesuai dengan dakwah Sembilan Wali. KH. Said Aqil Siraj pernah menyatakan Wali Songo merupakan teladan NU dalam cara penyebaran Islam (fiqhud da‘wah) yang ideal. Strategi dakwah berorientasi budaya yang mereka terapkan terbukti sukses luar biasa. [6]
Sebagaimana para Wali yang tidak pernah menanamkan ajaran sistem Khilafah ke masyarakat Nusantara, NU pun telah belajar banyak soal khilafah tersebut. Pada saat itu, para Wali sebagai utusan Khilafah sebenarnya sangat leluasa untuk menanamkan soal khilafah karena belum ada yang menghalangi.
Andai memang para wali benar-benar memperjuangkan khilafah, maka sudah pasti sejak dulu NU akan menegakkan khilafah tanpa menunggu kedatangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebab cara dakwah NU adalah metode dakwah Sembilan Wali. Kenyataannya tidak lah demikian. Walisongo juga tidak menggunakan cara-cara dakwah HT, tetapi menggunakan metode dakwah Rasulullah SAW.
M Kholid Syeirazi, peneliti gerakan Islam radikal pernah menyatakan NU tidak pernah tertarik dengan gagasan kekhalifahan Islam atau khilafah Islamiyah. NU justru menegaskan negara nasional, dengan Pancasila dan NKRI sebagai bentuk final yang sah dan mengikat seluruh warga negara, termasuk umat Islam. NU tidak terobsesi dengan Arabisasi dan internasionalisasi Islam. NU mewarisi gerakan dakwah Walisongo yang sejak awal adaptif terhadap budaya lokal. Gerakan NU menjalankan substansialisasi Islam, tidak memerangi bentuk tetapi menyusupkan isi. Islam ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) ala NU merupakan harapan kebangkitan Islam dunia. Dalam hal ini, pesantren sebagai pusat pengajaran Islam Aswaja ala NU harus dapat menopang basis material dan intelektual Aswaja sebagai paham dan gerakan. [7]
Oleh : Ibnu L' Rabassa[1] NU Online, 1 Februari 2013 "Dakwah Walisongo Tanpa Pertumpahan Darah"
[2] NU Online, 15 Agustus 2007 "Soal Khilafah, NU telah Belajar dari Sejarah"
[3] NU Online, 17 Agustus 2012, "Kiai Wahab Hasbullah, Pahlawan Tanpa Gelar"
[4] Wikipedia, "Wahid Hasjim" http://id.wikipedia.org/wiki/Wahid_Hasjim
[5] NU Online, 19 Mei 2012 "Mun'im DZ: Penghapusan Tujuh Kata, Sesuai Sunnah Rasul"; MMN "KH. Hasyim Asy'ari Restui Penghapusan 7 Kata Piagam Jakarta"
[6] NU Online, 6 Juli 2012 "Selama NU Hidup, Wali Songo Tetap Hidup"
[7] NU Online 13 Juli 2009 "NU Tak Pernah Tertarik Gagasan Khilafah Islamiyah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar