Minggu, 11 Oktober 2015

Sejarah do'a ahir tahun dan awal tahun

Sejarah & Makna Tahun Baru Islam 1 Muharram 1436 Hijriyah
SETIAP tanggal 1 Muharram kaum Muslim merayakan Tahun Baru Hijriyah. Lazimnya, umat Islam mengadakan pengajian, tablig akbar, ceramah, juga "pawai obor" yang biasanya melibatkan anak-anak.

Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti diberitakan berbagai media, akan merayakan tahun baru 1436 Hijriah ini secara "akbar", Minggu 26 Oktober 2014, di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

Menurut Ketua Panitia Dr Isran Noor, perayaan ini akan menjadi tonggak persatuan umat. Umat Islam akan menunjukkan jati dirinya. "Kegiatan itu akan menjadi syi'ar agama Islam," jelasnya.

Dikatakannya, peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1436 Hijriah kali ini sanggup membawa kesadaran masyarakat terhadap makna sesungguhnya, yang tak lepas peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah.

"Peringatan pada tahun ini juga diharapkan bisa mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik," ujarnya.

Kalimat "mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik" patut kita garisbawahi. Pasalnya, itulah makna tahun baru Islam yang sebenarnya.

Setiap memasuki tahun baru Islam, kaum Muslim hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik.

Peristiwa HIJRAH umat Islam dari Makkah ke Madinah bukan saja mengandung nilai sejarah dan strategi perjuangan, tapi juga mengandung nilai-nilai dan pelajaran berharga bagi perbaikan kehidupan umat secara pribadi dan kejayaan kaum Muslim pada umumnya.

Maka, seyogianya dalam memaknai tahun baru Islam ini, kita menggali kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah.

Keutamaan Tahun Hijriyah
Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama 'Tahun Muhammad' atau 'Tahun Umar'. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).

Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura). Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.

Menurut dongeng atau mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan dewa yang datang dari India untuk menetap di Tanah Jawa.

Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar bin Khattab.

Seandainya Khalifah Umar berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan "Tahun Umar" sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.

Umar malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam.

Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Keponakan Rasulullah Saw inilah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Dalam buku Kebangkitan Islam dalam Pembahasan (1979), Sidi Gazalba, menulis:

''Dipandang dari ilmu strategi, hijrah merupakan taktik. Strategi yang hendak dicapai adalah mengembangkan iman dan mempertahankan kaum mukminin.''

Tahap Awal Daulah Islamiyah
Hijrah adalah momentum perjalanan menuju Daulah Islamiyah yang membentuk tatanan masyarakat Islam, yang diawali dengan eratnya jalinan solidaritas sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah) antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Jalinan ukhuwah yang menciptakan integrasi umat Islam yang sangat kokoh itu telah membawa Islam mencapai kejayaan dan mengembangkan sayapnya ke berbagai penjuru bumi. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani.


Bisa dimengerti, jika umat Islam dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang tertindas, serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak seerat kaum Mujahirin-Anshar.


Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik.

Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Allah SWT meningatkan dalam QS 59:18,  ''Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok (alam akhirat).''

Pada awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa merancang hidup agar lebih baik dengan hijrah, yakni mengubah perilaku buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

''Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah,'' sabda Rasulullah. Kita ubah ketidakpedulian terhadap kaum lemah menjadi sangat peduli dengan semangat zakat, infak, dan sedekah.

Selain itu juga mengubah permusuhan dan konflik menjadi persaudaraan dan kerja sama, mengubah pola hidup malas-malasan menjadi giat bekerja, mengubah hidup pengangguran dan peminta-minta menjadi pekerja mandiri, dan tidak bergantung pada belas kasih orang lain.

Dengan kekuatan iman dan keeratan ukhuwah Islamiyah seperti kaum Muhajirin dan Anshar, umat Islam bisa kuat dan bahu-membahu memenangkan partai Allah (hizbullah) yang menegakkan syiar Islam berasaskan tauhid dan ukhuwah, bukan memenangkan partai setan (hizbusy syaithon) yang mengibarkan bendera kebatilan.


Sejarah Tahun Baru Islam: Kalender Hijriyah

Seperti disebutkan di atas, setidaknya ada dua nama penting dalam sejarah kalender Hijriyah, yakni

1. Umar bin Khathab sebagai pencetus ide penetapan kalender Islam.
2. Ali bin Abi Thalib sebagai penggagas awal perhitungan tahun.

Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam Zu'amaul Islam (1953) melukiskan:

"Pada suatu hari Khalifah Umar bin Khathab memanggil dewan permusyawaratan untuk membicarakan perihal sistim penanggalan. Ali bin Ali Thalib mengusulkan agar penanggalan Islam dimulai sejak peristiwa hijrah ke Madinah sebagai momentum saat ditinggalkannya bumi musyrik. Usul Ali kemudian diterima sidang. Khalifah Umar menerima keputusan sidang dan mendekritkan berlakunya Tahun Hijriyah. Peristiwa hijrah merupakan momentum zaman baru pengembangan Islam, melandasi kedaulatan Islam serta penampilan integritas sebagai agama sepanjang zaman".

Momentum Ukhuwah Islamiyah
Sempat muncul ide, 1 Muharram ditetapkan sebagai "Hari Santri Nasional". Sebaiknya, tanggal hari santri nasional ditetapkan berdasarkan sejarah pesantren di Indonesia, misalnya pesantren pertama di Indonesia.

Jika 1 Muharram dijadikan Hari Santri Nasional, maka cakupannya akan "menyempit" menjadi hanya untuk kalangan santri atau dunia pesantren. Padahal, 1 Muharram adalah hari pertama Tahun Baru Islam (Hijriyah) yang berlaku untuk semua kaum Muslim di seluruh dunia!

Sistem Penanggalan Tahun Hijriyah merefleksikan suatu moment perjuangan umat Islam untuk tetap survive, yakni dengan hijrah dari Makkah ke Madinah.

Dimulainya penanggalan Tahun Hijriyah dari saat hijrah, menunjukan betapa kita harus menghargai dan mengambil hikmah dari peristiwa hijrah yang merupakan struggle for life (perjuangan untuk hidup), struggle for existence (perjuangan untuk menjadi terkuat), sebagaimana dikemukakan Sidi Gazalba dalam dalam Kebangkitan Islam dalam Pembahasan (1979).

Hijrah adalah momentum perjalanan menuju Daulah Islamiyah tempat tatanan masyarakat Islam terbentuk.

Pembangunan Daulah Islamiyah Madinah oleh Nabi Muhammad Saw diawali dengan:

1. Pembangunan masjid (Masjid Quba) sebagai sentral aktivitas umat Islam.
2. Penguatan rasa persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah) antara kam Muhajirin dan kaum Anshar.
3. Penyusunan Piagam Madinah sebagai "konstitusi" Negara Islam Madinah yang mengatur hubungan antar warga masyarakat Madinah, termasuk hubungan Umat Islam dengan kaum Yahudi (non-Muslim).

Kaum Muhajirin-Anshar telah mebuktikan bahwa ukhuwah Islamiyah atau solidaritas Islam bisa membawa umat Islam jaya dan disegani musuh-musuhnya.

Daulah Islamiyah yang dibangun mereka di Madinah dengan tuntunan langsung Nabi SAW telah menunjukan toleransi yang sangat tinggi terhadap umat lain yang tidak seiman.

Maka, setiap pergantian Tahun Hijriyah, sebenarnya merupakan momentum pengeratan solidaritas sesama Muslim.

Kita harus menegakkan bahwa sesama mukmin itu saudara, bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan.

]إِنَّمَا الْمًؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ  وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara"
Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian,  dan bertakwalah kalian  kepada Allah supaya kalian  mendapatkan rahmat(Qs Al-Hujarat 10).

"Orang Mukmin satu dengan yang lainnya seperti sebuah bangunan, satu sama lain saling menguatkan" HR. Bukhari dan Muslim].

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam". [HR Bukhari, Muslim, Ahmad].


Semoga kita memahami sejarah tahun baru Islam dengan benar, menyikapinya dengan benar, juga mampu menggali maknanya dengan benar pula hingga mampu memicu semangat hijrah dalam diri, menuju iman, ilmu, dan amal yang lebih baik. Amin...!


Doa Akhir & Awal Tahun serta Amalan Muharram


Di bawah ini adalah doa akhir tahun serta doa awal tahun dan amalan di bulan Muharram yang Diambil dari Kitab KanzunNajah wasSurur karya AsSyeikh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Makky, silahkan di share sebanyak banyaknya Doa Akhir & Awal Tahun serta Amalan Muharram ini dan semoga bermanfaat buat kita semua aamiin

Do'a akhir tahun dan awal tahun

دعاء اخير تهون

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِى هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِى عَنْهُ فَلَمْ اَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلِمْتَ عَلَىَّ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِى وَدَعَوْتَنِى اِلَى التَّوْبَةِ بَعْدَ جَرَا ئَتِى عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّى اَسْتَغْفِرُكَ فَغْفِرْلِى وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِى عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَاَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ يَاكَرِيْمُ يَاذَ الْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ اَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّى وَلاَ تَقْطَعَ رَجَائِى مِنْكَ يَاكَرِيْمُ وَصَلَى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ


Dengan menyebut asma Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Semoga Alloh tetap melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan dan penghulu kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau.
Ya Alloh ! Apa yang saya lakukan pada tahun ini tentang sesuatu yang Engkau larang aku melakukannya, kemudian belum bertaubat, padahal Engkau tidak meridloi (merelakannya), tidak melupakannya dan Engkau bersikap lembut kepadaku setelah Engkau berkuasa menyiksaku dan Engkau seru aku untuk bertaubat setelah aku melakukan kedurhakaan kepada MU, maka sungguh aku mohon ampun kepada MU, ampunilah aku !
Dan apapun yang telah aku lakukan dari sesuatu yang Engkau ridloi dan Engkau janjikan pahala kepadaku, maka aku mohon kepada MU ya Alloh, Dzat Yang Maha Pemurah, Dzat Yang Maha Luhur lagi Mulia, terimalah persembahanku dan janganlah Engkau putus harapanku dari MU, wahai Dzat Yang Maha Pemurah!
Semoga Alloh tetap melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau.

دعاء اولتهون

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَللَّهُمَّ اَنْتَ اْلاَ بَدِيُّ الْقَدِيْمُ اْلاَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَكَرَمِ جُوْدِكَ الْمُعَوَّلُ وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ اَقْبَلَ اَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَ اَوْلِيَائِهِ وَالْعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ اْلاَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ وَاْلاِشْتِغَالِ بِمَا يُقَرِّبُنِى اِلَيْكَ زُلْفَى يَاذَالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ وَصَلَى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ


Dengan menyebut asma Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Semoga Alloh tetap melimpahkan rahmat dan salam (belas kasihan dan kesejahteraan) kepada junjungan dan penghulu kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat Beliau.
Ya Alloh ! Engkau Dzat Yang Kekal, yang tanpa Permulaan, Yang Awal (Pertama) dan atas kemurahan MU yang agung dan kedermawanan MU yang selalu berlebih, ini adalah tahun baru telah tiba : kami mohon kepada MU pada tahun ini agar terhindar (terjaga) dari godaan syetan dan semua temannya serta bala tentara (pasukannya), dan (kami mohon) pertolongan dari godaan nafsu yang selalu memerintahkan (mendorong) berbuat kejahatan, serta (kami mohon) agar kami disibukkan dengan segala yang mendekatkan diriku kepada MU dengan sedekat-dekatnya. Wahai Dzat Yang Maha Luhur lagi Mulia, wahai Dzat Yang Maha Belas Kasih!
Semoga Alloh selalu melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan dan penghulu kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau. Semoga Alloh mengabulkan permohonan kami.

Berikut ini adalah doa akhir tahun:


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞ وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ ۞ الَّلهُمَّ مَا عَمِلتُ مِن عَمَلٍ فِي السَّنَةِ المَاضِيَةِ ۞ و لَم تَرْضَهُ وَ نَسِيتُهُ وَ لَم تَنْسَهُ ۞ فَحَلِمتَ عَنِّي مَعَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي ۞ وَ دَعَوْتَنِي إِلَى التَّوبَةِ بَعْدَ جَرَاءَتِي عَلَيْكَ ۞ الَّلهُمَّ إِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ مِنْهُ فَاغْفِرْ لِي ۞ الَّلهُمَّ وَ مَا عَمِلْتُ مِن عَمَلٍ تَرْضَاهُ ۞ وَ وَعَدْتَنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ وَ الغُفْرَان ۞ فَتَقَبَّلْهُ مِنِّي ۞ وَلا تَقْطَعْ رَجَائِي مِنْكَ يَا كَرِيْم ۞ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ۞ وَ صَلَّى اللهُ تَعَالى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ ۞


Amalan Di Bulan Muharram

1- Dianjurkan untuk berpuasa di hari terakhir bulan Dzulhijah dan hari pertama bulan Muharram. Disebutkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar bahwa As Sayyidah Hafshah isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَ أَوَّلَ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ جَعَلَهُ اللهُ تَعَالى لَهُ كَفَارَةَ خَمْسِيْنَ سَنَةً وَ صَوْمُ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ بِصَوْمِ ثَلاثِيْنَ يَوْماً.

“Barang siapa yang berpuasa di hari terakhir bulan Dzulhijah dan di hari pertama bulan Muharram maka Allah jadikan baginya sebagai pengampunan dosa lima puluh tahun.dan puasa satu hari di bulan Muharram bagaikan puasa tiga puluh hari”.

2- Bulan Muharram adalah salah satu dari bulan yang dihormati dan dimuliakan oleh Allah (Al Ashur Al Hurum). Dan sangat dianjurkan pada bulan tersebut untuk berpuasa selama tiga hari yaitu pada hari kamis, jum’at dan sabtu. Al Ghozali meriwayatkan di dalam kitab Ihya Ulumuddin dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ صَامَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ شَهْرِ حَرَامٍ الخَمِيْس وَ الجُمُعَة وَ السَّبْت كَتَبَ اللهُ تَعَالَى لَهُ عِبَادَةَ سَبْعَمِائَة عَامٍ

“Barang siapa berpuasa selama tiga hari di bulan yang dihormati oleh Allah (Al Asyhur Al Hurum) yaitu hari kamis, jum’at dan sabtu maka niscaya Allah mengganjar baginya bagaikan ibadah tujuh ratus tahun”.

3- Dianjurkan pula di hari pertama bulan Muharram membaca Ayat Kursi sebanyak tiga ratus enam puluh kali, diawali setiap kalinya dengan Basmalah. Dan seusai membaca Ayat Kursi tersebut hendaknya membaca doa berikut ini:

اللَّهُمَّ يَا مُحَوِّلَ الأَحْوَال ۞ حَوِّلْ حَالِي إِلَى أَحْسَنِ الأَحْوَالِ ۞ بِحَوْلِكَ وَ قُوَّتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا مُتَعَال ۞ وَ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّم ۞

Berkata Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan sebagaimana bersumber dari beberapa ulama: “Barang siapa yang membaca dan mengamalkan yang demikian tersebut maka di tahun itu merupakan benteng yang kokoh baginya dari syaithon”.

4- Dianjurkan pula membaca doa awal tahun dan sebelumnya doa akhir tahun (yang tersebut dalam amalan bulan Dzulhijjah).

Berikut ini adalah doa awal tahun:


بِسْمِ اللهِ الرّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞ الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ ۞ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاةً تَمْلَأُ خَزَائِنَ اللهِ نُوْرًا ۞ وَ تَكُوْنُ لَنَا وَ لِلمُؤْمِنِيْنَ فَرَجًا وَ فَرَحًا وَ سُرُوْرًا ۞ وَ عَلَى آلهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا ۞ اللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيْمُ الأَوَّل ۞ وَ عَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَ كَرِيْمِ جُودِكَ العَمِيْمِ المُعَوَّل ۞ وَ هَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَل ۞ أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَ أَوْلِيَائِه ۞ وَ العَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْء ۞ وَ الإِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِي إِلَيْكَ زُلْفَى ۞ يَا ذَا الجَلالِ و الإِكْرَامِ ۞ وَ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّم


Berkata syaithon kepada orang yang membaca doa tersebut: “Sungguh orang ini telah membentengi dirinya dengan benteng yang kokoh”. Dan Allah mengutus dua malaikat untuk menjaganya dari gangguan syaiton dan pengikutnya

دعاء آخر السنة للحبيب علي بن محمد الحبيشي

بسم الله الرحمن الرحيم. الحمد لله رب العالمين اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وسيلتنا العظمى إليك، في استجابة ما دعوناه وتحقيق ما رجونا وغفر ما جنيناه، وعلى آله وصحبه ومن والاه. اللهم إنه قد مضى علينا من مدة حياتنا عام، قلدتنا فيه من نعمك ما لا نستطيع أداه الشكر عليه، وحفظتنا فيه من الأسواء والمكاره ما لا نستطيع دفعه، وقد أودعناه من الأعمال ما أنت عليم به، فما وفقتنا فين من حسنات فتقبل ذلك منا


Sumber: Diambil dari Kitab KanzunNajah wasSurur karya AsSyeikh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Makky

Persaudaraan Islam yang Hakiki (Tafsir QS al-Hujurat [49]: 10)
Posted by Hisyam Ad dien Al Qur'an, GM, Halaqoh Online, Tafsir 10:17 AM

إِنَّمَا الْمًؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ  وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian,  dan bertakwalah kalian  kepada Allah supaya kalian  mendapatkan rahmat. (QS al-Hujurat [49]: 10).

Ayat ini merupakan kelanjutan sekaligus penegasan perintah dalam ayat sebelumnya untuk meng-ishlâh-kan kaum Mukmin yang bersengketa.[1] Itu adalah solusi jika terjadi persengketaan. Namun, Islam juga memberikan langkah-langkah untuk mencegah timbulnya persengketaan. Misal, dalam dua ayat berikutnya, Allah Swt. melarang beberapa sikap yang dapat memicu pertikaian, seperti saling mengolok-olok dan mencela orang lain, panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk (QS al-Hujurat [49]: 11); banyak berprasangka, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjing saudaranya (QS al-Hujurat [49]: 12).

Tafsir Ayat
Allah Swt. berfirman: Innamâ al-Mu‘minûn ikhwah. (Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara). Siapapun, asalkan Mukmin, adalah bersaudara. Sebab, dasar ukhuwah (persaudaraan) adalah kesamaan akidah.
Ayat ini menghendaki ukhuwah kaum Mukmin harus benar-benar kuat, lebih kuat daripada persaudaraan karena nasab. Hal itu tampak dari: Pertama, digunakannya kata ikhwah—dan kata ikhwan—yang merupakan jamak dari kata akh[un] (saudara). Kata ikhwah dan ikhwan dalam pemakaiannya bisa saling menggantikan. Namun, umumnya kata ikhwah dipakai untuk menunjuk saudara senasab, sedangkan ikhwan untuk menunjuk kawan atau sahabat.[2] Dengan memakai kata ikhwah, ayat ini hendak menyatakan bahwa ukhuwah kaum Muslim itu lebih daripada persahabatan atau perkawanan biasa.
Kedua, ayat ini diawali dengan kata innamâ. Meski secara bahasa,  kata innamâ tidak selalu bermakna hasyr (pembatasan),[3] kata innamâ dalam ayat ini memberi makna hasyr. Artinya, tidak ada persaudaraan kecuali antar sesama Mukmin, dan tidak ada persaudaraan di antara Mukmin dan kafir.[4] Ini mengisyaratkan bahwa ukhuwah Islam lebih kuat daripada persaudaraan nasab.  Persaudaraan nasab bisa terputus karena perbedaan agama. Sebaliknya, ukhuwah Islam tidak terputus karena perbedaan nasab.[5] Bahkan, persaudaraan nasab dianggap tidak ada jika kosong dari persaudaraan (akidah) Islam.[6]
Hal ini tampak, misalnya, dalam hal waris. Tidak ada hak waris antara Mukmin dan kafir dan sebaliknya. Jika seorang Muslim meninggal dan ia hanya memiliki saudara yang kafir, saudaranya yang kafir itu tidak boleh mewarisi hartanya, namun harta itu menjadi milik kaum Muslim. Sebaliknya, jika saudaranya yang kafir itu meninggal, ia tidak boleh mewarisi harta saudaranya itu.[7] Dalam hal kekuasaan, umat Islam tidak boleh menjadikan orang kafir sebagai wali (pemimpin), sekalipun ia adalah bapak dan saudara mereka (QS at-Taubah [9]: 23).
Kemudian Allah Swt. berfirman: fa ashlihû bayna akhawaykum (Karena itu,  damaikanlah kedua saudara kalian). Karena bersaudara, normal dan alaminya kehidupan mereka diliputi kecintaan, perdamaian, dan persatuan.  Jika terjadi sengketa dan peperangan di antara mereka, itu adalah penyimpangan, yang harus dikembalikan lagi ke keadaan normal dengan meng-ishlâh-kan mereka yang bersengketa, yakni mengajak mereka untuk mencari solusinya pada hukum Allah dan Rasul-Nya.[8]
Kata akhawaykum (kedua saudara kalian) menunjukkan jumlah paling sedikit terjadinya persengketaan.  Jika dua orang saja yang bersengketa sudah wajib didamaikan, apalagi jika lebih dari dua orang.[9] Digunakannya kata akhaway (dua orang saudara) memberikan makna, bahwa sengketa atau pertikaian di antara mereka tidak mengeluarkan mereka dari tubuh kaum Muslim. Mereka tetap disebut saudara. Ayat sebelumnya pun menyebut dua kelompok yang saling berperang sebagai Mukmin. Adapun di-mudhâf-kannya kata  akhaway dengan kum (kalian, pihak yang diperintah) lebih menegaskan kewajiban ishlâh (mendamaikan) itu sekaligus menunjukkan takhshîsh (pengkhususan) atasnya.[10] Artinya, segala sengketa di antara sesama Mukmin adalah persoalan internal umat Islam, dan harus mereka selesaikan sendiri.
Perintah dalam ayat ini merupakan penyempurna perintah ayat sebelumnya. Ayat sebelumnya mengatakan: wa in thâ’ifatâni min al-Mu‘minîna [i]qtatalû (jika ada dua golongan dari kaum Mukmin berperang). Kata thâ’ifatâni (dua golongan) dapat membuka celah kesalahan persepsi, seolah ishlâh hanya diperintahkan jika dua kelompok berperang, sedangkan jika dua orang bertikai, apalagi tidak sampai perang ([i]qtatalû) seperti hanya saling mencaci dan memaki, dan tidak menimbulkan kerusakan umum, tidak harus di-ishlâh.  Karena itu, firman Allah Swt. bayna akhawaykum itu menutup celah salah persepsi itu. Jadi, meski yang bersengketa hanya dua orang Muslim dan masih dalam taraf yang paling ringan, ishlâh harus segera dilaksanakan.[11]
Selanjutnya Allah Swt. berfirman: wa [i]ttaqû Allâh la‘allakum turhamûn  (dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat). Takwa harus dijadikan panduan dalam melakukan ishlâh dan semua perkara. Dalam melakukan ishlâh itu, kaum Mukmin harus terikat dengan kebenaran dan keadilan; tidak berbuat zalim dan tidak condong pada salah satu pihak. Sebab, mereka semua adalah saudara yang disejajarkan oleh Islam.[12] Artinya, sengketa itu harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum-hukum Allah, yakni ber-tahkîm pada syariat. Dengan begitu, mereka akan mendapat rahmat Allah Swt.

Membangun Ukhuwah Islamiyah, Menolak 'Ashabiyyah


Jelas sekali ayat ini mewajibkan umat Islam agar bersatu dengan akidah Islam sebagai landasan persatuan mereka. Islam menolak setiap paham selain akidah Islam sebagai dasar persatuan. Nasionalisme, misalnya, menurut Islam, termasuk 'ashâbiyyah (fanatisme golongan) yang terlarang. Rasul saw. bersabda:

«لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ»

Tidak termasuk golongan kami orang yang menyerukan 'ashabiyyah, yang berperang karena 'ashabiyyah, dan yang mati membela 'ashabiyyah (HR Abu Dawud).

Seseorang pernah bertanya kepada Rasul saw., “Apakah seseorang mencintai kaumnya termasuk 'ashabiyyah?” Beliau menjawab:

«لاَ، وَلَكِنْ مِنْ الْعَصَبِيَّةِ أَنْ يُعِينَ الرَّجُلُ قَوْمَهُ عَلى الظُّلْمِ»

Tidak. Akan tetapi, termasuk 'ashabiyyah jika seseorang menolong kaumnya atas dasar kezaliman. (HR Ibnu Majah).

Nasionalisme adalah paham yang menjadikan kesamaan bangsa sebagai dasar persatuan. Paham ini termasuk bagian dari seruan-seruan jahiliah (da‘wâ al-jâhiliyyah). Nasionalisme menjadikan loyalitas dan pembelaan terhadap bangsa mengalahkan loyalitas dan pembelaan terhadap Islam. Halal-haram pun akan dikalahkan ketika bertabrakan dengan ‘kepentingan nasional’. Akibatnya, kepentingan bangsa, meski menyalahi syariat, akan dibela. Jelas paham ini termasuk 'ashâbiyyah yang diharamkan Islam.

Perwujudan Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah harus diwujudkan secara nyata. Syariat telah menjelaskan banyak sekali sikap dan perilaku sebagai perwujudannya. Misal, sikap saling mencintai sesama Muslim.  Rasul saw. bersabda:

«لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا ...»

Kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai … (HR Muslim).

Kaum Muslim juga harus saling bersikap dzillah; meliputi kasih-sayang, welas asih, dan lemah lembut (QS al-Maidah [5]: 54); bersikap rahmah terhadap umat Islam (QS al-Fath [48]: 29); dan  rendah hati kepada kaum Mukmin (QS al-Hijr [15]: 88).
Mereka juga diperintahkan untuk tolong-menolong; membantu kebutuhan dan menghilangkan kesusahan saudaranya; melindungi kehormatan, harta, dan darahnya; menjaga rahasianya; menerima permintaan maafnya; dan saling memberikan nasihat. Masih sangat banyak manfestasi ukhuwah lainnya.
Harus dicatat, wujud ukhuwah islamiyah tidak hanya bersifat individual, namun juga harus diwujudkan dalam tatanan kehidupan yang dapat menjaga keberlangsungannya. Di sinilah Islam telah mewajibkan umatnya agar hanya memiliki satu negara dan satu kepemimpinan yang dipimpin oleh seorang khalifah. Rasulullah saw. bersabda:

«إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا اْلآخَرَ مِنْهُمَا»

Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim).

Islam juga melarang setiap usaha memisahkan diri dari Khilafah.  Allah Swt. memerintahkan Khalifah untuk memerangi kaum bughat[13] (pemberontak) hingga mereka mau kembali ke pangkuan Khilafah (QS al-Hujurat [49]: 9). Nabi saw. pernah bersabda:

«مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ»

Siapa saja yang datang kepada kalian—sedangkan urusan kalian berada di tangan seseorang (Khalifah)—lalu dia hendak memecah-belah ikatan kesatuan dan mencerai-beraikan jamaah kalian, maka bunuhlah dia. (HR Muslim dari Arfajah).

Islam menetapkan, kesatuan umat dan negara merupakan salah satu qâdhiyyah mashiriyyah (perkara utama). Sebab, asy-Syâri‘ telah menjadikan hidup dan mati untuk menyelesaikannya.[14] Dengan kesatuan itu, kaum Mukmin menjadi kuat, sebagaimana sabda Rasul saw.:

«الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»

Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan satu bangunan; sebagian menguatkan sebagian lainnya. (HR. Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ahmad).

Sayang, saat kaum Muslim terbagi dalam banyak negara seperti sekarang, mereka menjadi umat yang lemah, terpecah-belah, dan mudah diadu-domba. Akhirnya, mereka mudah dikuasai musuh-musuh mereka.
Ukhuwah umat Islam yang centang-perenang saat ini harus segera diakhiri. Caranya, Daulah Khilafah Islamiyah harus segera ditegakkan, niscaya ukhuwah islamiyah pun akan nyata kembali.

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. []

[1] Zamahsyari, al-Kasyâf, 2/356, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1995; an-Nasafi,  Madârik at-Tanzîl wa Haqâ’iq al-Ta’wîl, 2/583, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1995; asy-Syawkani, Fath al-Qadîr, 5/63, Dar al-Fikr, Beirut. tt; Abu Thayyib al-Qinuji, Fath al-Bayân, XIII/141, Idarat Ihya’ al-Turats al-Islami, Qathar.1989.
[2] Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, 8/111, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut.1993; as-Samin al-Halbi, Ad-Durr al-Mashûn fî ‘Ulûm al-Maknûn, 6/170, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994; Ar-Razi, Mukhtâr ash-Shihâh, hlm. 29, Dar al-Fikr, Beirut. 1992.
[3] An-Nabhani, asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, 3/192, Min Mantsurat Hizb al-Tahrir, al-Quds. 1953.
[4] Ash-Shabuni, Shafwat al-Tafâsir, 3/217, Dar al-Fikr, Beirut. 1996; Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, 14/11, Dar  al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1990; Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, 25/239, Dar al-Fikr, Beirut. 1991.
[5]  Al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 8/212, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1993.
[6] Ash-Shabuni, Shafwat al-Tafâsir, 3/217.
[7] Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, 14/111.
[8] Al-Qasimi, Mahâsin at-Ta’wîl, 8/529, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1997.
[9] Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, 13/303; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, 8/111.
[10]  Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî , 13/303.
[11]             Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, 14/111.
[12]             Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, 25/239.
[13]             Pelaku bughat adalah orang-orang yang memberontak terhadap negara dan menampakkan perlawanannya melalui senjata dan mengumumkan perang terhadap Daulah Islamiyyah. Lihat: Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât,  hlm. 79, Dar al-Ummah, Beirut. 1990.
[14]             Abdul Qadim Zallum, Kayfa Hudimat al-Khilâfah, hlm. 197, Dar al-Ummah, Beirut. 1990.

Bintang Berekor (Lintang Kemukus) di Bulan Muharram


Tidak lama lagi kita semua memasuki awal tahun baru hijriyah, bulan Muharram. Banyak sekali rentetan sejarah penting yang terjadi di bulan tersebut. Dan jika kita kaji, ternyata ada salah satu fenoma alam yang menyertainya yang bisa kita amati. Yakni bintang berekor atau lintang kemukus dalam istilah Jawa.

قال صاحب مرأة الزمان ان أرباب النجوم يذكرون أن كوكب الذنب لم يظهر في الدنيا الا عند قتل هابيل وعند القاء ابراهيم الخليل فى النار وعند هلاك قوم عاد وعند غرق فرعون واستمر من يومئذ لا يظهر الا عند ظهور أمر من طاعون أو قتل ملك من الملوك وقد ظهر في أول الاسلام عند غزوة بدر الكبرى وظهر عند قتل الامام عثمان بن عفان رضى الله عنه وعند قتل على بن ابي طالب كرم الله وجهه وهذا أمر قد جرب والله أعلم


Para ahli terawang berkata sesungguhnya para ahli nujum menjelaskan bahwa bintang berekor (lintang kemukus) tidaklah menampakkan diri di dunia kecuali saat:
1. Terbunuhnya Habil,
2. Dijatuhkannya Nabi Ibrahim ke dalam api,
3. Hancurnya kaum 'Ad,
4. Tenggelamnya Fir'aun,
5. Perang Badar Kubra,
6. Terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan,
7. Terbunuhnya Sayyidina Ali Ra.

Dan hal itu akan berlangsung (terjadi) jika akan ada bala (bencana) atau matinya para pemimpin, dan ini adalah perkara yang sudah terbukti. (Badai' az-Zuhur Imam as-Suyuthiy halaman 45).

Kalau kita telusuri, kejadian-kejadian di atas terjadi di bulan Muharram, tepatnya di hari 'Asyura (10 Muharram). Dan belakangan ini, ada kabar resmi dari NASA bahwa asteroid 86666 sudah nampak dari bumi tertanggal 10 Oktober kemarin. Apakah bintang berekor itu adalah asteroid 86666?

Hari ini harus lebih baik dari hari esok

رقم الحديث: 457
(حديث مرفوع) حَدِيثُ : " مَنِ اسْتَوَى يَوْمَاهُ فَهُوَ مَغْبُونٌ ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُونٌ " ، لَا يُعْرَفُ إِلَّا فِي مَنَامٍ لِعَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رَوَّادٍ ، قَالَ : أَوْصَانِي بِهِ فِي الرُّؤْيَا بِزِيَادَةٍ فِي آخِرِهِ ، رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ ، وَلَعَلَّ الزِّيَادَةَ " وَمَنْ لَمْ يَكُنْ فِي زِيَادَةٍ فَهُوَ فِي نُقْصَانٍ

“Barangsiapa yang dua harinya (hari ini dan kemarin) sama maka ia telah
merugi, barangsiapa yang harinya lebih jelek dari hari sebelumnya maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat”
Asal usul hadist ini tidak diketahui kecuali dalam mimpinya ‘Abd ‘aziz Bin Abi rawaad, dia berkata “Nabi berwasiat kepadaku dalam sebuah mimpi, dengan disebutkan kata tambahan diakhirnya” (HR al-baehaqy), kemungkinan isi tambahannya adalah “Barangsiapa tidak terdapat tambahan diharinya maka ia dalam kekurangan atau kerugian.
wallaahu a'lam
— di Selamat Tahun Baru Hijriyah 1437.



Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar