Rabu, 15 Maret 2017

Asal usul kata "Niat Ingsun" dalam Islam Nusantara

Anda tentu hafal dengan kata, "Niat Ingsun", Ini biasa dilakukan orang orang islam sekarang ini. Tapi tahukan anda akan asal usulnya?

"Berabad-abad lamanya masyarakat HARAM untuk menyebut dirinya saja dengan sebutan INGSUN, sebab kata INGSUN hanya untuk para Kesatria, Bangsawan, dan Para Pemuka Agama;
Tiba-tiba hadir para pendakwah Islam yang dimotori oleh para wali menghadirkan kata INGSUN di setiap niat peribadatan muslim.
Ketika berwudlu "Niat wudhu Sopo INGSUN..."; ketika Shalat "niat INGSUN shalat..."; ketika puasa "niat INGSUN puasa..." dsb .

Sehingga dengan kata "Niat Ingsun", masyarakat kaget, mereka kagum, mereka tertarik, akhirnya mereka berbondong-bondong menerima Ajaran para pendakwah tersebut dengan damai, tanpa ada pertumpahan darah. Menyisakan para pemimpin mereka yang masih "angkuh" dengan Derajat dan kekuasaan .

Karena didalam islam kekuasaan yang haqiqi hanyalah milik Allah SWT, dalam firmanya :


قُلِ اللهم مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Ali Imran : 26)

Para ulama Nusantara memahami ayat ini, jika kekuasaah hanya milik Allah, maka yang boleh mengatakan "Ingsun" bukan hanya para raja, bangsawan atau kesatria pada waktu ini, berarati termasuk orang biasa boleh menggunakan kata "Ingsun".
Sehingga para ulama mengajarkan kata "Ingsun" disetiap niat mau ibadah. disamping untuk memberikan pelajaran kepahaman makna niat didalam beribadah.

AMAL ITU TERGANTUNG NIATNYA

عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “- متفق عليه –


Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.

[Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]

Itulah Islam NUSANTARA, Islam yang dibawa dan diajarkan oleh para WALI NUSANTARA, Sejak awal masuknya Islam ke Nusantara hingga menunai keemasan di zaman WALI SONGO .

Jika sekarang banyak yang menghujat ISLAM NUSANTARA, bahkan mengkafirkan, menganggap sesat, menganggap Syirik ajaran ISLAM NUSANTARA para leluluhur; mereka tidak sadar keislaman yang mereka kini peluk adalah atas jasa para WALI NUSANTARA; bukan para PEMUKA AGAMA BARU YANG BARU TAMAT SARJANA .

Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa "Kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin".
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat.

Kekuasaan hanyalah milik Allah SWT.

قُلِ اللهم مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Ali Imran : 26)

Dalam Tafsir al-Maraghiy dijelaskan bahwa dalam ayat ini Allah jalla jalaluhu menjelaskan tentang keadaan Nabi SAW serta umat musyrik dan para ahli kitab sebagai obyek dakwahnya. Orang-orang musyrik mengingkari kenabian seseorang yang makan dan berjalan di pasar-pasar, sedangkan para ahli kitab mengingkari nabi yang tidak berasal dari keluarga Israel. Ayat ini menjadi penghibur bagi Nabi atas penentangan serta kesombongan orang-orang yang munkar sekaligus peringatan bagi beliau tentang kekuasaan Allah untuk menolong dan meninggikan agama-Nya. Seakan-akan Allah berfirman kepada Nabi: “Bila para penentang itu berpaling darimu dan bukti-bukti nyata tidak memuaskan orang-orang musyrik dan para ahli kitab sehingga mereka tenggelam dalam kebodohan dan keyakinan yang salah, maka hendaknya engkau datang dan kembali kepada Allah ta’ala melalui doa dan pujian serta menyadari bahwa Dia-lah yang mengatur segala perkara.”
Dalam Tafsir Al-Baghawi disebutkan bahwa Qotadah menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan saat Nabi SAW berdoa kepada Allah agar menjadikan kerajaan Persia dan Romawi menjadi bagian dari Islam. Sementara Ibnu Abbas dan Anas bin Malik mengatakan saat Mekah dibebaskan dari kekuasaan kaum kafir Quraisy, Nabi SAW berjanji kepada umatnya untuk menguasai Persia dan Romawi. Orang-orang munafik dan Yahudi berkata: “Bagaimana mungkin Muhammad menguasai Persia dan Romawi, padahal mereka lebih kuat dan lebih memiliki perlindungan? Apakah Mekah dan Madinah tidak cukup bagi Muhammad sehingga dia dengan tamak ingin pula menguasai Persia dan Romawi?” Maka Allah kemudian menurunkan ayat ini.
Ayat ini adalah salah satu yang berbicara tentang qudratullah wa ‘adzomatuhu, kekuasaan Allah dan keagungannya. Allah amat berkuasa dalam mencipta dan mengatur segala urusan mahkluknya. Segala urusan diserahkan sepenuhnya pada-Nya karena pada-Nyalah kuasa untuk menentukan sesuatu itu baik atau sebaliknya.
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa ayat ini mengandung isyarat dan bimbingan yang menganjurkan untuk mensyukuri nikmat Allah Swt., yang ditujukan kepada Rasul-Nya dan umatnya. Karena Allah Swt. mengalihkan kenabian dari kaum Bani Israil kepada nabi dari kalangan bangsa Arab, yaitu dari keturunan kabilah Quraisy yang ummi dari Mekah sebagai penutup semua nabi, serta sebagai utusan Allah kepada segenap manusia dan jin. Allah menganugerahkan kenabian kepada siapa yang dikehendakinya, seperti firman-Nya:
اللهُ اَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. (QS. Al-An’am: 124)

Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun yg memiliki kekuatan mutlak yang membuatnya dapat berbuat sekehendak nafsunya. Kekuasaan itu hanyalah pinjaman dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan ketentuan Pemilik kekuasaan yang mutlak dan harus memenuhi ajaran-ajaran-Nya. Bila si peminjam dalam menggunakan kekuasaan menyalahi syarat yang telah ditetapkan Pemiliknya, maka yang dilakukannya itu adalah batil.
Imam Al-Baghawi menambahkan bahwa Allah memuliakan seseorang dengan iman, hidayah, taat, pertolongan, kekayaan, qanaah dan keridhaan serta menghinakan seseorang melalui kekufuran, kesesatan, maksiat, kekalahan, kefakiran, kekikiran, dan ketamakan.
Sebuah pelajaran besar yang dapat diambil dari ayat ini adalah hidup ini dalam segala bidangnya senantiasa terdiri dari pihak yang pro dan kontra. Peran apapun yang kita mainkan harus didasarkan pada keyakinan bahwa keberadaan kedua kelompok ini merupakan sunnatullah yang berada di bawah kuasa-Nya.
Keyakinan ini membuat kita bersabar dalam bertawakal dan berserah diri kepada-Nya dalam melaksanakan setiap tugas yang kita emban sebagai khalifahtullah fil ardh. Selain itu, dengan berbekal keyakinan ini, kita pun akan terhindar dari sifat putus asa terhadap rahmat Allah. Allah akan menggantikan generasi yang ingkar dengan orang-orang yang tidak takut dengan celaan orang-orang yang suka mencela. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 54 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”
Dalam ayat ini Allah menerangkan pula bahwa segala kebajikan terletak di tangan(kekuasaan)-Nya baik kenabian, kekuasaan ataupun kekayaan. Ini menunjukkan bahwa Allah SWT sendirilah yang memberikan kebaikan itu menurut kemauan-Nya. Tidak ada seorangpun yang memiliki kebajikan itu selain Allah SWT. Meskipun dalam ayat ini hanya disebutkan kebajikan saja sebenarnya segala yang buruk dan jahat juga ada di bawah kekuasaan Allah SWT. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat menghalangi-Nya apabila Dia memberikan kemuliaan maupun kehinaan kepada semua orang yang dikehendaki Nya. Sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam firman Nya:

وَنُرِيْدُ اَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِيْنَ

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS. Al-Qashash: 5)

Tidak ada siapa pun yang dapat beranggapan bahwa mereka akan tetap berkuasa walaupun telah memerintah negara setengah abad, walaupun mereka menggunakan berbagai cara untuk menghalalkan tindakkannya. Sejarah dunia telah membuktikan bahwa setiap pemerintah zalim yang merampas hak rakyat, mengutamakan kroni atau ahli keluarga daripada rakyat jelata, hidup bermewah-mewah, pilih kasih dan mealkukan korupsi, maka golongan ini tidak mustahil akan digantikan dengan golongan yang lebih baik, tulus dan amanah.
Allah SWT Maha Berkuasa dan Maha Bijaksana dan Dia mampu merubah sistem kehidupan di muka bumi. Oleh itu kita perlu menyadari bahwa hidup kita di dunia ini hanya sementara dan kehidupan yang sebenarnya adalah di kampung akhirat, sehingga kita waspada, tidak tertipu dengan bujuk rayu dunia dan berhati-hati ketika memilih pemimpin karena kita semua akan diminta pertanggungjawaban atas pilihan yang kita tetapkan di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar