Kamis, 01 Desember 2016

Penistaan Agama Di Zaman Baginda Nabi


Kamis (01/12/16) sebelum Jum’at Legi, eyang blog ini mengikuti khataman al-Qur’an. Kegiatan ini memang sudah menjadi kebiasaan setiap bulan di sebagian besar daerah Jombang. Setelah mengambil giliran membaca, walaupun sedikit, eyang blog ini beristirahat. Dalam istirahatnya sambil mencicipi kopi hitam, eyang blog ingin mencoret blognya lagi. Coretan ini masih berkisar kasus yang ‘menggetarkan’ Nusantara, penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu cagub DKI Jakarta. (Baca: Dengan Surat Al-A'raf, Rasulullah SAW Diperintahkan Memaafkan Orang Kafir

Coretan ini bukan hasil pemikiran sendiri, tapi berdasarkan referensi Ulama’ klasik, baik ahli tafsir maupun ahli hukum Islam. Sehingga, coretan ini murni sebuah artikel yang mempunyai referensi, bukan mendukung cagub tersebut. Bila memang pembaca tidak suka cagub tersebut, maka pilih lainnya. Tentu, berdasarkan hati nurani pembaca dan kualitas dari cagub yang ada. Sarannya, agar terasa nyaman, dalam membaca coretan ini diharapkan ditemani kopi hitam. Karena diharapkan semboyan yang berlaku di tempat eyang blog berada bisa didapatkan, “Ngopi sek gen ora mangkel!” (ngopi dulu biar tidak marah). Ha ha ha.
Sebagaimana dilansir oleh Tempo, Kabar demo besar-besaran pada 2 Desember atau dikenal demo 212 rencanaya akan digelar untuk mendesak kepolisian menahan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait dengan dugaan penistaan agama.
Namun, tanggapan yang menyejukkan datang dari Presiden Joko Widodo. Beliau yakin bahwa tidak akan ada demo 2 Desember nanti. Dia mengatakan bahwa apa yang akan terjadi pada 2 Desember nanti bukanlah unjuk rasa, melainkan doa bersama. (Baca: Bukan Unjuk Rasa,Presiden Sebut Demo 212 Aksi Doa Bersama(
Tanggapan Bapak Presiden memang bisa dibenarkan. Karena, Ketua GNPF-MUI Rizieq Shihab mengatakan Aksi Bela Islam III nanti akan berlangsung superdamai.
“Maksudnya berupa aksi ibadah gelar sejadah tapi tanpa mengubah tuntutan utama dalam Aksi Bela Islam II sebelumnya untuk menuntut kasus penistaan agama diusut tuntas." ucapnya.  (Baca: Bertemu Kapolri, Rizieq: Aksi BelaIslam III Superdamai)

Seperti yang dilansir JPNN, penceramah Abdullah Gymnastiar berencana akan melibatkan diri pada demonstrasi besar-besaran pada 2 Desember mendatang. Beliau mengaku turut mendoakan Indonesia agar aman dan tentram. Beliau berpesan, bagi umat dan masyarakat yang hadir, diharapkan memperbaiki niatnya. Dia meminta semua peserta demo berniat untuk mendoakan negeri makmur, niat untuk ibadah, niat untuk dakwah, amar maruf nahi mungkar dan memberikan hukuman yang adil bagi penista agama. (Baca: Aa Gym Siap Ikut Demo 2 Desember, nih Alasannya)
Dari lansiran diatas, bisa diambil kesimpulan, bahwa tujuan pokok dari aksi 02 Desember yang merupakan aksi lanjutan 04 November adalah menuntut kasus penistaan agama diusut tuntas dan diberikan hukuman yang adil bagi pelakunya. Hanya saja, aksi tersebut dilakukan dengan damai dan berwujud ibadah.
Dalam menyikapi kasus penistaan dan aksi 212 ini, eyang blog mendasarkan pada surat al-Ma’arij, ayat: 05:
 
فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيْلاً
“maka bersabarlah engkau (Muhammad) dengan kesabaran yang baik”
 
Sedangkan kandungannya, dia mendasarkan pada tafsir al-Fakhru ar-Rozy, tafsir al-Thobary dan tafsir al-Mawardy dan karya Ulama’ lainnya.
Baiklah, apakah ada penistaan agama di zaman Nabi Muhammad SAW, dan apakah kaitannya dengan ayat ini?. Para Ulama’ tafsir yang mengarang kitab tafsir diatas menjelaskan, sebelum ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad SAW diolok-olok serta dianggap orang gila, penyihir, dan tukang syi’ir oleh orang kafir. Apa yang disampaikan Nabi Muhammad SAW berupa wahyu didustakan oleh mereka.[1] Apakah perbuatan orang kafir diatas bukan termasuk penistaan?, bayangkan bila orang kafir yang ada di Nusantara ini berbuat seperti halnya orang kafir zaman Nabi SAW!.
Imam ar-Rozy menjelaskan, ayat perintah bersabar diatas berkaitan dengan ayat sebelumnya (ayat: 01):
 

سَأَلَ سَآئِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ

“seseorang bertanya tentang azab yag pasti”
 
Ayat ini diturunkan ketika ada seorang sahabat yang berharap agar segera diturunkan adzab untuk orang kafir. Setelah sahabat tersebut berharap demikian, Allah SWT menurunkan ayat perintah bersabar diatas.[2]
Bila kita berpikir sejenak, penistaan di zaman Nabi SAW sama (walau tidak sangat persis) dengan kasus penistaan agama yang dilakukan salah satu cagub DKI Jakarta. Sahabat Nabi SAW yang berharap agar hukum Allah SWT segera turun kepada orang-orang kafir sama dengan pihak yang berharap agar hukum negara ini segera dijatuhkan pada cagub DKI Jakarta tersebut. Hanya saja, sahabat Nabi SAW bersabar setelah ayat perintah bersabar diturunkan, sedangkan pihak yang akan melakukan aksi 212 belum bisa bersabar (bukan tidak sabar). Kenapa dianggap demikian?, eyang blog beranggapan demikian karena aksi 04/11 sudah dilakukan, dan tuntutannya sudah terpenuhi, sedangkan hasilnya masih dalam proses. Tapi, kenapa masih akan melakukan aksi 212?.
Menurut sebagian Ulama’, ayat perintah bersabar diatas sudah digantikan dengan ayat perintah memerangi orang kafir. Namun, sangat menarik bila memakai pendapatnya Imam at-Thobari, terlebih untuk diterapkan dalam hidup keindonesiaan. Beliau berpendapat, tidak ada landasan untuk menganggap ayat tersebut tidak diberlakukan karena digantikan ayat perintah memerangi orang kafir. Karena, mulai Nabi Muhammad SAW diutus sampai wafat selalu disakiti oleh orang kafir, baik sebelum atau sesudah diperintahkan memerangi mereka, dan Beliau SAW selalu bersabar.[3]
Disisi lain, andaikata kita menganggap kegiatan yang berlangsung dalam aksi 212 legal secara hukum Islam, maka hukum yang paling tinggi perintahnya adalah kegiatan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu fardhu kifayah.[4] Hukum amar ma’ruf nahi munkar ini sudah gugur jika sudah ada yang melakukan, tidak harus mendatangkan beribu, ratusan ribu, bahkan jutaan orang. Sedangkan kegiatan lainnya, seperti shalat Jum’at, istighotsah, dzikir dan do’a bersama, bisa dilaksanakan ditempat tinggal peserta aksi masing-masing. Bahkan, bila kegiatan yang berlangsung dalam aksi 212 menyebabkan meninggalkan kegiatan yang wajib ain (kewajiban yang tidak bisa diwakilkan orang lain), seperti mencari nafkah, mempunyai tugas mengajar atau yang lainnya, maka menyebabkan berdosa.
Ada tanggapan yang membuat eyang blog berpikir. Tanggapan ini didapatkan dari para pecinta kopi ketika di warung kopi, bukan para sarjana atau kaum intelektual. Yaitu, kenapa mereka berdemo penistaan agama yang dilakukan salah satu cagub tersebut dengan mengerahkan ratusan ribu orang, sedangkan mereka yang mengaku menjadi nabi tidak didemo?. Mungkin, ini bisa dijadikan kita berpikir, karena bahaya akidah yang dihasilkan dari mengaku menjadi nabi lebih besar dari pada kasus penistaan yang dilakukan cagub DKI Jakarta tersebut.

Sebagai orang yang serba kurang ini, eyang blog siap menerima masukan dan pembenahan bila ada kesalahan. Tentu, dalam pembenahan juga harus ada referensi yang ditawarkan.
 
والله اعلم بالصواب




 
[1] An-Nukat wa al-Uyun tafsir Al-Mawardy, Vol: 06, Hal: 91.
 

فاصْبِرْ صَبْراً جَميلاً  -...الى...وفيما أُمر بالصبر عليه قولان أحدهما : أُمر بالصبر على ما قذفه المشركون من أنه مجنون وأنه ساحر وأنه شاعر ، قاله الحسن .

 
 
Tafsir al-Fakhri ar-Rozy,Vol: 30, Hal: 124-125.
 

فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً  -  فيه مسألتان المسألة الأولى اعلم أن هذا متعلق بسأل سائل لأن استعجال النضر بالعذاب إنما كان على وجه الاستهزاء برسول الله والتكذيب بالوحي وكان ذلك مما يضجر رسول الله ( صلى الله عليه وسلم )

 
[2] Tafsir al-Fakhri ar-Rozy,Vol: 30, Hal: 124-125.
 

فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً - فيه مسألتان المسألة الأولى اعلم أن هذا متعلق بسأل سائل لأن استعجال النضر بالعذاب إنما كان على وجه الاستهزاء برسول الله والتكذيب بالوحي وكان ذلك مما يضجر رسول الله ( صلى الله عليه وسلم ) فأمر بالصبر عليه وكذلك من يسأل عن العذاب لمن هو فإنما يسأل على طريق التعنت من كفار مكة ومن قرأ سَأَلَ سَائِلٌ فمعناه جاء العذاب لقرب وقوعه فاصبر فقد جاء وقت الانتقام

 
[3] Tafsir al-Fakhri ar-Rozy,Vol: 30, Hal: 125.
 

فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً - فيه مسألتان  ...الى...المسألة الثانية قال الكلبي هذه الآية نزلت قبل أن يؤمر الرسول بالقتال

 
An-Nukat wa al-Uyun tafsir Al-Mawardy, Vol: 06, Hal: 91.
 

فاصْبِرْ صَبْراً جَميلاً  -...الى...وفيما أُمر بالصبر عليه قولان :  ...الى...  الثاني : أنه أُمر بالصبر على كفرهم ، وذلك قبل أن يفرض جهادهم ، قاله ابن زيد .

Tafsir at-Thobary Jami’u al-Bayan an Ta’wili Aayi al-Qur’an, Vol: 23, Hal: 255.
 

وَقَوْلُهُ : {فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلاً}. يَقُولُ تَعَالَى ذِكْرُهُ : فَاصْبِرْ يَا مُحَمَّدُ {صَبْرًا جَمِيلاً} ، يَعْنِي : صَبْرًا لاَ جَزَعَ فِيهِ . يَقُولُ لَهُ : اصْبِرْ عَلَى أَذَى هَؤُلاَءِ الْمُشْرِكِينَ لَكَ ، وَلاَ يُثْنِيكَ مَا تَلْقَى مِنْهُمْ مِنَ الْمَكْرُوهِ عَنْ تَبْلِيغِ مَا أَمَرَكَ رَبُّكَ أَنْ تُبَلِّغَهُمْ مِنَ الرِّسَالَةِ.

وَكَانَ ابْنُ زَيْدٍ يَقُولُ فِي ذَلِكَ مَا حَدَّثَنِي بِهِ يُونُسُ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ ، قَالَ : قَالَ ابْنُ زَيْدٍ ، فِي قَوْلِهِ : {فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلاً}. قَالَ : هَذَا حِينَ كَانَ يَأْمُرُهُ بِالْعَفْوِ عَنْهُمْ لاَ يُكَافِئُهُمُ ، فَلَمَّا أُمِرَ بِالْجِهَادِ وَالْغِلْظَةِ عَلَيْهِمْ أُمِرَ بِالشِّدَّةِ وَالْقَتْلِ حَتَّى يَتْرُكُوا ، وَنُسِخَ هَذَا.

وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ ابْنُ زَيْدٍ أَنَّهُ كَانَ أُمِرَ بِالْعَفْوِ بِهَذِهِ الآيَةِ ، ثُمَّ نُسِخَ ذَلِكَ قَوْلٌ لاَ وَجْهَ لَهُ ، لِأَنَّهُ لاَ دَلاَلَةَ عَلَى صِحَّةِ مَا قَالَ مِنْ بَعْضِ الأَوْجُهِ الَّتِي تَصِحُّ مِنْهَا الدَّعَاوِي ، وَلَيْسَ فِي أَمْرِ اللَّهِ نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّبْرِ الْجَمِيلِ عَلَى أَذَى الْمُشْرِكِينَ مَا يُوجِبُ أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ أَمْرًا مِنْهُ لَهُ بِهِ فِي بَعْضِ الأَحْوَالِ ، بَلْ كَانَ ذَلِكَ أَمْرًا مِنَ اللَّهِ لَهُ بِهِ فِي كُلِّ الأَحْوَالِ ، لِأَنَّهُ لَمْ يَزَلْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ لَدُنْ بَعَثَهُ اللَّهُ إِلَى أَنِ اخْتَرَمَهُ فِي أَذًى مِنْهُمْ ، وَهُوَ فِي كُلِّ ذَلِكَ صَابِرٌ عَلَى مَا يَلْقَى مِنْهُمْ مِنْ أَذًى قَبْلَ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لَهُ بِحَرْبِهِمْ ، وَبَعْدَ إِذْنِهِ لَهُ بِذَلِكَ.

 مغني المحتاج الجزء الرابع ص 210

(و) من فروض الكفايات (الأمر بالمعروف) من واجبات الشرع (والنهي عن المنكر) من محرماته بالإجماع إذا لم يخف على نفسه أو ماله أو على غيره مفسدة أعظم من مفسدة المنكر الواقع أو غلب على ظنه أن المرتكب يزيد فيما هو فيه عنادا كما أشار إليه الغزالي في الإحياء كإمامه ولا يختص بالولاة بل يجب على كل مكلف قادر من رجل وامرأة حر أو عبد وللصبي ذلك ويثاب عليه إلا أنه لا يجب عليه ولا يشترط في الآمر بالمعروف العدالة بل قال الإمام وعلى متعاطي الكأس أن ينكر على الجلاس وقال الغزالي يجب على من غصب امرأة على الزنا أمرها بستر وجهها عنه ا هـ. والإنكار يكون باليد. فإن عجز فباللسان ويرفق بمن يخاف شره ويستعين عليه إن لم يخف فتنة فإن عجز رفع ذلك إلى الوالي فإن عجز أنكر بقلبه ولا يشترط فيه أيضا أن يكون مسموع القول بل على المكلف أن يأمر وينهى وإن علم بالعادة أنه لا يفيد "فإن الذكرى تنفع المؤمنين" ولا أن يكون ممتثلا ما يأمر به مجتنبا ما ينهى عنه بل عليه أن يأمر وينهى نفسه


Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar