Kamis, 20 Juli 2017

KH As’ad Syamsul Arifin Mediator Berdirinya NU antara syekhona Kholil bangkalan dan KH Hasyim


KYAI AS'AD SANG WALI QUTHUB (Mediator atau penghubung Berdirinya NU antara syekhona Kholil bangkalan dan KH Hasyim )
Tdk ada yg menyangka, ternyata Mursyid 13 tarekat dan ulama besar NU ini adalah seorang Wali Quthub. Berikut adalah kesaksian dari Kyai Mujib, putera dari KH. Ridwan Abdullah pencipta lambang NU.
Kyai As'ad laksana samudera tak bertepi. Beliau semakin didekati kian bertambah tdk kelihatan. Saya sangat berpengalaman, bahkan saya pernah mencium seluruh tubuhnya, kecuali yg memang tdk boleh.
Setelah saya pijat selama hampir 3 jam, beliau tidur sangat pulas. Saya ciumi sekujur tubuhnya. Dari ujung kepala sampai telapak kaki. Saya tdk mendptkan bau apa-apa. Sampai hati saya berkata, beliau ini ada atau tdk ada? Apakah ini org yg dikatakan sdh berada di maqam fana?
Hampir 20 thn saya hidup bersama beliau. Tambah dekat tambah lama, tambah tdk kelihatan, sulit ditebak. Saya baru diberi tahu dan mengerti, baru yakin siapa beliau ini, setelah saya sampai di Madinah thn 1987, saat saya ditunjuk sbg petugas haji oleh pemerintah.
Saya minta idzin ke beliau. "Pak Mujib, pergi haji sampean ini sunnah. Tp sampai datang ke Haramain thn ini wajib, fardhu kifayah. Klo sampean thn ini tdk datang ke tanah haram, dosa sampean besar." kata Kyai As'ad.
Saya tanya, kenapa? Jawabnya, nanti di sana bkn di sini, kata Kyai As'ad, "namun sampean jgn kecil hati. Sampean saya pinjami ijazah. Setelah pulang, ijazah tersbt hrs dikembalikan, tdk boleh dipakai trs."
"Klo saya sdh hafal bgmn Kyai?"
"Ya, terserah, klo sampean jd bajingan."
Sampai larut malam, saya tdk diperbolehkan pulang. Saya disuruh pulang bsk pagi. Tp ijazah itu, tdk "dipinjamkan" sampai saya tdr. Ternyata, dlm tdr saya di-talqin ijazah.
Dlm tdr, saya ditanya apakah saya punya wudhu. Saya jawab, msh punya. Lalu saya di-talqin. Menjelang subuh, saya bangun. Ternyata di bwh bantal, ada secarik kertas yg ditulis Kyai As'ad, bunyinya persis seperti ijazah dlm tdr tadi. Mungkin, beliau tkt saya lupa.
Setelah saya pulang dari haji, beliau ada di rmh saya, mengambil ijazah itu. "Saya tdk minta oleh-olehnya Pak Mujib, hanya ijazah itu hrs dilembalikan." kata Kyai As'ad.
Mungkin, ijazah itu tkt disalahgunakan.
Alhamdulillah saya berhasil menunaikan ibadah haji. Ada beberapa peristiwa yg saya alami, yg hanya bisa saya ceritakan kpd Kyai As'ad. Semuanya saya ceritakan. Lalu saya tanya, "Ada satu Kyai, yg menyangkut Panjenengan."
"Loh, sampean ke sana mau ngurus saya jg ya?" Saya pun dimarahi. "Sampean ke sana, dgn saya pinjami ijazah segala, jd ngobyek saya jg ya? Kurang ajar sampean ini!" katanya agak marah.
"Ya, tdk begitu Kyai. Masa saya sdh ikut panjenengan hampir 20 thn, kok tdk tahu siapa sebenarnya Panjenengan," jawab saya.
"Lha iya, sampean ngobyek, ingin tahu saya."
"Apa hasilnya?"
"Saya disuruh membacakan ayat di hadapan Panjenengan!"
"Ayat apa?"
"Ayat Al Qur'an, dgn syarat klo panjenengan mau, klo tdk mau ya tdk usah!"
"Mana ada kyai yg tdk mau dibacakan Al Qur'an? Gila sampean ini"
"Lha, wong 'Bos' di sana bilang begitu, Kyai?" kata saya melucu (Sewaktu di tanah haramain, saya bertemu 'Bos'. Katanya, klo Kyai As'ad tdk mengaku siapa sebenarnya, bacakan ayat ini. Dgn catatan hrs mau. Saya tanya, klo tdk mau, ya saya tdk akan pernah tahu siapa Kyai As'ad. Krn itu, saya desak 'Bos' itu. Jawabnya; ya... tdk maunya itu ngakunya!)
Saya lalu membaca


فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدً

(QS. An-Nisa' 41)

Blm selesai saya membaca ayat tersebut, beliau menangis sejadi-jadinya, menjerit sampai bercucuran air mata.
Inilah pengakuan yg tdk bisa dihindari. Saya tembak di tempat, dgn resep 'Bos'. Ya, jgn tanya siapa 'Bos' tersebut.
Saya tunggu. Beliau nangis hampir satu jam, itu pun msh terisak-isak. Seperti anak kecil. Lalu saya diajak salaman. Ketika saya mau mencium tangannya, tdk boleh.
"Kali ini, sampean tdk saya idzinkan mencium tangan saya." katanya msh dlm keadaan terisak.
Saya pucat. Wah, haji saya kali ini mardud (tertolak), begitu dlm benak saya. Mengapa? Sebab saya telah membuka rahasia besar, yg di dunia ini org nya hanya satu. Wali Quthub ini, di dunia hanya satu. Itu rahasianya saya buka, walaupun saya di suruh 'Bos'.
"Pak Mujib, apa sampean tdk keberatan, belas kasihan sama saya. Saya minta belas kasihan sampean," ujarnya.
"Saya minta belas kasihan sampean, agar jgn ngomong kpd org lain selama saya msh hidup, siapa diri saya ini!"
Saya yakin Kyai As'ad ini tdk mati. Tdk ada Wali Quthub ini mati, hanya jasadnya yg pindah ke alam kubur.
Sumber: Kharisma Kyai As'ad di Mata Umat.


Karomah KH As’ad Syamsul Arifin, Mengubah Pasir Jadi Senjata *

Tidak hanya dikenal sebagai tokoh pejuang dan ulama kharismatik, sosok KH As’ad Syamsul Arifin ternyata juga dikenal memiliki banyak karomah. Salah satunya bisa mengubah pasir menjadi jentuman senjata serta membelah diri menjadi dua. Bagaimanakah kisahnya?
Dideretan ulama-ulama besar di Indonesia, nama KH As;ad Syamsul Arifin tentu bukanlah nama yang asing. Ia merupakan mediator berdirinya salah satu ormas terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan juga pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa timur, yang dikenal dengan jumlah ribusn santrinya.
Sebagai kiai dan ulama besar, KH As’ad tidak hanya dikenal menguasai ilmu dari para guru dan kitab-kitab hikmah saja, namun juga mempunyai banyak kelebihan atau karomah yang jarang dimiliki oleh manusia biasa.
Seperti halnya yang diungkapkan KH Fawaid As/ad, salah satu putra almarhum mengatakan jika kelebihan atau ilmu-ilmu beladiri yang dimiliki oleh sang ayah memang cukup banyak. Hal itu bukanlah semata-mata digunakan untuk menyombongkan diri, namun untuk membela agama dan mempertahankan negara dari serangan penjajah.

PEJUANG KEMERDEKAAN

Diantara kisah-kisah mengenai bukti kekaromahan KH As’ad semasa hidupnya pun terkuak dari KH Fawaid.
“Pada zaman dulu, murid-murid beliau itu banyak dari kaum bromocorah (preman,red), sehingga beliau pun banyak mendalami ilmu beladiri,” tutur KH Fawaid memulai cerita.
Ilmu-ilmu beladiri yang dimiliki KH As’ad, sambung KH Fawaid, juga diajarkan kepada para muridnya.
Ia menceritakan, saat santrinya dibekali sebilah pedang serta celurit dan disuruh saling membacok, tapi, tebasan pedang dan celurit itu tidak ada yang mencederai mereka. Sebagian murid yang lain, ada yang diuji melompat dari pohon kelaa yang tinggi dan ternyata badannya tetap utuh serta segar bugar. Yang ajaib adalah saat antara para murid itu mampu menjatuhkan puluhan buah kelapa hanya dengan sekali pandang.
Tidak hanya itu, kemasyhuran kekaromahan KH As’ad juga terbuti pada saat perang kemerdekaan. Kepada Kisah Hikmah, KH fawaid jga mengisahkan jika pada saat perang gerilya, beberapa pejuang tampak membawa pasir. Pasir itu konon adalah pemberian dari KH As’ad kepada para pejuang. Pasir tersebut kemudian ditaburkan ke kacang hijau di dekat markas tentara Belanda atau jalan yang akan banyak dilewati tentara Belanda.
“Aneh, suatu keajaiban terjadi. Puluhan tentara Belanda yang bersenjata lengkap itu tiba-tiba lari terbirit-birit ketakutan sambil meninggalkan senjatanya. Mungkin mereka mengira suara pasir itu adalah suara dentuman senjata api. Para pejuan pun memungut satu persatu senjata yang ditinggal Belanda, “ kisah KH Fawaid.

BISA MUNCUL DI BANYAK TEMPAT

Lebih jauh, KH Fawaid bahkan menceritakan, ada kisah lain yang mengisyaratkan bahwa KH As’ad memang bukanlah ulama sembarangan. Kisah itu terjadi pada saat Kiai Mujib (teman KH As’ad) diajak KH As’ad menghadiri delapan acara walimah haji yang berada di luar kota.
Keduanya pun berangkat dari rumah, sekitar pukul 20.30 WIB. Namun anehnya, Kiai Mujib baru merasakan keajaiban yang dialaminya setelah kembali ke Sukorejo. Dia kaget lantaran delapan lokasi acara walimah haji yang didatangi oleh KH As’ad ternyata hanya ditempuh dalam waktu dua jam.
“Padahal, perjalanan pulang pergi aja memerlukan waktu dua jam, sementara mereka harus mengunjungi delapan kali acara yang tempatnya masing-masing sangat berjauhan. Ini belum lagi dihitung waktu KH As’ad memberi ceramah dan jamuan makan, yang tentu saja memakan waktu tidak sebentar. Ini ajaib. Mana mungkin perjalanan yang seharusnya memakan waktu dua jam plus semua acara yang tempatnya saling berjauhan dan memakan waktu berjam-jam itu, bisa dilakukan hanya dengan dua jam?” ungkap KH Fawaid.
Kiai Mujib pun mengemukakan kebingungannya itu kepada sopir KH As’ad, H Abdul Aziz.
“Iya..ya, kenapa bisa begitu?” katanya sambil berulang kali melihat jam tangannya untuk meyakinkan diri bahwa saat itu memang baru pukul 22.30 WIB.
“Usut punya usut, seminggu kemudian. Di Sukorejo, Haji Aziz akhirnya memperoleh info mengenai keributan yang hampir saja terjadi di antar pemilik delapan acara walimah tersebut karena masing-masing ngotot didatangi kiai pada saat yang bersamaan. Akhirnya, mereka sama-sama heran, sebab masing-masing mempunyai bukti berupa foto ketika kiai berada di rumah-rumah mereka,” imbuh KH Fawaid.
Peristiwa seperti itu tampaknya juga pernah dialami sendiri oleh KH As’ad ketika muda. Dia heran, ada kiai yang menjadi imam salat Jumat di tiga masjid dalam waktu yang bersamaan. Menurut kisah, KH As’ad bermakmum saat salat Jumat dengan imam Kiai Asadullah di Masjid Besuki. Bupati Situbondo, yang mendengar hal itu, membantah dan sambil ngotot mengatakan bahwa Kiai Asadullah hari itu mengimmi salat Jumat di Situbondo, bahkan sang bupati mengaku berdiri tepat di belakangnya. Penghulu Asembagus yang kebetulan mendengar pertikaian itu, malah menimpali bahwa Kiai Asadullah menjadi imam masjid di daerahnya.
Hal itu mengingatkan KH As’ad pada dawuh (perintah) Habib Hasan Musawa bahwa Kiai Asadullah telah mencapai maqam fana fi adz dzat, bisa menjadi tiga bahkan sepuluh dalam waktu bersamaan. Ilmu yang sama kelak akan dimiliki jiga oleh KH As’ad.

Wallahu a’lam

*Ditulis ulang dari Kisah Hikmah Edisi 01-15 Maret 2009 Hal 24

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar