Kamis, 10 Oktober 2019

Syeikh Utsaimin VS Ibnu Taimiyah


Semua bid'ah itu pasti sesat, tidak ada bid'ah hasanah. Dan jangan mengarang-ngarang bid'ah hasanah, sebab jelas bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW sendiri.

Ungkapan ini seringkali kita dengar mengalir dari mulut para ustadz yang ceramah di berbagai tempat, wa bil khusus di yutup.

Salah satunya keluar dari perkataan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika menjelaskan hadist tentang bid’ah:

قوله «كل بدعة» كلية عامة شاملة مسورة بأقوى أدوات الشمول والعموم «كل» والذي نطق بهذه الكلية صلوات الله وسلامه عليه…


"Hadist kullu bi’atin bersifat general, umum, menyeluruh tanpa terkecuali, dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti menyeluruh yang paling kuat yaitu kata kullu. Dan yang berkata demikian adalah Rasulullah SAW sendiri…

فبعد هذه الكلية يصح أن نقسم البدعة إلى أقسام ثلاثة، أو إلى أقسام خمسة؟ أبداً هذا لا يصح


"Apakah setelah ketetapan yang menyeluruh ini kita kemudian dibenarkan membagi bid’ah menjadi tiga atau menjadi lima bagian? Selamanya, hal ini tidak dibenarkan."

Ini adalah penjelasan Syaikh Utsaimin yang berkata bahwa bid’ah itu tanpa batas dan ini bermakna bahwa semua yang baru dalam ritual agama adalah sesat dan karena kata bid’ah adalah langsung dari rasulullah maka tidak diperkenankan bagi siapapun menafsirkannya lagi.

(Lihat : Muhammad bin Shalih Al ustaimin. Al Ibda’ Fii Kamali AsSyar’I wa khatarul Ibtida’. Wizaratul I’lam. Jeddah, Saudi Arabia. Hal 13)

Banyak sekali kita yang kemudian mengangguk-anggukkan kepala pertanda setuju dengan statemen ini. Seolah-olah apa yang Beliau sampaikan itu adalah kebenaran satu-satunya. Kalau tidak seperti itu, maka pasti salah, keliru, sesat dan tidak sejalan dengan sunnah yang lurus.

* * *
Padahal dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Kita menemukan banyak ulama salaf yang tidak demikian pemahamannya.

Tidak usah jauh-jauh cari rujukan, Syaikh Ibnu Taimiyah (w. 728 H) dalam Majmu Fatawa jilid 20 halaman 163 menjelaskan sebagai berikut :

1. Bid'ah Sebatas Hanya Yang Menyelisihi Nash

وَمَا خَالَفَ النُّصُوصَ فَهُوَ بِدْعَةٌ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ وَمَا لَمْ يُعْلَمْ أَنَّهُ خَالَفَهَا فَقَدْ لَا يُسَمَّى بِدْعَةً


Yang menyelisihi nash-nash maka itu bid'ah sebagaimana disepakati umat Islam. Namun yang tidak bertentangan, tidak disebut bid'ah.

2. Sepakat Dengan Imam Asy-Syafi'i Membagi Bid'ah Hasanah dan Dhalalah

Lalu yang menarik, Ibu Taimiyah justru mengutip pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i yang mengatakan bahwa bid’ah itu masih harus dibagi kepada hasanah dan dhalalah.

Ini teksnya saya kutipkan disini juga. Gini-gini saya kan banyak baca tulisan dan fatwa Ibnu Taimiyah juga.

قال الشافعي رحمه الله : الْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ: بِدْعَةٌ خَالَفَتْ كِتَابًا وَسُنَّةً وَإِجْمَاعًا وَأَثَرًا عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَذِهِ بِدْعَةُ ضَلَالَةٍ. وَبِدْعَةٌ لَمْ تُخَالِفْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهَذِهِ قَدْ تَكُونُ حَسَنَةً


“Asy-Syafi'i rahimahullah berkata bahwa bid’ah itu ada dua: bid’ah yang menyelisihi kitab dan sunnah serta Ijma’ serta atsar dari dari sejumlah sahabat Rasulullah SAW maka ini adalah bid’ah yang tercela. Kemudian bid’ah yang yang tidak berselisihan dengan satupun dari semua dalil itu maka ini bisa jadi bid’ah yang baik”

Sama sekali Ibnu Taimiyah tidak menyalahkan Al-Imam Asy-Syafi'i dalam pembagian bid'ah menjadi hasanah dan dhalalah. Beliau malah mengutip pendapatnya dalam rangka menjelaskan pengertian bid'ah.

Disini nampak nyata bahwa cara Ibnu Taimiyah memandang bid'ah ternyata tidak sama dengan cara pandang Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Ibnu Taimiyah menerima konsep bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah.

Lalu kita bagaimana?

Silahkan pilih salah satu dari kedua pendapat di atas. Mau cenderung ke Syeikh Utsaimin boleh. Tapi mau ke Ibnu Taimiyah juga boleh juga.

Iya kan. Masak tidak boleh?

Lha wong iki penemune Ibnu Taimiyah ngono lho...

Kalo ikut cara berpikirnya Syekh Utsaimin maka SUNNAH itu ada 2. Sunnah Hasanah dan Sunnah Sayyi'ah

من سن في الإسلام سنة حسنة كان له أجرها وأجر من عمل بها من بعده لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا، ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده لا ينقص ذلك من أوزارهم شيئا


Jadi kalo ada ajakan mari kita kembali kepada sunnah, sunnah yang mana dulu ni? hasanah apa sayyi'ah hehehe
 
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar